Você está na página 1de 6

RESUME JURNAL PROGNOSIS

Anti-lipoarabinomannan-specific Salivary IgA Sebagai Prognostic Marker


Reaksi Kusta Pada Penderita Serta Penanda Imunitas Seluler Pada Kontak

André Alan Nahas, Mayara Ingrid de Sousa Lima, Isabela Maria Bernardes
Goulart dan Luiz Ricardo Goulart

Abstrak

Kusta dapat menyebabkan neuropati perifer sehingga menimbulkan masalah


kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Dengan memahami mekanisme molekuler
maupun imunologis dari kerusakan saraf yang disebabkan oleh M. Leprae, dapat
dikembangkan alat dalam melakukan diagnosis dini serta tindakan pencegahan.
Antigen fenolik glikolipid 1 (PGL-1) dan lipoarabinomannan (LAM) merupakan
komponen utama permukaan bakteri serta terlibat dalam imunopatogenesis kusta
dan kerusakan saraf. Meskipun IgM serum anti-PGL-1 sangat berguna dalam
mengklasifikasikan pasien, anti-LAM salivary IgA (sIgA) belum diteliti sebagai
marker diagnostik maupun prognostik pasien kusta. Tujuan dari penelitian kami
adalah untuk menilai keberadaan anti-LAM sIgA pada pasien kusta maupun
kontak pasien untuk melihat apakah ekspresi tersebut berkaitan dengan reaksi
kusta. Pola anti-LAM slgA yang berbeda dapat diamati di antara kelompok, yang
dikelompokkan menjadi pasien yang belum pernah berobat (116), pasien yang
telah menyelesaikan multidrug therapy-MDT (39), kontak rumah tangga (111),
dan kontrol endemik (11). Baik anti-LAM sIgA maupun IgM serum anti-PGL-I
memberikan peluang prognostik yang sama terhadap reaksi kusta [(odds ratio) OR
masing-masing sebesar 2,33 dan 2,78]. Selanjutnya, anti-LAM sIgA sangat
berhubungan dengan pasien tipe multibasiler (MB) (OR = 4.15). Sebaliknya, pada
kontak positif dengan anti-LAM sIgA memiliki hubungan dengan tes Mitsuda
yang positif, hal ini menunjukkan bahwa adanya anti-LAM slgA dapat dijadikan
indikator imunitas selular kontak. Data kami menunjukkan bahwa anti-LAM slgA
dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi episode reaksional pada pasien
yang sedang mendapatkan terapi serta juga dapat digunakan pada kontak untuk
mengevaluasi kekebalan seluler tanpa perlu dilakukan tes Mitsuda.

1
RESUME

Kusta merupakan penyebab utama neuropati dan kecacatan di seluruh


dunia. Meskipun multidrug therapy (MDT) memberikan hasil yang baik, namun
kusta masih endemik di banyak wilayah di dunia, terutama di Brazil dan di India.
Sebagian besar populasi yang terinfeksi tetap bebas penyakit, dimana sebagian
lainnya akan mengembangkan gejala klinis yang berkaitan dengan imunitas tubuh.
Konsensus menyatakan bahwa defisiensi neuromotor fungsional maupun
kecacatan pada pasien kusta berkaitan dengan morbiditas dan kronisitas penyakit
yang berkaitan dengan pengucilan serta perubahan stigma sosial.
Saat ini telah dilakukan penelitian terhadap major surface antigens dari M.
Leprae yakni lipoarabinomannan (LAM), dan phenolik glycolipid 1 (PGL-1) yang
mana dapat dideteksi dalam air liur serta hubungan temuan tersebut terhadap
imunitas. LAM dapat ditemukan pada permukaan bakteri sehingga secara
langsung dijadikan pertanda dari imunopatogenesis tuberkulosis dan kusta.
Membrane attack complex (MAC) terhadap LAM dalam akson telah
menggambarkan peran antigen M. leprae tersebut dalam aktivasi komplemen serta
kerusakan saraf pada pasien kusta.
IgA memainkan peran terhadap perlindungan dari infeksi mikobakteria
melalui penyumbatan entri patogen dan/atau memodulasi respon pro-inflamasi.
Tikus-tikus dengan IgA negatif lebih rentan terhadap infeksi BCG, dibandingkan
tikus normal, berdasarkan temuan bacterial load yang tinggi di paru-paru. Hasil
tersebut juga didukung oleh pengurangan jumlah IFN-γ dan TNF-α pada paru-
paru tikus IgA negative. Deteksi antibodi dalam saliva dapat mewakili ekspresi
imunitas lokal, namun keberadaannya tidak cukup untuk menunjukkan adanya
proses infeksi M. leprae. Namun temuan tersebut menunjukkan bahwa M. leprae
telah diidentifikasi di mukosa bukal.
Penelitian ini menilai respon IgA sekretorik anti-LAM pada pasien
maupun kontak kusta serta menilai penggunaannya sebagai alat prognostik
maupun menilai status imunitas. Hal ini dilakukan dengan menghubungkan nilai
anti-LAM sIgA dengan parameter laboratorik dan klinis. Penelitian ini akan
berfokus terhadap fungsi saliva sebagai alat diagnostic.

2
Subyek penilitian ini adalah sampel saliva yang didapatkan dari pasien
maupun kontrol. Selanjutnya sampel akan dibagi menjadi 4 kelompok sebagai
berikut; kelompok 1: 116 pasien kusta (72 laki-laki dan 44 perempuan);
Kelompok 2: 39 pasien kusta (22 laki-laki dan 17 perempuan) yang telah
menyelesaikan MDT dimana evaluasi dilakukan ketika pasien akan pulang
(release from treatment), kelompok 3: 111 kontak rumah tangga (40 laki-laki dan
71 perempuan); dan kelompok 4: 11 (3 laki-laki dan 8 perempuan) kontrol
endemik sehat dengan kriteria berikut: pasien bebas kusta atau tanpa riwayat kusta
sebelumnya, tidak terdapat kontak dengan pasien kusta, tinggal di daerah endemik
yang sama, berusia lebih dari 18 tahun, tidak hamil atau menggunakan obat
imunosupresif.
Semua pasien, kontak maupun kontral akan dilakukan analisis deskriptif.
Normalitas sampel dinilai menggunakan uji Shapiro-Wilk dimana variabel tidak
menunjukkan distribusi data yang normal. Tes Mann-Whitney U dan Kruskal-
Wallis dilakukan untuk menguji apakah median antar kelompok berbeda, dengan
asumsi bahwa distribusi sampel adalah sama. Tes non-parametrik dilakukan
dengan sofware GraphPad Prism versi 5.0 (GraphPad Sofware, San Diego, CA,
USA), dan odds ratio (OR) dihitung melalui server MedCalc. Data dianggap
signifikan ketika P ≤ 0,05.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya korelasi positif antara anti-
LAM slgA terhadap kejadian reaksi kusta, menunjukkan peningkatan respon
seluler terhadap LAM pada pasien dengan infeksi M. leprae. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa pasien MB mengalami reaksi kusta yang lebih besar. Pasien
MB dan dengan anti-LAM slgA positif, empat kali lebih tinggi untuk mengalami
reaksi kusta dibandingkan dengan pasien dengan anti-LAM sIgA negatif. Selain
itu, penelitian ini juga menemukan bahwa anti-LAM slgA secara signifikan
berhubungan dengan tes Mitsuda yang positif, dimana hasil yang positif dapat
digunakan sebagai indikator imunitas kusta, baik akibat paparan sebelumnya atau
akibat imunitas alami.
Hasil dari peneltian ini juga menunjukkan bahwa tidak terdapat manfaat
pemeriksaan anti-LAM sIgA pada individu dengan status kusta yang belum
diketahui, karena anti-LAM sIgA saliva tidak dapat digunakan sebagai penanda

3
diagnostik. Dari penelitian ini diketahui bahwa anti-LAM sIgA tidak terdeteksi
pada 40% pasien ketika ditegakkan diagnosis kusta serta masih persistensi pada
lebih dari 35% pasien ketika pasien dipulangkan. Namun, pemantauan anti-LAM
slgA dalam saliva pasien kusta yang menjalani pengobatan dapat menjadi alat
penting dalam mendeteksi kelompok-kelompok berisiko tinggi untuk mengalami
reaksi kusta terutama tipe 1, serta temuan positif pada kontak rumah tangga
menunjukkan resistensi kusta yang tinggi.
Suatu hal penting dalam penelitian ini adalah hubungan positif antara anti-
LAM sIgA dengan tes Mistuda, sehingga tes Mitsuda dapat digantikan
penggunaannya dikarenakan tidak tersedianya tes Mitsuda di seluruh dunia dalam
mengevaluasi kontak serta imunitas seluler pasien. Pentingnya pemeriksaan ini
adalah untuk mengevaluasi serta pemantauan pasien kusta. Selain itu, penggunaan
saliva menghindari prosedur invasif.

Telaah Kritisi Jurnal Prognosis


Judul : Anti-lipoarabinomannan-specific Salivary IgA Sebagai Prognostic
Marker Reaksi Kusta Pada Penderita Serta Penanda Imunitas Seluler Pada Kontak

Penulis : André Alan Nahas, Mayara Ingrid de Sousa Lima, Isabela Maria
Bernardes Goulart dan Luiz Ricardo Goulart

PETUNJUK KOMENTAR
1. Apakah benar dibuat dalam Penelitian ini menggunakan metode
bentuk “inception cohort”? penelitian cross sectional. Data
o Tidak diidentifikasi pada satu waktu dan tidak
dilakukan follow up.
2. Apakah sistem rujukan Subyek penilitian ini adalah sampel saliva
digambarkan secara baik? yang didapatkan dari pasien maupun
o Ya kontrol. Sampel tersebut dibagi menjadi 4
kelompok sebagai berikut; kelompok 1:
116 pasien kusta (72 laki-laki dan 44
perempuan); Kelompok 2: 39 pasien kusta

4
(22 laki-laki dan 17 perempuan) yang telah
menyelesaikan MDT dimana evaluasi
dilakukan ketika pasien akan pulang
(release from treatment), kelompok 3: 111
kontak rumah tangga (40 laki-laki dan 71
perempuan); dan kelompok 4: 11 (3 laki-
laki dan 8 perempuan) kontrol endemik
sehat dengan kriteria yang jelas. Data
klinis dan laboratorium pasien juga
dibandingkan secara jelas.
3. Apakah tujuan dapat diikuti Tujuan penelitian dapat diikuti secara
secara lengkap? lengkap. Semua responden dilakukan
o Ya evaluasi klinis dan laboratorium secara
baku berupa Mitsuda test dan ELISA. Data
klinis pasien dinilai menggunakan kriteria
Ridley & Jopling. Sehingga alat ukur yang
akan digunakan dapat dibandingkan secara
langsung dengan pemeriksaan standar
yang ada.

4. Apakah hasil yang diukur Kriteria dan tujuan penelitian dapat


dapat dikembangkan dan dikembangkan dan digunakan ulang, serta
digunakan? yakin dapat diterapkan dengan cara yang
o Ya konsisten.

5. Apakah penilaiannya Bias suspeksi diagnostik (diagnostic


dilakukan secara buta suspection bias) dan bias yang diharapkan
(blind)? (expectation bias) dapat dihindari, faktor-
o Ya faktor prognosis secara detail dan segala
aspek yang mempengaruhi dihindari
supaya tidak mengubah hasil penelitian.
6. Apakah faktor-faktor luar Penelitian menggunakan sampel dari

5
yang menyertai dapat populasi hidup, sehingga hampir tidak
dilakukan justifikasi? mungkin untuk menghilangkan pengaruh
o Tidak maupun kontaminasi faktor-faktor luar.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil kritisi jurnal, didapatkan 4 jawaban “Ya” dan 2 jawaban


“Tidak”, sehingga dapat disimpulkan bahwa jurnal dengan judul ” Anti-
lipoarabinomannan-specific Salivary IgA Sebagai Prognostic Marker Reaksi
Kusta Pada Penderita Serta Penanda Imunitas Seluler Pada Kontak” ini layak baca
dan bisa untuk diadaptasikan sebagai penelitian lanjutan di RSUDZA.

Você também pode gostar