Você está na página 1de 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Usia bersifat irreversibel dan merupakan fenomena fisiologis progressif

ditandai dengan perubahan degeneratif pada struktur organ, jaringan serta

cadangan fungsionalnya. Kemajuan dalam bidang medis yang dapat

meningkatkan umur harapan hidup, prosedur perioperatif dan anestesi pada pasien

geriatri (usia lebih dari 65 tahun) menjadi perhatian khusus bagi para ahli. Efek

samping anestesi pada pasien geriatri kemungkinan terjadi lebih besar karena

adanya keterbatasan fungsi tubuh. Morbiditas dan mortalitas meningkat sesuai

dengan peningkatan usia (Sophie, 2007).

Pada tahun 2040 diperkirakan jumlah populasi usia 65 tahun atau lebih

sekitar 24% dari seluruh populasi, 50%-nya akan membutuhkan layanan

kesehatan. Separuh dari populasi tersebut diperkirakan membutuhkan prosedur

operasi dengan resiko yang meningkat tiga kali lipat dibandingkan usia muda.

Pasien yang menjalani pembedahan genital dan saluran kemih bisa dari berbagai

kalangan usia tetapi yang terbanyak adalah usia tua, yang mempunyai riwayat

penyakit penyerta dan disfungsi renal (Morgan et al., 2006).

Arthritis seringkali dijumpai pada pasien geriatri dan membatasi aktivitas.

Osteoporosis, kelemahan dan kekakuan ligamen menjadi penyulit epidural dan

spinal. Pasien tua cenderung mudah terjadi fraktur dan dislokasi sendi pada tiap

1
gerakan dan posisi intra operatif. Titik-titik tekanan yang mudah cedera harus

diberikan bantalan (Kelly & Mulder, 2001). Pada geriatri terjadi penurunan massa

otot dan secara mikroskopik terjadi penebalan celah penghubung neuromuskular

(neuromuscular junction). Selain itu juga terjadi atrofi kulit dan sensitif terhadap

trauma karena plester perekat, bantalan elektrocauter dan elektroda

elektrokardiografi. Vena rapuh dan mudah ruptur. Radang persendian akan

mengganggu posisi saat operasi (misal lithotomy) dan mempersulit anestesi

regional (misal blok subarachnoid) (Morgan et al., 2006).

Rekomendasi perioperatif pada pasien geriatri adalah menghindari obat-

obat yang beresiko meningkatkan delirium, pemberian cairan, kalori adekuat,

masalah transportasi, terapi fisik dan segera mungkin dapat melakukan aktifitas

sehari hari (Palmer, 2009). Pasien geriatri membutuhkan perhatian ekstra saat

penilaian perioperatif, tatalaksana terperinci saat intraoperatif yang bervariasi dan

mengetahui status penyakit penyerta serta kewaspadaan terhadap pemberian titrasi

dan dosis dari obat-obat yang digunakan (Muravchick & Grichnik, 2008).

Sejauh ini tidak ada alat, obat dan tehnik anestesi yang dikatakan terbaik

untuk pasien geriatri. Fakta dan penelitian ilmiah yang menyarankan penggunaan

anestesi regional pada pasien geriatri karena tehnik yang sederhana, aman,

pemulihan cepat dan efek samping minimal dibandingkan anestesi umum (Zaidi et

al., 2008). Anestesi regional dapat meliputi spinal, epidural dan caudal. Anestesi

spinal juga disebut sebagai blok subarachnoid atau injeksi intrathekal. Pada

anestesi spinal dapat dilakukan dengan pendekatan median atau paramedian

(Morgan et al., 2006).

2
Anestesi spinal pada umumnya dilakukan dengan pendekatan median.

Tehnik pendekatan median pada pasien geriatri seringkali mengalami kesulitan

disebabkan adanya perubahan degeneratif struktur elemen dari tulang belakang

(Bourdet et al., 2007), keterbatasan posisi pasien untuk fleksi penuh, adanya

kalsifikasi, ossifikasi ligamen interspinous dan supraspinous pada pasien geriatri,

kelainan congenital serta deformitas karena trauma tulang belakang (Sohail et al.,

2011).

Bagi pasien geriatri rasa tidak nyaman maupun nyeri dikarenakan

kekakuan dari berbagai sendi tubuh merupakan masalah tersendiri pada saat

memposisikan untuk anestesi spinal . Pilihan pendekatan anestesi spinal yang

dapat digunakan adalah tehnik paramedian, yang tidak memerlukan posisi fleksi

penuh dan berguna pada kasus perubahan degeneratif di struktur interspinous

(Sohail et al., 2011). Pendekatan paramedian bisa digunakan pada pasien geriatri

karena tehnik ini hampir tidak terpengaruh oleh adanya perubahan-perubahan

osteoarthritis (Bourdet et al., 2007)

Pendekatan paramedian memiliki beberapa keuntungan dibandingkan

pendekatan median yaitu memiliki rata-rata tingkat keberhasilan yang tinggi,

mudah dalam identifikasi celah intervertebral pada usaha pertama, menurunkan

tindakan insersi jarum spinal yang berulang, insersi kateter spinal atau epidural

lebih cepat dan menurunkan insiden parestesi. Kerugian pendekatan paramedian

yaitu membutuhkan jarum spinal yang menuju ke ruang subarachnoid lebih

panjang dibanding pendekatan median dan lebih traumatik dibandingkan

3
pendekatan median karena lokasi vena-vena epidural berada di lateral dari garis

tengah (Sohail et al., 2011).

Menurut Sohail et al., 2011 melalui penelitian cross-sectional pada 100

operasi perut kebawah dan operasi ekstremitas bawah didapatkan rata-rata

keberhasilan anestesi spinal dengan pendekatan median 84% (paramedian 96%)

dan berhasil pada usaha pertama dalam memasukkan jarum spinal ke dalam ruang

subarachnoid 48% (paramedian 70%). Parestesi dirasakan pada 38% pasien

(paramedian 20%) dan insiden bloody tap 6% (paramedian 12%) dengan panjang

jarum rata-rata 4-6 cm (paramedian 6-8 cm) masuk sampai ruang subarachnoid.

Didapatkan hasil bahwa anestesi spinal dengan pendekatan paramedian memiliki

rata-rata keberhasilan yang tinggi dengan sedikit jumlah percobaan dan

menurunkan insiden parestesi (Sohail et al., 2011).

Dari penelitian Haider et al., 2005 didapatkan bahwa PDPH (Post Dural

Puncture Headache) lebih sedikit terjadi pada anestesi spinal dengan pendekatan

paramedian dibandingkan median. Dari 25 pasien dalam kelompok anestesi spinal

dengan jarum 25-G Whitacre melalui pendekatan median didapatkan 2 pasien

dengan skor nyeri ringan (paramedian = 0 pasien dari 25 pasien) dan 5 pasien

dengan skor nyeri sedang (paramedian = 1 pasien dari 25 pasien). Hal ini bisa

terjadi selain dikarenakan kemudahan dalam injeksi menembus dura juga

dihubungkan dengan jumlah insersi jarum spinal yang menembus duramater.

Namun demikian data-data yang mendukung alasan ini belum banyak. Pada

pendekatan median, jarum melewati supraspinal, interspinal dan ligamentum

4
flavum sedangkan paramedian langsung menembus ligamentum flavum setelah

melewati otot-otot paraspinal (Haider et al., 2005).

Dari Cho & Lee, 2000 didapatkan bahwa pendekatan paramedian pada

anestesi spinal dengan posisi tegak (kepala tidak fleksi penuh) memiliki tingkat

keberhasilan yang lebih tinggi daripada pendekatan median. Dari penelitian

tersebut tingkat keberhasilan anestesi spinal pada posisi kepala fleksi-penuh

dengan pendekatan median 100% (47 pasien) dan dengan pendekatan paramedian

juga 100% (48 pasien), sedangkan tingkat keberhasilan anestesi spinal pada posisi

tegak (kepala tidak fleksi penuh) dengan pendekatan median 13% (3 dari 23

pasien) dan dengan pendekatan paramedian 78.3% (18 dari 23 pasien) (Cho &

Lee, 2000).

Khanduri, 2002 melakukan penelitian anestesi spinal dengan pendekatan

paramedian pada 60 operasi di bawah umbilical dan didapatkan tingkat

keberhasilan 77% (46 dari 60 pasien) pada usaha pertama memasukkan jarum

spinal ke dalam ruang subarachnoid, 17% (10 dar 60 pasien) pada usaha kedua,

6% (4 dari 60 pasien) pada usaha ketiga dan 0% pada usaha lebih dari tiga kali

(Khanduri, 2002). Rabinowitz et al., 2007 melakukan CSA (Continuous Spinal

Anesthesia) pada 40 pasien berusia lebih dari 75 tahun yang menjalani operasi

repair hip. Usaha pertama memasukkan jarum spinal ke dalam ruang

subarachnoid, yang dinilai dari terlihatnya LCS (Liquor Cerebro Spinal) di jarum

spinal, pada kelompok pendekatan median didapatkan tingkat keberhasilan 45%

sedangkan kelompok paramedian 85% (Rabinowitz et al., 2007).

5
1.2 Rumusan Masalah

Pada geriatri seringkali terjadi degeneratif massa otot dan secara

mikroskopik terjadi penebalan celah penghubung neuromuskular. Arthritis,

osteoporosis, kelemahan dan kekakuan ligamen, cenderung mudah terjadi fraktur

dan dislokasi sendi pada tiap gerakan dan posisi intraoperatif sehingga menjadi

penyulit anestesi epidural dan spinal.

Pendekatan paramedian merupakan salah satu tehnik yang digunakan

untuk menembus ruang subarachnoid dalam anestesi spinal. Dengan tehnik ini

dapat langsung menembus ligamentum flavum setelah melewati otot-otot

paraspinal, tidak memerlukan posisi fleksi penuh dan berguna pada kasus

perubahan degeneratif di struktur interspinous.

Adanya pendekatan paramedian diharapkan dapat memberikan alternatif

tehnik dengan angka keberhasilan yang tinggi saat melakukan anestesi spinal pada

pasien geriatri.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian singkat di atas, maka dibuat suatu pertanyaan

penelitian yaitu : apakah pendekatan paramedian memberikan angka

keberhasialan lebih tinggi pada usaha pertama dibandingkan pendekatan median

saat anestesi spinal pada pasien geriatri?

6
1.4 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbandingan angka keberhasilan pada usaha pertama

pada pendekatan paramedian dan pendekatan median saat anestesi spinal pada

pasien geriatri.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini dapat melengkapi

serangkaian penelitian pembuktian dan tambahan sumber pustaka dalam

memberikan pertimbangan untuk pilihan tehnik pendekatan saat anestesi spinal

pada geriatri.

Manfaat bagi klinisi khususnya dokter anestesi dapat memberikan

rekomendasi tehnik pendekatan saat anestesi spinal pada geriatri untuk

mendapatkan angka keberhasilan yang tinggi.

1.6 Keaslian Penelitian

Menurut Sohail et al., 2011 melalui penelitian cross-sectional pada 100

operasi perut kebawah dan operasi ekstremitas bawah didapatkan rata-rata

keberhasilan anestesi spinal dengan pendekatan median 84% (paramedian 96%)

dan berhasil 48% (paramedian 70%) pada usaha pertama memasukkan jarum

spinal ke dalam ruang subarachnoid.

Rabinowitz et al., 2007 melakukan CSA (Continuous Spinal Anesthesia)

pada 40 pasien berusia lebih dari 75 tahun yang menjalani operasi repair hip.

Usaha pertama memasukkan jarum spinal ke dalam ruang subarachnoid yang

7
dinilai dari terlihatnya LCS (Liquor Cerebro Spinal) di jarum spinal, pada

kelompok pendekatan median didapatkan tingkat keberhasilan 45% sedangkan

kelompok paramedian 85%.

Penelitian ini membandingkan angka keberhasilan keluarnya LCS pada

usaha pertama dengan pendekatan paramedian dan pendekatan median saat

anestesi spinal pada pasien geriatri sebagai luaran primer. Penulis belum

menemukan penelitian sama yang pernah dilakukan di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta.

8
Tabel 1. Beberapa penelitian tentang pendekatan paramedian saat anestesi spinal.
Peneliti Jenis Tingkat Sampel
Yang Dibandingkan Hasil
(tahun) Pembedahan Keberhasilan Total

1. Cho & Lee, (1)Kepala fleksi-paramedian Operasi bawah (1) 100%, 142 pendekatan paramedian pada anestesi spinal
2000 (2)Kepala fleksi-median umbilical (2) 100%, dengan posisi tegak (kepala tidak fleksi penuh)
(3)Kepala tegak-paramedian (3) 78.3% memiliki angka keberhasilan yang lebih tinggi
(4)Kepala tegak-median (4) 13% daripada pendekatan median

2. Khanduri, (1) usaha ke-1 Operasi bawah (1) 77% 60 Anestesi spinal dengan pendekatan paramedian
2002 (2) usaha ke-2 umbilikal - SAB (2) 17%, menjadi pilihan tehnik dalam era modern.
(3) usaha ke-3 paramedian (3) 6%
(4)usaha ke- >3 (4) 0%

CSA pasien geriatri dengan pendekatan


3. Rabinowitz et (1) CSA paramedian Operasi repair (1) 85% 40
paramedian memberikan angka keberhasilan
al., 2007 (2) CSA median hip pada usia (2) 45% lebih tinggi dibandingkan pendekatan median.
>75 thn

4.Sohail et al., (1) SAB paramedian Operasi (1)96%, 100 SAB dengan pendekatan paramedian
2011 (2) SAB median umbilikal ke (2)84% memberikan angka keberhasilan lebih tinggi
bawah dan dibandingkan pendekatan median.
ekstremitas
bawah

Você também pode gostar