Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1
2
seksual pada seseorang. Jika seseorang yang tidak bisa terangsang oleh
rangsangan erotis normal (misalnya, seorang wanita telanjang) tetapi bisa
terangsang oleh benda mati, seperti sandal atau sepatu, berarti benda itu memiliki
semacam kekuatan magis pada orang itu, dan itulah yang disebut sebagai fetish.
Saat ini fetishisme pada pemujaan religius dan fetishisme seksual adalah dua
istilah yang terpisah dan memiliki makna yang berbeda.1
Bentuk lain dari fetishisme adalah partialism, yakni fetishist yang dalam
melakukan aktivitas seksualnya terangsang pada salah satu bagian spesifik dari
tubuh pasangannya, seperti kaki, payudara, pusar, pantat, hidung, telinga, atau
rambut panjang dengan warna tertentu. Pria dengan partialism menyukai wanita
karena hal tertentu yang dimiliki/dipakai wanita tersebut, sebut saja berambut
cokelat pirang atau bahkan mungkin seseorang dapat mendapatkan rangsangan
erotis oleh pesona individu berupa warna mata atau nada suara tertentu. Bahkan
juga dapat ditemukan seseorang partialism yang tertarik pada seorang wanita
yang memiliki mata yang juling.1
Krafft-Ebing menyebut hal tersebut sebagai physiological fetishism, yaitu
fetish terhadap area pubis, payudara atau bokong seorang wanita, atau yang biasa
disebut “fetish yang masih dapat diterima” daripada fetishist patologis misalnya
terhadap sepatu, sapu tangan atau korset wanita. Seorang fetish fisiologis dapat
terfasilitasi oleh bagian tubuh tersebut dan bahkan dapat meningkatkan
kenikmatan seksual atau hanya sebagai pelengkap aktivitas seksual. Sedangkan
keadaan patologis, seorang fetishist sulit untuk mencari pasangan dalam
berhubungan seksual. Hal penting dalam membedakan keduanya adalah seorang
fetishist fisiologis dapat terangsang oleh ciri khusus dari tubuh seseorang
(misalnya: rambut merah) tetapi masih dapat menunjukkan respon terhadap
rangsangan seksual dari wanita tanpa ciri khusus tersebut. Sedangkan pada
fetishist patologis tidak akan merespon rangsangan seksual kecuali oleh fetish
khusus tersebut.1
Prevalensi fetishisme tidak diketahui secara jelas. Penelitian yang berbeda
memberikan persentase yang berbeda-beda pula. Chalkley dan Powell
memperkirakan prevalensi fetishisme yang mencari pengobatan untuk gangguan
3
kejiwaan di Royal Bethlem dan Maudsley Rumah Sakit selama 20 tahun adalah
sekitar 0,8%. Gosselin dan Wilson pada penelitian yang lain melaporkan bahwa
18% individu yang sehat (yaitu, tidak meminta pertolongan tentang gangguan
seksual) merupakan individu fetishism. Fetishisme juga dapat muncul bersamaan
pada individu dengan tipe parafilia lain. Tipe parafilia yang paling sering
menyertai fetishisme adalah pedofilia dan transvetisisme.2
Scorolli dan kawan-kawan telah memeriksa 381 kelompok diskusi
menggunakan internet sebagai sumber data dalam upaya untuk memperkirakan
frekuensi relatif dari fetishist dalam jumah sampel individu yang besar. Sekitar
5000 orang ditargetkan dalam pemeriksaan ini. Preferensi untuk bagian tubuh atau
ciri tubuh tertentu (partialism) dan untuk benda yang berhubungan dengan tubuh
adalah yang paling umum yaitu dengan persentase masing-masing 33% dan 30%,
diikuti dengan preferensi untuk perilaku orang lain 18%, perilaku diri sendiri 7%,
perilaku sosial 7%, dan benda-benda tidak berhubungan dengan tubuh 5%. Kaki
dan benda-benda yang berhubungan dengan kaki adalah yang paling umum
sebagai target preferensi.2
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Fetish diambil dari bahasa Latin "Facticius" yang berarti "artificial" and
"facere", "to make" yang berarti sebuah benda yang dipercaya memiliki sebuah
kekuatan magis atau spiritual.1 Menurut defenisi kamus John Mc Echols dan
Hassan Shadily, fetish diartikan sebagai pemujaan mutlak/ mendalam. Namun
menurut Cambridge's Dictionary, kata ini didefenisikan sebagai rangsangan
secara seksual terhadap benda secara tidak wajar.3 Fetishisme adalah sebuah
hasrat seksual terhadap suatu bagian tubuh, objek, atau kegiatan/ gerakan pada
tubuh . Fetishist sesungguhnya adalah orang yang tidak mampu menikmati seks
tanpa adanya sebuah fetish.1 Menurut PPDGJ III, fetishisme merupakan
pengandalan pada benda mati sebagai suatu stimulus yang dapat membangkitkan
gairah seksual dan memberikan kepuasan seksual.
Fetishisme dibagi menjadi dua macam tipe :
1. "Spiritual Love" atau berarti fetishisme yang meliputi tingkat sosial, sikap,
sifat, dan pekerjaan dari fetish.
2. "Plastic Love" atau berarti fetishisme yang meliputi bagian tubuh, tekstur
tertentu, atau bahkan benda - benda lain.4
Ini merupakan sebuah "penyakit" psikologi yang membuat penderita
fetishisme (Fetishist) terobsesi pada bagian tubuh/objek/gerakan, mencintai hanya
bagian tubuh itu, dan peningkatan hasrat seksual pada bagian-bagian tertentu itu.
Misalnya :4
1. Bagian tubuh : mata, hidung, bibir, ketiak, pusar, telinga, pantat lain-lain
2. Objek pada tubuh : kacamata, stocking, lingerine, korset, behel, rantai,
gelang lain-lain
3. Gerakan atau kegiatan : mengibas rambut, berkeringat dan lain-lain
Menurut Alfred Binet, seorang pakar psikologis pernah menyimpulkan
fetishisme dikatakan sebagai penyakit psikologi jika objek (fetish) yang
didambakan oleh orang tersebut mengganggu kehidupan orang tersebut, dan pada
5
kenyataannya banyak orang yang berobat untuk bisa sembuh dari penyakit
psikologis ini.5 Ini disebut sebagai penyakit, karena penderita fetishisme ini tidak
akan tertarik selain objek dari fetishnya itu sendiri. Misalnya seseorang fetishist
tertarik pada mata seorang wanita, dia tidak akan peduli bila wanita itu berwajah
monster, cacat, atau yang lain. Bagi dia mata wanita itu adalah sempurna.5
Fetishisme menggambarkan bentuk penyimpangan seksual dimana
individu dalam melakukan aktivitas seksual melibatkan barang-barang tertentu.
Bila benda-benda yang menyertai aktivitas tersebut tidak ada, maka individu tidak
bergairah atau kehilangan libido seksualnya. Individu dengan gangguan fetishisme
akan bergairah bila melihat, merasakan atau bersentuhan dengan objek-objek
tersebut. Objek-objek fantasi seksual dapat berupa sepatu bertumit tinggi, kostum
bahan karet atau kulit, celana dalam tertentu, celana dalam wanita dengan corak
tertentu, atau lingerie.6
Pelaku fetishisme akan mengajak pasangannya untuk menggunakan
benda-benda atau menggunakannya sendiri dalam setiap aktivitas seksual. Bila
pasangannya menolak maka fetishist akan memilih tidak melakukan hubungan
seksual sama sekali. Beberapa jenis fetish didasarkan pada benda-benda yang
menjadi objek:1
a. balloon fetishism (balon)
b. fur fetishism (bulu binatang)
c. leather fetishism (seragam dari kulit), seperti: jaket kulit
d. panty fetishism (celana dalam)
e. robot fetishism (robot atau mesin)
f. rubber fetishism (bahan dari karet), seperti: baju renang
g. shoe fetishism (sepatu), seperti: sepatu hak tinggi, sepatu boot, sepatu
kets,dll.
h. smoking fetishism (rokok)
6
2.2 Etiologi
Menurut beberapa ahli kejiwaan, hasrat fetish bisa timbul karena
pengalaman traumatik dari penderita, misalnya salah satu orang yang sangat dia
sayang meninggal, dan beberapa tahun kemudian dia bertemu seseorang yang
memiliki bibir yang sama dengan orang yang dia sayang itu. Namun banyak juga
yang mengatakan bahwa fetishisme itu muncul karena adanya faktor alami dari
otak si penderita yang mengingat terus menerus bagian/objek/ kegiatan orang
yang disayanginnya. Misalnya, seseorang sedang rindu dengan kekasihnya,
kemudian dia membayangkannya dalam pikirannya, dan selalu ingat saat
kekasihnya tersenyum, tertawa, berjalan, dan akhirnya lama kelamaan berubah
menjadi sebuah fetishisme.7
Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa kebanyakan fetishists
cenderung kesepian, tidak tegas, dan menghabiskan banyak waktu dengan
berkhayal, tetapi tidak dijelaskan mengapa fetishist tidak tertarik pada wanita
yang merangsang. Hal ini menunjukkan bahwa mungkin lebih dari satu faktor
yang menyebabkan orang menjadi fetishist.7 McGuire at all, ingin menjelaskan
bahwa ada salah seorang pasien mereka berjenis kelamin laki-laki berusia 17
tahun, pernah melihat seorang gadis yang hanya memakai celana dalamnya lewat
jendela. Rasa seksualnya terangsang oleh pemandangan itu dan dia melakukan
masturbasi dengan pemandangan itu. Namun, dengan berlalunya waktu ingatan
tentang gadis itu menjadi kabur, sedangkan pemandangan lewat jendela tersebut
terus mengingatkannya akan bentuk dari pakaian dalam untuk digunakan dalam
khayalannya, sehingga menjadi ingatan yang sangat kuat. Kemudian
kepentingannya berubah secara bertahap namun konsisten, sehingga ketika dilihat
3 tahun kemudian ia tidak lagi memiliki kepentingan sedikit pun pada anak
perempuan tersebut, tetapi rangsangan seksual ditimbulkan oleh pakaian dalam
wanita yang dibeli atau dicurinya.1
Teori Psikoanalisis
Menurut teori libido Freud’s, anak berkeyakinan bahwa setiap wanita
(termasuk ibunya) memiliki vagina dan menolak untuk melepaskan kepercayaan
ini. Ketika ia menemukan bahwa perempuan tidak memiliki penis, ini merupakan
7
2.3 Penggolongan/Tingkatan
Ada 5 tingkatan fetishist dilihat dari tindakan atau seberapa jauh hasrat
fetishist kepada parts/objek/kegiatan yang dicintainya, yaitu:8
1. Tingkat I : Pemuja (Desires)
Ini merupakan tahap awal. Biasanya tidak terlalu terpengaruh atau fetish
tidak terlalu mengganggu pikiran seseorang.
Contohnya: saat seorang pria mengidamkan wanita dengan payudara yang
besar, rambut pirang, atau berbibir tipis. Namun bila pria ini tidak mendapatkan
wanita yang diimpikannya itu, dia tidak akan terlalu mempermasalahkannya dan
hubungan seksual dengan wanita itu tetap berjalan normal.
2. Tingkat II : Pecandu (Cravers)
Ini merupakan tingkatan lanjutan dari tingkat awal. Saat seseorang fetishist
telah mencapai tahap ini, psikologi orang ini akan membuat dirinya "amat
9
membutuhkan" pasangan dengan fetish tertentu yang didambakannya. Bila hal itu
tidak dapat terpenuhi, akan mengganggu hubungan seksual orang ini, misalnya
hilang hasrat seksual atau tidak tercapainya orgasme/klimaks.
3. Tingkat III : Fetishist Tingkat Menengah
Ini termasuk tingkat yang berbahaya, fetishist akan melakukan apapun
demi mendapatkan fetish yang dia inginkan dengan menculik atau mencuri,
menyiksa, atau hal-hal sadis lainnya. Hasrat seksual fetishist ini hanya akan
terlampiaskan dengan seseorang yang memiliki bagian yang dia inginkan “tidak
peduli itu lawan jenis ataupun sejenis”.
4. Tingkat IV : Fetishist Tingkat Tinggi
Lebih sadis dari tingkat III, pada tingkat ini seseorang ”tidak akan peduli
dengan hal lain diluar fetishnya”. Misalnya: Fetish seseorang adalah stocking
wanita, maka dia tidak membutuhkan wanita itu, hanya stockingnya saja
(hammer). Dan yang lebih parah adalah bila fetish seseorang adalah bagian tubuh,
dia hanya membutuhkan bagian tubuh orang itu saja dan tidak peduli dengan
orang yang memiliki bagian tubuh itu sendiri.
5. Tingkat V : Fetishistic Murderers
Tingkatan ini merupakan tingkatan yang sangat parah. Dimana pelaku rela
membunuh, memutilasi, demi mendapatkan fetish yang dia inginkan. Orang
dengan fetishisme bisa sembuh dengan terapi psikologis dan pengobatan kejiwaan
lainnya. Tergantung dari tingkat fetishist itu sendiri.
dimulai oleh remaja, meskipun fetish mungkin bisa muncul lebih awal dalam
masa anak-anak. Setelah menjadi suatu kebiasaan yang menetap, fetishisme
cenderung kronis. 9
Berikut ini adalah contoh gambar foot fetishism:
2.5 Diagnosis
Fetishisme harus didiagnosis hanya apabila fetish merupakan sumber yang
paling penting dari stimulasi seksual atau esensial untuk respons seksual yang
memuaskan. Fantasi fetishistik adalah lazim, tetapi tidak menjadi suatu gangguan
kecuali apabila menjurus kepada suatu ritual yang begitu memaksa dan tidak
semestinya sampai mengganggu hubungan seksual dan menyebabkan penderitaan
pada individu. Fetishisme terbatas hanya khusus pada pria. Menurut Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III), kode
yang sesuai untuk fetishisme adalah F65.0. 10
Pelaku baru didiagnosa menderita fetishisme apabila memiliki kepuasan
seksual terhadap sesuatu sedikitnya 6 bulan. Dalam hal ini pelaku biasanya
mengalami tekanan jiwa secara klinis dan cenderung terisolir dari kehidupan
11
sosial, pekerjaan, atau bidang fungsi penting lainnya dan bisa membahayakan baik
dirinya maupun orang lain.3
Adapun kriteria diagnostik untuk fetishisme menurut DSM-IV, Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorders adalah:11
1. Selama waktu sekurangnya 6 bulan terdapat khayalan yang merangsang
secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat
berupa pemakaian benda-benda mati (misalnya, pakaian dalam wanita)
2. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku yang menyebabkan penderitaan
yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan,
atau fungsi penting lainnya.
3. Objek fetish bukan perlengkapan pakaian wanita yang digunakan pada
“cross-dressing” (berpakaian lawan jenis) seperti pada fetishisme
transvestik atau alat-alat yang dirancang untuk tujuan stimulasi taktil pada
genital, misalnya sebuah vibrator.
2.7 Penatalaksanaan
Psikoterapi
Ada dua perawatan terapi untuk fetishisme, yaitu terapi perilaku kognitif
dan psikoanalisis, meskipun perawatan terapi tersebut biasanya tidak diperlukan.
Dalam kebanyakan kasus, fetishisme menikmati perilaku mereka dan melihatnya
sebagai orientasi natural dari diri mereka, dengan tidak berniat mengubahnya.
12
2.8 Psikofarmaka
Berbagai obat farmasi yang tersedia, yang menghambat produksi hormon
steroid, terutama hormon testosteron pada laki-laki dan hormon estrogen pada
perempuan. Dengan menghambat tingkat hormon seks steroid, hasrat seksual
menjadi berkurang. Jadi secara teori, seseorang bisa mendapatkan kemampuan
untuk mengendalikan fetish mereka disertai dengan proses pemikiran yang cukup
14
tanpa terganggu oleh rangsangan seksual. Selain itu, bantuan dan motivasi orang
lain dalam kehidupan sehari-hari mereka, memungkinkan mereka untuk
mengabaikan fetish dan kembali ke rutinitas sehari-hari.13
Penelitian lain mengasumsikan bahwa fetish menyerupai gangguan
obsesif-kompulsif sehingga gangguan ini dapat teratasi dengan penggunaan obat-
obatan psikiatri (inhibitor reuptake serotonin dan dopamine blocker) untuk
mengendalikan parafilia termasuk fetishisme yang mengganggu kemampuan
seseorang untuk berfungsi.13 Beberapa penelitian telah menunjukkan hasil positif
dalam studi kasus tunggal dengan beberapa obat, salah satunya adalah obat
topiramate yaitu suatu obat antikonvulsan baru dan berguna dalam beberapa kasus
fetishisme. Perawatan fisik melalui psikofarmaka cocok untuk mendukung salah
satu metode psikologis.1
Hal ini terbukti dari laporan kasus Syi’ah et al yang melaporkan seorang
pria berumur 23 tahun memiliki sifat fetishisme dengan objek kaki perempuan
dan sepatu. Dia akan merasa senang secara seksual dengan melihat atau mencium
kaki perempuan dan sepatu. Ketika psikoterapi pada individu tersebut tidak
ditemukan efektif, ia diberikan pengobatan dengan topiramate (200 mg per hari).
Dalam waktu 6 bulan gejalanya fetishisme berkurang. Tidak ada yang signifikan
efek samping.13
Jadi, terapi pengobatan hanya sangat diperlukan untuk fetishisme seksual
yang ekstrim yang berarti bahwa seseorang tidak dapat secara seksual mencapai
kepuasan tanpa melakukan fetishisme. Obat psikoaktif adalah bentuk utama dari
pengobatan.
2.9 Prognosis
Prognosis buruk untuk fetishisme adalah berhubungan dengan onset usia
yang awal, tingginya frekuensi tindakan, tidak ada perasaan bersalah atau malu
terhadap tindakan tersebut, dan penyalahgunaan zat. Perjalanan penyakit dan
prognosis adalah baik jika pasien memiliki motivasi tinggi untuk berubah, dan
jika pasien datang berobat sendiri, bukannya dikirim oleh badan hukum.11
15
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
12. Shiah IS, Chao CY, Mao WC, Chuang YJ. Treatment of paraphilic sexual
disorder: the use of topiramate in fetishism. Int Clin Psychopharmacol.
2006 Jul;21(4):241-3.