Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Berdasarkan rancangan dari kolom adsorpsi pada gambar III.1., maka berikut ini
adalah gambar hasil konstruksi kolom adsorpsi :
Tinggi =1,5 m
Diameter = 2¼ in
Kolom adsorpsi tersebut terdiri dari enam bagian utama, yaitu tabung silinder
untuk pemanas IPA, waterbath, pompa, kolom adsorpsi, kondensor, dan tabung
gas untuk meregenerasi adsorben.
25
Regenerasi molecular sieve membutuhkan temperatur tinggi yaitu 150-200oC.
Dalam proses konstruksinya, ternyata sistem perpipaan dan pompanya tidak kuat
untuk menahan temperatur tersebut. Akibatnya, regenerasi harus dilakukan
dengan mengeluarkan adsorben dari kolom untuk diregenerasi di oven pemanas.
Oleh karena itu, pipa dan pompa pada kolom sebaiknya diganti dengan pipa dan
pompa yang tahan pada temperatur tersebut.
Tabung silinder IPA berfungsi untuk mengubah IPA cair menjadi uap. Tabung
silinder ini dilengkapi dengan peralatan keselamatan proses seperti safety valve
dan barometer. Safety valve berfungsi untuk membuang gas secara otomatis bila
tekanan di dalam tabung terlalu tinggi. Barometer berfungsi untuk mengetahui
tekanan pada tabung pemanas IPA. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan
elemen listrik yang dipasang di bagian bawah dalam kolom. Temperatur dijaga
dengan termokontrol. Termokopel dimasukkan melalui lubang tersumbat yang
dipasang di bagian atas kolom.
26
Gambar IV.3. Waterbath
Fluida pemanas yang digunakan di dalam penelitian ini adalah air. Air dipanaskan
di dalam waterbath menggunakan elemen listrik. Temperatur diset pada 84oC.
Temperatur kolom diatur menggunakan termokontrol yang terhubung dengan
termokopel. Air yang telah panas kemudian dialirkan ke silinder luar dari kolom
adsorpsi yang menyelubungi silinder utama.
Berikut ini adalah kurva breakthrough yang diperoleh dari keseluruhan run yang
telah dilakukan. Dimana gambar IV.4 sampai IV.6 menunjukkan pengaruh laju
alir terhadap kurva breakthrough, dan gambar IV.7 sampai IV.10 menunjukkan
pengaruh waktu desorpsi terhadap kurva breahthrough.
27
0.60
0.55
0.50
0.45
0.40
0.35
C/Co
Gambar IV.4. Kurva breakthrough pada laju alir yang berbeda untuk waktu
desorpsi 3 jam
0.60
0.55
0.50
0.45
0.40
0.35 Laju alir 733 mL/jam
C/Co
Gambar IV.5 Kurva breakthrough pada laju alir yang berbeda untuk waktu
desorpsi 2 jam
28
1.00
0.95
0.90
0.85
0.80
0.75
0.70
0.65 Laju alir 750 mL/jam
0.60
0.55 Laju alir 1000 mL/jam
C/Co
Gambar IV.6 Kurva breakthrough pada laju alir yang berbeda untuk waktu
desorpsi 1 jam
0.45
0.40
0.35
0.30
Waktu desorpsi 3 jam
0.25
C/Co
Gambar IV.7 Kurva breakthrough untuk waktu desorpsi berbeda dan laju alir
700 mL/jam
29
0.60
0.55
0.50
0.45
0.40
0.35
C/Co
Gambar IV.8 Kurva breakthrough untuk waktu desorpsi berbeda dan laju alir
1000 mL/jam
0.90
0.85
0.80
0.75
0.70
0.65
0.60
0.55
0.50 Waktu desorpsi 3 jam
C/Co
0.45
0.40 Waktu desorpsi 2 jam
0.35
0.30 Waktu desorpsi 1 jam
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
0 50 100 150 200 250 300
Waktu (menit ke-)
Gambar IV.9 Kurva breakthrough untuk waktu desorpsi berbeda dan laju alir
1200 mL/jam
30
1.5
1.4
1.3
1.2
1.1
1.0
0.9
Waktu desorpsi 3 jam
C/Co
0.8
0.7 Waktu desorpsi 2 jam
0.6 Waktu desorpsi 1 jam
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
0 50 100 150 200 250 300
Waktu (menit ke-)
Gambar IV.10 Kurva breakthrough untuk waktu desorpsi berbeda dan laju alir
1600 mL/jam
Gambar IV.4 sampai IV.10 merupakan kurva breakthrough dari proses adsorpsi
yang dilakukan untuk laju alir 700 mL/jam,1000 mL/jam, 1200 mL.jam, dan 1600
mL/jam dengan waktu desorpsi masing-masing 3 jam, 2 jam, dan 1 jam. Absis
adalah waktu (menit) dan ordinat adalah C/Co dimana C adalah konsentrasi air di
dalam produk tiap waktu dan Co adalah konsentrasi air pada umpan. Dari gambar-
31
gambar tersebut, dapat dilihat bahwa konsentrasi air yang terdapat di dalam
produk semakin lama semakin meningkat. Pada awal proses adsorpsi,
perbandingan antara konsentrasi air yang keluar sebagai produk dengan
konsentrasi air dalam umpan adalah nol, hal ini berarti adsorben menyerap semua
air yang terkandung di dalam IPA umpan, dan berarti konsentrasi IPA adalah
100%. Nilai C/Co ini makin lama makin meningkat, hal ini menunjukkan bahwa
konsentrasi air yang terserap oleh adsorben semakin menurun, dan akibatnya
konsentrasi air dalam produk semakin meningkat dan konsentrasi IPA semkin
menurun. Sampai pada suatu saat, nilai C/Co ini telah mencapai nilai batas yang
diizinkan, atau titik tembus (break point). Batas yang diizinkan adalah pada saat
konsentrasi IPA 99,8%. Saat itu, konsentrasi air (C) adalah 0,2 %. Dimana
konsentrasi IPA umpan 95% dan konsentrasi air (Co) 5%, maka break pointnya
adalah 0,04. Ketika aliran diteruskan sampai melewati break point, konsentrasi
akan meningkat dengan cepat sampai kira-kira 0,5.
Gambar IV.4 sampai IV.6 menunjukkan pengaruh laju alir terhadap kurva
breakthrough. Dari gambar-gambar tersebut, dapat dilihat bahwa laju alir
berpengaruh terhadap waktu breakthrough. Semakin besar laju alir, semakin cepat
waktu breakthrough. Hal ini berarti semakin besar laju alir, semakin cepat proses
tersebut mencapai nilai batas yang diizinkan. Di dalam kolom adsorpsi, terjadi
kontak antara adsorben(molecular sieve) dan fluida. Molekul air dapat terikat kuat
dengan molecular sieve, sedangkan molekul IPA tidak dapat terikat dengan
molecular sieve. Semakin lambat laju alirnya, semakin lama waktu kontak antara
fluida dan molecular sieve, akibatnya semakin banyak pula air yang dapat diserap
oleh molecular sieve.
Dari gambar IV.3 untuk waktu desorpsi 3 jam diperoleh bahwa pada laju alir yang
paling kecil yaitu 738 mL/jam, waktu breakthroughnya yang paling lama yaitu
pada menit ke-330. Pada gambar IV.4 dapat dilihat untuk waktu desorpsi 2 jam
diperoleh bahwa pada laju alir yang paling kecil yaitu 733 mL/jam, waktu
breakthroughnya yang paling lama yaitu pada menit ke-210. Dari gambar IV.5
dapat dilihat untuk waktu desorpsi 1 jam diperoleh bahwa pada laju alir yang
32
paling kecil yaitu 750 mL/jam, waktu breakthroughnya yang paling lama yaitu
pada menit ke-75. Namun, waktu breakthrough yang lama berarti laju alirnya
kecil. Oleh karena itu, jika proses dihentikan pada waktu tertentu, volume yang
dihasilkan oleh laju alir yang lebih kecil tentu saja lebih sedikit dibandingkan
yang diproduksi oleh laju alir yang lebih besar. Sehingga, perlu diketahui laju alir
mana yang paling efektif. Efektifitas tersebut dapat diketahui dari seberapa
banyak volume IPA yang bisa dihasilkan dalam satu hari operasi pabrik.
Gambar IV.7 sampai IV.10 menunjukkan pengaruh waktu desorpsi terhadap kurva
breakthrough. Dari gambar-gambar tersebut, dapat dilihat bahwa waktu desorpsi
berpengaruh terhadap waktu breakthrough. Semakin lama waktu desorpsi,
semakin lama pula waktu breakthroughnya. Hal ini berarti semakin lama waktu
desorpsi, semakin lama pula proses adsorpsi mencapai nilai batas yang diizinkan.
Selama proses desorpsi, air yang terikat di dalam molecular sieve akan terlepas
dan berpindah ke medium pengering, dalam penelitian ini pengeringan dilakukan
dengan menggunakan oven pada temperatur 200 °C. Makin lama proses desorpsi
yang dilakukan, makin banyak pula jumlah air yang terikat di dalam molecular
sieve yang dapat dihilangkan. Kondisi tersebut akan berpengaruh pada kadar air
awal yang terkandung di dalam molecular sieve saat akan digunakan akan
digunakan proses adsorpsi selanjutnya. Semakin lama proses desorpsi, semakin
baik kondisi adsorben yang digunakan untuk proses adsorpsi selanjutnya.
Dari gambar IV.6 untuk laju alir 700 mL/jam diperoleh bahwa pada waktu
desorpsi 3 jam, waktu breakthroughnya yang paling lama yaitu pada menit ke-
330. Pada gambar IV.7 untuk laju alir 1000 mL/jam diperoleh waktu
breakthrough yang paling lama tercapai pada saat waktu desorpsinya 3 jam,
waktu breakhthroughnya yaitu pada menit ke-210. Pada gambar IV.8 untuk laju
alir 1200 mL/jam diperoleh, waktu breakthrough yang paling lama tercapai pada
saat waktu desorpsinya 3 jam yaitu pada menit ke-135. Pada gambar IV.9 untuk
laju alir 1600mL/jam diperoleh, waktu breakthrough yang paling lama tercapai
pada saat waktu desorpsinya 3 jam, waktu breakthroughnya yaitu pada menit ke-
90.
33
Jadi dari keseluruhan run yang dijalankan diperoleh bahwa kondisi operasi yang
paling lama mencapai waktu breakthrough adalah pada saat laju alir 738 mL/jam
dengan waktu desorpsi 3 jam.
IV.2.2 Analisis Laju Alir Adsorpsi dan Waktu Desorpsi yang Paling Optimal
Kondisi operasi yang paling optimal dapat ditinjau dari volume produk tertinggi
yang dihasilkan dalam satu hari oleh suatu variasi. Kurva breakthrough dari tiap
variasi proses adsorpsi dan variasi proses desorpsi dapat digunakan untuk
mengetahui produktivitas yang dihasilkan per hari.
Sesuai dengan persamaan III.1., maka dapat diketahui waktu siklus, dimana waktu
adsorpsi setiap run berbeda-beda, bergantung pada waktu breakthrough-nya.
Waktu loading dan unloading untuk semua run sama, yaitu diasumsikan 30 menit.
Sedangkan asumsi waktu yang dibutuhkan untuk start-up untuk semua run adalah
1 jam. Dari persamaan III.2 dapat diperoleh volume produk yang dihasilkan dalam
1 hari untuk tiap run,seperti tabel IV.1 dan gambar jelasnya seperti gambar IV.11
34
14000
12000
8000
6000
4000
2000
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu siklus (jam)
Gambar IV.11 Gambar volume produk (IPA) yang dihasilkan per hari dari
berbagai variasi proses yang dilakukan
Dari hasil penelitian yang dilakukan, lamanya waktu desorpsi cukup berpengaruh
terhadap lamanya proses adsorpsi, waktu desorpsi yang pendek berdampak pada
pendeknya waktu adsorpsi, sehingga waktu siklus pun pendek, dan sebaliknya
waktu desorpsi yang panjang berdampak pada waktu adsorpsi yang panjang pula,
sehingga waktu siklusnya pun panjang. Namun, panjang pendeknya satu siklus
belum dapat memberikan penjelasan mengenai proses mana yang paling optimal.
Sebab, di satu sisi, frekuensi untuk mengulang siklus pada siklus yang pendek
lebih besar dibandingkan dengan frekuensi untuk mengulang siklus yang panjang.
Di sisi lain, siklus yang panjang memberikan kesempatan untuk berproduksi
secara maksimal pada waktu satu siklus tersebut.
35
Sehingga parameter yang akan digunakan untuk mengoptimasi kinerja proses
adalah volume produk yang dapat dihasilkan. Gambar IV.10 menunjukkan bahwa
siklus yang pendek cenderung memberikan produktivitas yang rendah. Siklus
yang semakin panjang, produktivitasnya justru cenderung meningkat, hingga
mencapai titik optimum pada waktu siklus tertentu.
Dari gambar IV.11 diperoleh 2 titik optimum, yaitu pada run kedua (kondisi laju
alir adsorpsi 1000 mL/jam dan waktu desorpsi 3 jam) diperoleh bahwa dengan
waktu siklus 7 jam, volume kumulatif produk yang diperoleh sebesar 3500
mL/siklus, serta volume produk per hari yaitu 12000 mL/hari dan pada run
keempat (kondisi laju alir adsorpsi 1667 mL/jam dan waktu desorpsi 3 jam)
diperoleh bahwa dengan waktu siklus 5 jam, volume kumulatif produk yang
dihasilkan yaitu sebesar 2500,50 mL/siklus, serta volume produk per hari yaitu
sebesar 12002 mL/hari.
Dari kedua run tersebut, dapat dibandingkan bahwa pada run keempat,
produktivitas yang dihasilkan per hari sedikit lebih tinggi dibandingkan run
kedua, tetapi untuk produktivitas yang dihasilkan per siklus, run kedua jauh lebih
tinggi, selisih volume produk yang dihasilkan per siklus yaitu sebesar 1000
mL/siklusnya. Produktivitas per hari pada run keempat sedikit lebih tinggi
disebabkan karena pada run keempat,dengan waktu siklus 5 jam, memungkinkan
untuk mengulang keseluruhan proses lebih banyak dibandingkan dengan run
kedua yang memerlukan waktu siklus lebih lama.
36
lebih banyak daripada energi yang digunakan pada run kedua. Besarnya energi
yang digunakan tersebut mengakibatkan biaya operasional yang dibutuhkan juga
lebih besar.
Selain biaya operasional, kebutuhan akan tenaga manusia juga perlu menjadi
pertimbangan. Setiap kegiatan yang dilakukan dalam satu siklus (proses loading,
start-up,adsorpsi, unloading, dan desorpsi) memerlukan tenaga dalam hal ini yaitu
tenaga manusia. Total siklus dalam satu hari pada run kedua yaitu sekitar 3-4 kali,
sedangkan total siklus dalam satu hari pada run keempat yaitu sekitar 5 kali. Dari
pertimbangan tersebut, dapat dikatakan bahwa tenaga manusia yang diperlukan
untuk run keempat lebih banyak daripada run kedua.
Jadi, dari hasil penelitian ini, dengan mempertimbangkan faktor biaya dan tenaga,
dapat disimpulkan bahwa kondisi yang paling optimal adalah pada laju alir
adsorpsi 1000 mL/jam dan waktu desorpsi 3 jam.
37
0.0600
0.0500
0.0400
desorpsi 3jam
0.0200
0.0100
0.0000
0.0000 0.0050 0.0100 0.0150 0.0200 0.0250
1 k ⎛1⎞ 1
= ⎜ ⎟+ (IV.2)
q qo ⎝ c ⎠ qo
Dengan memplot kan data 1/q Vs 1/c, diperoleh slop = K/qo dan intersep =1/qo,
dan diperoleh hasil seperti gambar IV.13
38
25
20 y = -0.0014x + 18.668
2
R = 0.3162 Laju alir 1000 mL/jam, t
15 desorpsi 3 jam)
(1/q)
0
0 1000 2000 3000 4000 5000
(1/c)
Gambar IV.13. Plot data 1/c Vs 1/q pada 1000 mL/jam, t desorpsi 3 jam
Dari hasil plot data 1/c Vs 1/q diperoleh bahwa data tidak membentuk garis lurus,
hal ini dibuktikan dengan nilai R2 yang cukup jauh dari 1, hal ini berarti dengan
plot 1/c Vs 1/q data tidak cukup linear. Sehingga dapat dikatakan bahwa data yang
diperoleh tidak cocok dengan isoterm Langmuir.
39
1.60
1.50
1.40
1.30
1.20
Laju alir 1000 mL/jam, t
1.10
1.00 desorpsi 3 jam)
y = -1.1172x + 1.5103
Log q
Gambar IV.14. Plot data Log c Vs Log q pada 1000 mL/jam, t desorpsi 3 jam
Dari hasil plot data log c Vs log q diperoleh bahwa data mendekati linear, ini
dibuktikan dengan nilai R2 yang hampir mendekati 1 dibandingkan dengan R2
yang diperoleh dari isoterm Langmuir. Dari hasil diatas dapat dikatakan bahwa
data yang diperoleh cenderung cocok dengan isoterm Freundlich.
Dari hasil tersebut, diperoleh garis lurus dengan slop adalah -1,1172 dan garis
perpotongannya adalah 1,5103, sehingga persamaannya menjadi
q = 1,5103 c-1,1172 (IV.6)
Secara teori, isoterm Freundlich mengasumsikan bahwa adsorben mempunyai
permukaan yang heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan yang
berbeda-beda.
40
Dari hasil pengujian RON, diperoleh bahwa angka RON yang diperoleh semakin
meningkat dengan penambahan IPA. Jika dibandingkan dengan premium murni
tanpa penambahan IPA , peningkatan RON cukup signifikan. Secara teori, angka
oktan menyatakan kandungan molekul iso oktan yang bercampur dengan n-heptan
yang terdapat pada bahan bakar bensin. Iso oktan mampu mencegah ketukan.
RON diukur dengan cara menguji mesin saat berkecepatan rendah atau biasanya
pada saat berkendaraan di dalam kota. Semakin besar angka RON, semakin baik
kualitas bahan bakar yang dihasilkan. Apabila dihubungkan dengan penelitian
yang dihasilkan, maka dapat dikatakan bahwa kualitas bahan bakar yang
dihasilkan dengan penambahan IPA jauh lebih baik daripada tanpa penambahan
IPA, dan kualitasnya semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi IPA
dalam bahan bakar.
Tabel IV.3 Tabel Pengaruh pencampuran IPA pada emisi mobil Kijang 1991
10
Komposisi gas-gas emisi
6
CO (%)
4 Hidrokarbon (10^-2 ppm)
CO2 (%)
2
0
0 5 10 15
Komposisi IPA (%-v)
41
Dari hasil pengujian emisi di atas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan emisi gas
yang cukup berarti dengan penambahan IPA di dalam bahan bakar premium.
Kandungan CO dan hidrokarbon semakin menurun dengan semakin besarnya
konsentrasi IPA di dalam bahan bakar. Kandungan CO2 meningkat dengan
semakin besarnya konsentrasi IPA di dalam bahan bakar, hal ini berarti
pembakaran yang terjadi di dalam mesin semakin sempurna.
42