Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Decompensasi Cordis
TAHUN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Agar mahasiswa dapat memahami dan mengetahui tentang pemberian asuhan
keperawatan pada pasien denganDecompensasi Cordis.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Kritis
b. Mahasiswa/I diharap dapat :
Dapat menjelaskan Definisi Decompensasi Cordis
Memahami dan menjelaskan Etiologi Decompensasi Cordis
Memahami dan menjelaskan Manifestasi klinis Decompensasi Cordis
Memahami dan menjelaskan Pathway Decompensasi Cordis
Memahami dan menjelaskan Patofisisologi Decompensasi Cordis
Memahami dan menjelaskan Klasifikasi Decompensasi Cordis
Memahami dan menjelaskan pemeriksaan penunjang Decompensasi Cordis
Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan Decompensasi Cordis
Merumuskan konsep Askep Decompensasi Cordis
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Decompensasi cordis adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan
dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrient dan
oksigen secara adekuat (Udjianti, 2010). Decompensasi cordis adalah suatu keadaan
dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada
penurunan fungsi pompa jantung (Price, 2006).
Gejala mungkin minimal, terutama jika diperhatikan diuretik. Gejala yang timbul
antara lain:
Bila tekanan ventrikel kanan (RV) meningkat atau RV menjadi lebih dilatasi, sering
ditemukan nyeri dada.
Pada pemeriksaan denyut nadi miliki kelainan yang sama dengan gagal jantung kiri,
tekanan vena jugularis sering meningkat, kecuali diberikan terapi diuretik, dan
memperlihatkan gelombang sis - tolik besar pada regurgitasi trikuspid. Edema perifer,
hepatomegali, dan asites dapat ditemukan. Pada palpasi mungkin terjadi gerakan
bergelombang (heave) yang menandakan hipertrofi RV dan atau dilatasi, serta pada
auskultasi ada bunyi jantung S3 atau S4 ventrikel kanan. Efusi pleura bisa terjadi
pada gagal jantung kanan atau kiri. Paling sering, gagal jantung yang terjadi akibat
gagal jantung kiri, namun mio karditis dan kardiomiopati dilatasi dapat
mempengaruhi keduanya. Bila gagal jantung kanan terjadi cukup berat , gejala dan
tanda gagal jantung kiri bisa menghilang karena ketidak mampuan jantung kanan
untuk mempertahankan curah jantung yang cukup untuk menjaga tekanan pengisian
sisi kiri tetap tinggi.
Penurunan curah jantung dan penurunan perfusi organ seperti otak , ginjal, dan otot
sklelet, baik disebabkan oleh gagal jantung kiri atau kanan berat, menyebabkan gejala
umum seperti kebingungan mental, rasa lelah dan cepat capek, serta penurunan
toleransi aktifitas. Thye new York heart association (NYHA) telah
mengklasifikasikan batasan fungsional.
2.4 pathway
2.5Patofisiologi
Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu gangguan
mekanik (beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau bersamaan
yaitu beban tekanan, beban volume, tamponade jantung atau kontriksi perikard,
jantung tidak dapat diastole, obstruksi pengisian ventrikel, aneurisme ventrikel,
disenergi ventrikel, restriksi endokardial atau miokardial) dan abnormalitas otot
jantung yang terdiri dari primer (kardiomiopati, miokarditis metabolic (DM, gagal
ginjal kronik, anemia) toksin atau sitostatika) dan sekunder (iskemia, penyakit
sistemik, penyakit infiltrative, dan korpulmonal).(Rachma, 2014)
1. Gangguan irama jantung atau konduksi
Menurut Soeparman (2000) bebanpengisian (preload) dan beban
tekanan(afterload) pada ventrikel yang mengalamidilatasi atau hipertrofi
memungkinkan adanyapeningkatan daya kontraksi jantung yang lebihkuat,
sehingga curah jantung meningkat.Pembebanan jantung yang lebih
besarmeningkatkan simpatis, sehingga kadarkatekolamin dalam darah
meningkat dan terjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curahjantung.
Pembebanan jantung yang berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung
menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui
pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokontriksi perifer dengan tujuan untuk
memperbesar aliran balik vena (venous return) ke dalam ventrikel sehingga
meningkatkan tekanan akhir diastolic dan menaikkan kembali curah jantung
(Soeparman,2001).
2. Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan merupakan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam
memenuhi kebutuhan sirkulasi badan. Bila semua kemampuan mekanisme
kompensasi jantung tersebut di atas sudah dipergunakan seluruhnya dan
sirkulasi darah dalam badan belum juga terpenuhi, maka terjadilah keadaan
gagal jantung (Rang, 2003)
3. Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya
gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri
menurun dengan akibat tekanan akhir diastole dalam ventrikel kiri dan
volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan
beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu
diastolic, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium
kiri. Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan
aliran masuknya darah dari vena-vena pulmonal. Bila keadaan ini terus
berlanjut, maka bendungan akan terjadi juga dalam paruparu dengan akibat
terjadinya edema paru dengan segala keluhan dan tanda-tanda akibat adanya
tekanan dalam sirkulasi yang meninggi. Keadaan yang terakhir ini merupakan
hambatan bagi ventrikel kanan yang menjadi pompa darah untuk sirkuit paru
(sirkulasi kecil). Bila beban pada ventrikel kanan itu terus bertambah, maka
akan meransang ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi dengan
mengalamihipertropi dan dilatasi sampai batas kemempuannya, dan bila
beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi gagal jantung kanan,
sehingga pada akhirnya terjadi akhirnya terjadi gagal jantung kiri-kanan.
(Rachma, 2014)
4. Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada
daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa
didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel
kanan, tekanan dan volume akhir diastole ventrikel kanan akan meningkat dan
ini menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada
waktu diastole, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium
kanan. Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan
hambatan aliran masuknya darah dalam vena kava superior dan inferior ke
dalam jantung sehingga mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada
vena-vena sistemik tersebut (bendungan pada vena jugularis dan bendungan
hepar) dengan segala akibatnya (tekanan vena jugularis yang meninggi dan
hepatomegali). Bila keadaan ini terus berlanjut, maka terjadi bendungan
sistemik yang lebih berat dengan aakibat timbulnya edema tumit atau
tungkaibawah dan asites.(Rachma, 2014)
2.6Klasifikasi
Klasifikasi/kategori kegagalan jantung adalah:
1. Gagal curah rendah versus curah tinggi. Apabila curah jantung adalah normal
atau lebih dari normal, tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolic
tubuh, kegagalan jantung ini disebut gagal curah tinggi. Termasuk dalam
penyebab gagal curah tinggi adalah hipertiroidism, anemia, dan penyakit
paget. Apabila curah jantung turun di bawah normal, keadaan ini disebut
gagal curah jantung rendah yang diakibatkan oleh hipertensi arteriosklerosis,
infark miokard, dan gangguan katup-katup jantung.
2. Gagal jantung kiri versus kanan. Karena ventrikel kiri sering dan sangat
dipengaruhi oleh aterosklerosis koroner dan hipertensi maka seringkali
jantung kiri lebih dulu mengalami kegagalan dari jantung kanan. Kegagalan
ventrikel kiri biasanya di tandai dengan edema dan kongesti pulmonal.
Kegagalan ventrikel kanan menimbulkan kongesti vena(kongesti vena
sistemik) dan adema perifer.
(Baradero, EGC, 2008)
Menurut NYHA (New York Heart Association) berdasarkan gejala dan aktifitas fisik,
antara lain:
1. Class I : pasien dapat melakukan beraktivitas berat tanpa keluhan.
2. Class II : pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari
aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
3. Class III : pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa
keluhan.
4. Class IV : pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apa pun
dan harus tirah baring.
(Kusmastuti, A., & Kartikowati, 2012)
2.8 Penatalaksanan
1. Terapi pertama
Yang dapat dilakukan adalah mengoreksi atau stabilisasi berbagai
keabnormalan yang terjadi yang dapat menginduksi munculnya chf, misalkan
iskemia dapat dikontrol dengan terapi medis atau pembedahan, hipertensi
harus selalu terkontrol, dan kelainan pada katup jantung dapat ditangani
dengan perbaikan pada katup tersebut (national clinical guideline centre,
2010).
2. terapi non farmakologis
Dapat dilakukan dengan restriksi garam, penurunan berat badan, diet
rendah garam dan rendah kolesterol, tidak merokok, olahraga.
3. Terapi farmakologi
Terapi yang dapat diberikan antara lain golongan diuretik, angiotensin
converting enzyme inhibitor (acei), beta bloker, angiotensin receptor
blocker (arb), glikosida jantung, vasodilator, agonis beta, serta bipridin
(Nurarif & Kusuma, 2015)
Menurut Black and Hawks (2005), penatalaksanaan gagal jantung antara lain:
1) Pembatasan aktivitas gerak
2) Pembatasan garam dan terapi diuretic
3) Pemberian agen vasodilator
4) Penurunan stress fisik dan emosi
5) Posisi semifowler
6) Pemberian oksigen (40-70 % liter/menit)
7) Pembatasan cairan 1000ml/ hari
2. Sirkulasi
Gejala: riwayat hipertensi, episode GJK sebelumnya, penyakit katup jantung,
bedah jantung, anemia, syok septik, SLE.
Tanda: TD: mungkin rendah (gagal pemompaan), normal (GJK ringan atau
kronis).
Tekanan nadi: sempit, menunjukan penurunan volume sekuncup.
Frekuensi jantung: takikardia (gagal jantung kiri)
Irama jantung: disritmia
Bunyi jantung: S3(gallop) adalah S4 dapat terjadi; S1 dan S2
melemah, murmur sistolik dan diastolic dapat menandakan adanya
stenosis katup atau insufisiensi.
Nadi: nadi perifer berkurang, perubahan dalam kekuatan denyutan
Warna: kebiruan, pucat, abu-abu, sianotik.
Punggung kuku: pucat atau sianotik dengan pengikisan kapiler lambat.
Hepar: pembesaran/ dapat teraba
Bunyi nafas: ronki
3. Eliminasi
Ge jala: penurunan perkemih, urine berwarna gelap, Berkemih malam hari
Diare/konstipasi
5. Hygiene
Gejala: keletihan/kelemahan selama aktivitas diri
Tanda: penampilan menandakan kelalaian perawatan personal
6. Neurosensori
Gejala: kelemahan pening episode pingsan
Tanda: kusut piker, letargi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung
7. Nyeri/keamanan
Gejala: nyeri dada, angina akut atau kronis, Nyeri abdomen, kanan atas, sakit
pada otot
Tanda: tidak tenang, gelisah, focus menyempit(menarik diri), perilaku
melindungi diri.
8. Pernafasan
Gejala: batuk dengan/ tanpa pembentukan spuntum, riwayat penyakit paru,
pengguanaan batuan pernafasan misal oksigen.
Tanda: pernafasan: takipnea, nafas dangkal, nasal flaring
Batuk: kering/ nyaring/ nonproduktif, atau mungkin batuk terus
menerus tanpa keluarnya spuntum.
Bunyi nafas: mungkin tidak terdengar, dengan krakles basilar dan
mengi.
Fungsi mental; mungkin menurun
Warna kulit: pucat atau sianosis
9. Keamanan
Gejala: perubahan dalam funsi mental, kehilangan kekuatan, kulit lecet.
10. Interaksi social
Gejala: penurunan keikutsertaan dalam aktivitas social yang bias dilakukan.
(Donges, Moorhouse, & Geisser, 1999)
Peningkatan latihan
Instruksikan individu
terkait dengan tipe
aktivitas fisik yang
sesuai dengan derajat
kesehatan,
kolaborasikan dengan
dokter dan atau ahli
terapi fisik
Informasikan individu
mengenai manfaat
kesehatan dan efek
fisiologis latihan
Pertimbangkan
motivasi individu untuk
memulai atau
melanjutkan program
latihan
3. Kelebihan volume NOC: NIC:
cairan b/d menurunnya
Keseimbangan Fluid manajement
curah jantung
volume cairan tubuh
Pertahankan duduk
Kriteria Hasil: atau tirah baring dg
posisi semi fowler
Volume cairan stabil
selama fase akut
dengan keseimbangan
Buat jadwal
masukan
pemasukan cairan
Bunyi nafas
bersamaan dg
bersih/jelas
keinginan minum
BB stabil
Lihat area tubuh
Tidak ada odem
dependen untuk odem
dengan atau tanpa
pitting, catat adanya
odem ansarka
Fluid monitoring
3.2 Saran
1. Bagi perawat
Diharapkan dapat melakukan pengkajian sampai evaluasi keperawatan
dengan teliti yang mengacu pada fokus permasalahan yang tepat sehingga
dapat melaksanakan asuhan keperawatan secara tepat khususnya pada pasien
Decompensasi Cordis.
2. Bagi peneliti/ penulis
Diharapkan untuk kedepannya dapat menerapkan asuhan keperawatan
secara tepat dan optimal khususnya pada pasien Decompensasi Cordis.
Bibliography
Baradero, M. (EGC, 2008). Klien gangguan kardiovaskuler. Jakarta.
Donges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geisser, A. C. (1999). Rencana asuhan keperawatan:
pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: Ed.
3 EGC.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Situasi Kesehatan Jantung. Pusat Data
dan Informasi Kemenkes RI , 2.
Kusmastuti, N., A., A. M., & Kartikowati, I. (2012). ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. K
DENGAN DECOMPENSASI CORDIS DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD SRAGEN.
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA , 4.
Kusuma , R., Ambarwati, W. N., & Budiono, M. (2012). ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S
DENGAN DECOMPENSASI CORDIS DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT DR.
MOEWARDI . FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA , 2.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarakan Diagnosa
Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: Medication Jakarta.