Você está na página 1de 10

SISTEM SKORING PEDIATRIC LOGISTIC ORGAN DYSFUNCTION

2 (PELOD 2) DALAM MEMPREDIKSI PROGNOSIS KEMATIAN


PADA PASIEN ANAK DENGAN KLINIS SEPSIS
DI BAGIAN BEDAH ANAK
RS DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

Rahwanda Surya1, Sindu Saksono2, Theodorus Riyanto3


1
Residen Bedah FK UNSRI/RSMH, 2Konsultan Bagian Ilmu Bedah Anak FK
UNSRI/RSMH, 3Staf Dosen Bagian Biomedik/Statistik FK UNSRI

Latar Belakang :. Sepsis masih merupakan salah satu penyebab utama mortalitas
dan morbiditas pada anak di negara industry dan negara berkembang. Skor PELOD
2 bertujuan untuk menilai derajat gangguan sistem organ. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara skor PELOD 2 (Pediatric Logistic Organ
Dysfunction 2) dengan kematian pasien pada kasus bedah anak dengan klinis sepsis
di Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin(RSMH) Palembang.

Metode: Penelitian analitik observasional dengan desain cohort telah dilakukan di


Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang sejak bulan Agustus 2017 sampai
dengan Desember 2017. Terdapat 30 sampel pasien anak dengan klinis sepsis yang
memenuhi kriteria inklusi. Hubungan antara skor PELOD 2 (Pediatric Logistic
Organ Dysfunction 2) dengan kematian dianalisa dengan uji Fisher Exact.

Hasil: Pada penelitian ini didapatkan hasil tidak terdapat perbedaan usia, berat
badan, tinggi badan dan jenis kelamin antar kelompok dengan luaran kematian dan
luaran hidup (p > 0,05). Dengan uji Fisher Exact didapatkan hasil terdapat
hubungan yang signifikan antara skor PELOD 2 dengan kematian pada pasien anak
dengan klinis sepsis.

Simpulan : Terdapat hubungan yang bermakna antara skor PELOD 2 (Pediatric


Logistic Organ Dysfunction 2) dengan kematian pasien pada kasus bedah anak
dengan klinis sepsis di Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin(RSMH) Palembang.

Kata Kunci: Analysis Survival, Bedah Anak, Kematian, Sepsis, Skor PELOD 2
Latar Belakang kondisi 6 organ yang mengalami
disfungsi.2
Sepsis masih merupakan salah
Data dari PICU Rumah Sakit
satu penyebab utama mortalitas dan
Mohammad Hoesin (RSMH)
morbiditas pada anak di negara
Palembang menunjukkan angka
industri dan negara berkembang. Data
kematian 44% (63 dari 143) pada
di Amerika Serikat menunjukkan
tahun 2006 dan meningkat menjadi
kejadian sepsis pada pasien yang
51% (115 dari 223) tahun 2007.
dirawat di unit perawatan intensif anak
Kemudian angka kematian di RSMH
(pediatrics intensive care unit/PICU)
pada tahun 2010 menjadi 45,7%,di
mencapai lebih dari 42 000 kasus
mana kejadian MODS pada penelitian
dengan angka kematian sebesar
tersebut adalah 75,3%. Selanjutnya
10,3%. Data statistik dari Center of
prevalensi kematian di RSMH
Disease Control menunjukkan bahwa
meningkat menjadi 61,4% pada
usia 1 th ke atas, insidensi sepsis
penelitian Oktahara di tahun 2015
meningkat 13,9%. Untuk usia 1-4
yang disebabkan karena subjek pada
tahun sepsis menduduki posisi ke
penelitian ini semuanya mengalami
Sembilan sebagai penyebab kematian
MODS sehingga didapatkan
dengan estimasi angka kematian per
prevalensi kematian yang lebih
tahun sebesar 0,5/100.000 populasi.
tinggi.3
Puncak insidensi sepsis menunjukkan
Sekarang ini, banyak dijumpai
distribusi ganda yaitu puncak pertama
instrumen dalam memprediksi
pada periode neonatus dan puncak
mortalitas anak Di seluruh dunia,
kedua pada usia 2 tahun.1
sistem skoring yang paling sering
Penelitian Thukral di India
digunakan adalah skor pediatric index
mendapatkan 91% anak yang dirawat
of mortality (PIM), pediatric logistic
di PICU mengalami MODS.
organ dysfunction (PELOD), dan
Mortalitas terjadi sebanyak 15,7%
pediatric Risk of mortality (PRISM),
pada kondisi dengan dua organ yang
dengan versi yang terbaru adalah PIM
mengalami disfungsi, dan meningkat
3, PELOD 2, dan PRISM III. Skor
6,3% pada tambahan satu disfungsi
didapatkan dari variabel-variabel yang
organ, bahkan mencapai 100% pada
relevan dengan risiko dan skoring
kematian kemudian dihitung dengan pada kasus bedah anak dengan klinis
analisis statistik multivariat regresi sepsis di RSMH Palembang
logistik.4,5,6,7
Skor PELOD mulai Metode Penelitian
diperkenalkan sejak tahun 2003 dan
Populasi target adalah semua
telah beberapa kali mengalami
anak umur lebih dari 1 bulan sampai
validasi. Pada tahun 2013, Leteurtre
kurang dari 18 tahun dengan klinis
dkk kembali mengembangkan dan
sepsis. Populasi terjangkau adalah
memvalidasi skor PELOD menjadi
semua anak umur lebih dari 1 bulan
skor PELOD 2, yang memungkinkan
sampai kurang dari 18 tahun dengan
penilaian derajat berat disfungsi organ
klinis sepsis dan dirawat di bagian
dalam skala kontinu. Pada skor
Bedah anak RSMH Palembang.
PELOD 2 ini, termasuk pengukuran
Besar sampel dalam penelitian
MAP (Mean Arterial Pressure) dan
ini sebesar 30 sampel Kriteria inklusi
kadar laktat darah pada disfungsi
meliputi Kelompok risiko yaitu semua
kardiovaskular dan tidak memasukkan
anak umur lebih dari 1 bulan sampai
lagi disfungsi hepar. Pada penelitian
17 tahun 11 bulan 29 hari dengan
tersebut didapatkan nilai diskriminasi
diagnosis klinis sepsis dan dirawat
yang sangat baik dan kalibrasi yang
dibedah anak RSMH Palembang
lebih baik dibandingkan skor
dengan skor PELOD ≥ 11 dan yang
PELOD.5,6,7,8,9
memiliki hasil pemeriksaan fisik dan
Penelitian oleh Oktahara pada
pemeriksaan laboratorium yang
tahun 2015 mendapatkan nilai AUC
mendukung penilaian sistem skoring
pada skor PELOD 2 sebesar 81,8%
PELOD 2 dalam 24 jam pertama
(IK 95% 71,8%-91,9%) yang berarti
perawatan di RSMH Palembang.serta
mampu mengukur akurasi kematian
mendapat persetujuan dari orang tua,
dengan baik. Selain itu didapatkan titik
dan kelompok pembanding yaitu
potong 6,5 dengan sensitivitas 79,1%
semua anak umur lebih dari 1 bulan
dan spesifisitas 74,1%.3
sampai 17 tahun 11 bulan 29 hari
Dalam penelitian kali ini, peneliti akan
dengan diagnosis klinis sepsis dan
menganalisa hubungan antara skor
dirawat dibedah anak RSMH
PELOD 2 dengan kematian pasien
Palembang dengan skor PELOD < 11
yang memiliki hasil pemeriksaan fisik Data penelitian ini akan dianalisis
dan pemeriksaan laboratorium yang menggunakan Program Statistik SPSS
mendukung penilaian sistem skoring v.21. Nilai p bermakna bila kurang
PELOD 2 dalam 24 jam pertama dari 0,05.
perawatan di RSMH Palembang.Serta
bersedia mengikuti penelitian dengan Hasil
menandatangani formulir persetujuan
Karakteristik umum subjek
oleh pasien atau wali yang
penelitian diperlihatkan pada tabel.
bersangkutan.
Rerata umur pasien anak dengan klinis
Sedangkan kriteria eksklusi
sepsis sebesar 44,9 ± 49,812 bulan
meliputi penderita meninggal dunia <
dengan rentang umur 2 sampai 168
1 jam perawatan di RSMH Palembang
bulan dimana pasien jenis kelamin
serta Penderita yang meninggal oleh
laki-laki sebanyak 20 orang (66,7%)
karena hal yang tidak dapat
dan perempuan sebanyak 10 orang
dikendalikan seperti syok anafilaktik
(33,3%).
dan permasalahan teknis sehingga alat
Pasien anak dengan klinis
bantu yang ada di RSMH Palembang
sepsis pada penelitian ini memiliki
tidak dapat bekerja dengan baik dan
rerata tinggi badan sebesar 98,13 ±
semestinya.
30,44 cm dengan rentang 52 sampai
Dilakukan pengujian univariat
148 cm sedangkan rerata berat badan
untuk mendapatkan distribusi
sebesar 17,65 ± 11,82 kg dengan
frekuensi dari masing-masing variabel
rentang 4,8 sampai 45 kg. Selain itu,
yang diteliti. Uji bivariat dilakukan
didapatkan rerata skor PELOD 2
untuk menilai hubungan antara
pasien anak dengan klinis sepsis pada
variabel bebas dan variabel terikat..
penelitian sebesar 5,9 ± 4,943 dengan
Data-data kategorikal diuji dengan
rentang 0 sampai 16 dimana pasien
chi-square test. Jika tidak memenuji
dengan luaran kematian sebanyak 13
syarat chi-square test, dilakukan
orang (43,3%).
Fischer Exact test serta Analisis
Pada penelitian ini didapatkan
Kesintasan menggunakan Kaplan
rerata kadar laktat pasien anak dengan
meier.
klinis sepsis dengan luaran kematian
sebesar 4,954 ± 1,078 mmol/L
sedangkan dengan luaran hidup Whitney didapatkan hasil probabilitas
sebesar 2,441 ± 1,274 mmol/L. sebesar 0,900 dan 0,
Dengan analisa statistik Mann Pada penelitian ini didapatkan
Whitney didapatkan hasil probabilitas pasien dengan luaran kematian
sebesar 0,000. Pada penelitian ini memiliki jumlah trombosit sebesar
didapatkan pasien dengan luaran 247,31 ± 205,97 sedangkan dengan
kematian memiliki MAP sebesar luaran hidup memiliki jumlah
53,154 ± 11,56 mmHg sedangkan trombosit sebesar 402,94 ± 183,33.
dengan luaran hidup memiliki MAP Dengan analisa statistik Independent T
sebesar 58,647 ± 7,297 mmHg. Test didapatkan hasil probabilitas
Dengan analisa statistik Independent T sebesar 0, Selain itu, didapatkan
Test didapatkan hasil probabilitas pasien dengan luaran kematian
sebesar 0,123 yang berarti tidak memiliki jumlah leukosit sebesar 17,5
terdapat perbedaan MAP antar kedua x 103 ± 18,39 x 103 sedangkan dengan
luaran. Selain itu, didapatkan pasien luaran hidup memiliki jumlah leukosit
dengan luaran kematian memiliki sebesar 14,9 x 103 ± 6,93 x 103.
kadar kreatinin sebesar 68,877 ± Dengan analisa statistik Mann
77,412 µmol/L sedangkan dengan Whitney didapatkan hasil probabilitas
luaran hidup memiliki kadar kreatinin sebesar 0,477.
sebesar 32,106 ± 17,325 µmol/L. Baik pada kelompok dengan
Dengan analisa statistik Mann luaran kematian ataupun hidup
Whitney didapatkan hasil probabilitas didapatkan seluruh pasien memiliki
sebesar 0,075. Pasien dengan luaran reflek pupil reaktif (100%). Dari 13
kematian memiliki kadar PaO2 sebesar pasien dengan luaran kematian
150,71 ± 116,25 mmHg dan kadar didapatkan sebanyak 92,3% pasien
PaCO2 sebesar 68,146 ± 39,488 mendapatkan ventilasi mekanik
mmHg sedangkan dengan luaran sedangkan dari 17 pasien dengan
hidup memiliki kadar PaO2 sebesar luaran hidup tidak satupun pasien
253,96 ± 271,96 mmHg dan PaCO2 (0%) yang mendapatkan ventilasi
sebesar 40,971 ± 9,930 mmHg. mekanik. Dengan analisa statistik
Dengan analisa statistik Mann Fisher Exact Test didapatkan hasil
probabilitas sebesar 0,000.
Dari 30 pasien anak dengan klinis atau tidak. Namun, didapatkan
sepsis dibagi menjadi dua kelompok perbedaan bermakna status gizi antara
yaitu kelompok risiko (skor PELOD 2 kedua kelompok dimana pasien
≥ 11) sebanyak 15 orang dan dengan gizi kurang atau buruk lebih
kelompok pembanding (skor PELOD berisiko untuk meninggal
2 < 11) sebanyak 15 orang. dibandingkan pasien dengan gizi baik.
Dengan uji Fisher Exact Didapatkan dari 4 pasien dengan gizi
didapatkan hasil terdapat hubungan buruk atau kurang 100% pasien
yang signifikan antara skor PELOD 2 akhirnya meninggal dunia. Hal ini
dengan kematian pada pasien anak berbeda dengan penelitian Oktahara
dengan klinis sepsis dimana pasien thn 2015 dimana tidak didapatkan
dengan skor PELOD ≥ 11 lebih perbedaan bermakna terhadap status
berisiko meninggal secara signifikan Gizi.
dibandingkan pasien dengan skor Pada penelitian ini didapatkan
PELOD 2 < 11. (p = 0,000 ; p > 0,05). skor PELOD 2 pasien anak dengan
klinis sepsis sebesar 5,9 ± 4,943
Pembahasan dengan rentang 0 sampai 16. Rerata
skor PELOD 2 dengan luaran
Sepsis adalah disfungsi organ yang
kematian sebesar 10,23 ± 4,53
mengancam kehidupan (life-
sedangkan dengan luaran hidup
threatening organ dysfunction) yang
sebesar 2,588 ± 1,417, terdapat
disebabkan oleh disregulasi imun
perbedaan skor PELOD antar kedua
terhadap infeksi. Prevalensi kematian
luaran dimana skor PELOD 2 dengan
di RSMH sebesar 61,4% pada
luaran kematian lebih besar
penelitian Oktahara di tahun 2015 jauh
dibandingkan pasien dengan luaran
berbeda dengan penelitian ini dimana
hidup (p = 0,000). Hasil penelitian ini
didapatkan pasien dengan luaran
juga tidak berbeda dengan penelitian
kematian sebanyak 43,3%.
oktahara 2015 dimana Rerata skor
Pada penelitian ini didapatkan
PELOD 2 pada yang mati adalah 14,64
hasil tidak terdapat perbedaan usia,
(SD 7,32) sedangkan pada yang hidup
berat badan, tinggi badan dan jenis
6,48 (SD 3,68).
kelamin pasien anak dengan klinis
sepsis baik dengan luaran kematian
Skor PELOD 2 ini meliputi reflek pupil antar kedua kelompok
sepuluh variabel yang melibatkan lima dimana semua pasien (100%) baik
disfungsi organ. Variabel yang kelompok dengan luaran hidup atau
digunakan untuk membuat dan meninggal menunjukkan hasil reflek
memvalidasi PELOD 2 diambil dari pupil yang reakif.
skor PELOD (Glasgow Coma Score, Sistem kardiovaskuler (kadar
reaksi pupil, frekuensi jantung, laktat dan MAP) dan sistem respirasi
tekanan darah sistolik, kreatinin, (PaO2, PaCO2, dan penggunaan
PaO2/FiO2, PaCO2, penggunaan ventilasi mekanik) digunakan untuk
ventilasi mekanik, hitung jumlah menentukan skor PELOD 2. Pada
leukosit, hitung jumlah trombosit, penelitian ini didapatkan hasil tidak
transaminase aspartat, protrombin terdapat perbedaan pada sistem
time dan ratio normal international) respirasi (PaO2 dan PaCO2) antar
dan skor PMODS (laktat, PaO2/FiO2, kedua kelompok, namun terdapat
bilirubin, fibrinogen, dan nitrogen perbedaan penggunaan ventilasi
urea darah). Selanjutnya, MAP yang mekanik dimana 92,3 % pasien dengan
merupakan variabel dari skor SOFA luaran kematian menggunakan
pada dewasa juga ditambahkan karena ventilasi mekanik dan tidak ada pasien
dianggap penanda perfusi organ yang dengan luaran hidup yang
baik.11 menggunakan ventilasi mekanik.
Pemeriksaan sistem neurologi Sedangkan untuk sistem
dilakukan melalui pemeriksaan kardiovaskular didapatkan hasil
Glasgow Coma Scale (GCS) untuk terdapat perbedaan kadar laktat antar
menentukan derajat kesadaran dan kedua kelompok dimana pasien
pemeriksaan reflek pupil. Pada dengan luaran kematian memiliki
penelitian ini didapatkan hasil terdapat kadar laktat yang lebih tinggi
perbedaan GCS antar pasien dengan dibandingakan pasien dengan luaran
luaran kematian dan luaran hidup hidup. Namun, tidak terdapat
dimana GCS pasien anak dengan perbedaan MAP antara kedua
luaran kematian lebih kecil kelompok.
dibandingkan dengan luaran hidup. Pada pemeriksaan sistem
Namun, tidak terdapat perbedaan ginjal untuk menentukan skor PELOD
2 yaitu pemeriksaan kadar kreatinin. hematologi. Hal ini berbeda dengan
Pada penelitian ini didapatkan hasil Penelitian Leteurtre tahun 2013
tidak terdapat perbedaan kadar dimana didapatkan 5 sistem organ
kreatinin antara pasien dengan luaran yang secara statistik bermakna
kematian dan luaran hidup. mempengaruhi kematian dimana
Pemeriksaan untuk sistem disfungsi organ neurologis dan
hematologi yaitu pemeriksaan jumlah respirasi yang paling berpengaruh.
leukosit dan trombosit juga diperlukan Pasien anak dengan klinis
untuk menentukan skor PELOD 2. sepsis yang telah dinilai skor PELOD
Pada penelitian ini didapatkan hasil 2 kemudian diikuti selama 28 hari.
tidak terdapat perbedaan leukosit antar Pada penelitian ini terdapat dua
kedua kelompok, namun terdapat kelompok yang dibagi berdasarkan
perbedaan trombosit dimana jumlah nilai titik potong skor PELOD 2 yaitu
trombosit pada pasien dengan luaran 11. Berdasarkan titik potong tersebut
kematian lebih rendah dibandingkan kelompok pada penelitian ini dibagi
jumlah trombosit pasien dengan luaran dua yaitu pertama kelompok risiko
hidup. dengan nilai skor PELOD 2 ≥ 11
Dapat disimpulkan pada sebanyak 15 responden dan kedua
penelitian antar kedua kelompok kelompok pembanding dengan nilai
hampir semua sistem terdapat skor PELOD 2 < 11 sebanyak 15
perbedaan kecuali sistem ginjal responden. Setelah 28 hari didapatkan
dimana didapatkan perbedaan sistem sebanyak 13 dari 15 pasien pada
neurologi (GCS), sistem kelompok risiko meninggal dunia
kardiovaskular (kadar laktat), sistem sedangkan pada kelompok
respirasi (ventilasi mekanik), sistem pembanding tidak ditemukan yang
hematologi (jumlah trombosit) antar meninggal dunia. Dengan analisa
kedua kelompok. Pada penelitian statistik Fisher Exact disimpulkan
Oktahara tahun 2015 didapatkan hasil bahwa kelompok risiko yaitu pasien
analisis bivariat didapatkan 4 sistem dengan skor PELOD 2 ≥ 11 lebih
organ yang secara statistik bermakna berisiko secara signifikan meninggal
mempengaruhi kematian yaitu dunia dibandingkan kelompok
neurologis , kardiovaskuler, ginjal dan
pembanding yaitu pasien dengan skor Children. Indian Pediatrics. 2007;
PELOD < 11. 44:683-86.
Kesimpulan 3. Oktahara Y, Triratna S, dkk.
2015. Penggunaan Skor Pediatric
Pada penelitian ini didapatkan
Logistic Organ Dysfunction 2
hubungan yang bermakna antara skor
sebagai Prediktor Mortalitas Anak
PELOD 2 (Pediatric Logistic Organ
yang Dirawat di Unit Perawatan
Dysfunction 2) dengan kematian
Intensif Anak RSMH Palembang.
pasien pada kasus bedah anak dengan
Palembang: Departemen Ilmu
klinis sepsis di Rumah Sakit Dr.
Kesehatan Anak Fakultas
Mohammad Hoesin(RSMH)
Kedokteran Universitas
Palembang. Sehingga perlu Dilakukan
Sriwijaya.
penelitian lanjutan untuk mencari
4. Lacroix J, Cotting J. For the
faktor prediktor kematian lain pada
Pediatric Acute Lung Injury and
pasien bedah anak dengan klinis sepsis
Sepsis Investigators (PALISI)
dan dilakukan sistem skoring untuk
Network. Severity of Illness and
mempermudah prediksi kematian
Organ Dysfunction Scoring in
sehingga dapat dilakukan pencegahan
Children. Pediatr Crit Care Med.
sedini mungkin untuk mengurangi
2005; 6:S126-34.
angka mortalitas pada pasien bedah
5. Yeh TS, Pollack MM, Ruttiman
anak dengan klinis sepsis.
UE, Holbrook PR, Fields AI.
Validation of A Physiologic
Daftar Pustaka
Stability Index for Use in
1. Watson RS, Carcillo JA, Linde-
Critically Ill in Infants and
Zwirble WT, Clermont G,
Children. Pediatric Res. 1984;
Lidicker J, Angus DC. The
18:445-51.
epidemiology of severe sepsis in
6. Leteurtre S, Martinot A, Duhamel
children in the United States.
A, Gauvin F, Grandbastien B,
Am J Respir Crit Care Med.
Nam TV, dkk. Development of A
2003;1;167(5):695- 701.
Pediatric Multiple Organ
2. Thukral A, Kohli U, dkk.
Dysfunction Score. Use of Two
Validation of the PELOD Score
for Multiple Organ Dysfunction in
Strategies. Medical Decision
Making. 1999; 19:399-410.
7. Marcin JP, Pollack M, Ruttiman UE,
dkk. Triage Scoring Systems,
Severity of Illness Measures and
Mortality Prediction Models in
Pediatric Trauma. Crit Care Med.
2002; 30:S457-67.
8. Leteurtre S, Martinot A, Duhamel
A, Proulx F, Grandbastien B,
Cotting J, Gottesman R.
Validation of The Paediatric
Logistic Organ Dysfunction
(PELOD) Score: Prospective,
Observational, Multicentre Study.
Lancet. 2003; 362:192-7.
9. Leteurtre S, Duhamel A, dkk.
PELOD 2: An Update of The
Pediatric Logistic Organ
Dysfunction Score. Critical Care
Med. 2013; 41(7):1761-73.

Você também pode gostar