Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
2.1.2 Ergonomi
Kata “ergonomi‟ dibentuk dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu ergon
yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum. Pada beberapa negara
istilah ergonomi seringkali digantikan atau disandingkan dengan terminologi
human factors. Ergonomi adalah suatu kajian terhadap interaksi antara
manusia dengan mesin yang digunakannya, beserta faktor-faktor yang
mempengaruhi interaksi tersebut (Bridger, 2005).
Menurut definisi formal yang dikeluarkan oleh International
Ergonomic Assosiation, ergonomi adalah suatu disiplin ilmu yang memiliki
fokus pada pemahaman interaksi antara manusia dan elemen-elemen lain dalam
sistem, dan profesi yang menerapkan teori, prinsip-prinsip, data dan metode
perancangan, dengan tujuan untuk mengoptimalisasikan kehidupan manusia
dan keseluruhan performa system (OSHA, 2002).
Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan
elemen-elemen lain dalam suatu sistem dan pekerjaan yang mengaplikasikan
teori, prinsip, data dan metode untuk merancang suatu sistem yang optimal, dilihat
dari sisi manusia dan kinerjanya. Ergonomi memberikan sumbangan untuk
rancangan dan evaluasi tugas, pekerjaan, produk, lingkungan dan sistem
kerja, agar dapat digunakan secara harmonis sesuai dengan kebutuhan,
kemampuan dan keterbatasan manusia. Salah satu dari ruang lingkup ergonomi
adalah ergonomi kognitif. Hal ini berkaitan dengan proses mental manusia,
termasuk di dalamnya; persepsi, ingatan, dan reaksi, sebagai akibat dari interaksi
manusia terhadap pemakaian elemen sistem. Topik-topik yang relevan dalam
ergonomi kognitif antara lain; beban kerja, pengambilan keputusan, performance,
6
2.1.3 Suara
Secara fisik, tidak ada perbedaan antara suara dan kebisingan. Suara
adalah persepsi sensori dan pola kompleks dari getaran suara dilabeli sebagai
kebisingan, musik, percakapan dan sebagainya. Tekanan suara adalah
pengukuran dasar dari vibrasi udara yang menghasilkan suara. Karena jangkauan
dari tekanan suara yang dapat dideteksi pendengaran manusia sangat luas,
tingkatan ini diukur dalam skala logaritma dengan unit desibel. Akibatnya,
tekanan suara tidak dapat ditambah atau dirata-rata secara aritmetik. Selain itu,
tingkatan suara dari kebanyakan kebisingan bervariasi setiap waktunya, dan
ketika tekanan suara dihitung, fluktuasi tekanan yang mendadak harus
diintegrasikan dalam suatu interval waktu (Berglund,B., Lindvall,T., dan Schwela,
D. H. 1999).
Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi yang bisa
menentukan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu lama, intensitas dan
frekwensinya. Makin lama telinga kita mendengarkan kebisingan, makin buruk
akibatnya bagi kita, diantaranya pendengaran yang makin kurang. Intensitas
biasaanya diukur dengan satuan desibel (dB), yang menunjukkan besarnya
arus energi persatuan luas. Frekwensi menunjukkan jumlah gelombang-
gelombangt suara yang sampai ke telinga kita setiap detik, dinyatakan dalam
jumlah getaran perdetik atau Herz (Askephita, 2012).
a. Defenisi Suara dan Pengukuran Suara
Gelombang akustik dapat didefinisikan sebagai perubahan tekanan
pada media yang elastis. Sedangkan suara adalah sensasi auditori yang dihasilkan
oleh osilasi gelombang akustik tersebut. Pada udara, suara terdiri dari osilasi-
osilasi terkait dengan tekanan atmosfer sekitar. Getaran pada permukaan dan
pergerakan aliran zat cair dapat bertindak sebagai suara, kemudian menyebar
melalui area frekuensi tinggi dan rendah secara beruntun. Amplitudo dari
gelombang akustik dinyatakan dalan Newton per meter kubik atau dalam
pascal (1 Pa = 1 N/m2). Ambang batas pendengaran (Amplitudo terendah dari
osilasi tekanan dalam udara yang terdeteksi oleh telinga) adalah 0.00002 N/m2
8
pada frekuensi 1000 Hz . Dua atribut utama dari suara adalah frekuensi dan
intensitas (Bridger,2005).
b. Frekuensi Gelombang Suara
Getaran- Getaran yang dihasilkan dari sumber penghasil getaran misalnya
garpu tala, membentuk suatu getaran-getaran sinusoidal (sine). Salah satu
sifat gelombang sinusoidal adalah bahwa gelombang diatas garis tengah
merupakan pantulan dari gelombang di bawah garis tengah. Selain itu,
bentuk gelombang-gelombang tersebut mengalami pengulangan terus
menerus. Jumlah dari siklus gelombang yang terjadi dalam satu detik disebut
sebagai frekuensi suara. Frekuensi suara dinyatakan dalam satuan Hertz (Hz),
sama dengan jumlah siklus gelombang per detik. Biasanya suatu kebisingan
terdiri dari campuran sejumlah gelombang-gelombang sederhana dari
beraneka frekuensi. Nada dari kebisingan ditentukan oleh frekuensi-frekuensi
yang ada.
Secara umum, telinga manusia peka terhadap antara 20 hingga
20.000 Hertz, meskipun pada level frekuensi yang berbeda kepekaan pada
masing-masing manusia tidaklah sama. Bahkan pada individu yang berbeda,
kadar kepekaannya juga berbeda pada berbagai tingkatan frekuensi (Halliday,
Resnick, dan Walker. 2010).
c. Intensitas Suara
Intensitas suara diasosiasikan dengan sensasi berupa kekerasan suara yang
dirasakan manusia. Intensitas suara dapat didefinisikan sebagai suatu energi
atau tenaga per satuan luas, misalnya, Newton per meter persegi (N/m2).
Skala logaritma digunakan untuk mempermudah dalam membuat karakteristik
intensitas suara karena jangkauan nilai kekuatan suara pada umumnya sangat
besar. Satuan dasar yang digunakan dalam pengukuran intensitas suara adalah Bel
(B), diambil dari nama Alexander Graham Bell. Jumlah Bel adalah
logaritma (hingga basis 10) dari rasio antara 2 intensitas suara. Pada
kenyataannya, ukuran intensitas suara yang lebih umum digunakan adalah decibel
(dB), dimana 1 dB = 0.1 B.
9
2.1.4 Kebisingan
Davis Cornwell dalam Djalante (2010) mendefinisikan, bahwa kebisingan
berasal dari kata bising yang artinya semua bunyi yang mengalihkan perhatian,
mengganggu, atau berbahaya bagi kegiatan sehari-hari. Bising, umumnya
didefisinisikan sebagai bunyi yang tidak diinginkan dan juga dapat menyebabkan
polusi lingkungan. Ditambahkan lagi oleh Djalante (2010) suara adalah sensasi
atau rasa yang dihasilkan oleh organ pendengaran manusia, ketika gelombang-
10
a. Bising interior yaitu sumber bising yang bersumber dari manusia, alat-alat
rumah tangga, atau mesin-mesin gedung.
b. Bising outdoor yaitu sumber bising yang berasal dari lalu lintas, transportasi,
industri, alat-alat mekanis yang terlihat dalam gedung, tempat-tempat
pembangunan gedung, perbaikan jalan, kegiatan olahraga dan lain-lain di luar
ruangan atau gedung.
Tabel 2.1 Skala Intensitas Kebisingan
Decibels Batas Dengar Tertinggi
120 Halilintar
Memulihkan 110 Meriam
100 Mesin Uap
90 Jalan Hiruk Pikuk
80 Perusahaan Sangat
Sangat Hiruk
Gaduh
Pluit Polisi
70 Kantor gaduh
Jalan Umum
Kuat
60 Radio
Perusahaan
50 Kantor Umum
Rumah gaduh
Sedang
40 Percakapan Kuat
Radio Perlahan
30 Rumah Tenang
Tenang Kantor Perorangan
20 Auditorium
10 Berbisik
Sangat Tenang Suara Daun-daun
0 Batas Dengar terendah
Sumber: Teknik Tata Cara Kerja, 1979
Sumber: IEC, 1973a, 1973b pada Environmental health criteria - noise. 1980,
Gambar 2.2 Karakteristik Respon Relatif dari Skala Level A, B dan C serta
Ambang Batas dari Telinga Manusia
Dari gambar diatas yang paling umum digunakan adalah skala A. Hal ini
disebabkan karakteristik dari skala A adalah yang paling mendekati atau
yang paling cocok dengan karakteristik pendengaran manusia. Hal ini
kembali ditegaskan dalam standar yang dikeluarkan oleh OSHA (Occupational
Safety and Health Administration) untuk menghitung limitasi dari tingkat
kebisingan di lingkungan kerja dan EPA (Environmental Protection Agency)
pada tahun 1974 telah menetapkan skala A sebagai skala yang tepat untuk
pengukuran kebisingan pada lingkungan. Skala C memberikan bobot yang
hampir sama untuk seluruh frekuensi. Sedangkan skala B dibuat untuk
merepresentasikan bagaimana manusia dapat memberikan reaksi terhadap suara
dengan intensitas menengah, namun skala ini jarang digunakan. Selain ketiga
skala tersebut, dikenal pula skala D yang khusus untuk kebisingan pada pesawat
terbang.
Kebisingan atau kekerasan bersifat subjekif atau merupakan
pengalaman psikologis sehubungan dengan intensitas dan frekuensi suara.
Para peneliti telah berusaha untuk mengembangkan skala atau indeks
berdasarkan sifat fisik suara yang akan mengukur pengalaman psikologis
tersebut. Itulah sebabnya hal ini disebut dengan psikofisik. Di antara indeks
psikofisik yang telah dikenal secara luas, yang paling terkenal adalah phon dan
sone Robinson,Dadson, 1956).
14
Sumber: Robinson & Dadson, 1956 pada Environmental health criteria - noise. 1980,
Gambar 2.3 Kurva Tingkat Kekerasan Suara dengan Nada Murni
Satuan phon dibuat dengan tujuan untuk mengukur kekerasan dan nilainya
telah ditetapkan sama dengan level desibel dari nada 1000 Hz. Sebagai
contoh, semua nada kekerasan suaranya sama dengan 60-dB, maka nada dengan
1000 Hz ditunjukan untuk memiliki kekerasan suara dengan level 60 phon.
Phon menunjukkan ekualitas dari berbagai variasi suara secara subyektif,
tapi phon tidak dapat menunjukkan tentang kekerasan relatif pada suara-suara
yang berbeda. Sehingga kita tidak dapat menghitung berapa kali lipat
kerasnya suara 40 phon dibandingkan dengan 20 phon. Kita hanya tahu bahwa
40 phon lebih keras dibandingkan 20 phon, tapi kita dapat menyebutkan
apakah 40 phon lebih keras dua kali lipat atau empat kali lipat kerasnya
suara 20 phon. Untuk mengukur penilaian komparatif seperti itu diperlukan
standar pengukur yang lain.
Stevens (1936) menyebutnya sone. Satu sone didefinisikan nada sekeras
1000 Hz dengan tingkat intensitas 40 dB (40 phon). Terdapat hubungan antara
phon dan sone; 40 phon = 1 sone, dan setiap penambahan 10 phon sama dengan
dua kali lipat dari jumlah sone. Sebagai contohnya 50 phon = 2 sone, 60 phon
= 4 sone, dan 70 phon = 8 sone. Demikian pula dengan 0 phon = 0.5 sone dan
20 phon = 0.25 sone. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa 40 phon suara
sama dengan empat kali lipat kerasnya 20 phon suara (Sanders dan McCormick,
1993).
Selain itu terdapat pula kumpulan indeks lainnya yang digunakan
untuk mengukur tingkat kekerasan suara dan dikembangkan sebagai perbaikan
dari phon dan sone yang asli. Stevens (1972) menyatakan bahwa dua
pengukuran tersebut analog dengan phon dan sone, adalah PLdB atau
Perceived Level of Noise, dan Mark VII Sone (Sanders dan McCormick, 1993).
Kebisingan dapat membawa efek yang kurang baik, terutama bagi
pendengaran manusia, maka dibuatlah beberapa standar untuk membatasi
15
Noisiness index
Isopsopic index
Sumber: Sander, Mark S. & McCormick, Ernest J. “Human Factors in Engineering and Design”. McGraw-Hill, Inc. 1993
Gambar 2.4 Variasi Pengukuran Pajanan Suara
Equivalent sound level (Leq), dan perceived sound level (PNL) telah
membentuk percabangan sebagai variasi dari pengukuran lain. Berbagai
pengukuran menyebabkan perbaikan dari beberapa faktor seperti waktu
dalam sehari, musim dalam setahun, keanekaragaman suara, dan kumpulan
suara yang melewati subyek.
Dampak dari kombinasi terjadinya kebisingan berkaitan dengan
kombinasi dari energi suara dari kejadian-kejadian tersebut (prinsip
persamaan energi). Jumlah total dari energi setelah suatu periode waktu akan
sama dengan rata-rata energi suara itu. Oleh karena itu LAeq,T adalah
energi rata-rata dari level ekuivalen suara A-weighted pada suatu periode.
LAeq,T seharusnya digunakan untuk mengukur suara yang kontinu seperti
lalu lintas atau kebisingan industri yang kurang-lebih kontinu. Bagaimanapun
ada perbedaan dari kejadian bising, seperti pada pesawat ataupun kereta api,
pengukuran individual seperti tingkat kebisingan maksimum (LAmax), atau
tingkat pajanan kebisingan yang dibobotkan (sound exposure level : SEL),
harus didapatkan sebagai tambahan bagi LAeq,T (OSHA, 2000).
Situasi lingkungan dengan waktu yang bervariasi juga harus
digambarkan dalam istilah persentil. Saat ini, praktik yang direkomendasikan
adalah untuk mengasumsikan bahwa prinsip persamaan energi adalah valid
untuk semua jenis kebisingan dan bahwa pengukuran LAeq,T yang
sederhana dapat mengindikasikan dampak yang diharapkan dengan baik. Di saat
kebisingan terdiri atas jumlah kejadian diskrit yang kecil maka, Pengukuran
Level Maksimal A-weighted (Lamax) adalah indikator yang lebih baik untuk
gangguan tidur dan aktivitas lainnya. Pada kebanyakan kasus, bagaimanamun
Tingkat Pajanan Kebisingan A-weighted (SEL) menyajikan pengukuran yang
lebih konsisten pada satu jenis kejadian karena berdasarkan integrasi untuk
melengkapi kejadian.
Day-Night level (Ldn) digunakan oleh Environmental Protection
Agency untuk memberi peringkat pada pajanan suara. Day-Night level (Ldn)
19
Sumber: Sound Research Laboratories. “Noise Control in Industri 3rd Edition”. Taylor & Francis e-Library, 2004.
Gambar 2.5 Block Diagram Sederhana Sound Level meter
2. Agar posisi pengukuran stabil, alat sebaiknya dipasang pada tripod. Setiap alat
bahkan yang paling sederhana, idealnya dilengkapi dengan lubang untuk
menundukkannya pada tripod. Alat yang diletakkan pada tripod lebih stabil
posisinya dibandingkan yang dipegang oleh tangan operator (manusia yang
mengoperasikannya). Posisi operator yang terlalu dekat dengan alat juga dapat
mengganggu penerimaan bunyi oleh alat karena tubuh manusia mampu
memantulkan bunyi. Peletakan alat pada papan, seperti meja atau kursi, juga
dapat mengurangi kesahihan hasil pengukuran karena sarana tersebut akan
memantulkan bunyi yang diterima.
3. Operator alat setidaknya berdiri pada jarak 0,5m dari alat agar tidak terjadi efek
pemantulan.
4. Untuk mengindari terjadinya pantulan dari elemen-elemen permukaan
disekitarnya, alat sebaiknya ditempatkan pada posisi 1,2m dari atas permukaan
lantai/tanah, 3,5m dari permukaan dinding atau objek lain yang akan
memantulkan bunyi.
5. Untuk pengukuran didalam ruangan atau bangunan, alat berada pada posisi 1m
dari dinding-dinding pembentuk ruangan. Bila dihadapkan dihadapan jendela
maka jaraknya 1,5m dari jendela tersebut. Agar hasil lebih baik, karena adanya
kemungkinan pemantulan oleh elemen pembentuk ruang, pengukuran dengan
alat dalam ruang sebaiknya dilakukan pada tiga titik berbeda dengan jarak antar
titik lebih kurang 0,5m.
Perhitungan kebisingan dapat dianalisis dengan cara membuat distribusi
frekuensi/ tabel frekuensi dan menganalisis tingkat kebisingan dalam angka
penunjuk seperti dibawah ini.
1. Distribusi Frekuensi/ Tabel Frekuensi
Distribusi frekuensi atau tabel frekuensi adalah pengelompokan data ke
dalam beberapa kelas dan kemudian dihitung banyaknya pengamatan yang masuk
ke dalam tiap kelas. Dalam membuat distribusi frekuensi dihitung banyaknya
interval kelas, nilai interval, tanda kelas/ nilai tengah, dan frekuensi.
Interval Kelas adalah interval yang diberikan untuk menetapkan kelas-
kelas dalam distribusi. Banyaknya interval kelas dapat dianalisis dengan
23
menggunakan persamaan (2.4). Interval adalah data yang diperoleh dengan cara
pengukuran, di mana jarak antara dua titik skala sudah diketahui. Interval dapat
dianalisis dengan menggunakan persamaan (2.5). Tanda kelas adalah titik tengah
interval kelas. Tanda kelas diperoleh dengan cara membagi dua jumlah dari batas
bawah dan batas atas suatu interval kelas, seperti pada persamaan (2.6). Frekuensi
adalah banyaknya kejadian yang ada pada kelas-kelas tertentu.
k = 1+3.3 log(n)…………..…….…………………………………………… (2.4)
Dimana :
k = Banyaknya Interval Kelas
n = Jumlah Data
(max−min)
i= …………………..………………………………………… (2.5)
𝑘
Dimana :
i = Interval
max = Nilai maximum data
min = Nilai minimum data
k = Banyaknya Interval Kelas
(BB+BA)
titik tengah= …………...……………………………………… (2.6)
2
Dimana :
BB = Batas bawah suatu interval kelas
BA = Batas atas suatu interval kelas
2. Tingkat Kebisingan dalam Angka Penunjuk
Pengukuran dengan system angka penunjuk yang paling banyak digunakan
adalah angka penunjuk ekuivalen (equivalent index (Leq)). Angka penunjuk
ekuivalen adalah tingkat kebisingan yang berubah-ubah (fluktuatif) yang diukur
selama waktu tertentu, yang besarnya setara dengan tingkat kebisingan tunak
(steady) yang diukur pada selang waktu yang sama.
Sistem angka penunjuk yang banyak dipakai adalah angka penunjuk
persentase. Sistem pengukuran ini menghasilkan angka tunggal yang
24
diambil) dari keseluruhan luas area histogram dimulai dari sebelah kiri (dari
tingkat kebisingan yang rendah) (Mediastika, Echristina E. 2004).
Dengan menggunakan SLM sederhana yang menyebabkan pemakai harus
menghitung secara manual angka penunjuk persentasenya, tentu tidak mudah
untuk menghitung angka penunjuk ekuivalennya. Namun demikian untuk
kebisingan dari kendaraan bermotor (jalan raya), angka penunjuk ekuivalennya
dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :
Leq = L50 + 0.43 (L1 – L50)………………………………………………. (2.7)
Dengan:
Leq = tingkat kebisingan equivalen
L90 = angka penunjuk kebisingan 90%
L50 = angka penunjuk kebisingan 50%
L10 = angka penunjuk kebisingan 10 %
L1 = angka penunjuk kebisingan 1%
warna merah untuk tingkat kebisingan yang tinggi diatas 60 dBA, warna kuning
untuk kebisingan dengan intensitas antara 55 – 60 dBA.
Pembuatan peta kontur kebisingan pada penelitian ini menggunakan
aplikasi Surfer 8.0. Surfer adalah sebuah aplikasi yang dapat digunakan untuk
proses pemetaan (proses membuat peta) berupa peta kontur dan 3D.
Langkah-langkah pemetaan kebisingan dengan software Surfer 8.0 adalah
sebagai berikut.
1. Jalankan software Surfer 8.0.
2. Untuk meng-input hasil pengukuran kebisingan maka data dimasukkan
kedalam format worksheet pada software Surfer 8.0. dengan cara: Klik File →
New → Worksheet → Ok.
3. Diinput hasil pengumpulan data. Dimana A adalah absis, B adalah ordinat, dan
C adalah tingkat kebisingan (dB(A)). Setelah diinput nilai kemudian di save
dalam bentuk excel spreadsheet (*.xls)
4. Untuk mengolah data yang diinput maka dibuka Surfer 8.0. yang baru
kemudian klik Data → Grid → buka file dalam bentuk excel yang telah
disimpan kemudian klik OK sehingga akan muncul tampilan Gride Report.
5. Untuk menampilkan titik-titik pengukuran maka klik Map → Post Map →
New Post Map kemudian buka file dalam bentuk (*.xls)
6. Untuk menampilkan peta kebisingan maka klik Map → Contour Map → New
Contour Map kemudian buka file dalam bentuk (*.grd)
Untuk memasukkan warna ambang batas kebisingan maka, Klik kanan
pada peta → Properties. Pada Filled Contours, cek Fill Contours kemudian pilih
Levels → Fill. Jika puas dengan tampilan kontur klik Apply kemudian OK untuk
menampilkan kontur tingkat kebisingan yang telah dibuat.
menggunakan digit symbol test dan digit span test. Pengujian hipotesis dilakukan
dengan uji statistik chi square dengan derajat kepercayaan 95%
(p=0,05). Hasil pengukuran tingkat kebisingan di sekitar kelas yang dekat dengan
jalan raya sebesar 69.62 dB dan tingkat kebisingan di sekitar kelas yang jauh dari
jalan raya sebesar 72.80 dB. Tingkat konsentrasi belajar siswa yang
dekat dengan jalan raya menggunakan digit symbol test didapatkan jumlah siswa
yang: kurang konsentrasi = 7, cukup konsentrasi = 33, dan dengan digit span test
di dapatkan yang kurang konsentrasi =7 dan cukup konsentrasi = 33.
Tingkat konsentrasi belajar siswa yang jauh dari jalan raya dengan menggunakan
digit symbol test didapatkan: kurang konsentrasi = 5, cukup konsentrasi = 34 dan
dengan digit span test di dapatkan: kurang konsentrasi = 9 dan cukup konsentrasi
= 30. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat
konsentrasi yang bermakna antara kelas yang dekat dengan jalan raya dan kelas
yang jauh dari jalan raya.
Ryan Zikri (2012) Penelitian ini berjudul “Analisis Dampak Kebisingan
Terhadap Komunikasi dan Konsentrasi Belajar Siswa Sekolah Pada Jalan Padat
Lalu Lintas”. Kebisingan adalah salah satu jenis polusi yang berpengaruh
terhadap lingkungan. Salah satu sumber polusi suara adalah kebisingan yang
berasal dari jalan padat lalu lintas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
tingkat kebisingan di MTsN 1 Pontianak di Jalan Alianyang serta mengetahui
pengaruh kebisingan terhadap komunikasi dan konsentrasi belajar siswa di
sekolah tersebut kemudian memperkirakan upaya yang dapat dilakukan untuk
meminimalkan dampak kebisingan bagi para siswa. Waktu pengukuran adalah
pada range jam 06.30-09.00 dan 10.00- 13.00 WIB dengan menggunakan Sound
Level Meter. Pemilihan jam pengukuran kebisingan berdasarkan laporan
Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Pontianak tahun 2012 oleh Dinas
Perhubungan Komunikasi dan Informatika dan disesuaikan dengan jam saat
masuk kelas yaitu pada saat masuk sekolah dan jam masuk kelas setelah istirahat.
Pengukuran dampak kebisingan terhadap komunikasi dan konsentrasi belajar
siswa dalam penelitian ini menggunakan kuesioner sebanyak 90 lembar yang
dibagikan merata pada tiap kelas. Tingkat kebisingan pada MTsN 1
31
Pontianak melebihi ambang batas kebisingan untuk sekolah yaitu sebesar 55 dB.
Tingkat kebisingan terbesar pada Jalan Alianyang adalah 74.2 dB, sedangkan
pada halaman sekolah sebesar 66,6 dB. Dari analisis kuesioner, 96% siswa
menyatakan bahwa sekolah tersebut bising, dan 89% responden menyatakan
kebisingan dari lalu lintas mengganggu konsentrasi mereka dalam proses belajar
mengajar di kelas. Dari analisis prestasi belajar siswa kelas 8 dan 9 yang
mengalami penurunan sebanyak 62,5%. Upaya penanganan untuk mengurangi
tingkat kebisingan adalah dengan menanam pepohonan di depan sekolah,
membuat barrier kebisingan pada sekolah, membuat marka jalan dan rambu lalu
lintas, serta ruangan kelas yang dapat dibuat lebih kedap
suara dengan menambahkan bahan peredam sehingga kebisingan tidak masuk dan
mengganggu proses belajar mengajar di kelas.
Nurul Rizki (2014) Penelitian ini berjudul “Analisis Tingkat Kebisingan
pada Kawasan Sekolah Dasar di Makassar. Penelitian ini dilaksanakan di SD.
Bawakaraeng Makassar. SD. Bawakaraeng berlokasi di Jalan Gunung
Bawakaraeng Makassar, dimana jalan tersebut merupakan salah satu jalan arteri di
kota Makassar. Sekolah dasar ini mempunyai jarak dari gedung ke jalan paling
dekat yaitu 11.2 meter dan sekolah ini juga berlokasi dekat dengan traffic light
sehingga terjadi perlambatan kendaraan disekitar sekolah dasar tersebut yang
menyebabkan adanya kebisingan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
tingkat kebisingan, memetakan sebaran tingkat kebisingan, dan mengetahui
persepsi masyarakat (siswa, guru, staf) akibat tingkat kebisingan di SD.
Bawakaraeng Makassar. Penentuan titik pengukuran dilakukan pada aplikasi
google earth, yang kemudian pada saat di lapangan titik koordinatnya disesuaikan
menggunakan aplikasi GPS Tracker Lite pada android. Pengukuran tingkat
kebisingan dilakukan di 42 titik pada area SD. Bawakaraeng dengan
menggunakan alat Sound Level Meter TM-103. Pengukuran dilakukan selama 10
menit pada setiap titik, dan data yang diperoleh adalah data tingkat kebisingan.
Pemetaan sebaran tingkat kebisingan menggunakan aplikasi surfer 7.0. Dan
untuk mengetahui persepsi akibat tingkat kebisingan di SD. Bawakaraeng
dilakukan dengan membagikan kuesioner sebanyak 250 ke responden.
32
tanjakan yang dijumpai sepanjang jalan tersebut. Sebagai contoh Pada segmen
kilometer 15 sampai dengan kilometer 16 berupa tanjakan dengan kelandaian
2,3% yang dijadikan sebagai objek penelitian, hal tersebut tentunya berpengaruh
terhadap volume lalu lintas, kecepatan kendaraan dan kebisingan yang terjadi.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis tingkat kebisingan kendaraan
akibat lalu lintas pada jalan Prof. DR Ida Bagus Mantra, membuat suatu model
matematis yang menyatakan hubungan antara tingkat kebisingan dengan volume
kendaraan dan menganalisis ekivalensi kebisingan kendaraan akibat lalu lintas.
Analisis data menggunakan metode Regresi Linier Berganda pada program SPSS
17.0 for Windows. Data yang dihasilkan dari proses analisis meliputi : Nilai
Korelasi (hubungan) antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas, Tingkat
Keberartian (signifikansi) dari masing-masing koefisien regresi, Model Tingkat
Kebisingan, Uji Kenormalan Data dan Koefisien Determinasi. Berdasarkan hasil
analisis maka tingkat kebisingan kendaraan pada jalan Prof. DR Ida Bagus Mantra
adalah sebesar 81,0 dBA. Bentuk model tingkat kebisingan lalu lintas terbaik
adalah Y4 = L90 = 53,512 + 0,019X1 + 0,043X2 + 0,010X3 dengan nilai R2=
0,853, dimana nilai X1 adalah volume sepeda motor, X2 volume kendaraan ringan
dan X3 volume kendaraan berat. Nilai ekivalensi kebisingan dari masing-masing
kendaraan adalah untuk sepeda motor : 1,9 ; kendaraan ringan : 1 dan kendaraan
berat : 0,12. Model tingkat kebisingan lalu lintas tersebut berlaku untuk jalan
arteri dengan kelandaian memanjang 2,3% dengan kecepatan rata-rata 75 Km/jam.
Ika Yunita (2013) Penelitian ini berjudul “Pengaruh Kebisingan Di
Lingkungan Sekolah Dan Minat Belajar Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas Xi
Pada Mata Pelajaran Ekonomi Di Sma N 1 Basa Ampek Balai Kabupaten. Pesisir
Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh
kebisingan di lingkungan sekolah dan minat belajar terhadap hasil belajar siswa
kelas XI pada mata pelajaran ekonomi di SMA N 1 Basa Ampek Balai
Kabupaten. Pesisir Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode survei, dengan jumlah populasi sebanyak 152 siswa dan jumlah sampel
110 siswa. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah proporsional
simple random sampling Hasil belajar siswa diperoleh dari data yang ada di
34
tingkat kebisingan ruang kelas tempat belajar siswa tersebut. (3) proses
pemebelajaran pada kelas X4 dengan tingkat kebisingan lebih rendah lebih baik
dibandingkan dengan proses pembelajaran pada kelas X7, (4) solusi arsitektural
yang direkomendasikan untuk mengatasi permasalahan kebisingan ruang kelas
yaitu: (a) melakukan penataan penempatan ruang kelas dengan ruang administrasi,
ruang kelas ditempatkan pada bagian belakang sampai tengah, sedangkan di
bagian depan ditempatkan ruang administrasi (b) perencanaan dindingdengan
kombinasi material antara 1/8 sampai dengan ¼ kaca dan sisanya dengan bahan
yang msif untuk mereduksi kebisingan dari luar bangunan sebesar 26 – 29 dB.