Você está na página 1de 13

AKTINOMISETES LINGKUNGAN PAYAU PENGHASIL SENYAWA

ANTIBAKTERI YANG ANTAGONIS TERHADAP


Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)

Eva Luviriani1*, Ari Asnani2, Oedjijono3


1
Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Biologi, Unsoed, Purwokerto 53123
2
Dosen Jurusan Kimia, FMIPA, Unsoed, Purwokerto 53123
3
Dosen Fakultas Biologi, Unsoed, Purwokerto 53123
*
Korespondensi penulis: evaluviriani12@gmail.com (Eva Luviriani)

ABSTRAK

Aktinomisetes dapat diisolasi dari lingkungan payau seperti pada ekosistem


mangrove. Beberapa spesies dari anggota aktinomisetes mampu menghambat
pertumbuhan Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Perubahan
epidemiologi MRSA telah menjadi perhatian bagi kesehatan masyarakat dan
merupakan landasan penting bagi para peneliti untuk mencari senyawa antibakteri
baru yang berasal dari sumber alami. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui antagonisme, konsentrasi hambar minimum senyawa antibakteri, dan
identitas isolat aktinomisetes lingkungan payau yang antagonis terhadap MRSA.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Isolat aktinomisetes dari lingkungan payau
bersifat antagonis terhadap MRSA dengan kemampuan penghambatan lemah.
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) senyawa antibakteri isolat aktinomisetes
terpilih (W-5A, W-5B, P-7D) yang mampu menghambat pertumbuhan MRSA
masing-masing sebesar 4 mg/mL, 2 mg/mL, dan 8 mg/mL. Identitas isolat
aktinomisetes yang antagonis terhadap MRSA termasuk ke dalam genus
Streptomyces.
Kata Kunci : Aktinomisetes, senyawa antibakteri, MRSA, Gen 16SrRNA

ABSTRACT

Actinomycetes can be isolated from brackish environments such as mangrove


ecosystems. Several species of Actinomycetes are able to inhibit the growth of
Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). The epidemiological
changes of MRSA have become a public concern and important for researchers to
look for new antibacterial compounds derived from natural sources.The purposes
of this research are to examine antagonism, the minimum inhibition concentration
of antibacterial compounds, and identify the Actinomycetes isolate from the
brackish environment against MRSA. Actinomycetes from Brackish Environment
shows antibacterial activity against MRSA with weak inhibition capability. MIC
of antibacterial compound from three isolates W-5A, W-5B, and P-7D are 4
mg/mL, 2 mg/mL, and 8 mg/mL. The identity of brackish environment
Actinomycetes W-5A, W-5B, and P-7D which shows antagonism against MRSA
is Streptomyces.

Keywords : Actinomycetes, antibacterial compound, MRSA, 16S rRNA Gene


PENDAHULUAN

Aktinomisetes dapat diisolasi dari lingkungan payau seperti pada ekosistem


mangrove yang merupakan tempat terjadinya akumulasi bahan organik dan
nutrien karena pengaruh dari pasang surut air laut [1]. Beberapa spesies dari
anggota aktinomisetes seperti Micromonospora sp. ICN36 mampu menghambat
pertumbuhan Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) [2].
Streptomyces sp. CFJ2, Streptomyces antibioticus strain 1022-257, Streptomyces
flaveolus strain NRRL B-1334, Streptomyces psammoticus strain NBRC 13971,
dan Streptomyces sp. b26 mampu menghambat 10 isolat klinis MRSA [3].
Streptomyces sp. yang diisolasi dari tanah pesisir laut mampu menghambat Multi
Drug Resistant Staphylococcus aureus (MDRSA) [4].
MRSA merupakan bakteri Staphylococcus aureus resisten terhadap
antibiotik golongan β-laktam seperti penicillin dan turunannya yaitu methicillin,
oxacilin, dicloxacilin, nafcilin dan cephalosporin. S. aureus banyak ditemukan
pada epitel manusia dan merupakan patogen oportunistik yang terlibat dalam
infeksi nosokomial. Infeksi MRSA dapat menyebabkan penyakit yang parah dan
berakibat fatal bagi penderitanya [5]. Penyebaran infeksi MRSA tidak lagi hanya
pada infeksi di rumah sakit namun sudah mencapai komunitas [6].
Perubahan epidemiologi MRSA dan penyebaran resistensi antibiotik secara
luas telah menjadi perhatian bagi kesehatan masyarakat dan merupakan landasan
penting bagi para peneliti untuk mencari senyawa antibakteri baru yang berasal
dari sumber alami. Aktinomisetes yang diisolasi dari wilayah laut berpotensi
menghasilkan senyawa aktif berupa antibakteri dengan senyawa aktif baru [7].
Oleh karena itu, eksplorasi mengenai aktinomisetes wilayah laut dengan potensi
antibakteri yang mampu melawan berbagai perubahan evolusioner bakteri target
dalam menekan masalah MRSA sangat diperlukan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan selama 8 bulan, dari bulan Desember hingga Juli
2017. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi dan di laboratorium
Genetika dan molekuler, Fakultas Biologi, UNSOED.
Bahan utama yang digunakan adalah sampel sedimen mangrove dari daerah
Kalipanas dan Kutawaru, bakteri uji MRSA koleksi laboratorium mikrobiologi
Unsoed, medium kultivasi Starch Casein Nitrate (SCN) agar (10 g strach; 1 g
Casein; 1 g KNO3; 0,5 g K2HPO4; 0,5 g MgSO4.7H2O; 0,5 g NaCl; 0,01 g
FeSO4.7H2O; 20 g agar), minyak zaitun, fenol 1,5%, antimicrobial susceptibility
test disc, kristal violet, lugol’s iodine, etanol 96%, safranin, 3% H2O2, etil asetat,
kit isolasi DNA : PrestoTM mini gDNA bacteria kit (geneaid instruction manual),
PCR Kit KAPPA ekstra hotstart ready mix with dye, primer 27F (AGAGTTTGTC
MTGGCTCAG), primer 1492R (TACGGYTACCTTGTTTACGACTT).
Peralatan yang digunakan adalah shaker incubator (H-SR-200), autoklaf
(Hirayama HVE50), spektrofotometer (Shimadzu IP1600i), microsentrifuge
(Centrifuge 5415R), vortex (Vortex Mixer Hwashin 250VM), seperangkat alat
elektroforesis, alat PCR (Polymerase Chain Reaction) (Thermo primus 25
advanced peQlab).

1) Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling. Sampel
yang digunakan adalah sedimen dari ekosistem mangrove yang diambil secara
random di dua area berbeda yaitu daerah Kalipanas (P) dan Kutawaru (W)
Kecamatan Cilacap Tengah.

2) Isolasi dan seleksi aktinomisetes yang antagonis terhadap MRSA


Isolasi dilakukan menggunakan metode perlakuan awal pemanasan kering
(Dry-Heating), germisida kimia fenol, dan OS (Oil Separation). Isolat
aktinomisetes kemudian dibiakkan pada medium SCN agar dengan metode tuang
(pour plate) dan diinkubasi selama 7-9 minggu pada suhu ruang. Respon yang
dihasilkan adalah zona hambat di sekitar koloni aktinomisetes.
Seleksi isolat aktinomisetes yang antagonis terhadap MRSA dilakukan
dengan cara mrenginokulasikan bakteri MRSA pada medium NA secara pour
plate, kemudian dibuat agar blok isolat aktinomisetes berumur 7 hari berdiameter
6 mm dan diletakkan di atas medium NA yang telah di inokulasi MRSA. Kultur
diinkubasi pada suhu 28 oC selama 24 jam. Respon yang dihasilkan adalah zona
hambat di sekitar agar blok koloni aktinomisetes.
3) Penentuan waktu inkubasi optimum isolat aktinomisetes untuk
menghasilkan antibakteri yang antagonis terhadap MRSA
Penentuan waktu inkubasi optimum dilakukan dengan cara membuat
inokulum isolat aktinomisetes pada medium SCN cair yang diinkubasi pada
shaker inkubator selama 0, 7, 14, 21, dan 28 hari pada suhu 37 oC. Filtrat isolat
aktinomisetes kemudian diuji aktivitas antibakteri pada MRSA yang telah dikultur
pada medium NA dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Uji aktivitas
antibakteri dilakukan dengan metode Kirby Bauer.

4) Fermentasi dan ekstraksi senyawa antibakteri isolat aktinomisetes selama


waktu inkubasi optimum
Fermentasi senyawa antibakteri dilakukan dengan cara kultur murni isolat
aktinomsetes yang menghasilkan zona hambat terbaik terhadap MRSA yang
berumur 7 hari diinokulasikan ke dalam 100 mL SCN cair dan diinkubasi pada
shaker inkubator pada suhu 30 oC selama 8 hari. Sebanyak 10% (10 mL) inokulum
aktinomisetes dikultivasi ke dalam 100 mL medium SCN cair steril dan diinkubasi
pada shaker inkubator pada suhu 30 oC selama waktu inkubasi optimum yang
telah diketahui [8]. Kultur cair kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 4.000
rpm selama 20 menit untuk memperoleh supernatan. Supernatan diekstraksi
menggunakan etil asetat (1:1 v/v) dan dilakukan evaporasi untuk mendapatkan
ekstrak etil asetat pekat.
Ekstrak senyawa antibakteri hasil ekstraksi pada masing-masing isolat
diteteskan di atas disk uji sebanyak 15 µL dengan konsentrasi yang berbeda (10,
8, 6, 2 mg/mL) dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Diameter zona
hambat yang terbentuk pada sekitar disk uji diukur.

5) Identifikasi isolat aktinomisetes secara fenetik


Karakter fenetik isolat aktinomisetes diketahui melalu pengamatan
morfologi koloni dan sel, pewarnaan Gram, dan uji aktivitas enzim katalase.

6) Identifikasi isolat aktinomisetes berbasis gen 16S rRNA


Identifikasi isolat aktinomisetes secara filogenetik berbasis gen 16S rRNA
antara lain isolasi DNA menggunakan PrestoTM Mini gDNA Bacteria Kit (Geneaid
Instruction Manual), pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA menggunakan
UV spektrofotometer pada absorbansi λ 260 nm dan λ 280 nm, amplifikasi DNA
menggunakan PCR KIT KAPPA Taq Ekstra Hotstart ReadyMix with dye, primer
27F dan primer 1492R, kondisi PCR adalah sebagai berikut : pemanasan pertama
pada suhu 95 oC selama 3 menit, denaturasi selama 15 detik pada suhu 94 oC,
annealing 15 detik pada suhu 55 oC dan 1 menit ekstensi pada suhu 68 oC, cooling
pada suhu 4 oC. Siklus diulang sebanyak 30 kali [9]. Pengecekan hasil PCR
dengan elektroforesis agarosa 1%. DNA hasil PCR dikirim ke Laboratorium
Genetika Science, Jakarta Barat, untuk disekuensing menggunakan primer
forward 27F dan reverse 1492R yang digunakan pada proses amplifikasi fragmen
16S rRNA. Hasil sekuens yang diperoleh dianalisis menggunakan aplikasi
BioEdit untuk mengetahui urutan pasangan basa DNA. Urutan sekuens yang
diperoleh kemudian di upload ke Genbank melalui program Basic Local
Alignment Search Tool (BLAST). Untuk mengetahui spesies atau homologi dari
urutan sekuen fragmen yang di analisis.

7) Identifikasi isolat aktinomisetes secara filogenetik


Pembuatan pohon filogenetik menggunakan software MEGA 5.
Rekonstruksi pohon filogenetik dilakukan menggunakan metode Neighbor-
Joining dengan 1000 replikasi bootstrap berdasarkan full sequence gen 16S
rRNA.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1) Isolasi dan seleksi aktinomisetes yang antagonis terhadap MRSA


Tiga isolat W-5B, W-5A, dan P-7D menunjukkan zona hambat terbaik
terhadap MRSA dengan besar zona hambat yang dihasilkan berturut-turut sebesar
2,40 mm, 1,20 mm, dan 0,80 mm. Kemampuan penghambatan isolat
aktinomisetes disebabkan oleh beberapa faktor seperti jenis medium uji, kondisi
inkubasi, jenis antibakteri, dan ketahanan bakteri uji terhadap antibakteri yang
digunakan [10]. Zona hambat dan persentase aktivitas penghambatan isolat
aktinomisetes terhadap MRSA dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Zona hambat dan persentase aktivitas penghambatan


isolat aktinomisetes terhadap MRSA

Persentase Aktivitas
Zona Hambat
No. Kode Isolat Penghambatan
(mm)
(%)
1. W-5B 2,40 28,6
2. W-5A 1,20 16,70
3. P-7D 0,80 11,80
4. P-3A 0,70 10,40
5. W-7A 0,70 10,40
6. W-6A 0,60 9,10
7. W-1A 0,60 9,10
8. P-6B 0,50 7,70
9. P-6E 0,50 7,70
10. P-7I 0,50 7,70
11. W-1A 0,50 7,70
12. W-8A 0,50 7,70
13. W-3A 0,50 7,70
14. W-9A 0,50 7,70
15. W-6B 0,00 0,00
16. P-6D 0,00 0,00

2) Penentuan waktu inkubasi optimum isolat aktinomisetes untuk


menghasilkan antibakteri yang antagonis terhadap MRSA
Waktu inkubasi optimum dari ketiga isolat aktinomisetes dalam
menghasilkan senyawa antibakteri selama 14 hari (Gambar 1). Waktu inkubasi
tersebut umumnya merupakan fase stasioner dari aktinomisetes dan pada akhir
fase stasioner aktinomisetes menghasilkan metabolit sekunder berupa antibiotik,
vitamin, dan hormon [11]. Tingginya produksi metabolit berkaitan dengan fase
pertumbuhan mikroorganisme [12]. Waktu inkubasi 7 hari merupakan tahapan
awal fase eksponensial, dalam fase ini senyawa metabolit sekunder berupa
antibakteri yang dihasilkan masih sangat sedikit. Penurunan konsentrasi substrat
pada medium mengakibatkan pertumbuhan sel mulai menurun sehingga terjadi
penumpukan produk metabolisme yang akan menghambat laju pertumbuhan dan
masuk pada fase stasioner. Pada fase ini isolat tidak menunjukkan pertumbuhan
yang signifikan bahkan terhenti. Hal ini berhubungan dengan ketersediaan nutrisi
pada medium tumbuh yang semakin sedikit dan persaingan antar mikroorganisme
dalam mendapatkan nutrisi sehingga terjadi produksi metabolit sekunder berupa
antibakteri [13].
Gambar 1. Kurva zona hambat ekstrak isolat aktinomisetes
dengan waktu inkubasi berbeda

3) Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) senyawa antibakteri terhadap MRSA


KHM senyawa antibakteri isolat W-5A, W-5B, dan P-7D terhadap MRSA
masing-masing sebesar 4 mg/mL, 2 mg/mL, dan 8 mg/mL dengan nilai rataan
zona hambat sebesar 1,75 + 0,50 mm; 2,25 + 0,50 mm; dan 2,25 + 0,50 mm.
Penentuan KHM bertujuan untuk mengetahui efektivitas senyawa antibakteri
dalam menghambat pertumbuhan bekteri. Penggunaan antibakteri dengan
konsentrasi tinggi dikhawatirkan akan menimbulkan efek samping bagi tubuh
manusia. KHM juga dapat digunakan sebagai petunjuk penentuan dosis yang
diperlukan untuk mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh bakteri [14].

4) Identifikasi isolat aktinomisetes berdasarkan karakter fenetik


Morfologi koloni isolat W-5A yaitu koloni berbentuk circular, berukuran
kecil, permukaan koloni kering seperti bubuk, elevasi umbonate, margin entire,
miselium udara berwarna putih, miselium substrat berwarna coklat tua, terdapat
pigmentasi pada medium, dan menggunakan metode perlakuan awal fenol. Isolat
W-5B memiliki koloni berbentuk circular, berukuran kecil, permukaan koloni
berkerut, elevasi raised, margin entire, miselium udara berwarna putih
kekuningan, miselium substrat berwarna coklat tua, terdapat pigmentasi pada
medium, dan menggunakan metode perlakuan awal fenol. Isolat P-7D memiliki
koloni berbentuk irregular, berukuran kecil, permukaan koloni kering seperti
bubuk, elevasi umbonate, margin undulate, miselium udara berwarna abu-abu
muda, miselium substrat berwarna coklat tua, terdapat pigmentasi pada medium,
dan menggunakan metode perlakuan awal fenol. Karakteristik morfologi koloni
tersaji pada Gambar 2.

[W-5A] tampak atas [W-5A] tampak bawah

[W-5B] tampak atas [W-5B] tampak bawah

[P-7D] tampak atas [P-7D] tampak bawah

Gambar 2. Morfologi koloni isolat aktinomisetes W-5A, W-5B, dan P7-D


Hasil pewarnaan pada ketiga isolat aktinomisetes (W-5A, W-5B, dan P-7D)
bersifat Gram positif dan menunjukkan adanya aktivitas enzim katalase.
Morfologi sel isolat W-5A memiliki hifa substrat yang bercabang dan tidak
berseptat, hifa udara bercabang berwarna abu-abu membentuk rantai spora pendek
dengan struktur spora monosporous. Hifa pada isolat W-5B bercabang dan
berseptat. Hifa udara tumbuh di permukaan medium berwarna abu-abu dengan
membentuk spiral panjang seperti rantai spora. Tipe rantai spora Retinaculiaperti
dengan struktur rantai spora open loops. Isolat P-7D memiliki hifa substrat
bercabang tidak berseptat. Hifa udara tumbuh di permukaan medium berwarna
abu-abu dengan membentuk rantai spora. Tipe rantai spora Rectiflexibiles dengan
struktur rantai spora berbentuk flexuous. Kenampakan morfologi sel ketiga isolat
aktinomisetes (W-5A, W-5B, dan P-7D) dapat dilihat pada Gambar 3.
[W-5A] Hifa substrat Hifa aerial Spora

[W-5B] Hifa substrat Hifa aerial Spora

[P-7D] Hifa substrat Hifa aerial Spora

Gambar 3. Morfologi sel isolat aktinomisetes perbesaran 400 x

5) Identifikasi isolat aktinomisetes berbasis gen 16S rRNA


Tingkat kemurnian DNA tertinggi ditunjukkan oleh isolat P-7D yaitu
sebesar 2,00 dengan konsentrasi DNA sebesar 30 µg/mL. Tingkat kemurnian
DNA isolat W-5B dan W-5A sebesar 1,83 dan 1,55 dengan konsentrasi DNA
sebesar 55 µg/mL dan 70 µg/mL. DNA dikatakan memiliki tingkat kemurnian
tinggi jika rasio absorbansi DNA yang diukur pada A260/280 menunjukkan nilai 1,8
– 2,0 [15]. Semakin tinggi konsentrasi DNA maka semakin baik kualitas sampel
DNA. Konsentrasi DNA sebesar 0,001 – 0,1 µg setiap µL larutan sampel atau 10-
100 µg/mL sudah cukup baik untuk dilakukan amplifikasi DNA [16].
Hasil analisis BLAST menunjukkan bahwa sekuens isolat W-5B memiliki
hubungan kekerabatan yang tinggi dengan S. malaysiensis dengan persentase
identitas tertinggi sebesar 83%. Isolat P-7D memiliki hubungan kekerabatan yang
tinggi dengan S. griseoplanus dengan persentase identitas tertinggi sebesar 81%.
Sekuens isolat W-5A tidak memiliki kesamaan yang signifikan dengan sekuens
isolat aktinomisetes yang terdapat pada Genbank. Hal ini mengindikasikan bahwa
isolat W-5A diduga merupakan spesies baru dari aktinomisetes. Nilai similaritas
sebesar 89-93% mengindikasikan bahwa kedua isolat menunjukkan famili yang
berbeda [17]. Persentase similaritas sebesar 98% atau kurang diartikan bahwa
isolat sampel merupakan spesies yang berbeda atau dapat dipertimbangkan
sebagai spesies baru [18,19]. Hasil analisis menggunakan BLAST isolat W-5A
dan W-5B disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Hasil analisis isolat W-5B menggunakan program BLAST


Max Total Query Max
Nama Spesies E-value Accession
Score Score Cover Identity
Streptomyces
malaysiensis strain 815 815 63% 0,0 83% NR_041410.1
NBRC 16446
Streptomyces catbensis
804 804 63% 0,0 82% NR_125457.1
strain NBRC 107860
Streptomyces katrae
795 795 63% 0,0 82% NR_041136.1
strain NBRC 13447

Tabel 3. Hasil analisis isolat P-7D menggunakan program BLAST


Max Total Query E- Max
Nama Spesies Accession
Score Score Cover value Identity
Streptomyces
griseoplanus strain 1014 1014 95% 0,0 81% NR_118415.1
NRRL -ISP 5009
Streptomyces
aomiensis strain 977 977 92% 0.0 80% NR_112998.1
M24DS04
Streptomyces
seranimatus strain YIM 957 957 92% 0.0 80% NR_132286.1
45720

6) Identifikasi isolat aktinomisetes secara filogenetik


Hasil rekonstuksi pohon filogenetik dan analisis jarak genetik antar spesies
menunjukkan bahwa nilai jarak genetik antara isolat P-7D dengan isolat W-A dan
W-5B yaitu sebesar 0,013 (Gambar 4). Persentase similaritas isolat P-7D dengan
W-5A dan W-5B yaitu sebesar 99,9% dan 99,8%. Persentasae similaritas isolat W-
5B dan P-7D dengan Streptomyces catbensis strain NBRC 107860 dan
Streptomyces aomiensis strain M24DS04 yaitu sebesar 82,6% dan 83,7%.
Persentase similaritas sebesar 98% atau kurang diartikan bahwa isolat sampel
merupakan spesies yang berbeda atau dapat dipertimbangkan sebagai spesies baru
[20,21]. Hal tersebut menunjukkan bahwa isolat W-5B dan P-7D diduga
merupakan spesies baru dari genus Streptomyces.
Secara filogenetik bakteri Gram positif terbagi ke dalam kelompok yang
memiliki kandungan GC tinggi dan GC rendah. Kandungan GC merupakaan
persentase pasangan GC dalam DNA organisme. Genus Streptomyces merupakan
bakteri Gram positif yang memiliki kandungan GC tinggi (> 50%) [22].
Berdasarkan hasil identifikasi secara fenetik dan filogenetik menunjukkan bahwa
isolat W-5A, W-5B, dan P-7D adalah spesies anggota aktinomisetes yang
termasuk dalam genus Streptomyces. Hasil rekonstruksi pohon filogenetik
disajikan pada Gambar 4.

0,00
0,003 0

0,007

0,006
0,00
0

0,0
0,016 01

0,013

0,012 0,00
0,006 2
0,007

0,01 0,00
2 0,00 2
3
0,00
9
0,00
5
0,00
0

Jarak Genetik

Gambar 4. Pohon filogenetik isolat aktinomisetes terpilih berdasarkan full


sequence gen 16S rRNA, metode Neighbor-Joining dengan
1000 replikasi bootstrap

KESIMPULAN
Isolat aktinomisetes dari lingkungan payau bersifat antagonis terhadap MRSA
dengan kemampuan penghambatan lemah. Sebanyak tiga isolat aktinomisetes
(W-5A, W-5B, dan P-7D) menunjukkan zona penghambatan terbaik terhadap
pertumbuhan MRSA dengan Konsentrasi Hambat Minimum senyawa antibakteri
sebesar 4 mg/mL, 2 mg/mL, dan 8 mg/mL. Ketiga isolat terpilih (isolat W-5A, W-
5B, dan P-7D) merupakan genus Streptomyces.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penelitian ini dilakukan menggunakan dana penelitian Strategis Nasional
Universitas Jenderal Soedirman Tahun anggaran 2016.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Phongsopitanum, W., Suwanborirux, K. and Tanasupawat, S. 2014.


Identification and Antimicrobial Activity of Streptomyces Strains from
Thai Mangrove Sediment. The Thai Journal of Pharmaceutical Sciences
38(1) : 1-56.
[2] Iniyan, A.M., Joseph, F.R.S., Kannan, R.R., and Vincent, S.G.P. 2016.
Anti-MRSA Potential of Phenolic Compound Isolated from a Marine
Derived Actinomycete Micromonospora sp. ICN36. Indian Journal if
Geo-Marine Science 45(10) : 1279-1287.
[3] Naorungrote, S., Chunglok, W., Lertcanawanichakul, M., and Bangrak, P.
2011. Actinomycetes Producing Anti-Methicillin Resistant Staphylococcus
aureus from Soil Samples in Nakhon Si Thammarat. Walailak Journal of
Science and Technology (WJST) 8(2) : 131-138.
[4] Rao, K.V.B. 2012. In–Vitro Antimicrobial Activity of marine
Actinobacteria Against Multidrug Resistance Staphylococcus aureus.
Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(3) : S1802-S1807.
[5] Stefani, S., Chung, D. R., Lindsay, J. A., Friedrich, A. W., Kearns, A. M.,
Westh, H., and MacKenzie, F. M. 2012. Methicillin-Resistant
Staphylococcus aureus (MRSA): Global Epidemiology and Harmonisation
of Typing Methods. International Journal of antimicrobial Agents 39(4) :
273-282.
[6] Sulistyaningsih. 2010. Uji Kepekaan Beberapa Sediaan Antiseptik
terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus aureus
Resisten Metisilin (MRSA). Tesis. Universitas Padjajaran, Bandung.
[7] Dilip, C.V., Mulaje, S.S., and Mohalkar, R.Y. 2013. A review on
Aktinomisetes and Their Biotechnological Application. International
Journal of Pharmaceutical Sciences and Research 4(5) : 1730 - 1742.
[8] Fitri, I.S. 2016. Uji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Etil Asetat
Aktinomisetes Isolat K-2C dan K-4B. Skripsi. Fakultas Biologi,
Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
[9] Asnani, A., Ryandini, D., dan Suwandri. 2016. Pigmen Antibakteri
Aktinomisetes Laut. Unsoed Press, Purwokerto.
[10] Lim, D. 1998. Microbiology Second Edition. The McGraw-Hill Companie,
United States of America.
[11] Pelczar, M.J. dan E.C.S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1.
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
[12] Ali, A. 2009. Skrining dan Karakterisasi Parsial Senyawa Antifungi dari
Actinomycetes Asal Limbah Padat Sagu Terdekomposisi. Berkala
Penelitian Hayati 14 : 219-225.
[13] Sunaryanto, R. 2011. Isolasi, Purifikasi, Identifikasi, dan optimasi Medium
Fermentasi Antibiotik yang Dihasilkan oleh Aktinomisetes Laut. Bogor
(ID): Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
[14] Brooks, G.F., Butel, J.S., Morse, S.A.,. 2001. Mikrobiologi Kedokteran.
Salemba Medika, Jakarta.
[15] Fatchiyah, A., Arumningtyas, S.W.S., dan Rahayu, S. 2011. Biologi
Molekuler Prinsip Dasar Analisis. Erlangga, Jakarta.
[16] Li, Q., Chen, X., Jiang, Y., and Jiang, C. 2016. Actinobacteria-Basics and
Biotechnological Applications. Morphological Identification of
Actinobacteria : 59-86.
[17] Drancourt, M., Bollet, C., Carlioz, A., Martelin, R., Gayral, J.P., Raoult, D.
2000 16S Ribosomal DNA Sequence Analysis of a Large Collection of
Environmental And Clinical Unidentifiable Bacterial Isolates. Journal of
Clinical Microbiology 38 : 3623-3630.
[18] Jauh‐Hsun, C., Vinh, T., Davies, J.K., & Figdor, D. 1999. Molecular
Approaches to The Differentiation of Actinomyces Species. Journal of
Molecular Oral Microbiology 14(4) : 250-256.
[19] Patel, J.B., Wallace, R.J., Brown-Elliott, B.A., Taylor, T., Imperatrice, C.,
Leonard, D.G., and Nachamkin, I. 2004. Sequence-Based Identification of
Aerobic Actinomycetes. Journal of Clinical Microbiology 42(6) : 2530-
2540.
[20] Jauh‐Hsun, C., Vinh, T., Davies, J.K., & Figdor, D. 1999. Molecular
Approaches to The Differentiation of Actinomyces Species. Journal of
Molecular Oral Microbiology 14(4) : 250-256.
[21] Patel, J.B., Wallace, R.J., Brown-Elliott, B.A., Taylor, T., Imperatrice, C.,
Leonard, D.G., and Nachamkin, I. 2004. Sequence-Based Identification of
Aerobic Actinomycetes. Journal of Clinical Microbiology 42(6) : 2530-
2540.
[22] Dilip, C.V., Mulaje, S.S., and Mohalkar, R.Y. 2013. A review on
Aktinomisetes and Their Biotechnological Application. International
Journal of Pharmaceutical Sciences and Research 4(5) : 1730 - 1742.

Você também pode gostar