Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
CHOLELITHIASIS
DISUSUN OLEH :
Agustin Nurush
111 2016 2016
SUPERVISOR PEMBIMBING :
dr. Budiman Siri, Sp.B
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batu empedu merupakan penyakit yang sering ditemukan di negara maju dan
jarang ditemukan di negara-negara berkembang. Dengan membaiknya keadaan sosial
ekonomi, perubahan menu makanan ala barat serta perbaikan sarana diagnosis
khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit batu empedu di negara-negara
berkembang cenderung meningkat.1
Prevalensi tergantung usia, jenis kelamin, dan etnis. Kasus batu empedu lebih
umum ditemukan pada wanita. Faktor risiko batu empedu dikenal dengan singkatan
4-F, yakni Fatty (gemuk), Fourty ( 40th), Fertile (subur), dan Female (wanita). Wanita
lebih berisiko mengalami batu empedu karena pengaruh hormon estrogen. Meski
wanita dan usia 40th tercatat sebagai faktor risiko batu empedu, itu tidak berarti
bahwa wanita di bawah 40th dan pria tidak mungkin terkena. Penderita diabetes
mellitus (DM), baik wanita maupun pria, berisiko mengalami komplikasi batu
empedu akibat kolesterol tinggi. Bahkan, anak – anak pun bisa mengalaminya,
terutama anak dengan penyakit kolesterol herediter.2
2
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. Sk
Umur : 42 tahun
No. RM : 148028
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
2. Anamnesa terpimpin
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri ulu hati yang dialami
sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Keluhan telah sering dirasakan
hilang timbul sejak 2 tahun yang lalu. Nyeri dirasakan menjalar hingga ke
bahu. Pasien juga mengeluh mual tetapi tidak muntah. Riwayat demam
tidak ada. Pasien mengeluhkan BAB berwarna pucat. Pasien tidak
mengeluhkan adanya BAK berwarna seperti teh pekat Riwayat pasien
berobat di penyakit dalam dengan keluhan yang sama selama 2 tahun
terakhir.
3
riwayat diabetes mellitus (-)
riwayat merokok.
Tidak diketahui
C. Pemeriksaan Fisik
Vital Sign :
Nadi : 82 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Pemeriksaan Kulit :
4
Pucat : tidak ada
Pemeriksaan Kepala :
Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan Leher
Pemeriksaan Dada :
5
Auskultasi : Auskultasi :
Ronkhi kering (-), wheezing (-), Ronkhi kering (-), wheezing (-)
krepitasi (-) krepitasi (-)
Auskultasi : Auskultasi :
Ronkhi kering (-), wheezing (-), Ronkhi kering (-), wheezing (-),
krepitasi (-) krepitasi(-)
Jantung
Palpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga ke 5 line midclavicula kiri
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Bentuk bulat, defans muskular (-), venektasi (-), sikatrik (-)
6
Palpasi : Nyeri tekan region hipokondrium dextra (+), organomegali
(-)
Genitalia
Tidak diperiksa.
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
DR WBC 16,9x103/uL
HCT 33,3 %
PLT 18a8x103/uL
RBC 4,35x106/uL
MCV 76.4
MCH 27.7
MCHC 36.2
Creatinin 0,5
7
Hemotasis CT 10 menit
2 menit
BT
2 Diagnosis Kerja
Diagnosis Kerja : Cholelithiasis
3 Tatalaksana
Laparatomi Cholesistektomi
4 Laporan Operasi
Diagnosis pra bedah : Cholelithiasis
Indikasi operasi : Removal batu empedu
Nama operasi : Laparatomi cholesistektomi
Persiapan operasi : Pofilaksis Ceftriaone 1gr/12jam/iv
Posisi pasien : Supine
Desinfeksi : Povidone Iodine
5 Follow up
8
Subjective (S), Objective (O),
Tanggal Planning (P)
Assesment (A)
(Ceftriaxone 1gr/iv)
9
20x/i, S: 36,2o Ketorolac 30mg/8j/iv
10
O : KU = SS/GC/CM/GCS 15 Cetriaxone 1gr/12j/iv
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Sistem biliaris dan hati tumbuh bersama. Berasal dari divertikulum yang
menonjol dari foregut, dimana tonjolan tersebut akan menjadi hepar dan sistem
biliaris. Bagian kaudal dari divertikulum akan menjadi gallbladder (kandung
empedu), ductus cysticus, ductus biliaris communis (ductus choledochus) dan bagian
cranialnya menjadi hati dan ductus hepaticus biliaris.1
12
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah pear/alpukat dengan
panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu . Apabila kandung empedu
mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, maka infundibulum menonjol seperti
kantong (kantong Hartmann). Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan
collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior
hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung
rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan
arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang
berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus
comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea
dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral
hati.
Ductus cysticus berjalan dari hati ke arah kandung empedu, panjangnya 1-2
cm, diameter 2-3 cm, diliputi permukaan dalam dengan mukosa yang banyak sekali
membentuk duplikasi (lipatan-lipatan) yang disebut Valve of Heister, yang mengatur
pasase bile ke dalam kandung empedu dan menahan alirannya dari kandung empedu.4
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm.
Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi bergantung pada letak muara
duktus sistikus. Ductus choledochus berjalan menuju duodenum dari sebelah
belakang, akan menembus pankreas dan bermuara di sebelah medial dari duodenum
descendens. Dalam keadaan normal, ductus choledochus akan bergabung dengan
ductus pancreaticus Wirsungi (baru mengeluarkan isinya ke duodenum) Tapi ada juga
keadaan di mana masing-masing mengeluarkan isinya, pada umumnya bergabung
13
dulu. Pada pertemuan (muara) ductus choledochus ke dalam duodenum, disebut
choledochoduodenal junction. Tempat muaranya ini disebut Papilla Vatteri. Ujung
distalnya dikelilingi oleh sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam
duodenum.
Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua
saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai Ductus hepaticus
communis. Ductus hepaticus bergabung dengan Ductus cysticus membentuk Ductus
choledochus5.
14
Gambar 2. Gambaran anatomi kandung empedu (Emedicine, 2013)
C. Fisiologi
15
glikoprotein dan H+. Glikoprotein berfungsi untuk memproteksi jaringan mukosa,
sedangkan H+ berfungsi menurunkan pH yang dapat meningkatkan kelarutan
kalsium, sehingga dapat mencegah pembentukan garam kalsium. Pengaliran cairan
empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung
empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang
diproduksi akan disimpan di dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung
empedu akan berkontraksi, sfingter relaksasi dan empedu mengalir ke dalam
duodenum.2,5
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
16
Aktivitas motoris kandung empedu dan traktus biliaris Pendidikan
tradisional mengajarkan bahwa empedu disimpan dalam kandung empedu selama
periode interdigestif dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan.
Informasi yang lebih baru menunjukkan bahwa aliran empedu terjadi dalam bentuk
yang kontinu, dengan pengosongan kandung empedu terjadi secara konstan. Faktor-
faktor yang bertanggung jawab untuk pengisian kandung empedu dan
pengosongannya adalah hormonal, neural, dan mekanikal. Memakan makanan akan
menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang
merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung empedu; lemak merupakan
stimulus yamg lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari
dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120
menit setelah konsumsi makanan. Motilin, sekretin, histamin, dan prostaglandin
semuanya terlihat mempunyai pengaruh yang berbeda pada proses kontraksi. Faktor
neural yang predominan dalam menagtur aktivitas motoris kandung empedu adalah
stimulasi kolinergik yang menimbulkan kontraksi kandung empedu. Pengisisan
kandung empedu terjadi saat tekanan dalam duktus biliaris (berkaitan dengan aliran
dan tekanan sfingter) lebih besar daripada tekanan di dalam kandung empedu.
Sejumlah peptida usus, telah terlibat sebagai faktor endogen yang dapat
mempengaruhi proses ini.
Aktivitas motoris traktus biliaris dan sfingter Oddi Aliran empedu ke dalam
duodenum tergantung pada koordinasi kontraksi kandung empedu dan relaksasi
sfingter Oddi. Makanan merangsang dilepaskannya CCK, sehingga mengurangi fase
aktivitas dari sfingter Oddi yang berkontraksi, menginduksi relaksasi, oleh karena itu
memungkinkan masuknya empedu ke dalam duodenum.
Pembentukan empedu Empedu secara primer terdiri dari air, lemak organik,
dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Komposisi elektrolit dari
empedu sebanding dengan cairan ekstraseluler. Kandungan protein relatif rendah. Zat
terlarut organik yang predominan adalah garam empedu, kolesterol dan fosfolipid.
17
Asam empedu primer, asam xenodeoksikolat dan asam kolat, disintesis dalam hati
dari kolesterol. Konjugasi dengan taurin atau glisis terjadi di dalam hati. Kebanyakan
kolesterol yang ditemukan dalam empedu disintesis de novo dalam hati. Asam
empedu merupakan pengatur endogen penting untuk metabolisme kolesterol.
Pemberian asam empedu menghambat sintesis kolesterol hepatik tetapi meningkatkan
absorpsi kolesterol. Lesitin merupakan lenih dari 90% fosfolipid dalam empedu
manusia.
Sirkulasi enterohepatik dari asam empedu Lebih dari 80% asam empedu
terkonjugasi secara aktif diabsorpsi dalam ileum terminalis. Akhirnya, kurang lebih
separuh dari semua asam empedu yang diabsorpsi dalam usus dibawa kembali
melalui sirkulasi porta ke hati. Sistem ini memungkinkan kumpulan garam empedu
yang relatif sedikit untuk bersikulasi ulang 6-12 kali perhari dengan hanya sedikit
yang hilang selama tiap perjalanan. Hanya sekitar 5% dari asam empedu yang
diekskresikan dalam feses.
Air 97,5 gm % 95 gm %
Elektrolit - -
18
Tabel 1. Komposisi cairan empedu
Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam
yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman
usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam
empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan
sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam
empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada
daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam
empedu akan terganggu.4
Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin.
Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang
segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh
albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh
glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada
malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak4.
19
D. Epidemiologi
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang
dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh
dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya
berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan
untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
1. Jenis Kelamin.
2. Usia.
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurangi garam
empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
4. Makanan.
20
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan
dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5. Riwayat keluarga.
6. Aktifitas fisik.
E. Patogenesis
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi,
faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme
yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung
empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada
pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung
21
empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi
progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri
dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui
peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus5.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada
kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu
empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah :
terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu
dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah
kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena
sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak
dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu
beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu6.
Batu kolesterol murni tidak biasa ditemukan dan terjadi pada kurang dari
10% dari seluruh kejadian batu empedu. Batu ini biasanya miuncul sebagai batu
besar dan tunggal dengan permukaan yang halus. Kebanyakan batu kolesterol
lain mengandung pigmen empedu dan kalsium yang kadarnya bervariasi, tapi
biasanya terkandung sebanyak 70% dari berat batu kolesterol. Batu kolesterol tipe
22
ini biasanya jumlahnya multipel, bentuk dan ukurannya bervariasi, keras dan
bersegi atau irreguler, berbentuk seperti buah mullberry dan lembut. Warnanya
bervariasi dari warna kuning keputihan dan hijau sampai hitam. Kebanyakan batu
kolesterol merupakan batu radiolusen; hanya kurang dari 10% yang radioopak.
Apakah batu itu merupakan batu kolesterol murni atau campuran, kejadian utama
pada pembentukan dari batu koleasterol adalah supersaturasi dari empedu
dewngan kolesterol. Oleh karena itu, kadar kolesterol empedu yang tinggi dan
batu empedu kolesterol dapat dikatakan sebagai satu penyakit. Kolesterol sangat
nonpolar dan tidak larut dalam air dan empedu. Kelarutan kolesterol bergantung
pada konsentrasi relatif dari kolesterol, garam empedu dan lesitin (fosfolipid
utama dalam empedu). Supersaturasi hampir selalu disebabkan oleh hipersekresi
koleterol dibandingkan dengan penurunan sekresi fosfolipid atau garam empedu.4
Kolesterol disekresikan ke dalam empedu sebagai vesikel kolesterol-
fosfolipid. Kolesterol dpertahankan dalam bentuk larutan oleh micelles, sebuah
kompeks konjugasi garam embedu-fosfolipid-kolesterol, dan juga oleh vesikel
kolesterol-fosfolipid. Keberadaan vesikel dan micelles dalam satu kompartemen
yang aquaeous mempermudah berpindahnya lipid diantara keduanya. Maturasi
vesikuler terjadi pada saat vesikel lipid tergabung dengan micelle. Vesikel
fosfolipid bergabung dengan micelle dan lebih mudah terjadi dibanding vesikel
kolesterol. Sehingga vesikel tersebut mengandung kadar kolesterol yang tinggi,
menjadi tidak stabil, dan terjadi nukleasi kristal kolesterol. Pada enmedu yang
tidak tersaturasi, terkumpulnya kolesterol dalam vesikel tidak terlalu penting.
Dalam empedu yang mengalami supersaturasi, zona kpadat kolesterol terbentuk
pada permukaan vesikel dengan kadar kolesterol tinggi, yasng menyebabkan
tampaknya gambaran kristal kolesterol. Sebanyak sepertiga kolesterol bilier
ditransportasikan dalam micelle, namun vesikel kolesterol-fosfolipid membawa
mjayoritas kolesterol bilier. 4
Menurut Meyers & Jones, 1990 Proses fisik pembentukan batu kolesterol
terjadi dalam empat tahap:
23
Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
Pembentukan nidus.
Kristalisasi/presipitasi.
Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan senyawa
lain yang membentuk matriks batu.
2. Batu pigmen
24
bilirubin yang tidak terkonjugasi. Sirosis dapat menyebabkan meningkatnya
sekresi bilirubin yang tidak terkonjugasi. Ketika perubahan keadaan
menyebabkan peningkatan dekonmjugasi bilirubin dalam empedu, presipitasi
dengan kalsium terjadi. 4
25
Gambar 5. Batu Pigmen Coklat (gracemedicalschool.com, 2013)
G. Manifestasi Klinis
b. Simptomatik
26
berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam
dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik
biliaris. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik
biliaris3,4.
c. Komplikasi
Pada batu Ductus choledochus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan
perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi
Cholangitis. Apabila timbul serangan Cholangitis yang umumnya disertai
obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya Cholangitis
27
tersebut. Cholangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya Cholangitis
bakterial non piogenik yang ditandai dengan Trias Charcot yaitu demam dan
menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi Cholangitis, biasanya
berupa Cholangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala Pentade Reynold,
berupa tiga gejala Trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau
penurunan kesadaran sampai koma3.
Choledocholithiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius
karena komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu
Ductus choledochus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta
dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul Cholangitis akut. Episode
parah Cholangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu
kecil melalui Ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara Ductus
choledochus distal dan Ductus pancreaticus dapat menyebabkan pankreatitis
batu empedu. Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan
ikterus obstruktif.
H. Diagnosis
1. Anamnesis
28
bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis,
keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.4
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
29
oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan
mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap
kali terjadi serangan akut.
b. Pemeriksaan radiologis
30
peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,
kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di
kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di
fleksura hepatica.
\
Gambar 5. Foto rongent pada kolelitiasis.4
o Ultrasonografi (USG)
31
Gambar 6. Kolelitiasis pada USG4
o Kolesistografi
32
o Kolangiopankreatografi endoskopi retrograde (ERCP = Endoscopic
retrograde kolangiopankreatograft)
Gb 7. ERCP menunjukkan batu empedu di duktus ekstrahepatik (panah pendek) dan di duktus
intrahepatik (panah panjang)
33
o CT scan
I. Penatalaksanaan
1. Konservatif
a. Lisis batu dengan obat-obatan
34
b. Disolusi kontak
2. Penanganan operatif
a. Cholecystostomy
Kolesistostomi berguna untukdekompesi dan drainase kandung emedu
yang terdistensi, mengalami inflamasi, hidropik atau purulen. Tinmdakan ini
dapat dilakukan pada pasien yang tiudak cukup memungkinkan kondisinya
untuk dilakukan operasi abdominal. Drainase perkutaneus yang dituntun
ultrasound dengan kateter pigtail merupakan prosedur yang dipilih. Kateter
dimasukkan melalui kawat penuntun yang sebelumya telah dipasang
menembus dinding abdomen, hepar, dan masuk ke dalam kandung empedu.
Dengan menggunakan kateter yang melewati hepar, resiko terjadinya empedu
yang merembes dari sekitar kateter dapat dikurangi. Kateter dapat dilepas
apabila inflamasi sudah hilang dan kondisi pasien membaik. Kandung empedu
dapat dibuang jika ada indikasi, biasanya dengan tindakan laparoskopi4.
35
Gambar 9. Percutaneous Colescystostomy (medicc.jp, 2010)
c. Open cholecystectomi
d. Cholecystectomy laparoscopy
36
nyeri bilier yang berulang. Kontraindikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka
yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak
dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor
Ductus cysticus dan trauma Ductus biliaris. Resiko trauma Ductus biliaris sering
dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan
teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali
menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot
abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.
e. Cholecystectomy minilaparotomy
37
BAB IV
KESIMPULAN
Dikenal tiga jenis batu empedu yaitu, batu kolesterol, batu pigmen atau
batu bilirubin yang terdiri dari kalsium bilirubinat, serta batu campuran.
Patofisiologi dari terjadinya batu tersebut berbeda-beda. Pada Asia lebih banyak
batu pigmen.
38
penanganan non operatif dengan cara konservatif yaitu melalui obat (ursodioksilat)
dan ESWL.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3.
Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2012.380-4.
5. Price SA, Wilson LM. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam : Patofisiologi. Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC. 2005. 430-44.
6. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 2007. 1028-1029.
7. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Biliary Tract. In :
Sabiston Textbook of Surgery 17th edition. 2004. Pennsylvania : Elsevier.
8. Klingensmith ME, Chen LE, Glasgow SC, Goers TA, Spencer J. Biliary Surgery.
In : Washington Manual of Surgery 5th edition. 2008. Washington : Lippincott
Williams & Wilkins.
40