Você está na página 1de 14

LAPORAN PENDAHULUAN

HERNIA INGUINALIS LATERALIS

A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Hernia adalah penonjolan bagian organ atau jaringan melalui lubang abnormal
(Brinner and sudarth,2010)
Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ di tempat yang normal
melalui sebuah defek congenital.
Klasifikasi hernia :
a. Menurul letaknya terbagi atas :
1) Inguinalis
 Indirek / lateralis : hernia ini terjadi melalui cincin inguinalis dan melewati
corda spermatikus melalui kanalis inguinalis. Umumnya terjadi pada pria
dan wanita. Insidennya tinggi pada bayi dan anak kecil. Hernia ini dapat
menjadi sangat besar dan sering turun ke scrotum.
 Direk / medialis : hernia ini melewati dinding abdomen di area kelemahan
otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis. Umumnya pada
lansia.
2) Femoralis : terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita dari
pada pria. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis femoralis yang
membesar dan secara bertahap menarik peritonium dan hampir tidak dapat
dihindari kandung kemih masuk ke dalam kantung.
3) Umbilikal : pada orang dewasa umumnya pada wanita dan karena
peningkatan tekanan abdominal. Biasanya pada klien gemuk dan wanita
multipara.
b. Berdasarkan terjadinya, terbagi atas :
1) Hernia bawaan atau congenital
2) Hernia dapatan atau akuisita yakni hernia yang timbul karena berbagai faktor
pemicu.
c. Menurut sifatnya, terdiri dari :
1) Hernia reponible yaitu hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika mengedan
dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri
atau gejala obstruksi usus.
2) Hernia ireponible yaitu bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke
dalam rongga.
3) Hernia strangulata atau inkarserata yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincicn
hernia. Hernia inkarserata berarti isi kantong terperangkap, tidak dapat
kembali kedalam rongga perut disertai akibatnya berupa gangguan pasase
atau vaskularisasi.
2. ETIOLOGI
a. Ketidakpatensian rongga yang tidak nyaman
b. Timbul karena lubang embrional yang tidak menutup atau melebar, akibat
tekanan rongga perut yang meninggi.
c. Cacat bawaan
d. Anomaly congenital atau karena sebab didapat
e. Adanya prosesus vaginalis yang terbuka
f. Genetik
g. Proses menua
h. Aktivitas fisik berat
3. PATOFISIOLOGI
Penyebab pasti terjadinya Hernia Ingunalis Lateralis masih belum diketahui
tetapi banyak faktor yang mendukung antara lain : Anomali kongenital (sebab yang
didapat atau bawaan), prosesus vaginalis yang terbuka, meningkatnya tekanan intra
abdomen karena kehamilan, obesitas, mengangkat berat, tekanan saat batuk,
kelemahan dinding otot perut akibat pekerjaan angkat beban berat dalam jangka
waktu yang lama, faktor degeneratif juga mempengaruhi bisa terjadinya Hernia.
Kelemahan otot abdomen sejak lahir menyebabkan ligamen inguinal tidak menutup
dengan sempurna shingga organ saluran cerna usus dapat dengan mudah menembus
otot. Pada bulan kedelapan kehamilan, penurunan testisakan menarik peritonium
kearah skrotum sehinga terjadi penonjolan peritonium yang disebut prosesus
vaginalis. Dalam keadan normal kanal yang terbuka akan menutuppada usia 2
bulan. Tekanan intra abdomen sering meningkat akibat obesitas, pekerjaan berat,
kehamilan. Peningkatan tekanan intra abdomen juga dapat disebabkan oleh batuk
dan aderataumatik. Bila kedua faktor tersebuat ada bersamaan dengan kelemahan
otot maka sudah pasti orang tersebut akan mengalami Hernia. Gejala klinisnya
adalah keluhan yang dirasakan dapat dari yang ringan hingga yang berat. Karena
pada dasarnya hernia merupakan isi rongga perut yang keluar melalui suatu celah di
dinding perut, keluhan berat yang timbul di sebabkan karena terjepitnya isi perut
tersebut pada celah yang dilaluinya. Jika masih ringan, penonjolan yang ada dapat
hilang timbul. Benjolan yang ada tidak dirasakan nyeri atau hanya sedikit nyeri dan
timbul jika kita mengedan, batuk atau mengangkat beban berat. Biasanya benjolan
dapat hilang jika kita beristirahat. Jika pada benjolan yang ada dirasakan nyeri hebat
maka perlu dipikirkan adanya penjepitan isi perut, biasanya jenis hernia inguinalis
yang lateralis yang lebih memberikan keluhan nyeri hebat dibandingkan inguinalis
medialis. Terkadang benjolan yang ada masih dapat dimasukan kembali dalam
rongga perut dengan tangan kita sendiri, yang berarti menandakan bahwa penjepitan
yang terjadi belum terlalu parah. Namun, jika penjepitan yang terjadi sudah parah,
benjolan tidak dapat dimasukkan kembali, dan nyeri yang dirasakan sangatlah hebat.
Nyeri dapat disertai mual dan muntah. Hal ini dapat terjadi jika sudah terjadi
kematian jaringan isi perut yang terjepit tadi.
Apabila hernia tidak ditangani dapat terjadi komplikasi diantaranya
terjadinya perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi
hernia tidak dapat dimasukkan kembali, keadaan ini disebut hernia inguinalis
irreponibilis. Pada keadaan ini belum ada gangguan penyaluran isi usus, isi hernia
yang tersaring menyebabkan keadaan irreponibilis adalah omentum, karena mudah
melekat pada dinding hernia dan isinya dapat menjadi lebih besar karena infiltrasi
lemak. Bisa juga menyebabkan hematoma, infeksi luka, bendungan vena femoralis
terutama pada operasi hernia femoralis. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia,
akibat semakin banyaknya usus yang masuk, cincin hernia menjadi sempit dan
menimbulkan gangguan penyaluran isi usus. Timbul edema bila terjadi obstruksi
usus yang kemudian menekan pembuluh darah dan kemudian timbul nekrosis. Bila
terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah dan
obstipasi,obstruksi, infeksi dan edema.
4. MANIFESTASI KLINIS
a. Berupa benjolan keluar masuk / keras
b. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan
c. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi
d. Terdapat keluhan kencing berupa disuria pada hernia femoralis yang berisi
kandung kencing.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laparaskopi : untuk menentukan adanya hernia inguinalis lateralis apakah ada
sisi yang berlawanan atau untuk mengevaluasi terjadi hernia berulang atau tidak.
b. Pemeriksaan darah lengkap : lebih spesifik leukosit.
c. EKG : terjadi peningkatan nadi adanya nyeri.
d. USG Abdomen : untuk menentukan isi hernia.
e. Radiografi : terdapat bayangan udara pada thoraks.
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Secara konservatif (non operatif)
1) Reposisi hernia : hernia dikembalikan pada tempat semula bisa langsung
dengan tangan.
2) Penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan sementara,
misalnya pemakaian korset.
b. Secara operatif
1) Hernioplasty : memindahkan fasia pada dinding perut yang lemah,
hernioplasty sering dilakukan pada anak-anak.
2) Hernioraphy. Pada bedah elektif, kanalis dibuka, isi hernia dimasukan,
kantong diikat, dan dilakukan bainyplasty atau tehik yang lain untuk
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Ini sering dilakukan pada
orang dewasa.
3) Herniotomy. Seluruh hernia dipotong dan diangkat lalu dibuang. Ini
dilakukan pada hernia yang sudah nekrosis.
7. PATHWAY
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Asuhan keperawatan perioperatif terdiri dari 3 tahap yaitu mempunyai pra, intra dan
pasca operative, dimana perawat mempunyai peran integral dalam rencana asuhan
kolaboratif dengan pembedahan.
1. Perawatan Preoperatif
Perawatan preoperatif meliputi :
 Kelengkapan rekam medis dan status
 Memeriksa kembali persiapan pasien
 Informed concent
 Menilai keadaan umum dan TTV
 Memastikan pasien dalam keadaan puasa
Pada fase preoperatif ini perawat akan mengkaji kesehatan fisik dan emosional klien,
mengetahui tingkat resiko pembedahan, mengkoordinasi berbagai pemeriksaan
diagnostik, mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang mengambarkan kebutuhan
klien dan keluarga, mempersiapkan kondisi fisik dan mental klien untuk pembedahan.
2. Perawatan Intraoperatif
Perawatan intraoperatif meliputi :
 Melaksanakan orientasi pada pasien
 Melakukan fiksasi
 Mengatur posisi pasien
 Menyiapkan bahan dan alat
 Drapping
 Membantu melaksanakan tindakan pembedahan
 Memeriksa persiapan instrument
Pada fase intraoperatif perawat melakukan 1 dari 2 peran selama pembedahan
berlangsung,yaitu perawat sebagai instrumentator atau perawat sirkulator. Perawat
instrumentator memberi bahan-bahan yang dibutuhkan selama pembedahan
berlangsung dengan menggunakan teknik aseptic pembedahan yang ketat dan terbiasa
dengan instrumen pembedahan.Sedangkan perawat sirkulator adalah asisten
instrumentator atau dokter bedah.
3. Perawatan Post Operasi
Pada fase postoperasi setelah pembedahan,perawatan klien dapat menjadi komplek
akibat fisiologis yang mungkin terjadi.klien yang mendapat anastesi umum cenderung
mendapat komplikasi yang lebih besar dari pada klien yang mendapat anastesi lokal.
Perawatan post operative meliputi :
 Mempertahankan jalan napas dengan mengatur posisi kepala.
 Melaksanakan perawatan pasien yang terpasang infus di bantu dengan
perawat anastesi
 Mengukur dan mencatat produksi urine
 Mengatur posisi sesuai dengan keadaan.
 Mengawasi adanya perdarahan pada luka operasi
 Mengukur TTV setiap 15 menit sekali

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada keperawatan pre operatif, intra operatif, dan
post operatif antara lain :
1. Pre Operasi :
 Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan
operasi
 Resiko injuri berhubungan dengan perpindahan pasien dari brancart ke meja
operasi
2. Intra Operasi :
 Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan perdarahan
 Resiko tinggi cedera berhubungan dengan pemajaan peralatan, hipoksia
jaringan, perubahaan posisi, faktor pembekuan, perubahaan kulit
 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan pemajaan
lingkungan.
3. Post Operasi
 Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
 Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
c. Intervensi Keperawatan
1. Pre Operasi
 Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan
operasi
Tujuan : Pasien mengerti tentang prosedur tindakan operasi
Kriteria Hasil :
 Pasien tidak cemas
 Pasien dapat menjelaskan tentang prosedur tindakan operasi yang
akan dilakukan
INTERVENSI RASIONAL
Bantu pasien mengekspresikan perasaan Ansietas berkelanjutan memberikan
marah kehilangan dan takut dampak serangan jantung
Kaji tanda – tanda ansietas verbal dan Reaksi verbal / non verbal dapat
non verbal menujukan rasa agitasi, marah dan
gelisah
Jelaskan tentang prosedur pembedahan Pasien dapat beradaptasi dengan
sesuai jenis operasi prosedur pembedahan yang akan
dilaluinya dan akan merasa nyaman
Beri dukungan pra bedah Hubungan emosional yang baik antara
perawat dan pasien akan
mempengaruhi penerimaan pasien
terhadap pembedahan.
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa
marah, menurunkan kerjasama dan
mungkin memperlambat
penyembuhan
Orientasikan pasien terhadap prosedur Orientasi dapat menurunkan
rutin dan aktifitas yang diharapkan kecemasan
Berikan kesempatan kepada pasien Dapat menghilangkan ketegangan
untuk mengungkapkan kecemasannya terhadap kekewatiran yang tidak di
ekspresikan
Berikan privasi untuk pasien dengan Kehadiran keluarga dan teman –
orang terdekat teman yang dipilih pasien untuk
menemani aktivitas pengalihan akan
menurunkan perasaaan terisolasi
Kolaborasi pemberian anti cemas sesuai Meningkatkan relaksasi dan
indikasi seperti diazepam menurunkan kecemasan
 Resiko tinggi cedera berhubungan dengan prosedur premedikasi anastesi
Tujuan Ketidaktahuan prosedur pasien teradaptasi
Kriteria Hasil :
 Pasien kooperatif terhadap intervensi premedikasi anastesi
 Persiapan prabedah dapat terlaksana secara optimal
INTERVENSI RASIONAL
Jelaskan prosedur rutin prabedah Untuk dapat mempersiapkan pasien yang
menjalani pembedahan dengan baik
Pemeriksaan tanda – tanda vital pra Prosedur standar untuk membandingkan
bedah hasil TTV sewaktu diruangan
Siapkan sarana kateter IV dan obat – Untuk pemberian cairan dan pemberian
obat premedikasi dan lakukan premedikasi sebelum dilakukan tindakan
pemasangan kateter IV dan operasi
pertimbangkan pemeberian agen
premedikasi
Lakukan pemindahan dan pengaturan Untuk menghindari cedera atau trauma
posisi saat pemindahan pasien dari yang diakibatkan penempatan posisi yang
barngkar ke meja operasi salah

2. Intra Operasi
1) Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Tidak terjadinya kekurangan cairan tubuh selama pembedahan
Kriteria Hasil :
 TTV dalam batas normal
 Akaral hangat
 Pengisian kapiler < 3 detik
 Produksi urine 0,5 cc/kgBB/Jam
INTERVENSI RASIONAL
Monitoring tanda – tanda vital Untuk mengevaluasi terjadinya
kekurangan cairan tubuh dan untuk
menetukan intervensi selanjutnya
Mengobservasi kelancaran IV line yang Untuk memastikan kebutuhan cairan
terpasang tubuh tetap terpenuhi
Memonitoring produksi urine selama Sebagai indikator akan pemenuhan
pembedahan ( 0,5 cc/kg BB/Jam ), warna kebutuhan caiaran tubuh
urine
Monitoring perdarahan dan menghitung Untuk mengetahui jumlah perdarahan
jumlah pemakaian kasa adan sebagai data untuk menentukan
intervensi selanjutnya
Kolaborasi dengan dokter untuk Dengan pemberian Transfusi darah akan
pemberian transfusi darah sesuai dengan mempercepat proses pengantian cairan
kebutuhan tubuh yang hilang
2) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan pemajaan peralatan, hipoksia jaringan,
perubahaan posisi, faktor pembekuan, perubahaan kulit
Tujuan : Tidak terjadinya cedera selama pembedahan
Kriteria hasil :
 Tidak terjadinya cedera sekunder akibat pengaturan posisi bedah
 Tidak adanya cedera akibat pemasangan alat – alat penunjang pembedahan
INTERVENSI RASIONAL
Kaji ulang identitas pasien dan jadwal Untuk mencegah kesalahan pasien dan
prosedur operasi sesuai dengan jadwal kesalahan dalam prosedur operasi
Lepaskan gigi palsu/ kawat gigi, kontak Menghindari cedera akibat penggunaan
lensa, perhiasan sesuai dengan protokol alat – alat penunjang operasi
operasi
Pastikan brangkar ataupun meja operasi Untuk mencegah pasien jatuh sehingga
terkunci pada waktu memindahkan menimbulkan cedera
pasien
Pastikan penggunaan sabuk pengaman Untuk menghindari pergerakan dari pasien
pada saat operasi berlangsung pada saat operasi dan menghindari pasien
jatuh
Persiapkan bantal dan peralatan Untuk menghindari cedera akibat
pengaman untuk pengaturan posisi pasien penekanan pada posisi operasi pasien yang
lama
Pastikan keamanan elektrikal selama Mencegah cedera pada daerah sekitarnya
selama pembedahan yang tidak mengalami proses pembedahan
Letakan plate diatermi sesuai dengan Jika tidak diletak dengan benar dapat
prosedur menimbulkan cedera pada daerah sekitar
penempatan diatermi plate dan
mengganggu kelancaran operasi
Pastikan untuk mencatat jumlah Untuk mencegah tertinggalnya alat atau
pemakaian kasa, instrument, jarum dan bahan habis pakai dalam anggota tubuh
pisau operasi pasien yang dioperasi
3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan pemajaan
lingkungan
Tujuan : tidak terjadinya infeksi pasca pembedahan
Kriteria :
 Tidak adanya tanda – tanda infeksi pasca operasi di ruangan
 Luka bersih tertutup
 Area sekitar luka bersih
INTERVENSI RASIONAL
Pastikan semua tim bedah telah Sebagai langkah awal dalam pencegahan
melakukan pencucian tangan sesuia infeksi
dengan prosedur yang benar
Lakukan desinfeksi area pembedahan Untuk menjaga area operasi tetap dalam
dan pemasangan doek steril pada daerah keadaan steril
pembedahan
Cek kadaluarsa alkes yang akan Untuk mencegah infeksi akibat
dipergunakan penggunaan alat kesehatan yang sudah
tidak dapat dipergunakan
Pertahankan sterilitas selama Dengan mempertahankan steriltas resiko
pembedahan infeksi dapat dicegah
Tutup luka dengan dengan pembalut atau Untuk mencegah terpaparnya luka
kasa steril dengan lingkungan yang beresiko
menyebabkan infeksi silang
4) Resiko tinggi perubahan suhu tubuh berhubungan dengan pemajaan suhu yang
tidak baik, penggunaan obat/ zat anastesi, dehidrasi
Tujuan : tidak terjadinya penurunan suhu tubuh pasien selama pembedahan
Kriteria :
 Tidak terjadinya hipotermi selama pembedahan
 Pasien tidak mengeluh dingin
INTERVENSI RASIONAL
Kaji suhu pasien pra bedah Sebagai data untuk menentukan
intervensi selnjutnya
Kaji suhu lingkungan dan modifikasi Dengan pengaturan suhu lingkungan
sesuai lingkungan ( selimut penghangat, membuat pasien merasa nyaman selama
meningkatkan suhu ruangan) pembedahan

3. Post Operatif
1) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan : tidak terjadinya nyeri
Kriteria :
 Pasien tidak merasakan kesakitan
 Wajah pasien tidak grimace
INTERVENSI RASIONAL
Kaji nyeri, lokasi, karakteristik, Berguna dalam pengawasan kefektifan
intensitas obat, kemajuan penyembuhan
Dorong ambulasi dini Meningkatkan normalisasi fungsi organ
Berikan tindakan nyaman, contoh pijatan Meningkatkan relaksasi, menurungkan
punggung dan lingkungan istirahat tegangan otot dan meningkatkan koping.
Bantu atau dorong penggunaan napas Mengarahkan kembali perhatian dan
berfokus, bimbingan imajinasi, dan membantu dalam relaksasi otot
aktivitas terapeutik
Kolaborasi dalam pemberian analgesik Menghilangkan nyeri, mempermudah
sesuai indikasi kerja sama dengan intervensi terapi lain,
contoh: ambulasi, batik
2) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif.
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria :
 Luka tidak ada pes
 Jahitan luka bagus
 Luka sudah bagus
INTERVENSI RASIONAL
Monitor TTV, seperti penurunan TD, Tanda adanya syok septik, endotoksin
penurunan nadi, demam dan takipnea sirkulasi menyebabkan vasodilatasi,
kehilangan cairan dari sirkulasi, dan
rendahnya status curah jantung
Catat perubahan status mental. Hipoksemia, hipotensi, dan asidosis
dapat menyebabkan penyimpangan
status mental
Catat warna kulit, suhu, dan kelembapan Hangat, kemerahan, kulit kering, adalah
tanda dini septikemia. Selanjutnya
manifestasi termasuk dingin, kulit pucat,
lembab dan sianosis sebagai
Batasi pengunjung. Menurunkan resiko terpajan/menambah
infeksi sekunder pada pasien.
Lakukan perawatan luka dengan teknik Membantu mempercepat proses
steril penyembuhan
Kaji kondisi luka Mengetahui keadaan luka apakah
mengalami tahap penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes. E. Marilyn (2000), rencana asuhan keperawatan, edisi 3, Jakarta: EGC.


Price. A. Silvia (2006), Pathophysiolg : Clinical Concepts of Disease Processes, (dr. Brahm U.
Pendit. dkk: penerjemah) volume 2, edisi 6, Jakarta: EGC.
Smeltzer. C. Suzanne (2010), Brunner and Suddarth’s textbook of Medical-Surgical Nursing,
(dr. H. Y. Kuncara. dkk: penerjemah), volume 2, edisi VIII, Jakarta: EGC.

Você também pode gostar