Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
KASUS
B. KELUHAN UTAMA :
Penurunan kesadaran post kecelakaan lalu lintas sejak 9 jam Sebelum Masuk Rumah Sakit.
1
- Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat.
F. RIWAYAT SOSIAL
- Pasien tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan.
B. STATUS GENERALIS :
Kepala : Normochepaly, rambut tidak mudah rontok, berwarna hitam.
Wajah : simetris
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-). Tampak hematom di
palpebra dextra
Telinga: Dalam batas normal
Hidung: Tampak darah keluar dari hidung, tidak ada fraktur
Mulut : Tampak darah keluar dari mulut.
Leher : JVP (5-2) cm H2O, Kelenjar getah bening tidak teraba pembesaran.
Thoraks: tampak luka lecet di dada kiri
Jantung :
2
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
- Palpasi : Iktus kordis teraba di spasium interkosta V linea midklavikularis sinistra.
- Perkusi : Batas kanan jantung terletak di spasium interkosta IV linea parasternalis
dekstra, Batas kiri jantung di spasium interkosta V linea midklavikularis sinistra.
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II normal, reguler, murmur (-), gallop (-).
Paru :
- Inspeksi : Simetris statis-dinamis, retraksi iga (-).
- Palpasi : Stem fremitus simetris kiri dan kanan, ekspansi dada simetris kiri dan
kanan.
- Perkusi : Sonor di semua lapang paru, batas paru hepar ICS V.
- Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-).
Abdomen :
- Inpeksi : abdomen datar
- Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), ballotment (-).
- Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen, shifting dullness (-).
- Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Ekstremitas :
Pitting edema (-/-), CRT ˂ 2 detik, akral hangat, atrofi otot (-).
C. STATUS NEUROLOGIS
Pupil : Isokor/isokor
Reflek cahaya langsung : +/+
Reflek cahaya tidak langsung : +/+
Tanda rangsang meningeal :
- Kaku kuduk : - (tidak ada)
- Lasegue : - (tidak ada)
- Kernig : - (tidak ada)
- Brudzinski 1 : - (tidak ada)
- Brudzinski 2 : - (tidak ada)
1. Nervus Cranialis :
Nervus II (visual) : Tidak dapat dilakukan
3
Nervus III (otonom)
- Ukuran Pupil : 2 mm – 2 mm
- Bentuk pupil : Bulat-Bulat
- RCL : +/+
- RCTL : +/+
- Nistagmus : tidak ada
Fungsi Sensorik
Nervus I : tidak dapat dinilai
Nervus V : baik
Nervus VII : baik
Nervus VIII : baik
Reflek :
Bisceps : + (ada) / + ( ada)
Triceps : + (ada) / + (ada)
4
3. Anggota Gerak bawah:
Motorik : 5555 / 5555
Pergerakan : normal
Tonus : eutonus
Trofi : eutrofi
Reflek :
Patella : (ada) +/+ ( ada)
Achilles : (ada) +/+(ada)
Babinski : (ada) +/- (tidak ada)
Chaddok : - (tidak ada) /- (tidak ada)
Gordon : - (tidak ada) /- (tidak ada)
Oppenheim : - (tidak ada) /- (tidak ada)
Klonus :
Paha : - (tidak ada)
Kaki : - (tidak ada)
Sensibilitas:
Rasa suhu : normal
Rasa Nyeri : normal
Rasa raba : normal
5
Leukosit : 15. 100 mm3
Trombosit : 404.000 sel/mm3
1.4 DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Berat
Diagnosis Etiologi : Trauma Kapitis
Diagnosis Topis : Diffuse Axonal Injury
1.5 TERAPI
- IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
- Infus mannitol 4 x 125 mg
- Injeksi neurotam 4 x 3 gr i.v
- Injeksi asam traneksamat 3 x 500 mg i.v
- Injeksi ceremax 5 cc/jam, dlanjutkan 10 cc/jam dalam 24 jam
- Injeksi ketese 3 x 1
- Injeksi govotil 2 x 1
- Pasang Catheter
- Pasang NGT
- Rawat ICU
- R/ CT Scan Kepala
6
1.7 CATATAN PERKEMBANGAN PENYAKIT
Tanggal Perkembangan Penyakit Terapi
19-01-2015 S: Pasien masih belum sadar, kejang tidak ada, - IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07.00 WIB muntah tidak ada, demam tidak ada. - Infus mannitol 3 x 125 mg
- Injeksi neurotam 4 x 3 gr i.v
- Injeksi asam traneksamat 3 x
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat
500 mg i.v
Kesadaran : Koma ringan
- Injeksi ceremax 5 cc/jam,
GCS : E1 M3 V2 :6
dlanjutkan 10 cc/jam dalam
TD : 100/90 mmhg
24 jam
N : 110 x/menit
- Injeksi ketese 3 x 1 i.v
P : 26 x/menit - Injeksi govotil 2 x 1 i.v
o
S : 37,0 C - Injeksi antrain 3 x 100 mg
- Diet makanan cair
Assesment: - R / CT Scan Kepala
Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Berat
Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis
Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
20-01-2015 S: Pasien masih belum sadar, kejang tidak ada, - IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07.00 WIB muntah tidak ada, demam tidak ada. : triofusin : aminofusin
- Infus mannitol 2 x 125 mg
- Injeksi neurotam 4 x 3 gr i.v
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat
- Injeksi asam traneksamat 3 x
Kesadaran : Koma ringan
500 mg i.v
TD : 100/70 mmhg
- Injeksi ceremax 5 cc/jam,
N : 120 x/menit
dlanjutkan 10 cc/jam dalam
P : 26 x/menit
24 jam
S : 36,8 o C - Injeksi ketese 3 x 1 i.v
- Injeksi govotil 2 x 1 i.v
Assesment: - Injeksi antrain 3 x 100 mg
Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Berat - Diet makanan cair
7
Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis - R / CT Scan Kepala
Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
21-01-2015 S: Pasien masih belum sadar, kejang tidak ada, - IVFD Ringer Laktat:
07.00 WIB muntah tidak ada, demam tidak ada. Triofusin: Aminofusin xx
gtt/m
22-01-2015 S: Pasien masih belum sadar, kejang tidak ada, - IVFD Ringer Laktat:
07:00 WIB muntah tidak ada, demam tidak ada. Triofusin: Aminofusin xx
gtt/m
8
Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
23-01-2015 S: Pasien masih belum sadar, kejang tidak ada, - IVFD Ringer Laktat:
07:00 WIB muntah tidak ada, demam tidak ada. Triofusin: Aminofusin xx
gtt/m
24-01-2015 S: Pasien masih belum sadar, kejang tidak ada, - IVFD Ringer Laktat:
07:00 WIB muntah tidak ada, demam tidak ada. Triofusin: Aminofusin xx
gtt/m
- Injeksi neurotam 4 x 3 gr i.v
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat
- Injeksi inchelin 2 x 500 mg
Kesadaran : Koma ringan
i.v
TD : 100/70 mmhg
- Injeksi asam traneksamat 3 x
N : 86 x/menit
500 mg i.v
P : 24 x/menit
- Injeksi ketese 3 x 1 i.v
S : 37,2 o C - Injeksi govotil 2 x 1 i.v
- Injeksi antrain 3 x 100 mg
Assesment: - Diet makanan cair
Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Berat - Pronalges supp 240 mg
Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis
Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
9
25-01-2015 S: Pasien masih belum sadar, ada sariawan, - IVFD Ringer Laktat:
07:00 WIB kejang tidak ada, muntah tidak ada, demam Triofusin: Aminofusin xx
26-01-2015 S: Pasien masih belum sadar, ada sariawan, - IVFD Ringer Laktat:
07:00 WIB kejang tidak ada, muntah tidak ada, demam Triofusin: Aminofusin xx
10
Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
27-01-2015 S: Pasien sudah sadar, ada sariawan, kejang - IVFD Ringer Laktat:
07:00 WIB tidak ada, muntah tidak ada, demam tidak ada. Triofusin: Aminofusin xx
gtt/m
28-01-2015 S: Pasien gelisah, ada sariawan, kejang tidak - IVFD Ringer Laktat:
07:00 WIB ada, muntah tidak ada, demam tidak ada. Triofusin: Aminofusin xx
gtt/m
- Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat
(ST)
Kesadaran : Delirium
- Injeksi dexamethason 2 x 5
GCS : E4 M6 V2 : 12
mg i.v
TD : 90/60 mmhg
- Injeksi citicholin 2 x 500 mg
N : 82 x/menit
i.v
P : 22 x/menit - Injeksi asam traneksamat 3 x
o
S : 36,8 C 250 mg i.v
- Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL - Kandistatin drop
(+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon - Diet makanan cair
11
eye’s (-)
Telinga : Battle sign’s (-)
R. Patologis : Babinsky (+) dextra
Kekuatan motorik : 5555 / 5555
5555 / 5555
Assesment:
Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang
Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis
Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
29-01-2015 S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah - IVFD Ringer Laktat:
07:00 WIB tidak ada, demam tidak ada. Triofusin: Aminofusin xx
gtt/m
- Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat
- Injeksi dexamethason 2 x 5
Kesadaran : Delirium
mg i.v
GCS : E4 M6 V2 : 12
- Injeksi citicholin 2 x 500 mg
TD : 100/80 mmhg
i.v
N : 90 x/menit
- Injeksi asam traneksamat 3 x
P : 20 x/menit 250 mg i.v
o
S : 36,8 C - Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v
- Dilantin 3 x 1 p.o
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL - Diet makanan cair
(+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon
eye’s (-)
Telinga : Battle sign’s (-)
R. Patologis : Babinsky (+) dextra
Kekuatan motorik : 5555 / 5555
5555 / 5555
Assesment:
Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang
Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis
12
Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
30-01-2015 S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah - IVFD Ringer Laktat:
07:00 WIB tidak ada, demam. Triofusin: Aminofusin xx
gtt/m
31-01-2015 S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah - IVFD Ringer Laktat:
tidak ada, tidak ada demam. Triofusin: Aminofusin xx
gtt/m
- Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat
- Injeksi dexamethason 2 x 5
Kesadaran : Delirium
mg i.v
GCS : E4 M6 V2 : 12
- Injeksi citicholin 2 x 500 mg
13
TD : 130/80 mmhg i.v
N : 86 x/menit - Injeksi asam traneksamat 3 x
01-02-2015 S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah - IVFD Ringer Laktat: :
07:00 WIB tidak ada, tidak ada demam. Aminofusin xx gtt/m
- Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v
- Injeksi dexamethason 2 x 5
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat
mg i.v
Kesadaran : Delirium
- Injeksi citicholin 2 x 500 mg
GCS : E4 M6 V3 : 13
i.v
TD : 110/90 mmhg
- Injeksi asam traneksamat 3 x
N : 82 x/menit
250 mg i.v
P : 20 x/menit - Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v
o
S : 36,9 C - Dilantin 3 x 1 p.o
- Injeksi sedacum 3cc k/p
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL - Diet makanan cair
(+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon
eye’s (-)
14
Telinga : Battle sign’s (-)
R. Patologis : Babinsky (-)
Kekuatan motorik : 5555 / 5555
5555 / 5555
Assesment:
Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang
Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis
Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
02-02-2015 S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah - IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07:00 WIB tidak ada, tidak ada demam. - Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v
- Injeksi dexamethason 2 x 5
mg i.v
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat
- Injeksi citicholin 2 x 500 mg
Kesadaran : Delirium
i.v
GCS : E4 M6 V3 : 13
- Injeksi asam traneksamat 3 x
TD : 130/80 mmhg
250 mg i.v
N : 84 x/menit
- Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v
P : 20 x/menit - Dilantin 3 x 1 p.o
o
S : 36,8 C - Injeksi sedacum 3cc k/p
- Diet makanan cair
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL
(+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon
eye’s (-)
Telinga : Battle sign’s (-)
R. Patologis : Babinsky (-)
Kekuatan motorik : 5555 / 5555
5555 / 5555
Assesment:
Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang
Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis
Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
15
03-02-2015 S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah - IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07:00 WIB tidak ada, tidak ada demam. - Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v
- Injeksi dexamethason 2 x 5
04-02-2015 S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah - IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07:00 WIB tidak ada, tidak ada demam. - Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v
- Injeksi dexamethason 2 x 5
16
N : 84 x/menit - Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v
P : 20 x/menit - Dilantin 3 x 1 p.o
05-02-2015 S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah - IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07:00 WIB tidak ada, tidak ada demam. - Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v
- Injeksi dexamethason 2 x 5
17
R. Patologis : Babinsky (-)
Kekuatan motorik : 5555 / 5555
5555 / 5555
Assesment:
Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang
Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis
Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
06-02-2015 S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah - IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07:00 WIB tidak ada, tidak ada demam. - Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v
- Injeksi dexamethason 2 x 5
18
07-02-2015 S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah - IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07:00 WIB tidak ada, tidak ada demam. - Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v
- Injeksi dexamethason 2 x 5
mg i.v
O: Keadan Umum: Tampak Sakit berat
- Injeksi citicholin 2 x 500 mg
Kesadaran : Delirium
i.v
GCS : E4 M6 V3 : 13
- Injeksi asam traneksamat 3 x
TD : 120/80 mmhg
250 mg i.v
N : 82 x/menit
- Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v
P : 20 x/menit - Dilantin 3 x 1 p.o
o
S : 36,8 C - Injeksi sedacum 3cc k/p
- Diet makanan cair
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL
(+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon
eye’s (-)
Telinga : Battle sign’s (-)
R. Patologis : Babinsky (-)
Kekuatan motorik : 5555 / 5555
5555 / 5555
Assesment:
Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang
Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis
Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
08-02-2015 S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah - IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07:00 WIB tidak ada, tidak ada demam. - Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v
- Injeksi dexamethason 2 x 5
mg i.v
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat
- Injeksi citicholin 2 x 500 mg
Kesadaran : Delirium
i.v
GCS : E4 M6 V3 : 13
- Injeksi asam traneksamat 3 x
TD : 120/80 mmhg
250 mg i.v
N : 80 x/menit
- Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v
19
P : 20 x/menit - Dilantin 3 x 1 p.o
S : 37 o C - Injeksi sedacum 3cc k/p
- Diet makanan cair
09-02-2015 S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah - IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07:00 WIB tidak ada, tidak ada demam. - Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v
- Injeksi dexamethason 2 x 5
mg i.v
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat
- Injeksi citicholin 2 x 500 mg
Kesadaran : Delirium
i.v
GCS : E4 M6 V3 : 13
- Injeksi asam traneksamat 3 x
TD : 110/80 mmhg
250 mg i.v
N : 84 x/menit
- Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v
P : 20 x/menit - Dilantin 3 x 1 p.o
o
S : 36,7 C - Injeksi sedacum 3cc k/p
- Diet makanan cair
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL
(+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon
eye’s (-)
Telinga : Battle sign’s (-)
R. Patologis : Babinsky (-)
20
Kekuatan motorik : 5555 / 5555
5555 / 5555
Assesment:
Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang
Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis
Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
10-02-2015 S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah - IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07:00 WIB tidak ada, tidak ada demam. - Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v
- Injeksi dexamethason 2 x 5
mg i.v
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat
- Injeksi citicholin 2 x 500 mg
Kesadaran : Delirium
i.v
GCS : E4 M6 V3 : 13
- Injeksi asam traneksamat 3 x
TD : 110/70 mmhg
250 mg i.v
N : 84 x/menit
- Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v
P : 20 x/menit - Dilantin 3 x 1 p.o
o
S : 36,8 C - Injeksi sedacum 3cc k/p
- Diet makanan cair
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL
(+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon
eye’s (-)
Telinga : Battle sign’s (-)
R. Patologis : Babinsky (-)
Kekuatan motorik : 5555 / 5555
5555 / 5555
Assesment:
Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang
Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis
Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
11-02-2015 S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah - IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
21
07:00 WIB tidak ada, tidak ada demam. - Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v
- Injeksi dexamethason 2 x 5
12-02-2015 S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah - IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07:00 WIB tidak ada, tidak ada demam. - Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v
- Injeksi dexamethason 2 x 5
mg i.v
O: Keadan Umum: Tampak Sakit sedang
- Injeksi citicholin 2 x 500 mg
Kesadaran : Delirium
i.v
GCS : E4 M6 V4 : 14
- Injeksi asam traneksamat 3 x
TD : 110/70 mmhg
250 mg i.v
N : 84 x/menit
- Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v
P : 20 x/menit - Dilantin 3 x 1 p.o
22
S : 36,8 o C - Injeksi sedacum 3cc k/p
13-02-2015 S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah - IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07:00 WIB tidak ada, tidak ada demam. - Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v
- Injeksi dexamethason 2 x 5
mg i.v
O: Keadan Umum: Tampak Sakit sedang
- Injeksi citicholin 2 x 500 mg
Kesadaran : Delirium
i.v
GCS : E4 M6 V4 : 14
- Injeksi asam traneksamat 3 x
TD : 110/70 mmhg
250 mg i.v
N : 84 x/menit
- Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v
P : 20 x/menit - Dilantin 3 x 1 p.o
o
S : 36,8 C - Injeksi sedacum 3cc k/p
23
5555 / 5555
Assesment:
Diagnosis Klinik : Cedera Kepala ringan
Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis
Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
24
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
25
coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang
disebut contrecoup.1
Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara
mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak
(substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih
cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan
(contrecoup). 1
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis
yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema
otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan
perubahan neurokimiawi. 1
26
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat
berbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar
tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT Scan dengan dengan teknik bone
window untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur
dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan
lebih rinci.tanda-tanda tersebut antara lain ekimosis periorbital (raccoon eye
sign), ekimosis retroauikular (battle sign), kebocoran CSS(Rhinorrhea, otorrhea)
dan paresis nervusfasialis. Fraktur cranium terbuka atau komplikata
mengakibatkan adanya hubungan antara laserasi kulit kepala dan permukaan
otak karena robeknya selaput duramater. Keadaan ini membutuhkan tindakan dengan
segera. Adanya fraktur tengkorak merupakan petunjuk bahwa benturan yang
terjadi cukup berat sehingga mengakibatkan retaknya tulang tengkorak.
Frekuensi fraktur tengkorak bervariasi, lebih banyak fraktur ditemukan bila
penelitian dilakukan pada populasi yang lebih banyak mempunyai cedera berat.
Fraktur kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali
pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Fraktur
kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada
pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Untuk alasan ini,
adanya fraktura tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat dirumah sakit
untuk pengamatan.4
2. Lesi intrakranial
Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa, walau kedua
bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma
epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atauhematoma intraserebral). Pasien
pada kelompok cedera otak difusa,secara umum, menunjukkan CT scan normal
namun menunjukkan perubahan sensorium atau bahkan koma dalam keadaan
klinis.3
27
a. Hematoma epidural
Hematoma epidural (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang
potensial antara tabula interna dan duramater dengan ciri berbentuk bikonvek
atau menyerupai lensa cembung. Paling sering terletak diregio temporal atau
temporoparietal dan sering akibat robeknya pembuluh meningeal media.
Perdarahan biasanya dianggap berasal arterial, namun mungkin sekunder dari
perdarahan vena pada sepertiga kasus. Kadang-kadang, hematoma epidural
akibat robeknya sinus vena, terutama diregio parietal-oksipital atau fossa
posterior. Walau hematoma epidural relatif tidak terlalu sering (0.5% dari
keseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera kepala), harus selalu diingat
saat menegakkan diagnosis dan ditindak segera. Bila ditindak segera, prognosis
biasanya baik karena penekan gumpalan darah yang terjadi tidak berlangsung
lama. Keberhasilan pada penderita pendarahan epidural berkaitan langsung
denggan status neurologis penderita sebelum pembedahan.
Penderita dengan pendarahan epidural dapat menunjukan adanya lucid
interval yang klasik dimana penderita yang semula mampu bicara lalu tiba-
tiba meningggal (talk and die), keputusan perlunya tindakan bedah memang tidak
mudah dan memerlukan pendapat dari seorang ahli bedah saraf.4
Dengan pemeriksaan CT Scan akan tampak area hiperdens yang tidak
selalu homogen, bentuknya biconvex sampai planoconvex, melekat pada tabula
interna dan mendesak ventrikel ke sisi kontralateral (tanda space occupying
lesion). Batas dengan korteks licin densitas duramater biasanya jelas, bila
meragukan dapat diberikan injeksi media kontras secara intravena sehingga
tampak lebih jelas.5
b. Hematoma subdural
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi diantara
duramater dan arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH,
ditemukansekitar 30% penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering
akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus draining .
Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau substansi
28
otak. Fraktur tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain itu, kerusakan otak
yang mendasari hematoma subdural akut biasanya sangat lebih berat dan
prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas umumnya 60%,
namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat segera dan
pengelolaan medis agresif. Subdural hematom terbagi menjadi akut dan
kronis.3
i. Hematoma subdural akut
Pada CT Scan tampak gambaran hyperdens sickle ( seperti bulan sabit )
dekat tabula interna, terkadang sulit dibedakan dengan epidural hematom.
Batas medial hematom seperti bergerigi. Adanya hematom di daerah fissure
interhemisfer dan tentorium juga menunjukan adanya hematoma subdural.3
29
jaringan otak yang menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di
dalam jaringan otak tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus
frontalis dan temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan
(coup) atau pada sisilainnya (countrecoup).Defisit neurologi yang didapatkan
sangat bervariasi dan tergantung pada lokasi dan luas perdarahan.6
d. Cedera difus
Cedara otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat cedera
akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang sering terjadi pada
cedera kepala. Komosio cerebri ringan adalah keadaan cedera dimana
kesadaran tetap tidak terganggu namun terjadi disfungsi neurologis yang
bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun
karena ringan kerap kali tidak diperhatikan. Bentuk yang paling ringan dari
komosio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia.
Sindroma ini pulih kembali tanpa gejala sisa sama sekali. Cedera komosio
yang lebih berat menyebabkan keadaan bingung disertai amnesia retrograde
dan amnesia Anterograde.7
Komosio cerebri klasik adalah cedera yang mengakibatkan
menurunnya atau hilanggnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan
amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya
cidera. Dalam beberapa penderita dapat timbul defisist neurologis untuk beberapa
waktu.defisit neurologis itu misalnya kesulitan mengingat, pusing, mual, anosmia,
dan depresi serta gejala lain. Gejala-gajala ini dikenal sebagai sindroma pasca
komosio yang dapat cukup berat.7
Cedera aksonal difus (Diffuse Axonal Injury) adalah keadaan dimana
penderita mengalami koma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak
diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemik. Biasanya penderita dalam
keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu. Penderita
sering menuunjukan gejala dekortikasi atau deserebrasi dan bila pulih sering
tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita sering
menunjukan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis dan
30
hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera aksonal difus dan cedera otak kerena
hipoksia secara klinis tidak mudah, dan memang dua keadaan tersebut sering
terjadi bersamaan.7
31
2. Commotio cerebri ( gegar otak )
a. Adanya penurunan kesadaran ( pingsan > 10 menit )
b. Amnesia retrograde
c. Pusing, sakit kepala, muntah
d. Tidak ada defisit neurologis
Manajemen
1. Airway
Periksa dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan.
a. Lendir, darah,muntahan, benda asing : lakukan penyedotan dengan suction, pasang
NGT.
b. Posisi kepala dalam posisi netral, tidak miring ke kanan atau ke kiri.
c. Lakukan intubasi endotrakeal terutama pada pasien GCS ≤ 7 tetapi sebelumnya
harus diyakini tidak ada fractur cervical.
d. Foto rontgen cervical lateral dapat menjadi pilihan sebelum melakukan tindakan
intubasi. Apabila didapatkan fractur cervical, maka tindakan yang dilakukan adalah
tracheostomi.
2. Breathing
Perhatikan gerak napasnya, jika terdapat tanda – tanda sesak segera pasang oksigen.
3. Circulation
Periksa tekanan darah dan denyut nadi. Jika ada tanda – tanda syok segera pasang
infus. Bila disertai dengan perdarahan yang cukup banyak bisa ditambah dengan
tranfusi darah ( whole blood ). Pasang kateter untuk memonitoring balans cairan.
4. Setelah kondisi pasien stabil, Periksa tingkat kesadaran pasien, perhatikan
kemungkinan cedera spinal. Adanya cedera/ luka robek atau tembus. Jika ada luka
robek, bersihkan lalu di jahit.
5. Foto rontgen tengkorak.
Dilakukan pada posisi AP dan Lateral.
6. CT scan kepala.
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada semua cedera kepala, kecuali pada pasien-pasien
yang asimptomatik tidak perlu dilakukan.
32
7. Observasi
8. Terapi simptomatik
Kriteria rawat :
a. Amnesia post traumatika lebih dari 1 jam
b. Riwayat kehilangan kesadaran lebih dari 15 menit
c. Penurunan tingkat kesadaran
d. Nyeri kepala sedang hingga berat
e. CT scan abnormal ( adanya fraktur, perdarahan )
f. Otorrhea, rhinorrhea
g. Semua cedera tembus
h. Indikasi sosial ( tidak ada pendamping di rumah )
Penderita yang tidak memiliki gejala seperti di atas diperbolehkan pulang setelah
dilakukan pemantauan di rumah sakit dengan catatan harus kembali ke rumah sakit bila
timbul gejala-gejala ( observasi 1 x 24 jam ) seperti :
a. Mengantuk dan sukar dibangunkan
b. Mual dan muntah hebat
c. Kejang
d. Nyeri kepala bertambah hebat
e. Bingung, tidak mampu berkonsentrasi
f. Gelisah
33
C. Cedera Kepala Berat
Penderita kelompok ini tidak dapat mengikuti segala perintah sederhana karena
adanya gangguan kesadaran ( GCS 3 – 8). Cedera kepala berat dapat dibagi menjadi :
1. Contusio cerebri
a. Pingsan > 10 menit
b. Kegelisahan motorik
c. Sakit kepala, muntah
d. Kejang
e. Pada kasus berat dapat dijumpai pernapasan cheyne stokes
f. Amnesia anterogard
2. Laceratio cerebri
Biasanya didapat pada fraktur terbuka maupun tertutup. Penangan kasus ini mencakup:
a. Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip ABC seperti pada cedera kepala
ringan.
b. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan di
bagian tubuh lainnya.
c. Pemeriksaan neurologis, meliputi : reflex buka mata, reflex cahaya pupil,
d. Respon motorik, respon verbal, respon okulo sefalik ( Doll’s eye ).
e. Pemeriksaan penunjang : CT-scan, angiografi.
f. Rawat selama 7 – 10 hari.
g. Beri manitol 20 % ( 1 gr/BB ) bolus dalam 5 menit.
h. Furosemid ( 0,3 – 0,5 mg/BB ) diberi bersama manitol.
i. Antikonvulsan : fenitoin dan fenobarbital.
Indikasi Operasi
Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan
neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan sebagai
berikut :
1. Volume massa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial
2. Volume massa hematom lebih dari 20 ml di daerah infratentorial
3. Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis
34
4. Tanda fokal neurologis semakin berat
5. Terdapat gejala TIK yang meningkat lebih dari 25 mmHg( sakit kepala hebat, muntah
proyektil)
6. Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm
atau penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang.
2.7 PROGNOSIS
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami
penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya
kerusakan otak yang terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area,
sehingga area yang tidak mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya
yang mengalami kerusakan. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak
untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang. Selain itu lokasi
terjadinya lesi pada bagian kepala pada saat trauma juga sangat mempengaruhi kondisi
bagi penderita.2
35
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan klasifikasi cedera kepala, pasien ini termasuk ke dalam cedera kepala berat
yaitu dengan glasgow coma scale yang bernilai 6 yaitu tidak membuka mata bernilai 1, gerakan
motorik terjadi fleksi abnormal bernilai 3, dan mengerang bernilai 2. Pada pasien ini terjadi
penurunan kesadaran yang diakibatkan benturan pada kepala karena yaitu coup dan contrecoup
sehingga menyebabkan kemungkinan adanya diffuse axonal injury. Cedara otak difus merupakan
kelanjutan kerusakan otak akibat cedera akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk
yang sering terjadi pada cedera kepala. Cedera aksonal difus (Diffuse Axonal Injury) adalah
keadaan dimana penderita mengalami koma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak
diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemik. Biasanya penderita dalam keadaan koma
yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu. Penderita sering menuunjukan gejala
dekortikasi atau deserebrasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila
bertahan hidup. Pada pasien ini juga ditemukan perdarahan dari hidung. Hal ini diduga
menandakan adanya fraktur basis kranii anterior yang disebabkan adanya robekan pada
duramater dan arakhnoid pada fraktur lamina kribosa. Penanganan pasien dengan cedera kepala
berat dapat dilakukan dengan primary survey dan secondary survey, serta menilai status
neurologisnya. Pada paseien ini dianjurkan dilakukan pemeriksaan foto polos kepala dan CT
Scan kepala untuk menilai adanya kerusakan di otak. Tatalaksana pasien ini dapat diberikan
terapi medikamentosa berupa infus mannitol dengan dosis 1 Kg/BB dan furosemid dengan dosis
0,3-0,5 mg/KgBB untuk mengurangi adanya edema pada otak.
36
BAB IV
KESIMPULAN
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian tetapi juga penderita bisa mengalami
penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya
kerusakan otak yang terjadi. Terjadinya cedera kepala, kerusakan dapat terjadi dalam dua
tahap, yaitu cedera primer yang merupakan akibat yang langsung dari suatu ruda paksa.
Dan cedera sekunder yang terjadi akibat berbagai prosese patologis yang timbul sebagai
tahap lanjutan dari kerusakan otak primer.Aspek-aspek terjadinya cedera kepala
dikelompokan menjadi beberapa klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme cedera kepala,
beratnya cedera kepala, dan morfologinya. Tetapi dari beberapa referensi, trauma
maxillofacial juga termasuk dalam bahasan cedera kepala, yang walaupun bukan
merupakan penyebab kematian namun merupakan penyebab kecacatan yang akan menetap
seumur hidup yang perlu dipertimbangkan. Kerusakan otak sering kali menyebabkan
kelainan fungsi yang menetap, yang bervariasi tergantung kepada kerusakan yang terjadi,
apakah terbatas (terlokalisir) atau lebih menyebar (difus). Kelainan fungsi yang terjadi juga
tergantung kepada bagian otak mana yang terkena. Gejala yang terlokalisir bisa berupa
perubahan dalam gerakan, sensasi, berbicara, penglihatan dan pendengaran. Kelainan fungsi
otak yang difus bisa mempengaruhi ingatan dan pola tidur penderita, dan bisa menyebabkan
kebingungan dan koma. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehingga
area yang tidak mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang
mengalami kerusakan. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk
menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang.
37
DAFTAR PUSTAKA
38