Você está na página 1de 21

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA TN. H DENGAN SKIZOFRENIA PARANOID


DI RUANG SENNA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Profesi Ners


Stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :

1. Moh. Al Khoif Billah (J.230.155.056)


2. Mafudz Bayu (J.230.155.060)
3. M. Yusuf Bachtiar (J.230.155.067)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
BAB I
GAMBARAN KASUS

Kesehatan jiwa terdiri dari persepsi yang sesuai dengan realitas, mampu menerima
diri sendiri dan orang lain secara alami, mampu fokus dalam memecahkan masalah,
menunjukkan kemampuan secara spontan, mempunyai otonomi, mandiri, kreatif, puas
dengan hubungan interpersonal, kaya pengalaman yang bermanfaat, menganggap hidup ini
sebagai sesuatu yang indah (Ngadiran, 2010).
Menurut WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa prevalensi masalah
kesehatan jiwa saat ini cukup tinggi, 25% dari penduduk dunia pernah menderita masalah
kesehatan jiwa, 5 % diantaranya mengalami gangguan jiwa dengan skizofrenia tak terinci.
Potensi sesorang mudah terserang gangguan jiwa memang tinggi, setiap saat 450 juta orang
diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa , syaraf, maupun perilaku. Salah satu
bentuk gangguan jiwa yang terdapat diseluruh dunia adalah gangguan jiwa yaitu skizofrenia
paranoid (Riza, 2010).
Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas), 2013 (Depkes RI, 2013)
menyebutkan 14,1 % penduduk indonesia mengalami gangguan jiwa dari ringan hingga
berat. Data dari 33 rumah sakit di seluruh Indonesia menyebutkan hingga kini penderita
skizofrenia paranoid mencapai 2,5 juta orang.
Persepsi masyarakat bahwa penderita gangguan jiwa adalah sesuatu yang mengancam
juga harus diluruskan. Selama ini keluarga masih beranggapan bahwa penanganan penderita
gangguan jiwa adalah tanggung jawab pihak rumah sakit jiwa saja, padahal faktor yang
memegang peranan penting dalam hal perawatan penderita adalah keluarga serta masyarakat
disekitar penderita gangguan jiwa tersebut (Kusumawati, 2009).
Gangguan kejiwaan atau skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional
berupa gangguan mental yang berulang yang ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang pas
seperti kemunduran fungsi sosial, fungsi kerja, dan perawatan diri. Salah satu tanda dan
gejala klien yang mengalami skizofrenia adalah terjadinya kemunduran sosial. Kemunduran
sosial tersebut terjadi apabila seseorang mengalami ketidakmampuan atau kegagalan dalam
menyesuaikan diri (maladaptif) terhadap lingkungannya, seseorang tersebut tidak mampu
berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain atau secara baik, sehingga menimbulkan
gangguan kejiwaan yang mengakibatkan timbulnya perilaku maladaptif terhadap lingkungan
disekitarnya (Stuart, 2005).
Skizofrenia merupakan sebuah sindrom komplek yang dapat merusak pada efek
kehidupan penderita maupan anggota keluarganya atau gangguan mental dini untuk
melukiskan bentuk psikosis tertentu yang sesuai dengan pengertian skizofrenia sekarang.
Terdapat beberapa jenis skizofrenia yaitu skizofrenia tak terinci, paranoid, simplek, residual,
tak terorganisir, afektif, katatonik (Durand dan H.Barlow, 2007).
Skizofrenia paranoid adalah karakteristik tentang adanya delusi (paham) kerja atau
kebesaran dan halusinasi pendengaran, kadang-kadang individu tertekan, menjadi korban dan
beranggapan diawasi, dimusuhi, dan agresif (Townsend, 2005).
Berdasarkan data Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Surakarta (2015),
jumlah pasien keseluruhan pasien pada bulan Januari-Agustus 2015 adalah 10268 pasien dan
dari sejumlah pasien tersebut didapatkan 3087 pasien yang mengalami Skizofrenia Paranoid.
Di Ruang Sena ada sekitar 43 % (18) pasien dengan skizorenia paranoid.
Berdasarkan data yang didapat maka, kami memilih kasus “Skizofrenia paranoid”
pada pasien Tn. H di ruang Sena RSJD Surakarta”, dimana klien memiliki gangguan
halusinasi, resiko perilaku kekerasan dan waham curiga atau gangguan isi pikir. Berdasarkan
pengkajian klien pertama kalinya di rawat di RSJD Surakarta.
BAB II
TINDAKAN YANG SUDAH DILAKUKAN

Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. H yang berusia 23 tahun, dengan diagnosa
medis skizofrenia paranoid. Tindakan yang sudah dilakukan untuk diagnosa gangguan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan distorsi kognitif dan perceptual
individu adalah membina hubungan saling percaya (salam terapeutik, perkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang dan buat kontrak waktu dan
tempat yang jelas), ciptakan lingkungan yang tenang, membantu klien untuk mengenal
halusinasinya, membantu klien untuk mengontrol halusinasinya dengan cara yang pertama
yaitu tutup mata dan meyakininya dalam hati lalu bilang pada diri sendiri yaitu “pergi-pergi,
kamu suara palsu !”, lalu mengalihkan pikiran klien ke kegiatan yang klien sukai, bercakap-
cakap dengan orang lain, membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan harian, dan
mengajarkan relaksasi progresif. Kemudian melakukan evaluasi terhadap klien yaitu
menanyakan kembali perasaan klien.
Tindakan yang sudah dilakukan pada diagnosa resiko perilaku kekerasan : menciderai
diri sendiri adalah membina hubungan saling percaya (salam terapeutik, perkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, dan buat kontrak waktu dan
tempat yang jelas), menciptakan lingkungan yang tenang, membantu klien untuk
mengidentifikasi emosinya, membantu klien mengontrol emosinya dengan cara melakukan
teknik napas dalam dan teknik relaksasi progresif. Kemudian melakukan evaluasi terhadap
klien yaitu menanyakan kembali perasaan klien.
Tindakan yang sudah dilakukan pada diagnosa gangguan isi pikir: waham curiga
berhubungan dengan disorientasi realitas adalah membina hubungan saling percaya (salam
terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang dan
buat kontrak waktu dan tempat yang jelas), membantu klien merubah pola pikir tentang hal
yang dia curigai dengan cara meyakini keyakinan klien yang salah, jangan membantah
maupun menyangkal keyakinan klien, membantu klien mencoba menghubungkan keyakinan
yang salah tersebut dengan peningkatan ansietas yang yang dirasakan oleh klien seperti napas
dalam dan relaksasi progresif, membantu memfokuskan dan menguatkan klien pada realita.
Kemudian melakukan evaluasi terhadap klien yaitu menanyakan kembali perasaan klien.
Klien mampu merubah pola pikir yang tadinya negative terhadap orang orang yang berada di
sekelilingnya menjadi positif.
BAB III
EVALUASI TINDAKAN

Berdasarkan intervensi yang telah dilakukan didapatkan respon klien sebagai berikut
:
1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan distorsi kognitif
dan perceptual individu :
S :

 Klien mengatakan sudah jarang mendengar suara-suara laki-laki yang menyuruhya


utuk meloncat kesumur.
 Klien mengatakan suara itu datang disaat klien sendiri dan frekuensi sekitar ± 1 kali
dalam sehari. Saat suara itu datang klien merasa bingung. Klien mengatakan ia akan
mencoba untuk lebih sering berinteraksi dengan orang disekitarnya.
 Klien mengatakan mau mempraktekkan cara pertama yaitu mengalihkan halusinasi
apabila mendengar suara itu.
 Klien mengatakan mau mempraktekkan cara kedua yaitu beraktivitas dan membuat
jadwal kegiatan.
 Klien mengatakan akan mempraktekkan relaksasi progresif bila cemas setelah
mendengar suara-suara
O :

 Kontak mata dan perhatian ada


 Komunikasi efektif
 Senyum-senyum sendiri
 Afek datar
 Penampilan rapi dan sesuai memakai baju RSJ
 Aktivitas Motorik aktif
 Klien kooperatif
A : Masalah Teratasi :
 Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara yang pertama yaitu mengalihkan
halusinasi suara-suara yang di dengar.
 Klien mengontrol halusinasi dengan cara yang kedua yaitu mampu beraktivitas dan
membuat jadwal kegiatan
 Klien mampu mempraktekkan cara relaksasi progresif ketika cemas setelah
mendengar bisikan
P : Pertahankan intervensi
Klien:
- Anjurkan klien untuk mempraktekkan sendiri ketika mendengar suara/saat
halusinasi datang
- Anjurkan klien mempraktekkan cara relaksasi progresif
- Masukkan ke dalam jadwal harian
Perawat:
- Evaluasi cara-cara yang telah diajarkan pada klien
- Ajarkan cara-cara lain untuk mengontrol halusinasi

2. Resiko Perilaku Kekerasan : terhdap diri sendiri


S:
- Klien mengatakan ia sudah merasa tenang, tidak takut lagi kalau suara itu terdengar
kembali
- Klien mengatakan sudah mulai mampu mengotrol emosinya
- Klien mengatakan mampu mempraktekkan teknik napas dalam dan relaksasi progresif
jika emosinya meningkat
O:
- Klien tampak tenang
- Kontak mata dan perhatian terhadap pembicaraan ada
- Klien nampak cemas mondar-mandir, susah tidur dan sedih karena ingin pulang
A : Masalah teratasi :
- Klien mampu mampu mengalihkan emosinya dengan cara nafas dalam dan relaksasi
progresif.
- Klien tidak takut terhadap suara – suara yang di dengarnya..
P:
Pertahankan intervensi :
Klien:
- Evaluasi tindakan mengontol emosi yaitu teknik napas dalam
- Evaluasi tindakan mengontrol emosi yaitu relaksasi progresif
Perawat:
- Evaluasi cara-cara yang telah diajarkan untuk memfokuskan pembicaraan.
3. Gangguan isi pikir: waham curiga
S :
- Klien mengatakan sudah tidak berpikiran negative lagi pada orang atau teman
disekelilingnya.
- Klien mengatakan tidak semua yang berada disekitarnya itu orang baik
O :
 Kontak mata dan perhatian ada
 Komunikasi efektif
 Penampilan rapi dan sesuai memakai baju RSJ
 Aktivitas Motorik baik semangat
 Klien kooperatif
A : Masalah Teratasi :
 Klien mampu merubah pola pikirnya tentang orang-orang disekitarnya
P : Pertahankan intervensi
Klien:
- Pertahankan pola pikir pasien
Perawat:
- Dukung pola pikir positif klien tentang perempuan.
BAB IV
PEMBAHASAN FAKTA EMPIRIS DAN NORMATIF
TERHADAP KASUS KELOLAAN

Berdasarkan kasus Tn. H yang berumur 23 tahun, klien memiliki koping defensif
berhubungan dengan gangguan fisiologis.
1. Koping defensif berhubungan dengan gangguan fisiologis.
Tindakan yang sudah dilakukan untuk diagnosa koping defensif berhubungan dengan
gangguan fisiologis adalah membina hubungan saling percaya (salam terapeutik,
perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang dan buat
kontrak waktu dan tempat yang jelas), membantu klien untuk mengenal halusinasinya,
membantu klien untuk mengontrol halusinasinya dengan cara yang pertama yaitu
meyakini dalam hati dan bilang pada diri sendiri yaitu “pergi-pergi, kamu suara palsu!”,
bercakap-cakap dengan orang lain, membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan harian,
meminum obat secara teratur dan meminta keluarga untuk menegur klien apabila
mengalami halusinasi, memberikan pujian dan penghargaan kepada klien bahwa hal yang
dilakukan klien baik dan benar. Kemudian melakukan evaluasi terhadap klien yaitu
menanyakan kembali perasaan klien. Klien mengatakan sudah mulai tenang, klien sudah
tidak pernah mendengar suara-suara.
Hal ini sesuai dengan teori menurut Stuart dan Sundeen (2005), halusinasi adalah
mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Sebagian
penderita mendengar suara-suara atau bisikan bersifat menghibur atau menakutkan atau
suara-suara dan bisikan yang negatif/ buruk atau memberi perintah tertentu.
Adapun jurnal yang mendukung untuk mengurangi halusinasi, yaitu “Recovering from
hallucinations: A Qualitatif Study of coping with voic hearing of people with
schizophrenia in hong kong”. Intervensi yang diterapkan dalam jurnal ini adalah
melakukan terapi kognitif dan pelatihan koping terhadap klien dan keluarga. Intervensi
kognitif dilakukan dengan cara focus pada peristiwa terjadinya halusinasi, kognisi
(pengenalan), respon emosi dan tingkah laku, konsekuensi dari reaksi halusinasi untuk diri
sendiri dan orang lain. Klien diminta untuk mengembangkan strategi koping dan
memonitor serta mengidentifakasi halusinasi (isi, kapan, bentuk, durasi, intensitas, situasi,
koping strategi yang digunakan, dan respon yang dihasilkan). Intervensi pada pelatihan
koping ditujukkan pada keluarga yaitu keluarga diharapkan dapat berperan aktif dalam
proses perawatan.
2. Yang kedua, untuk masalah gangguan resiko perilaku kekerasan : menciderai diri sendiri
behubungan dengan masalah emosi (marah)
Telah dilakukan yaitu pertama memotivasi klien untuk mengungkapkan penyebab
kemarahannya, dengan mengungkapkan penyebab kemarahan klien maka akan
mengurangi beban mental klien. Kemudian mendiskusikan cara mengungkapkan
kemarahan dengan nafas dalam, memukul kasur dengan bantal, relaksasi progresif, sholat
dan zikir sehingga klien dapat memfokuskan kemarahan dengan cara yang positif sehingga
mengurangi resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain. Setelah dilakukan evaluasi
didapatkan klien mampu mengontrol emosinya, bicara tenang, tidak mengepalkan tangan
dan intonasi suara rendah.
Hal ini sesuai dengan teori Keliat (2006) yaitu beberapa kiat pendekatan pada
seseorang yang potensial melakukan tindakan kekerasan adalah memahami pola pikiran
(the mindset) seseorang dengan hostilitas dan potensi melakukan tindakan kekerasan.
Seseorang pada hakikatnya membutuhkan kesempatan untuk dapat menyampaikan
pendapatnya, berikan kesempatan kepadanya untuk mengutarakan isi pikiran sekalipun
pemahamannya menyimpang. Kemudian dengan sikap empati, lalu hindari sikap
konfrontative mengancam, lakukan alternatif penyelesaian masalah (merumuskan
pemecahan masalah yang menjadi resolusi). Bergerak kearah yang win-win resolusi.
Mengalihkan fokus dari apa yang tidak dapat klien lakukan menjadi apa yang dapat klien
lakukan.

3. Gangguan isi pikir : waham curiga berhubungan dengan disorientasi realiatas.


Tindakan yang sudah dilakukan untuk diagnosa Gangguan isi pikir : waham curiga
berhubungan dengan disorientasi realiatas adalah membina hubungan saling percaya
(salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang
tenang dan buat kontrak waktu dan tempat yang jelas), membantu klien merubah pola
pikir tentang hal yang dia curigai dengan cara meyakini keyakinan klien yang salah,
jangan membantah maupun menyangkal keyakinan klien, membantu klien mencoba
menghubungkan keyakinan yang salah tersebut dengan peningkatan ansietas yang yang
dirasakan oleh klien seperti napas dalam dan relaksasi progresif, membantu memfokuskan
dan menguatkan klien pada realita. Kemudian melakukan evaluasi terhadap klien yaitu
menanyakan kembali perasaan klien. Klien mampu merubah pola pikir yang tadinya
negative terhadap perempuan menjadi lebih positif.
Hal ini sesuai dengan teori menurut Stuart dan Sundeen (2006), waham adalah
keyakinan yang salah tidak dapat diubah dengan penalaran atau bujukan, sangat tidak
logis, dan kacu tetapi klien tidak menyadarai hal tersebut dan meganggap sebagai fakta
dan tidak dapat diubah oleh siapapun.

Adapun jurnal yang mendukung untuk mengurangi waham yaitu, “”.

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


PADA Tn. N DENGAN SKIZOFRENIA PARANOID
DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

A. PENGKAJIAN
RUANG RAWAT : RUANG SENA
TGL DIRAWAT : 12 November 2015

I. IDENTIFIKASI
A. Identitas Klien
Nama inisial : Tn. H
Alamat : Wonorejo
Umur : 23 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal di rawat : 10/11/2015 Jam: 18.45 WIB
Tanggal pengkajian : 12/11/2015 Jam: 10.30 WIB
Informan : Klien dan Perawat
No.RM : 026xxx
Dx.Medis : Skizofrenia Paranoid

B. Penanggung Jawab
Nama : Tn. F
Umur : 31 Tahun
Alamat : wonorejo
Hubungan dengan klien : kakak

II. FAKTOR PRESIPITASI


Klien H berusia 23 tahun dirawat dibangsal sena dengan diagnose medis Skizofrenia
Paranoid. Klien baru sekali ini masuk rumah sakit. Klien merasa sedih karena teringat
seseorang. Hari ini klien mengatakan perasaannya senang tampak senyum saat
ditanya. Klien mengatakan pengen pulang karena kangen sama ibu dan bapak. Klien
saat ditanya hanya mengatakan kata kata tertentu saja, klien sangat kooperatif, kontak
mata klien baik, klien kebanyakan menatap saat ditanya. Wajah klien nampak sedih,
kurang bersemangat. Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 88x/menit, RR 24x/menit.

III. FAKTOR PREDISPOSISI


Klien sebelumnya belum pernah mengalami ini adalah pertamakalinya klien masuk ke
RSJ. Sebelumnya belum pernah dilakukan pengobatan. Klien pernah melakukan
pencurian dan juga minuman keras. Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai
riwatat penyakit yang sama dengan klien. Klien mempunyai pengalaman yang tidak
menyenangkan yaitu tidak sukses-sukses dalam bekerja.
IV. FISIK
1. Tanda vital : TD = 120/80 mmHg
N = 88 x/menit
S = 36,5 0C
RR = 24 x/menit
2. Ukur : TB = 168 cm
BB = 68 kg
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Garis keturunan
23
88 : Garis pernikahan
99
88 23 : Klien
88
: tinggal serumah
99
88 1.

Klien tinggal bersama ibu dan bapak, dan juga adik

2. Konsep diri
a. Gambaran diri
Klien mengatakan bahwa ia menyukai rambutnya karena rambutnya bisa
tumbuh panjang dan bisa di berikan minyak, sehingga rambutnya menjadi
wangi. Tidak ada bagian tubuh lain yang disukai klien
b. Identitas
Klien mengatakan bahwa ia seorang laki-laki berusia 23 tahun dan belum
menikah, pendidikan klien hanya sampai lulusan SMP, pasien pernah bekerja
sebagai pelayan warung makan di Medan.
c. Peran
Klien mengatakan bahwa dirinya tidak pernah ikut kegiatan masyarakat. Klien
mengatakan dirinya hanya sering kumpul bersama teman-teman di warung hik
langganan
d. Ideal diri
Klien mengatakan ingin cepat pulang agar bisa berkumpul dengan keluarga,
dan klien mengatakan setelah sembuh ingin bekerja lagi untuk membantu
perekonomian keluarga dan ingin mencari biaya untuk menikah dan punya anak
e. Harga diri
Klien mengatakan mudah berinteraksi dengan orang lain, tetapi saat sakit
sekarang ini klien mengatakan jarang berinteraksi dengan pasien lain karena dia
menganggap orang lain gila semua meskipun mau hanya dengan teman pasien
tertentu saja serta perawat-perawat yang berjaga di ruang Sena
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti :
klien mengatakan bahwa orang yang berarti untuk dirinya adalah ibu dan
bapaknya dan seseorang yang selalu dihatinya.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok
Klien mengatakan selama sakit jarang berkumpul bersama teman-teman di
ruangan, klien hanya berkumpul dengan perawat atau mahasiswa praktikan
yang dibangsal, klien hanya berbicara dengan satu dua orang kemudian istirahat
ditempat tidurnya.
c. Hambatan berhubungan dengan orang lain :
Klien mengatakan mudah untuk berinteraksi dengan orang lain namun tidak
semua orang diajak mengobrol hanya dengan satu atau dua orang yang sering di
ajak mengobrol. Klien mengatakan selalu menyendiri karena menganggap
hanya dirinya yang sehat.
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan :
Klien mengatakan bahwa dirinya itu tidak gila atau gangguan jiwa. Klien
mengatakan dirinya disini hanya mencari obat setelah itu pulang. Klien
mengatakan bahwa sakitnya hanya cobaan dan apabila bersabar akan segera
sembuh. Klien mengatakan bahwa ia beragama islam, sebelum di ruangan
pasien mengatakan selalu kemajid untuk menjalankan sholat dan mengaji.
b. Kegiatan ibadah :
Sebelum sakit : Klien mengatakan ketika dirumah sering ke masjid untuk sholat
5 waktu dan juga mengaji terkadang menjalankannya dirumah.
Saat sakit : Klien mengatakan selama sakit jarang menjalankan sholat 5 waktu.
VI. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Penampilan diri klien secara umum cukup rapi, memakai baju, baju terkancing dan
klien mandi 3x sehari serta mengganti bajunya, kuku klien tampak pendek dan
bersih, rambut pendek bersih.
2. Pembicaraan
Pembicaraan klien cepat sesuai dan mampu memulai pembicaraan.
3. Aktivitas motorik
Klien tampak segar atau bersemangat, klien kooperatif bila diajak berbicara dan
selalu pecaya diri. Klien sering mondar-mandir, klien mengatakan ingin segera
pulang.
Masalah keperawatan : Ansietas (cemas)
4. Alam Perasaan
klien merasa biasa saja, tapi klien sudah merindukan rumah dan kedua orang
tuanya dan seseorang yang selalu dipujinya.
5. Afek
klien dapat mengekpresikan perasaannya saat diajak bicara
6. Interaksi selama wawancara
Selama wawancara berlangsung, klien Kooperatif dan klien selalu menatap lawan
bicaranya
7. Persepsi
Klien memiliki halusinasi pendengaran, berisi suara laki-laki yang menyuruhnya
meloncat ke dalam sumur. Klien mengatakan suara itu adalah suara jin laki-laki.
Klien mengatakan suara itu muncul pada saat sendirian.
8. Proses pikir
Saat wawancara berlangsung klien selalu berbelit-belit dalam menjawab namun
sampai pada tujuan pembicaraaan.
9. Isi pikir
Klien saat dilakuan wawancara mengatakan tidak pernah kumpul dengan yang lain
karena klien merasa dirinya disini tidak mengalami gangguan jiwa dan yang lainya
itu sakit jiwa. Karena itu klien jarang kumpul dengan yang lain dan hanya dengan
satu dua orang saja atau dengan perawat yang jaga, kalau tidak hanya tiduran saja.
Masalah Keperawatan : Gangguan Proses piker : waham curiga
10. Tingkat kesadaran
Klien tidak mengalami disorientasi waktu, tempat dan orang, saat perawat
bertanya klien mengatakan bahwa dirinya sedang di RSJD Surakarta dan sedang
berbicra dengan perawat
11. Memori
klien tidak mengalami gangguan daya ingat, klien mengingat sedang berbicara
dengan siapa saat dilakukan wawancara. Klien mengingat rumahnya berada di
wonorejo, klien mengingat nama bapak dan ibunya
12. Tingkat Konsentrasi dan berhitung
Klien mampu menghitung sederhana (misalnya 2+2 = 4, 4x6 = 24, dan 50:5= 10)
13. Kemampuan Penilaian
Klien tidak mengalami gangguan penilaian. Dimana pada saat diperintahkan
untuk memilih, klien dapat memilih dengan benar seperti masuk kamar mandi
baru lepas baju setelah itu mandi, daripada lepas baju diluar kamar mandi baru
masuk ke kamar mandi lalu mandi.
14. Daya tilik diri
Klien tidak mampu menerima keadaan dirinya saat ini. Klien mengatakan karena
dirinya merasa yang lainnya sakit dan dirinya sehat.

VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Makan
Klien mampu makan sendiri (mandiri) dan klien mampu membersihkan alat
makan secara mandiri.
2. BAB/BAK
Klien mampu BAB/BAK secara mandiri. Klien mampu membersihkan diri
setelah BAB/BAK.
3. Mandi
Klien tidak membutuhkan bantuan saat mandi, klien mampu cuci rambut
sendiri, dan klien mandi 3x sehari.
4. Berpakaian/berhias
Klien mampu mengenakan pakaian sendiri dan dalam berpakaian sesuai
dengan yang harus dipakai. Klien mampu berhias secara mandiri.
5. Istirahat dan tidur
Tidur siang lama : 13.00-15.00
Tidur malam lama : 20.00-05.00 dengan kualitas tidur nyenyak
Kegiatan sebelum tidur klien duduk-duduk melihat TV, atau tiduran saja
ditempat tidur, klien jarang mengobrol dengan yang lainnya.
6. Penggunaan obat
Klien mampu minum obat secara mandiri namun didampingi oleh perawat.
Klien minum obat 2 x sehari
7. Pemeliharaan kesehatan
Klien mengatakan akan kontrol secara rutin dan minum obat teratur setelah
pulang dari RSJ karena tidak mau di rawat di RSJ. Klien membutuhkan
dukungan ibu dan bapakya
8. Kegiatan di dalam rumah
Klien akan menyiapkan makan sendiri, merapikan rumah sendiri, mencuci
pakaiannya sendiri dan yang bisa dilakukan akan dikerjakan sendiri.
9. Kegiatan di luar rumah
Kegitan diluar rumah yaitu klien sebagai seorang buruh pelayan di warung
makan.

VII. MEKANISME KOPING


Adaptif :
1. Klien akan berbicara dengan orang lain atau bersosialisasi
2. Klien akan berusaha menyeleseikan masalahnya.
3. Klien akan menghidari hal hal negative yang dapat menciderai diri sendiri.
4. Pasien mampu melakukan tehnik relaksasi nafas dalam dan progresif
5. Klien mampu menghadirkan kenyataan (presenting reality)
Maladaptif :
1. Klien menghindari masalahnya
2. Pasien menciderai diri
3. Klien tidak mau berkumpul dengan yang lain
VIII. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
1. Klien tidak memiliki masalah dukungan kelompok
2. Kien hanya lulusan sekolah menegah pertama
3. Klien tidak memiliki masalah dengan perumahan
4. Klien berasal dari keluarga dengan ekonomi menegah ke bawah untuk perawatan
selama di rsj klien dijamin entahlah
5. Klien tidak memiliki masalah dengan pelayanan kesehatan umum
IX. PENGETAHUAN KURANG TENTANG
Pengetahuan klien tentang koping, factor presipitasi dan obat-obatan kurang
X. ASPEK MEDIK
Diagnosa Medik : Skizofrenia Paranoid
Terapi Medik :
1. Risperidon 2x3 mg
2. Chlorpromazine 2x100 mg
XI. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
1. Resiko perilaku menciderai diri sendiri
2. Ketidak mampuan koping
3. Anxietas
4. Gangguan persepsi sensori : pendengaran
5. Gangguan isi piker : Waham Curiga

XII. ANALISA DATA


NO DATA PROBLEM ETIOLOGI
1 DS: Gangguan persepsi Stress psikologis
- Klien mengatakan apabila sensori :
sendiri ada bisikan-bisikan pendengaran
suara laki-laki
- Klien mengatakan suara
laki-laki itu menyurhnya
meloncat ke sumur
DO:
- Klien mengalami halusinasi
pendengaran
Jenis : pendengaran
Isi : suara laki-laki yang
menyuruhnya untuk
meloncat kesumur
Frekuensi : satu kali sehari
Respon : klien ingin
meloncat
Durasi : + 5 menit
Bentuk : suara laki-laki
(jin)
2 DS: Ketidak efektifan Tidak adekuatnya
- Klien mengatakan pernah koping tingkat persepsi
mencuri kendali diri
- Klien mengatakan pernah
minum minuman keras
- Klien mengatakan
menyukai seseorang tapi
tidak kesampaian
DO:
- Klien mempunyai riwayat
mencuri dan juga minum
minuman keras
3 DS: Resiko menciderai Ketidak efektifan
- Klien mengatakan ingin diri koping
meloncat kesumur karea
mendapat bisikan (jin)
- Klien mengatakan putus asa
DO:
- Klien tampak sedih
- Wajah tampak putus asa
4 DS: Gangguan isi piker Disorientasi
- Klien mengatakan bahwa : Waham Curiga realitas
dirinya tidak mau
berkumpul dengan yang
lain atau mengobrol karena
klien merasa dirinya tidak
gangguan jiwa dan
mengatakan yang lainya
gangguan jiw karena sering
marah-marah
DO:
- Klien tampak selu
menyendiri jaarang
mengobrol dengan yang
lain
- Klien tampak percaya diri
saja
5 DS: anxietas Perubahan status
- Klien mengatakan cemas kesehatan
karena ibunya belum
menengok
- Klien mengatakan
merindukan ibunya
- Klien hari ini mengatakan
lebih tenang
DO:
- Klien kooperatif
- Kontak mata baik
- Wajah nampak sedih
- Klien nampak tenang
- TD 140/80
- N 88 x/menit
- RR 24 x/ menit
XIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori : pendengaran b.d stress psikologis
2. Ketidak mampuan koping b.d tidak adekuatnya tingkat persepsi kendali diri
3. Resiko menciderai diri b.d mekanisme koping
4. Gangguan isi piker : waham curiga b.d disorientasi realitas
5. Anxietas b.d perubahan pada status kesehatan
XIV. INTERVENSI

No Diagnosa NOC NIC


1. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Hallucination
persepsi sensori keperawatan selama 3x24 jam, Management (6510)
: pendengaran diharapkan ansietas berkurang, a. Diskusikan cara baru
b.d stress dengan kriteria hasil : untuk memutuskan/
psikologis Distorted Thought Self- Control mengendalikan
(1403) halusinasi
a. Menyebutkan cara baru b. Bantu klien memilih
mengendalikan halusinasi (5) dan melatih cara
b. Memilih dan melaksanakan cara memutus/mengendali
baru mengendalikan halusinasi kan halusinasi secara
(5) bertahap
c. Melaksanakan cara yang dipilih c. Beri klien
untuk mengendalikan halusinasi kesempatan
(5) melakukan cara
Skala Indikator : mengendalikan atau
1 = Tidak pernah ditunjukkan memutus halusinasi
2 = Sekali ditunjukkan yang telah dipilih dan
3 = Beberapa kali ditunjukkan dilatih
4 = Sering ditunjukkan d. Evaluasi bersama
5 = Selalu ditunjukkan klien cara baru yang
dipilih dan diterapkan
dibandingkan dengan
cara yang biasa
dilakukan
Berikan reinforcement
kepada klien terhadap
cara yang dipilih dan
diterapkan
2 Ketidak Setelah dilakukan tindakan Coping Enhancement
mampuan keperawatan selama 3x24 jam, (3250)
koping b.d tidak diharapkan pasien dapat a. Kenali dampak
adekuatnya menunjukkan koping yang efektif, situasi kehidupan
tingkat persepsi dengan kriteria hasil : pasien terhadap peran
kendali diri Coping (1302) dan hubungan
a. Mengidentifikasi pola koping b. Evaluasi kemampuan
yang efektif dan tidak efektif pasien dalam
(5) membuat keputusan
b. Menggunakan perilaku untuk c. Gali bersama pasien
menurunkan stres (5) metode yang
c. Mengidentifikasi berbagai digunakan pada masa
strategi koping (5) sebelumnya dalam
d. Menggunakan strategi koping menghadapi masalah
yang paling efektif (5) hidup
e. Melaporkan penurunan d. Tentukan
perasaan negatif (5) kemungkinan
Skala Indikator : terjadinya risiko
1 = Tidak pernah ditunjukkan menyakiti diri
2 = Sekali ditunjukkan e. Anjurkan pasien
3 = Beberapa kali ditunjukkan untuk menggunakan
4 = Sering ditunjukkan teknik relaksasi, jika
5 = Selalu ditunjukkan perlu
f. Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
g. Ciptakan suasana
penerimaan
h. Bantu penyaluran
marah dan rasa
bermusuhan secara
konstruktif
3 Resiko Setelah dilakukan tindakan
menciderai diri keperawatan selama 3x24 jam,
b.d mekanisme diharapkan pasien dapat
koping menunjukkan mekanisme koping
positif.
KH:
- Tidak ada perilaku yang
menyimpang
- Tampak tenang
4 Gangguan isi TUM: 1. Tunjukkan bahwa
piker : waham Pasien dapat menyatakan anda menerima
curiga b.d berkurangnya pikiran-pikiran keyakinan pasien
disorientasi waham, pasien ampu membedakan yang salah tersebut,
realitas antara pikiran waham dengan sementara itu
realita. biarkan pasien tahu
bahwa anda tidak
TUK: mendukung
Setelah dilakukan interaksi selama keyakinan tersebut.
3x diharapkan pasien dapat 2. Jangan membantah
mengakui dan mengatakan bahwa atau menyangkal
ide-ide itu salah atau pikiran itu keyakinan pasien.
salah Gunakan teknik
keraguan yang
KH: beralasan sebagai
- Pasien dapat teknik terapeutik
mengungkapkan secara 3. Bantu pasien untuk
verbal refleksi dari proses menghubungkan
piker yang berorientasi keyakinan yang
pada realita salah tersebut
- Klien mampu menahan dengan peningkatan
diri dari berespon pada anxietas yang
pikiran delusi dirasakan pasien.
Diskusikan teknik
yang dapt
digunakan untuk
mengontrol
anxieatas ( missal,
napas dalam dan
realaksai progresiv
atau yang lainnya).
4. Focus dan kuatkan
pada realita kurangi
lamanya ingatan
tentang pikiran
irasional bicara
tentang kejadian-
kejadian dan orang
yang nyata
4 Anxietas b.d *Tingkat Anxietas *Penurunan anxietas
perubahan pada *Koping 1. Bina hubungan
status kesehatan Setelah dilakukan tindakan saling percaya
keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Gunakan tehnik
diharapkan anxietas berkurang komunikasi
dengan KH: terapeutik
- Wajah tampak rileks 3. Bantu klien
- Kontak mata baik mengidentifikas
- Tidak gelisah i situasi yang
menyebabkan
cemas
4. Ajarkan teknik
nonfamakologi :
napas dalam
dan relaksasi
progresif
5. Evaluasi
perasaan klie
setelah
dilakukan
relaksasi

Você também pode gostar