Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 disusun dan disajikan sesuai
dengan SAP. Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 dihasilkan dari suatu Sistem Akuntansi Pemerintahan. Sistem Akuntansi Pemerintahan adalah
rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk
mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di
lingkungan organisasi pemerintah. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri
dari satu atau lebih entitas akuntansi yang berkewajiban menyampaikan laporan
pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan
Pengguna Anggaran yang berkewajiban menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan
keuangan untuk digabungkan pada Entitas Pelaporan.
Laporan Realisasi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 menyajikan
realisasi pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang diperbandingkan dengan anggarannya
dan dengan realisasi periode sebelumnya. Neraca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
menyajikan aset, utang, dan ekuitas dana yang diperbandingkan dengan periode sebelumnya.
Laporan Arus Kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 menyajikan arus kas dari aktivitas
operasi, arus kas dari aktivitas investasi aset non keuangan, arus kas dari aktivitas
pembiayaan, dan arus kas dari aktivitas non anggaran yang diperbandingkan dengan periode
sebelumnya..Catatan atas Laporan Keuangan adalah bagian yang tak terpisahkan dari laporan
keuangan yang menyajikan informasi tentang penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam
rangka pengungkapan yang memadai.
Laporan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, berisi ringkasan tentang
keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-masing program
sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/APBD. Laporan Kinerja
sebagaimana dimaksud dihasilkan dari suatu sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
yang diselenggarakan oleh masing-masing Entitas Pelaporan dan/atau Entitas Akuntansi.
Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dilampiri dengan
laporan keuangan BLU bentuk ringkas. Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1) dilampiri dengan Ikhtisar laporan keuangan Perusahaan Negara/Daerah.
Ikhtisar laporan keuangan Perusahaan Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disusun oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota selaku wakil pemerintah
pusat/daerah dalam kepemilikan kekayaan pemerintah pusat/daerah yang dipisahkan. Bentuk
dan isi dari ikhtisar laporan keuangan Perusahaan Negara/Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1). Untuk memenuhi ketentuan penyusunan ikhtisar laporan keuangan Perusahaan
Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa
untuk mewakili Pemerintah pusat selaku pengelola/pembina Perusahaan Negara wajib
menyampaikan:
a.laporan keuangan Perusahaan Negara yang belum diaudit kepada Menteri Keuangan
selambat-lambatnya 2 1/2 (dua setengah) bulan setelah tahun APBN berakhir; dan
b.laporan keuangan Perusahaan Negara yang telah diaudit kepada Menteri Keuangan
selambat-lambatnya 5 1/2 (lima setengah) bulan setelah tahun APBN berakhir.
Untuk memenuhi ketentuan penyusunan ikhtisar laporan keuangan Perusahaan
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Perusahaan Daerah wajib menyampaikan:
a.laporan keuangan Perusahaan Daerah yang belum diaudit kepada Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah selambat-lambatnya 2 1/2 (dua setengah) bulan setelah tahun APBD
berakhir; dan
b.laporan keuangan Perusahaan Daerah yang telah diaudit kepada Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah selambat-lambatnya 5 1/2 (lima setengah) bulan setelah tahun APBD
berakhir.
Laporan Keuangan tahunan Kementerian Negara/Lembaga/pemerintah daerah/
Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 disertai dengan
pernyataan tanggung jawab yang ditandatangani oleh menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota/kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah. Laporan
Keuangan tahunan Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan yang dialokasikan
kepada Kementerian Negara/Lembaga, dan pemerintah daerah, disampaikan secara terpisah
dan disertai dengan pernyataan tanggung jawab yang ditandatangani oleh menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota yang menerima alokasi Anggaran Pembiayaan dan
Perhitungan tersebut.
Kepala satuan kerja sebagai kuasa Pengguna Anggaran di lingkungan Kementerian
Negara/Lembaga menyampaikan Laporan Keuangan dan Kinerja interim sekurang-
kurangnya setiap triwulan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga. Menteri/Pimpinan Lembaga
menyusun Laporan Keuangan dan Kinerja interim Kementerian Negara/Lembaga
berdasarkan Laporan Keuangan dan Kinerja interim kuasa Pengguna Anggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan,
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara.
Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menjadi pelaksana kegiatan Dana
Dekonsentrasi menyelenggarakan akuntansi dan menyusun Laporan Keuangan dan Kinerja
sebagaimana berlaku bagi kuasa Pengguna Anggaran pada tingkat pemerintah pusat.
Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyampaikan Laporan Keuangan dan Kinerja atas
pelaksanaan kegiatan Dana Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
gubernur dan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait. Gubernur menyiapkan Laporan
Keuangan dan Kinerja gabungan berdasarkan laporan yang diterima dari Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang menjadi pelaksana kegiatan Dana Dekonsentrasi,dan selanjutnya
menyampaikannya kepada Menteri/Pimpinan Lembaga terkait serta kepada Presiden
melalui Menteri Keuangan
Untuk meningkatkan keandalan Laporan Keuangan dan Kinerja, setiap Entitas
Pelaporan dan Akuntansi wajib menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern. Dalam
Sistem Pengendalian Intern harus diciptakan prosedur rekonsiliasi antara data transaksi
keuangan yang diakuntasikan oleh Pengguna Anggaran/kuasa Pengguna Anggaran dengan
data transaksi keuangan yang diakuntansikan oleh Bendahara Umum Negara/Daerah.
Aparat pengawasan intern pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga/ pemerintah
daerah melakukan review atas Laporan Keuangan dan Kinerja dalam rangka meyakinkan
keandalan informasi yang disajikan sebelum disampaikan oleh Menteri/Pimpinan
Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota kepada pihak-pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 8
dan Pasal 11. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menunjuk
aparat pengawasan intern pemerintah untuk melakukan evaluasi efisiensi dan efektivitas
pelaksanaan kegiatan `Anggaran Pembiayaan dan Penghitungan serta Dana
Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan pada Pengguna Anggaran/ kuasa Pengguna Anggaran
yang bersangkutan.
Setiap keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan oleh Pengguna Anggaran/
kuasa Pengguna Anggaran pada tingkat pemerintah pusat yang disebabkan oleh
kesengajaan dan/atau kelalaian, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dapat
memberi sanksi berupa penangguhan pelaksanaan anggaran atau penundaan pencairan
dana. Setiap keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan oleh Pengguna
Anggaran/kuasa Pengguna Anggaran pada tingkat pemerintah daerah yang disebabkan oleh
kesengajaan dan/atau kelalaian, kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku
Bendahara Umum Daerah dapat memberi sanksi berupa penangguhan pelaksanaan
anggaran atau penundaan pencairan dana.
Pelaksanaan ketentuan Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah pusat
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku selambatlambatnya pada
APBN tahun anggaran 2006. Pelaksanaan ketentuan Pelaporan Keuangan dan Kinerja
Instansi Pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku
selambat-lambatnya pada APBD tahun anggaran 2007.
Cikal bakal lahirnya SAKIP LAKIP adalah berasal dari Inpres No.7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Instansi Pemerintah dimana didalamnya disebutkan Mewajibkan setiap Instansi
Pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan untuk mempertanggunjawabkan
pelaksanaan tugas pokok, dipandang perlu adanya pelaporan akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah
Dengan adanya sistem SAKIP dan LAKIP bergeser dari pemahaman "Berapa besar dana
yang telah dan akan dihabiskan" menjadi "Berapa besar kinerja yang dihasilkan dan kinerja
tambahan yang diperlukan, agar tujuan yang telah ditetapkan adalah akhir periode bisa
tercapai".
Akuntabilitas merupakan kata kunci dari sistem tersebut yang dapat diartikan sebagai
perwujudan dari kewajiban seseorang atau instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang
dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui
media pertanggungjawaban dan berupa laporan akuntabilitas yang disusun secara periodik.
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah atau disingkat dengan SAKIP tertuang
dalam Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah ᄃ yang mana didalamnya menyebutkan SAKIP merupakan rangkaian
sistematik dari berbagai aktivitas, alat dan prosedur yang dirancang untuk tujuan penetapan
dan pengukuran, pengumpulan data, pengklarifikasian, pengikhtisaran, dan pelaporan kinerja
pada instansi pemerintah, dalam rangka pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja
instansi pemerintah.
Tujuan Sistem AKIP adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya pemerintah yang baik dan
terpercaya. Sedangkan sasaran dari Sistema Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
ᄃ adalah:
1. Rencana Strategis
Rencana strategis merupakan dokumen perencanaan instansi pemerintah dalam periode 5
(lima) tahunan. Rencana strategis ini menjadi dokemen perencanaan untuk arah
pelaksanaan program dan kegiatan dan menjadi landasan dalam penyelenggaraan SAKIP.
2. Perjanjian Kinerja ᄃ
a) Spesifik (Specific)
3. Pengukuran Kinerja
4. Pengelolaan Kinerja
5. Pelaporan Kinerja ᄃ
Pelaporan kinerja adalah proses menyusun dan menyajikan laporan kinerja atas prestasi
kerja yang dicapai berdasarkan Penggunaan Anggaran yang telah dialokasikan. Laporan
kinerja tersebut terdiri dari Laporan Kinerja Interim dan Laporan Kinerja Tahunan.
Laporan Kinerja Tahunan paling tidak memuat perencanaan strategis, pencapaian sasaran
strategis instansi pemerintah, realisasi pencapaian sasaran strategis dan penjelasan yang
memadai atas pencapaian kinerja.
Reviu merupakan langkah dalam rangka untuk meyakinkan keandalan informasi yang
disajikan sebelum disampaikan kepada pimpinan. Reviu tersebut dilaksanakan oleh
Aparat pengawasan intern pemerintah dan hasil reviu berupa surat pernyataan telah
direviu yang ditandatangani oleh Aparat pengawasan intern pemerintah. Sedangkan
evalusi kinerja merupakan evaluasi dalam rangka implementasi SAKIP di instansi
pemerintah.
Untuk melaksanakan evaluasi sistem AKIP tersebut maka Kementerian PAN & RB
menerbitkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No
12 Tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi Atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah ᄃ . Peraturan tersebut merupakan pelaksanaan dari Peraturan Presiden
Nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
A. Tujuan Evaluasi
C. Perencanaan Evaluasi
1. Desain Evaluasi
Desain evaluasi merupakan kegiatan yang pada intinya mengidentifikasikan:
1) Jenis informasi evaluasi yang perlu disesuaikan dengan tujuan evaluasi, misalnya: deskripsi,
pertimbangan profesional (judgement), dan interpretasi;
2) Jenis pembandingan yang akan dilakukan, sesuai dengan jenis evaluasi (evaluasi kelayakan, evaluasi
efisiensi, dan evaluasi efektivitas) yang masing-masing memerlukan jenis pembandingan yang
berbeda, sehingga memerlukan desain yang berbeda.
Elemen-elemen desain yang harus dipertimbangkan secara spesifik sebelum pengumpulan informasi adalah:
1) Jenis informasi yang akan diperoleh
2) Sumber informasi (misalnya, tipe responden)
3) Metode yang akan digunakan dalam melakukan uji petik (misalnya, random sampling)
4) Metode pengumpulan informasi (misalnya, struktur wawancara dan pembuatan kuesioner)
5) Waktu dan frekuensi pengumpulan informasi
6) Dasar untuk membandingkan hasil dengan atau tanpa program (untuk pertanyaan tentang dampak
atau hubungan sebab-akibat)
7) Analisis perencanaan.
Kegiatan penyusunan desain evaluasi pada akhirnya akan menentukan metodologi evaluasi dan teknik
evaluasi.
a. Metodologi Evaluasi
Metodologi yang digunakan dalam evaluasi atas implementasi SAKIP adalah metodologi yang pragmatis
karena disesuaikan dengan tujuan evaluasi yang telah ditetapkan dan mempertimbangkan kendala yang ada.
b. Teknik Evaluasi
Berbagai teknik evaluasi yang digunakan oleh evaluator tergantung pada:
Tingkatan tataran (context) yang dievaluasi dan bidang (content) permasalahan yang dievaluasi.
Validitas dan ketersediaan data yang mungkin dapat diperoleh.
2. Perencanaan Evaluasi
Perencanaan evaluasi merupakan bagian yang penting dalam proses evaluasi, karena keberhasilan
dalam melaksanakan evaluasi sangat tergantung kepada perencanaan evaluasi.
Secara garis besar, terdapat beberapa hal penting dalam merencanakan evaluasi, yaitu:
Pengidentifikasian pengguna hasil evaluasi,
Evaluasi atas implementasi SAKIP difokuskan pada kriteria-kriteria yang telah ditetapkan dengan tetap
memperhatikan hasil evaluasi atas implementasi SAKIP tahun sebelumnya, maka isu-isu penting yang ingin
diungkap melalui evaluasi atas implementasi SAKIP adalah sebagai berikut:
a. Instansi pemerintah/unit kerja/SKPD dalam menyusun, mereviu dan menyempurnakan perencanaan
kinerja berfokus pada hasil;
b. Pembangunan sistem pengukuran dan pengumpulan data kinerja;
c. Pengungkapan informasi pencapaian kinerja;
d. Monitoring dan evaluasi terhadap pencapaian kinerja pelaksanaan program, khususnya program strategis;
e. Keterkaitan diantara seluruh komponen-komponen perencanaan kinerja dengan penganggaran, kebijakan
pelaksanaan dan pengendalian serta pelaporannya;
f. Capaian kinerja utama dari masing-masing Instansi pemerintah/unit kerja/SKPD;
g. Tingkat implementasi SAKIP instansi pemerintah/unit kerja/SKPD;
h. Memastikan disusunnya rencana aksi terhadap rekomendasi hasil evaluasi yang belum ditindaklanjuti.
Evaluasi atas implementasi SAKIP, terdiri atas evaluasi penerapan komponen manajemen kinerja yang
meliputi: perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi internal, dan capaian kinerja.
Kriteria yang ditetapkan dalam rangka evaluasi AKIP ini dituangkan dalam Lembar Kerja Evaluasi
(LKE). LKE ini menyajikan komponen, bobot, sub-komponen dan butir-butir penilaian. LKE ini juga
dilengkapi dengan seperangkat kriteria penilaian untuk setiap butir penilaian.
Nilai hasil akhir dari penjumlahan komponen-komponen akan dipergunakan untuk menentukan tingkat
akuntabilitas instansi yang bersangkutan terhadap kinerjanya, dengan kategori sebagai berikut:
LAKIP
PERJANJIAN KINERJA
A. Pengertian
Perjanjian kinerja adalah lembar/dokumen yang berisikan penugasan dari pimpinan
instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih rendah untuk
melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja. Melalui perjanjian
kinerja, terwujudlah komitmen penerima amanah dan kesepakatan antara penerima dan
pemberi amanah atas kinerja terukur tertentu berdasarkan tugas, fungsi dan wewenang
serta sumber daya yang tersedia. Kinerja yang disepakati tidak dibatasi pada kinerja yang
dihasilkan atas kegiatan tahun bersangkutan, tetapi termasuk kinerja (outcome) yang
seharusnya terwujud akibat kegiatan tahun-tahun sebelumnya. Dengan demikian target
kinerja yang diperjanjikan juga mencakup outcome yang dihasilkan dari kegiatan tahun-
tahun sebelumnya, sehingga terwujud kesinambungan kinerja setiap tahunnya.
B. Tujuan Penyusunan Perjanjian Kinerja
1. Sebagai wujud nyata komitmen antara penerima dan pemberi amanah untuk
meningkatkan integritas, akuntabilitas, transparansi, dan kinerja Aparatur;
2. Menciptakan tolok ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur;
3. Sebagai dasar penilaian keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran
organisasi dan sebagai dasar pemberian penghargaan dan sanksi;
4. Sebagai dasar bagi pemberi amanah untuk melakukan monitoring, evaluasi dan
supervisi atas perkembangan/kemajuan kinerja penerima amanah;
5. Sebagai dasar dalam penetapan sasaran kinerja pegawai.
C. Penyusunan Perjanjian Kinerja
1. Pihak yang menyusun Perjanjian kinerja
a. Kementerian/Lembaga
1) Pimpinan tertinggi (Menteri dan Pimpinan Lembaga)
Kementerian/Lembaga menyusun Perjanjian Kinerja tingkat
Kementerian/Lembaga dan ditandatangani oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
2) Pimpinan unit kerja (eselon I)
Perjanjian Kinerja di tingkat unit kerja (Eselon I) ditandatangani oleh pejabat
yang bersangkutan dan disetujui oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
3) Pimpinan Satuan Kerja
Perjanjian kinerja di tingkat satuan kerja ditandatangani oleh pimpinan satuan
kerja dan pimpinan unit kerja.
b. Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota
1) Pimpinan Tertinggi (Gubernur/Bupati/Walikota). Pemerintah Provinsi/Kabupaten/
Kota menyusun Perjanjian kinerja tingkat Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota
ditandatangani oleh Gubernur/Bupati/Walikota.
2) Pimpinan Satuan Kinerja Pemerintah Daerah (SKPD). Perjanjian kinerja ditingkat
SKPD dan unit kerja mandiri Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota disusun oleh
Pimpinan SKPD kemudian ditandatangani oleh Gubernur/Bupati/Walikota dan
Pimpinan SKPD/unit kerja.
c. Selain yang diatur di atas, Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota
dapat memperluas praktek penyusunan perjanjian kinerja sesuai kebijakan internal.
2. Waktu penyusunan perjanjian kinerja
Perjanjian kinerja harus disusun setelah suatu instansi pemerintah telah menerima
dokumen pelaksanaan anggaran, paling lambat satu bulan setelah dokumen anggaran
disahkan.
3. Penggunaan Sasaran dan Indikator
Perjanjian Kinerja menyajikan Indikator Kinerja Utama yang menggambarkan hasil-
hasil yang utama dan kondisi yang seharusnya, tanpa mengesampingkan indikator lain
yang relevan.