Você está na página 1de 21

Tugas Sejarah Indonesia

Biografi Perjuangan Pahlawan Indonesia Dari Masa Kemerdekaan Hingga


Masa Orde Reformasi

Nama kelompok :
1. M.Taufiq Rahman

Kelas XI-A
A.Pahlawan dimasa kemerdekaan
1. Ir.Soekarno

Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno,
lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970.
Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai.
Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri
Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh.
Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi,
wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika..

Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar.
Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar
Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan
sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah
menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke
Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi
yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926.

Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai


Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya,
Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929.
Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia
Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih
maju itu.

Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun
dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan
sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke
Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta
memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI
tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang
disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad
Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus
1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang
pertama.

Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar
(ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan
nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan
Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian
berkembang menjadi Gerakan Non Blok.

Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan


penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto
sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21
Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta
dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai.
Pemerintah menganugerahkannya sebagai “Pahlawan Proklamasi”.

2. Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889.Terlahir dengan


nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton
Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut
hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu,
ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini
dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun
hatinya.
Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi
kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar
Belanda) Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi
tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa
surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem
Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal.
Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu
membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.
Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan
politik. Pada tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk
mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu
mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara
Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto
Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang
beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan
mencapai Indonesia merdeka.

Mereka berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum
pada pemerintah kolonial Belanda. Tetapi pemerintah kolonial Belanda melalui
Gubernur Jendral Idenburg berusaha menghalangi kehadiran partai ini dengan menolak
pendaftaran itu pada tanggal 11 Maret 1913. Alasan penolakannya adalah karena
organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan
menggerakan kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.

Kemudian setelah ditolaknya pendaftaran status badan hukum Indische Partij ia pun
ikut membentuk Komite Bumipoetra pada November 1913. Komite itu sekaligus
sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa
Belanda. Komite Boemipoetra itu melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda
yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan
Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan
tersebut.

Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik lewat tulisan berjudul Als
Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar
Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Tulisan
Seandainya Aku Seorang Belanda yang dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr.
Douwes Dekker itu antara lain berbunyi:
“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta
kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar
dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh
si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu.
Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan
sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu!
Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan
sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut
mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun”.

Akibat karangannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral


Idenburg menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukuman internering
(hukum buang).
3. dr.Cipto Mangunkusumo

Cipto Mangunkusumo dilahirkan pada 4 Maret 1886 di desa Pecagakan Jepara. Ia


adalah putera tertua dari Mangunkusumo, seorang priyayi rendahan dalam struktur
masyarakat Jawa. Karir Mangunkusumo diawali sebagai guru bahasa Melayu di sebuah
sekolah dasar di Ambarawa, kemudian menjadi kepala sekolah pada sebuah sekolah
dasar di Semarang dan selanjutnya menjadi pembantu administrasi pada Dewan Kota
di Semarang. Sementara, sang ibu adalah keturunan dari tuan tanah di Mayong, Jepara.
Meskipun keluarganya tidak termasuk golongan priyayi birokratis yang tinggi
kedudukan sosialnya, Mangunkusumo berhasil menyekolahkan anak-anaknya pada
jenjang yang tinggi. Cipto beserta adik-adiknya yaitu Gunawan, Budiardjo, dan
Syamsul Ma’arif bersekolah di Stovia, sementara Darmawan, adiknya bahkan berhasil
memperoleh beasiswa dari pemeintah Belanda untuk mempelajari ilmu kimia industri
di Universitas Delf, Belanda. Si bungsu, Sujitno terdaftar sebagai mahasiswa Sekolah
Tinggi Hukum di Jakarta.
Ketika menempuh pendidikan di Stovia, Cipto mulai memperlihatkan sikap yang
berbeda dari teman-temannya. Teman-teman dan guru-gurunya menilai Cipto sebagai
pribadi yang jujur, berpikiran tajam dan rajin. “Een begaald leerling”, atau murid yang
berbakat adalah julukan yang diberikan oleh gurunya kepada Cipto. Di Stovia Cipto
juga mengalami perpecahan antara dirinya dan lingkungan sekolahnya. Berbeda
dengan teman-temannya yang suka pesta dan bermain bola sodok, Cipto lebih suka
menghadiri ceramah-ceramah, baca buku dan bermain catur. Penampilannya pada
acara khusus, tergolong eksentrik, ia senantiasa memakai surjan dengan bahan lurik
dan merokok kemenyan. Ketidakpuasan terhadap lingkungan sekelilingnya,
senantiasan menjadi topik pidatonya. Baginya, Stovia adalah tempat untuk menemukan
dirinya, dalam hal kebebasan berpikir, lepas dari tradisi keluarga yang kuat, dan
berkenalan dengan lingkungan baru yang diskriminatif.
Beberapa Peraturan-peraturan di Stovia menimbulkan ketidak puasan pada dirnya,
seperti semua mahasiswa Jawa dan Sumatra yang bukan Kristen diharuskan memakai
pakaian tadisional bila sedang berada di sekolah. Bagi Cipto, peraturan berpakaian di
Stovia merupakan perwujudan politik kolonial yang arogan dan melestarikan
feodalisme. Pakaian Barat hanya boleh dipakai dalam hirarki administrasi kolonial,
yaitu oleh pribumi yang berpangkat bupati. Masyarakat pribumi dari wedana ke bawah
dan yang tidak bekerja pada pemerintahan, dilarang memakai pakaian Barat. Implikasi
dari kebiasaan ini, rakyat cenderung untuk tidak menghargai dan menghormati
masyarakat pribumi yang memakai pakaian tradisional.

Keadaan ini senantiasa digambarkannya melalui De Locomotief, pers kolonial yang


sangat progresif pada waktu itu, di samping Bataviaasch Nieuwsblad. Sejak tahun 1907
Cipto sudah menulis di harian De Locomotief. Tulisannya berisi kritikan, dan
menentang kondisi keadaan masyarakat yang dianggapnya tidak sehat. Cipto sering
mengkritik hubungan feodal maupun kolonial yang dianggapnya sebagai sumber
penderitaan rakyat. Dalam sistem feodal terjadi kepincangan-kepincangan dalam
masyarakat. Rakyat umumnya terbatas ruang gerak dan aktivitasnya, sebab banyak
kesempatan yang tertutup bagi mereka. Keturunanlah yang menentukan nasib
seseorang, bukan keahlian atau kesanggupan. Seorang anak “biasa” akan tetap tinggal
terbelakang dari anak bupati atau kaum ningrat lainnya.

Kondisi kolonial lainnya yang ditentang oleh Cipto adalah diskriminasi ras. Sebagai
contoh, orang Eropa menerima gaji yang lebih tinggi dari orang pribumi untuk suatu
pekerjaan yang sama. Diskriminasi membawa perbedaan dalam berbagai bidang
misalnya, peradilan, perbedaan pajak, kewajiban kerja rodi dan kerja desa. Dalam
bidang pemerintahan, politik, ekonomi dan sosial, bangsa Indonesia menghadapi garis
batas warna. Tidak semua jabatan negeri terbuka bagi bangsa Indonesia. Demikian juga
dalam perdagangan, bangsa Indonesia tidak mendapat kesempatan berdagang secara
besar-besaran, tidak sembarang anak Indonesia dapat bersekolah di sekolah Eropa,
tidak ada orang Indonesia yang berani masuk kamar bola dan sociteit. Semua diukur
berdasarkan warna kulit.

Tulisan-tulisannya di harian De Locomotief, mengakibatkan Cipto sering mendapat


teguran dan peringatan dari pemerintah. Untuk mempertahankan kebebasan dalam
berpendapat Cipto kemudian keluar dari dinas pemerintah dengan konsekuensi
mengembalikan sejumlah uang ikatan dinasnya yang tidak sedikit.

Selain dalam bentuk tulisan, Cipto juga sering melancarkan protes dengan bertingkah
melawan arus. Misalnya larangan memasuki sociteit bagi bangsa Indonesia tidak
diindahkannya. Dengan pakaian khas yakni kain batik dan jas lurik, ia masuk ke sebuah
sociteit yang penuh dengan orang-orang Eropa. Cipto kemudian duduk dengan kaki
dijulurkan, hal itu mengundang kegaduhan di sociteit. Ketika seorang opas (penjaga)
mencoba mengusir Cipto untuk keluar dari gedung, dengan lantangnya Cipto memaki-
maki sang opas serta orang-orang berada di dekatnya dengan mempergunakan bahasa
Belanda. Kewibawaan Cipto dan penggunaan bahasa Belandanya yang fasih membuat
orang-orang Eropa terperangah.

Terbentuknya Budi Utomo pada 20 Mei 1908 disambut baik Cipto sebagai bentuk
kesadaran pribumi akan dirinya. Pada kongres pertama Budi Utomo di Yogyakarta,
jatidiri politik Cipto semakin nampak. Walaupun kongres diadakan untuk memajukan
perkembangan yang serasi bagi orang Jawa, namun pada kenyataannya terjadi
keretakan antara kaum konservatif dan kaum progesif yang diwakili oleh golongan
muda. Keretakan ini sangat ironis mengawali suatu perpecahan ideology yang terbuka
bagi orang Jawa.

Dalam kongres yang pertama terjadi perpecahan antara Cipto dan Radjiman. Cipto
menginginkan Budi Utomo sebagai organisasi politik yang harus bergerak secara
demokratis dan terbuka bagi semua rakyat Indonesia. Organisasi ini harus menjadi
pimpinan bagi rakyat dan jangan mencari hubungan dengan atasan, bupati dan pegawai
tinggi lainnya. Sedangkan Radjiman ingin menjadikan Budi Utomo sebagai suatu
gerakan kebudayaan yang bersifat Jawa.

Cipto tidak menolak kebudayaan Jawa, tetapi yang ia tolak adalah kebudayaan keraton
yang feodalis. Cipto mengemukakan bahwa sebelum persoalan kebudayaan dapat
dipecahan, terlebih dahulu diselesaikan masalah politik. Pernyataan-pernyataan Cipto
bagi jamannya dianggap radikal. Gagasan-gagasan Cipto menunjukkan rasionalitasnya
yang tinggi, serta analisis yang tajam dengan jangkauan masa depan, belum mendapat
tanggapan luas. Untuk membuka jalan bagi timbulnya persatuan di antara seluruh
rakyat di Hindia Belanda yang mempunyai nasib sama di bawah kekuasaan asing, ia
tidak dapat dicapai dengan menganjurkan kebangkitan kehidupan Jawa. Sumber
keterbelakangan rakyat adalah penjajahan dan feodalisme.

Meskipun diangkat sebagai pengurus Budi Utomo, Cipto akhirnya mengundurkan diri
dari Budi Utomo yang dianggap tidak mewakili aspirasinya. Sepeninggal Cipto tidak
ada lagi perdebatan dalam Budi Utomo akan tetapi Budi Utomo kehilangan kekuatan
progesifnya.

Setelah mengundurkan diri dari Budi Utomo, Cipto membuka praktek dokter di Solo.
Meskipun demikian, Cipto tidak meninggalkan dunia politik sama sekali. Di sela-sela
kesibukkannya melayani pasiennya, Cipto mendirikan Raden Ajeng Kartini Klub yang
bertujuan memperbaiki nasib rakyat. Perhatiannya pada politik semakin menjadi-jadi
setelah dia bertemu dengan Douwes Dekker yang tengah berpropaganda untuk
mendirikan Indische Partij. Cipto melihat Douwes Dekker sebagai kawan
seperjuangan. Kerjasama dengan Douwes Dekker telah memberinya kesempatan untuk
melaksanakan cita-citanya, yakni gerakan politik bagi seluruh rakyat Hindia Belanda.
Bagi Cipto Indische Partij merupakan upaya mulia mewakili kepentngan-kepentingan
semua penduduk Hindia Belanda, tidak memandang suku, golongan, dan agama.

Pada tahun 1912 Cipto pindah dari Solo ke Bandung, dengan dalih agar dekat dengan
Douwes Dekker. Ia kemudian menjadi anggota redaksi penerbitan harian de Expres dan
majalah het Tijdschrijft. Perkenalan antara Cipto dan Douwes Dekker yang sehaluan
itu sebenarnya telah dijalin ketika Douwes Dekker bekerja pada Bataviaasch
Nieuwsblad. Douwes Dekker sering berhubungan dengan murid-murid Stovia.

Pada Nopember 1913, Belanda memperingati 100 tahun kemerdekaannya dari


Perancis. Peringatan tersebut dirayakan secara besar-besaran, juga di Hindia Belanda.
Perayaan tersebut menurut Cipto sebagai suatu penghinaan terhadap rakyat bumi putera
yang sedang dijajah. Cipto dan Suwardi Suryaningrat kemudian mendirikan suatu
komite perayaan seratus tahun kemerdekaan Belanda dengan nama Komite Bumi
Putra. Dalam komite tersebut Cipto dipercaya untuk menjadi ketuanya. Komite tersebut
merencanakan akan mengumpulkan uang untuk mengirim telegram kepada Ratu
Wihelmina, yang isinya meminta agar pasal pembatasan kegiatan politik dan
membentuk parlemen dicabut.
Biografi WR. Supratman
Wage Rudolf Supratman (9 Maret[1] 1903, Jatinegara, Jakarta – 17 Agustus 1938,
Surabaya) adalah pengarang lagu kebangsaan Indonesia, “Indonesia Raya”. Ayahnya
bernama Senen, sersan di Batalyon VIII. Saudara Soepratman berjumlah enam, laki
satu, lainnya perempuan. Salah satunya bernama Roekijem. Pada tahun 1914,
Soepratman ikut Roekijem ke Makassar. Di sana ia disekolahkan dan dibiayai oleh
suami Roekijem yang bernama Willem van Eldik.

Soepratman lalu belajar bahasa Belanda di sekolah malam selama 3 tahun, kemudian
melanjutkannya ke Normaalschool di Makassar sampai selesai. Ketika berumur 20
tahun, lalu dijadikan guru di Sekolah Angka 2. Dua tahun selanjutnya ia mendapat
ijazah Klein Ambtenaar.

Beberapa waktu lamanya ia bekerja pada sebuah perusahaan dagang. Dari


Ujungpandang, ia pindah ke Bandung dan bekerja sebagai wartawan. Pekerjaan itu
tetap dilakukannya sewaktu sudah tinggal di Jakarta. Dalam pada itu ia mulai tertarik
kepada pergerakan nasional dan banyak bergaul dengan tokoh-tokoh pergerakan. Rasa
tidak senang terhadap penjajahan Belanda mulai tumbuh dan akhirnya dituangkan
dalam buku Perawan Desa. Buku itu disita dan dilarang beredar oleh pemerintah
Belanda.

Soepratman dipindahkan ke kota Singkang. Di situ tidak lama lalu minta berhenti dan
pulang ke Makassar lagi. Roekijem, sendiri sangat gemar akan sandiwara dan musik.
Banyak karangannya yang dipertunjukkan di mes militer. Selain itu Roekijem juga
senang bermain biola, kegemarannya ini yang membuat Soepratman juga senang main
musik dan membaca-baca buku musik
W.R. Soepratman tidak beristri serta tidak mempunyai anak angkat.

Sewaktu tinggal di Makassar, Soepratman memperoleh pelajaran musik dari kakak


iparnya yaitu Willem van Eldik, sehingga pandai bermain biola dan kemudian bisa
menggubah lagu. Ketika tinggal di Jakarta, pada suatu kali ia membaca sebuah
karangan dalam majalah Timbul. Penulis karangan itu menantang ahli-ahli musik
Indonesia untuk menciptakan lagu kebangsaan.
Soepratman tertantang, lalu mulai menggubah lagu. Pada tahun 1924 lahirlah lagu
Indonesia Raya.
B.Pahlawan Dimasa Orde Baru
1. H.M Soeharto

Soeharto presiden kedua Indonesia lahir pada 8 Juni 1921, di sebuah dusun yamg ada
di Sedayu , Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Karier Soeharto menjelit sejak sukses
membongkar aksi PKI menggulingkan Soekarno serta menculik jenderal-jenderal TNI
Ad Jakarta dan Yogyakarta. Setelah Orde lama berakhir pada 12 Maret 1967 , Soeharto
dilantik menjadi pejabat presiden guna menggantikan Soekarno yang lengser karena
sakit. Setahun kemudian atas perintah MPR , Soeharto dilantik menjadi presiden kedua
Indonesia. Setelah resmi menjadi presiden Indonesia, pak HArto merencanakan
pembangunan lima tahun atau Pelita I. Wakil Presiden pada waktu itu adalah Sri Sultan
Hamengkubuwono IX. Pembangunan di masa pak Harto lebih ditekankan pada
swasembada pangan dan pembangunan infrastruktur dalam pertanian. Pak Soeharto
sukses memakmurkan rakyatnya dengan program swasembada pangan dan Keluarga
Berencana atau KB. Poplasi penduduk berhasil ditekan dan pendidikan dsar dijadikan
pendidikan wajib. Namun di sisi lain , kebebasan pers dikekan pada masa
pemerintahannya. Kebebasan pers dikekang selama 35 tahun sehingga terjadi KKN
dalam birokrasi pemerintahan Indonesia. Maka Soeharto diturunkan dari jabatannya
oleh kekuatan masyarakat pada tahun 1998.
2. Sri Sultan Hamengkubwono IX

Sri Sultan merupakan orang yang berjasa bagi kemerdekaan Indonesia. Ia adalah orang
pertama yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Sri Sultan memberikan dana pribadinya
untuk membayar para tentara Indonesia dan memberikan sebuah ruangan kosong di keratin
utnutk menjadi tempat persembunyian tentara Indonesia dari Belanda. Ketika
pemerintahan Soeharto, Sri Sultan di angkat menjadi wakil presiden kedua setelah Hatta.
Sebelumnya , Sri Sultan adalah Menteri Utama Bidang Ekonomi dan Keuangan. Setelah
turun dari jabatannya Sri Sultan menjadi Gubernur di daerah Istimewa Yogyakarta sampai
akhir khayatnya, Sri Sultan meninggal di Amerika Serikat pada 1998 pada saat pengobatan
dan dikuburkan di Imogiri.

3. Ali Murtopo

Ali Murtopo ladir pada 23 September 1924 di Blora, Jawa Tengah. Semasa hidupnya, Ali
Murtopo menjadi tangan kananya Soeharto dalam mengurusi politik, telik sandi maupun
stabilitas dalam negri. Ali Murtopo memulai kariernya sejak bergabung BKR. Setelah TNI
terbentuk , Ali Murtopo bertugas di Kodam Diponegoro , Jawa Tengah. Tugas operasi
lapangannya antara lain adalah operasi pembasmian oemberontakan Darul Islam, pimpinan
Kartusuwiryo, operasi intelijen pemberontakan PKI. Dalam Kabinet Soeharto, Ali
Murtopo menduduki sebagai Mentri Penerangan Indonesia. Tapi sebelumnya, dia pernah
menjabat sebagai Deputi Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara. Ali Murtopo
merupakan orang yang berjasa membangun unstitusi intilijen modern di Indonesia. Dia
adalah tokoh politik INdonesai baik di depan atu nelakang panggung.
C. Pahlawan Dimasa Reformasi
1. K.H Abdurrahman Wahid

v
Abdurrahman “Addakhil”, adalah nama lengkap Gus Dur pada waktu masih kecil. Secara
leksikal, Addakhil berarti “Sang Penakluk”, nama ini di ambil dari seorang perintis Dinasti
Umayyah yang menancapkan tonggak kejayaan Islam di Spanyol oleh ayahnya.
Belakangan kata Addakhil tak cukup dikenal dan diganti nama Wahid, Abdurrahman
Wahid, dan kemudian lebih dikenal dengan Gus Dur. “Gus” adalah panggilan kehormatan
khas pesantren kepada anak kiai yang berarti “mas”.
Abdurrahman Wahid yang lebih akrab dipanggil Gus Dur adalah presiden RI ke-4 , Gus
Dur mulai menjabat menjadi presiden pada 20 Oktober 1999 hingga 24 Juli 2001. Beliau
dilahirkan di desa Denanyar, Jombang di rumah Pesantren milik kakeknya dari pihak ibu.
KH. Bisri Syansuri. Tanggal 4 Agustus 1940 adalah hari kelahiran beliau, walau ada yang
berbeda pendapat dalam hal ini, sebagian lain menyatakan gus dur lahir tanggal 4 bulan 8
menurut kalender islam, jadi gus dur dilahirkan tanggal 7 september 1940. Namun tanggal
4 Agustus adalah Ultah yang biasa dirayakan oleh keluarga beliau.

Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Ayahnya bernama KH. Wahid
Hasyim adalah menteri agama pada tahun 1949-1952 . Sedangkan Ibunya bernama Hj.
Sholehah adalah putri pendiri Pesantren Denanyar Jombang, K.H. Bisri Syamsuri.Sejak
masa kanak-kanak, Gus Dur mempunyai kegemaran membaca dan rajin memanfaatkan
perpustakaan pribadi ayahnya. Pada usia belasan tahun Gus Dur telah akrab dengan
berbagai majalah, surat kabar, novel dan buku-buku. Di samping membaca, beliau juga
hobi bermain bola, catur dan musik. Masa remaja Gus Dur sebagian besar dihabiskan di
Yogyakarta dan Tegalrejo. Di dua tempat inilah pengembangan ilmu pengetahuan mulai
meningkat. Masa berikutnya, Gus Dur tinggal di Jombang, di pesantren Tambak Beras,
sampai kemudian melanjutkan studinya di Mesir.

Masa remaja Gus Dur sebagian besar dihabiskan di Yogyakarta dan Tegalrejo. Di dua
tempat inilah pengembangan ilmu pengetahuan mulai meningkat. Masa berikutnya, Gus
Dur tinggal di Jombang, di pesantren Tambak Beras, sampai kemudian melanjutkan
studinya di Mesir. Sebelum berangkat ke Mesir, pamannya telah melamarkan seorang gadis
untuknya, yaitu Sinta Nuriyah anak Haji Muh. Sakur. Perkawinannya dilaksanakan ketika
Gus Dur berada di Mesir. Dari perkawinannya dengan Sinta Nuriyah, mereka dikarunia
empat orang anak, yaitu Alissa Qotrunnada Munawaroh, Zannuba Arifah Chafsoh, Annita
Hayatunnufus, dan nayah Wulandari.

Sepulang dari pengembaraannya mencari ilmu, Gus Dur kembali ke Jombang dan memilih
menjadi guru. Pada tahun 1971, beliau bergabung di Fakultas Ushuludin Universitas Tebu
Ireng Jombang. Tiga tahun kemudian beliau menjadi sekretaris Pesantren Tebu Ireng, dan
pada tahun yang sama Gus Dur mulai menjadi penulis. Beliau kembali menekuni bakatnya
sebagaii penulis dan kolumnis. Lewat tulisan-tulisan tersebut gagasan pemikiran Gus Dur
mulai mendapat perhatian banyak.

Pada tahun 1974 Gus Dur diminta pamannya, K.H. Yusuf Hasyim untuk membantu di
Pesantren Tebu Ireng Jombang dengan menjadi sekretaris. Dari sini Gus Dur mulai sering
mendapatkan undangan menjadi nara sumber pada sejumlah forum diskusi keagamaan dan
kepesantrenan, baik di dalam maupun luar negeri. Selanjutnya Gus Dur terlibat dalam
kegiatan LSM. Pertama di LP3ES bersama Dawam Rahardjo, Aswab Mahasin dan Adi
Sasono dalam proyek pengembangan pesantren, kemudian Gus Dur mendirikan P3M yang
dimotori oleh LP3ES.

Pada tahun 1979 Gus Dur pindah ke Jakarta. Mula-mula beliau merintis Pesantren
Ciganjur. Sementara pada awal tahun 1980 Gus Dur dipercaya sebagai wakil katib syuriah
PBNU. Di sini Gus Dur terlibat dalam diskusi dan perdebatan yang serius mengenai
masalah agama, sosial dan politik dengan berbagai kalangan lintas agama, suku dan
disiplin. Gus Dur semakin serius menulis dan bergelut dengan dunianya, baik di lapangan
kebudayaan, politik, maupun pemikiran keislaman. Karier yang dianggap `menyimpang`-
dalam kapasitasnya sebagai seorang tokoh agamasekaligus pengurus PBNU-dan
mengundang cibiran adalah ketika menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada
tahunn 1983. Beliau juga menjadi ketua juri dalam Festival Film Indonesia (FFI) tahun
1986, 1987.

Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh sebuah tim ahl hall wa al-`aqdi yang
diketuai K.H. As`ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU pada
muktamar ke-27 di Situbondo. Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar ke-28
di pesantren Krapyak Yogyakarta (1989), dan muktamar di Cipasung Jawa Barat (1994).
Jabatan ketua umum PBNU kemudian dilepas ketika Gus Dur menjabat presiden RI ke-4.
Selama menjadi presiden, tidak sedikit pemikiran Gus Dur kontroversial. Seringkali
pendapatnya berbeda dari pendapat banyak orang.

Gus Dur wafat pada hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,
Jakarta, pada pukul 18.45 WIB pada usia 69 tahun. Beliau dimakamkan secara kenegaraan
yang dipimpin langsung oleh Presiden RI di kompleks Pondok Pesantren Tebuireng pada
tanggal 31 Desember 2009. Pondok pesantren tempat Gus Dur dimakamkan menjadi
maskot Kabupaten Jombang sebagai tempat ziarah yang memiliki daya tarik tak
tertandingi. Bahkan orang-orang yang selama ini berseberangan politik dengan Gus Dur
akan cenderung mengagungkan Gus Dur bukan karena prestasi politiknya melainkan
karena berkahnya yang diyakini mampu memberikan perlindungan dan rasa aman.

2. Amin Rais

Prof. Dr. H. Muhammad Amien Rais (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 26 April 1944;
umur 73 tahun) adalah politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai Ketua MPR
periode 1999 - 2004. Jabatan ini dipegangnya sejak ia dipilih oleh MPR hasil Pemilu 1999
pada bulan Oktober 1999.

Namanya mulai mencuat ke kancah perpolitikan Indonesia pada saat-saat akhir


pemerintahan Presiden Soeharto sebagai salah satu orang yang kritis terhadap kebijakan-
kebijakan pemerintah. Setelah partai-partai politik dihidupkan lagi pada masa
pemerintahan Presiden Habibie, Amien Rais ikut mendeklarasikan Partai Amanat Nasional
(PAN). Ia menjabat sebagai Ketua Umum PAN dari saat PAN berdiri sampai tahun 2005.

Sebuah majalah pernah menjulukinya sebagai King Maker. Julukan itu merujuk pada
besarnya peran Amien Rais dalam menentukan jabatan presiden pada Sidang Umum MPR
tahun 1999 dan Sidang Istimewa tahun 2001. Padahal, perolehan suara partainya, PAN, tak
sampai 10% dalam pemilu 1999.
Akhirnya setelah terlibat langsung dalam proses reformasi, Amien membentuk Partai
Amanat Nasional (PAN) pada 1998 dengan platform nasionalis terbuka. Ketika hasil
pemilu 1999 tak memuaskan bagi PAN, Amien masih mampu bermain cantik dengan
berhasil menjadi ketua MPR.
Posisinya tersebut membuat peran Amien begitu besar dalam perjalanan politik Indonesia
saat ini. Tahun 1999, Amien urung maju dalam pemilihan presiden. Tahun 2004 ini, ia
maju sebagai calon presiden tetapi kalah dan hanya meraih kurang dari 15% suara nasional.

Pada 2006 Amien turut mendukung evaluasi kontrak karya terhadap PT. Freeport
Indonesia. Setelah terjadi Peristiwa Abepura, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN)
Syamsir Siregar secara tidak langsung menuding Amien Rais dan LSM terlibat dibalik
peristiwa ini. Tapi hal ini kemudian dibantah kembali oleh Syamsir Siregar.[1]

Pada Mei 2007, Amien Rais mengakui bahwa semasa kampanye pemilihan umum presiden
pada tahun 2004, ia menerima dana non bujeter Departemen Kelautan dan Perikanan dari
Menteri Perikanan dan Kelautan, Rokhmin Dahuri sebesar Rp 200 juta. Ia sekaligus
menuduh bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden lainnya turut menerima dana
dari departemen tersebut, termasuk pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla
yang kemudian terpilih sebagai presiden dan wakil presiden.[2][3]

3.B.J Ing. Habiebie

Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie. Ia dilahirkan di Pare-Pare,
Sulawesi Selatan, pada tanggal 25 Juni 1936. Beliau merupakan anak keempat dari delapan
bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan RA. Tuti Marini Puspowardojo.

Habibie yang menikah dengan Hasri Ainun Habibie pada tanggal 12 Mei 1962 ini
dikaruniai dua orang putra yaitu Ilham Akbar dan Thareq Kemal. Masa kecil Habibie
dilalui bersama saudara-saudaranya di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Sifat tegas berpegang
pada prinsip telah ditunjukkan Habibie sejak kanak-kanak.

Habibie yang punya kegemaran menunggang kuda dan membaca ini dikenal sangat cerdas
ketika masih menduduki sekolah dasar, namun ia harus kehilangan bapaknya yang
meninggal dunia pada 3 September 1950 karena terkena serangan jantung saat ia sedang
shalat Isya.
Tak lama setelah ayahnya meninggal, Ibunya kemudian menjual rumah dan kendaraannya
dan pindah ke Bandung bersama Habibie, sepeninggal ayahnya, ibunya membanting tulang
membiayai kehidupan anak-anaknya terutama Habibie.

Karena kemauan untuk belajar Habibie kemudian menuntut ilmu di Gouvernments


Middlebare School. Di SMA, beliau mulai tampak menonjol prestasinya, terutama dalam
pelajaran-pelajaran eksakta. Habibie menjadi sosok favorit di sekolahnya.

Masuk ITB dan Kuliah di Jerman


Karena kecerdasannya, Setelah tamat SMA di bandung tahun 1954, beliau masuk di ITB
(Institut Teknologi Bandung), Ia tidak sampai selesai disana karena beliau mendapatkan
beasiswa dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk melanjutkan kuliahnya di
Jerman, karena mengingat pesan Bung Karno tentang pentingnya penguasaan Teknologi
yang berwawasan nasional yakni Teknologi Maritim dan Teknologi Dirgantara dikala
Indonesia pada waktu itu masih berkembang.

Pada waktu itu pemerintah Indonesia dibawah Soekarno gencar membiayai ratusan siswa
cerdas Indonesia untuk bersekolah di luar negeri menimba ilmu disana. Habibie adalah
rombongan kedua diantara ratusan pelajar SMA yang secara khusus dikirim ke berbagai
negara. Habibie kemudian memilih jurusan Teknik Penerbangan dengan spesialisasi
Konstruksi pesawat terbang di Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule (RWTH).

Pendidikan yang ditempuah Habibie diluar negeri bukanlah pendidikan kursus kilat tapi
sekolah bertahun-tahun sambil bekerja praktek. Sejak awal Habibie hanya tertarik dengan
‘how to build commercial aircraft’ bagi rakyat Indonesia yang menjadi ide Soekarno ketika
itu. Dari situlah muncul perusahaan-perusahaan strategis, ada PT PAL dan salah satunya
adalah IPTN.

Ketika sampai di Jerman, Habibie sudah bertekad untuk sunguh-sungguh dirantau dan
harus sukses, dengan mengingat jerih payah ibunya yang membiayai kuliah dan
kehidupannya sehari-hari. Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1955 di Aachean, 99%
mahasiswa Indonesia yang belajar di sana diberikan beasiswa penuh. Hanya beliaulah yang
memiliki paspor hijau atau swasta dari pada teman-temannya yang lain.

Musim liburan bukan liburan bagi beliau justru kesempatan emas yang harus diisi dengan
ujian dan mencari uang untuk membeli buku. Sehabis masa libur, semua kegiatan
disampingkan kecuali belajar. Berbeda dengan teman-temannya yang lain, mereka; lebih
banyak menggunakan waktu liburan musim panas untuk bekerja, mencari pengalaman dan
uang tanpa mengikuti ujian.

B.J Habibie ketika Memberikan Ceramah


Beliau mendapat gelar Diploma Ing, dari Technische Hochschule, Jerman tahun 1960
dengan predikat Cumlaude (Sempurna) dengan nilai rata-rata 9,5, Dengan gelar insinyur,
beliau mendaftar diri untuk bekerja di Firma Talbot, sebuah industri kereta api Jerman.

Pada saat itu Firma Talbot membutuhkan sebuah wagon yang bervolume besar untuk
mengangkut barang-barang yang ringan tapi volumenya besar.

Talbot membutuhkan 1000 wagon. Mendapat persoalan seperti itu, Habibie mencoba
mengaplikasikan cara-cara kontruksi membuat sayap pesawat terbang yang ia terapkan
pada wagon dan akhirnya berhasil.

Setelah itu beliau kemudian melanjutkan studinya untuk gelar Doktor di Technische
Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachen kemudian Habibie menikah pada
tahun 1962 dengan Hasri Ainun Habibie yang kemudian diboyong ke Jerman, hidupnya
makin keras, di pagi-pagi sekali Habibie terkadang harus berjalan kaki cepat ke tempat
kerjanya yang jauh untuk menghemat kebutuhan hidupnya kemudian pulang pada malam
hari dan belajar untuk kuliahnya.

Istrinya Nyonya Hasri Ainun Habibie harus mengantri di tempat pencucian umum untuk
mencuci baju untuk menghemat kebutuhan hidup keluarga. Pada tahun 1965 Habibie
mendapatkan gelar Dr. Ingenieur dengan penilaian summa cumlaude (Sangat sempurna)
dengan nilai rata-rata 10 dari Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen
Aachen.

Rumus Faktor Habibie


Rumus yang di temukan oleh Habibie dinamai "Faktor Habibie" karena bisa menghitung
keretakan atau krack propagation on random sampai ke atom-atom pesawat terbang
sehingga ia di juluki sebagai "Mr. Crack". Pada tahun 1967, menjadi Profesor kehormatan
(Guru Besar) pada Institut Teknologi Bandung. Dari tempat yang sama tahun 1965.

Kejeniusan dan prestasi inilah yang mengantarkan Habibie diakui lembaga internasional
di antaranya, Gesselschaft fuer Luft und Raumfahrt (Lembaga Penerbangan dan Angkasa
Luar) Jerman, The Royal Aeronautical Society London (Inggris), The Royal Swedish
Academy of Engineering Sciences (Swedia), The Academie Nationale de l'Air et de
l'Espace (Prancis) dan The US Academy of Engineering (Amerika Serikat).

Sementara itu penghargaan bergensi yang pernah diraih Habibie di antaranya, Edward
Warner Award dan Award von Karman yang hampir setara dengan Hadiah Nobel. Di
dalam negeri, Habibie mendapat penghargaan tertinggi dari Institut Teknologi Bandung
(ITB), Ganesha Praja Manggala Bhakti Kencana.

B.J Habibie dan Nyonya Ainun Habibie


Langkah-langkah Habibie banyak dikagumi, penuh kontroversi, banyak pengagum namun
tak sedikit pula yang tak sependapat dengannya. Setiap kali, peraih penghargaan bergengsi
Theodore van Karman Award, itu kembali dari “habitat”-nya Jerman, beliau selalu menjadi
berita.

Habibie hanya setahun kuliah di ITB Bandung, 10 tahun kuliah hingga meraih gelar doktor
konstruksi pesawat terbang di Jerman dengan predikat Summa Cum laude.

Lalu bekerja di industri pesawat terbang terkemuka MBB Gmbh Jerman, sebelum
memenuhi panggilan Presiden Soeharto untuk kembali ke Indonesia.

B.J Habibie Kembali Ke Indonesia dan Membuat Pesawat Buatan Indonesia Pertama
Di Indonesia, Habibie 20 tahun menjabat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT, memimpin
10 perusahaan BUMN Industri Strategis. Pada tahun 1995, Habibie berhasil memimpin
pembuatan pesawat N250 Gatot Kaca yang merupakan pesawat buatan Indonesia yang
pertama.

Pesawat N250 rancangan Habibie kala itu bukan sebuat pesawat yang dibuat asal-asalan.
Didesain sedemikian rupa oleh Habibie, Pesawat N250 ciptaannya sudah terbang tanpa
mengalami ‘Dutch Roll’ (istilah penerbangan untuk pesawat yang ‘oleng’) berlebihan,
teknologi pesawat itu sangat canggih dan dipersiapkan Habibie untuk 30 tahun kedepan.

Habibie memerlukan waktu 5 tahun untuk melengkapi desain awal. Pesawat N250 Gatot
Kaca merupakan satu-satunya pesawat turboprop di dunia yang mempergunakan teknologi
‘Fly by Wire'.
Pesawat N250 Gatot Kaca sudah terbang 900 jam menurut Habibie dan selangkah lagi
masuk program sertifikasi FAA (Federal Aviation Administration). PT IPTN bahkan
membangun khusus pabrik pesawat N250 di Amerika dan Eropa untuk pasar negara-negara
itu, meskipun pada waktu itu banyak yang memandang remeh pesawat buatan Indonesia
itu termasuk sebagian kalangan di dalam negeri.

Saat IPTN dibawah komando Habibie sudah mulai berjaya dan mempekerjakan 16.000
orang, Tiba-tiba Presiden Soeharto memutuskan agar IPTN ditutup dan begitu pula dengan
industri strategis lainnya. Hal ini dilakukan ketika badai krisis moneter melanda indonesia
antara tahun 1996-1998.

Penyebab
Advertisement

lain ditutupnya IPTN ketika itu adalah Indonesia menerima bantuan keuangan dari IMF
(International Monetary Fund) dimana salah satu syaratnya adalah menghentikan proyek
pembuatan pesawat N250 yang merupakan kebanggaan Habibie. Semua tenaga ahli yang
bekerja di IPTN dan industri strategis lain terpaksa menyebar dan bekerja di luar negeri,
kebanyakan dari mereka bertebaran di berbagai negara, khususnya pabrik pesawat di
Brazil, Canada, Amerika dan Eropa.
....Saya bilang ke Presiden, kasih saya uang 500 juta Dollar dan N250 akan menjadi
pesawat yang terhebat yang mengalahkan ATR, Bombardier, Dornier, Embraer dll dan kita
tak perlu tergantung dengan negara manapun. Tapi keputusan telah diambil dan para
karyawan IPTN yang berjumlah 16 ribu harus mengais rejeki di negeri orang dan gilanya
lagi kita yang beli pesawat dari negara mereka! - B.J Habibie
Habibie Menjadi Presiden Republik Indonesia
Setelah ditutupnya IPTN, Habibie yang ketika itu masih menjabat sebagai Menteri Riset
dan Teknologi (Menristek) kemudian diangkat menjadi wakil presiden Indonesia pada
tanggal 14 maret 1998 mendampingi Soeharto dalam kabinet Pembangunan VII. Ia
menjabat sebagai wakil presiden hanya beberapa bulan saja hingga 2 mei 1998.

Gejolak politik hebat serta reformasi yang dituntut oleh masyarakat Indonesia mencapai
puncaknya pada bulan Mei 1998. Lengsernya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998
yang disertai pengumuman pengunduran dirinya membuat B.J Habibie kemudian resmi
menggantikannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Beliau disumpah oleh Ketua
Mahkamah Agung menjadi Presiden RI menggantikan Soeharto menjadi Presiden
Republik Indonesia ke 3.

Soeharto menyerahkan jabatan presiden itu kepada Habibie berdasarkan Pasal 8 UUD
1945. B.J Habibie menjabat sebagai Presiden Indonesia ketiga lebih dari satu tahun dari
tanggal 21 mei 1998 hingga 20 Oktober 1999. Pada waktu itu, B.J Habibie mewarisi
kondisi dimana Indonesia sangat kacau balau pasca lengsernya Soeharto dimana banyak
terjadi kerusuhan serta banyaknya wilayah yang menyatakan ingin lepas dari Indonesia.

Dalam pemerintahannya sebagai Presiden, Habibie membuat banyak keputusan penting.


Salah satunya adalah melahirkan UU Otonomi daerah. Ia juga membebaskan rakyat dalam
beraspirasi sehingga membuat banyak partai politik baru bermunculan.

Habibie juga berhasil menekan nilai mata uang rupiah terhadap dollar hingga dibawah 10
ribu padahal waktu itu nilainya pernah mencapai 15 ribu per dollar, ia juga melikuidasi
beberapa bank yang bermasalah.

Sampai akhirnya Presiden Habibie dipaksa pula lengser dari jabatan presiden Indonesia
setelah sidang umum MPR tahun 1999, Pidato Pertanggungjawabannya sebagai presiden
ditolak oleh MPR. Selain itu salah satu penyebab lengsernya Habibie adalah lepasnya
provinsi Timor Timur yang memilih merdeka dan membentuk negara baru.

Buku Habibie dan Ainun


Setelah meletakkan jabatannya sebagai Presiden dan digantikan oleh K.H Abdurrahman
Wahid (Gusdur) sebagai Presiden, B.J Habibie pun kembali menjadi warga negara biasa,
ia kembali bermukim di Jerman walaupun biasa juga pulang ke Indonesia.

Você também pode gostar