Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
1. KOPASSUS
Komando Pasukan Khusus yang disingkat menjadi Kopassus adalah bagian dari
Bala Pertahanan Pusat yang dimiliki oleh TNI Angkatan Darat yang memiliki
kemampuan khusus seperti bergerak cepat di setiap medan, menembak dengan tepat,
pengintaian, dan anti teror.
Dalam perjalanan sejarahnya, Kopassus berhasil mengukuhkan keberadaannya sebagai
pasukan khusus yang mampu menangani tugas-tugas yang berat.
Beberapa operasi yang dilakukan oleh Kopassus diantaranya adalah operasi
penumpasan DI/TII, operasi militer PRRI/Permesta, Operasi Trikora, Operasi Dwikora,
penumpasan G30S/PKI, Pepera di Irian Barat, Operasi Seroja di Timor Timur, operasi
pembebasan sandera di Bandara Don Muang-Thailand (Woyla), Operasi GPK di Aceh,
operasi pembebasan sandera di Mapenduma, serta berbagai operasi militer lainnya.
Prajurit Kopassus dapat mudah dikenali dengan baret merah yang disandangnya,
sehingga pasukan ini sering disebut sebagai pasukan baret merah.
Kopassus memiliki moto Berani, Benar, Berhasil.
Sejarah Kopassus
Kesko TT III/Siliwangi
Pada tanggal 15 April 1952, Kolonel A.E. Kawilarang mendirikan Kesatuan Komando
Tentara Territorium III/Siliwangi (Kesko TT). Ide pembentukan kesatuan komando ini
berasal dari pengalamannya menumpas gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) di
Maluku. Saat itu A.E. Kawilarang bersama Letkol Slamet Riyadi (Brigjen Anumerta)
merasa kesulitan menghadapi pasukan komando RMS. A.E. Kawilarang bercita-cita
untuk mendirikan pasukan komando yang dapat bergerak tangkas dan cepat.
Komandan pertama saat itu adalah Idjon Djanbi. Idjon Djanbi adalah mantan kapten
KNIL Belanda kelahiran Kanada, yang memiliki nama asli Kapten Rokus Bernardus
Visser. Pada tanggal 9 Februari 1953, Kesko TT dialihkan dari Siliwangi dan langsung
berada di bawah Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD).
KKAD
Pada tanggal 18 Maret 1953 Mabes ABRI mengambil alih dari komando Siliwangi dan
kemudian mengubah namanya menjadi Korps Komando Angkatan Darat (KKAD).
RPKAD
Tanggal 25 Juli 1955 organisasi KKAD ditingkatkan menjadi Resimen Pasukan
Komando Angkatan Darat (RPKAD), yang tetap dipimpin oleh Mochamad Idjon Djanbi.
Tahun 1959 unsur-unsur tempur dipindahkan ke Cijantung, di timur Jakarta.
Dan pada tahun 1959 itu pula Kepanjangan RPKAD diubah menjadi Resimen Para
Komando Angkatan Darat (RPKAD). Saat itu organisasi militer itu telah dipimpin oleh
Mayor Kaharuddin Nasution.
Pada saat operasi penumpasan DI/TII, komandan pertama, Mayor Idjon Djanbi
terluka, dan akhirnya digantikan oleh Mayor RE Djailani.
Puspassus AD
Pada tanggal 12 Desember 1966, RPKAD berubah pula menjadi Pusat Pasukan Khusus
AD (Puspassus AD). Nama Puspassus AD ini hanya bertahan selama lima tahun.
Sebenarnya hingga tahun 1963, RPKAD terdiri dari dua batalyon, yaitu batalyon 1 dan
batalyon 2, kesemuanya bermarkas di Jakarta. Ketika, batalyon 1 dikerahkan ke Lumbis
dan Long Bawan, saat konfrontasi dengan Malaysia, sedangkan batalyon 2 juga
mengalami penderitaan juga di Kuching, Malaysia, maka komandan RPKAD saat itu,
Letnan Kolonel Sarwo Edhie -karena kedekatannya dengan Panglima Angkatan Darat,
Letnan Jenderal Ahmad Yani, mengusulkan 2 batalyon 'Banteng Raider' bentukan
Ahmad Yani ketika memberantas DI/TII di Jawa Tengah di upgrade di Batujajar,
Bandung menjadi Batalyon di RPKAD, masing- masing Batalyon 441"Banteng Raider
III", Semarang ditahbiskan sebagai Batalyon 3 RPKAD di akhir tahung 1963.
Menyusul kemudian Batalyon Lintas Udara 436 "Banteng Raider I", Magelang menjadi
Batalyon 2 menggantikan batalyon 2 lama yang kekurangan tenaga di pertengahan
1965. Sedangkan Batalyon 454 "Banteng Raider II" tetap menjadi batalyon di bawah
naungan Kodam Diponegoro. Batalyon ini kelak berpetualang di Jakarta dan terlibat
tembak menembak dengan Batalyon 1 RPKAD di Hek.
Kopassandha
Tanggal 17 Februari 1971, resimen tersebut kemudian diberi nama Komando Pasukan
Sandi Yudha (Kopassandha).
Dalam operasi di Timor Timur pasukan ini memainkan peran sejak awal.
Mereka melakukan operasi khusus guna mendorong integrasi Timtim dengan Indonesia.
Pada tanggal 7 Desember 1975, pasukan ini merupakan angkatan utama yang pertama
ke Dili. Pasukan ini ditugaskan untuk mengamankan lapangan udara. Sementara
Angkatan Laut dan Angkatan Udara mengamankan kota.
Semenjak saat itu peran pasukan ini terus berlanjut dan membentuk sebagian dari
kekuatan udara yang bergerak (mobile) untuk memburu tokoh Fretilin, Nicolaus Lobato
pada Desember 1978. Pada tahun 1992 menangkap penerus Lobato, Xanana Gusmao,
yang bersembunyi di Dili bersama pendukungnya.
Kopassus
Dengan adanya reorganisasi di tubuh ABRI, sejak tanggal 26 Desember 1986, nama
Kopassandha berubah menjadi Komando Pasukan Khusus yang lebih terkenal dengan
nama Kopassus hingga kini.
ABRI selanjutnya melakukan penataan kembali terhadap grup di kesatuan Kopassus.
Sehingga wadah kesatuan dan pendidikan digabungkan menjadi Grup 1, Grup 2,
Grup 3/Pusdik Pasuss, serta Detasemen 81.
Sejak tanggal 25 Juni 1996 Kopasuss melakukan reorganisasi dan pengembangan grup
dari tiga Grup menjadi lima Grup:
• Grup 1/Parakomando — berlokasi di Serang, Banten
• Grup 2/Parakomando — berlokasi di Kartasura, Jawa Tengah
• Grup 3/Pusat Pendidikan Pasukan Khusus — berlokasi di Batujajar, Jawa Barat
• Grup 4/Sandhi Yudha — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
• Grup 5/Anti Teror — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
Detasemen 81, unit anti teroris Kopassus, ditiadakan dan diintegrasikan ke grup-grup
tadi. Sebutan bagi pemimpin Kopassus juga ditingkatkan dari Komandan Kopassus
yang berpangkat Brigadir Jenderal menjadi Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus
yang berpangkat Mayor Jenderal bersamaan dengan reorganisasi ini.
Struktur Satuan Kopassus
Jumlah personel
Karena Kopassus merupakan pasukan khusus, maka dalam melaksanakan operasi
tempur, jumlah personel yang terlibat relatif sedikit, tidak sebanyak jumlah personel
infanteri biasa, dengan kata lain tidak menggunakan ukuran konvensional mulai dari
peleton hingga batalyon. Kopassus jarang sekali (mungkin tidak pernah) melakukan
operasi dengan melibatkan kekuatan satu batalyon sekaligus.
Istilah di kesatuan
Karena berbeda dengan satuan pada umumnya, satuan di bawah batalyon bukan
disebut kompi, tetapi detasemen, unit atau tim. Kopassus jarang melibatkan personel
yang banyak dalam suatu operasi. Supaya tidak terikat dengan ukuran baku pada kompi
atau peleton, maka Kopassus perlu memiliki sebutan tersendiri bagi satuannya, agar
lebih fleksibel.
Pangkat komandan
• Komandan Grup berpangkat Kolonel,
• Komandan Batalyon berpangkat Letnan Kolonel,
• Komandan Detasemen, Tim, Unit, atau Satuan Tugas Khusus, adalah perwira yang
pangkatnya disesuaikan dengan beban tugasnya (mulai Letnan sampai Mayor).
Grup 1/Para Komando
Grup 1/Para Komando adalah satuan setingkat Brigade, yang merupakan bagian dari
Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat dan didirikan pada tanggal 23 Maret
1963. Grup ini bermarkas di Serang, Banten, dengan Komandan Grup pertama kali
adalah Mayor L.B. Moerdani. Dhuaja yang digunakan adalah Eka Wastu Baladhika,
yang diciptakan oleh Kopral Satu Suyanto. Komandan saat ini (th 2004) adalah Kolonel
Inf. Teddy Lhaksmana, dengan jumlah personil sebanyak 1.274 orang.
Sejarah
• 23 Maret 1963, Batalyon 1 Para Komando diresmikan. Komandan: Mayor Inf.
LB Moerdani
• 1964, Mayor Inf. L.B. Moerdani digantikan oleh Mayor Inf. C.I. Santosa
• 1967, penyebutan batalyon diganti menjadi grup yang setingkat brigade.
• 1967, Dhuaja Grup 1 Eka Wastu Baladika diciptakan oleh Koptu Suyanto
• 1969, Kopassandha mulai melakukan latihan gabungan dengan angkatan lain
• 1974, Suksesi dari angkatan 45 ke generasi akademi, ada isu Kopassandha bakal
dihapus
• 1978-1983, Komandan Grup terlama dipegang oleh Letkol Inf. Wismoyo
Arismunandar
• 1981, Grup 1 dipindahkan dari Cijantung ke Serang
• 1983, Denpur 11 menyusul ke Serang
• 1986, Regrouping dari 1.736 orang menjadi 981 orang. Regrouping melahirkan dua
batalyon.
• 1 Juli 1996, Batalyon ketiga terbentuk
• 14 Februari 2004, Kolonel Inf. Teddy Lhaksmana menjadi komandan Grup ke-17
atau ke-19 jika dihitung dari era batalyon.
Awal berdiri
Sejarahnya diawali pembentukan Batalyon 1 RPKAD pada tanggal 23 Maret 1963
dengan komandan Mayor L.B. Moerdani. Pada tahun 1967 istilah batalyon diganti
dengan grup yang berkekuatan setingkat brigade dan mulai mengunakan dhuaja .
Pada tahun 1996 diregrouping dari 3 detasemen menjadi 2 batalyon dan pada tahun
itu juga dibentuk Batalyon 13 untuk melengkapi agar grup terdiri dari 3 batalyon.
Organisasi pasukan
Kekuatan Grup 1/Para Komando terdiri dari 1.274 personel dalam tiga batalyon
tempur yaitu:
1. Batalyon 11/Astu Seno Baladhika
2. Batalyon 12/Asabha Seno Baladhika
3. Batalyon 13/Thikkaviro Seno Baladhika
Setiap batalyon terdiri dari 3 kompi. Setiap kompi dipecah lagi menjadi 3 peleton, yang
masing-masing peleton beranggotan 39 orang. Dan setiap peleton terdiri dari 3 unit kecil
yang disebut regu berkekuatan 10 orang.
Regu
Setiap regu hanya berkekuatan 10 orang, yang dipimpin oleh seorang bintara,
dimana masing-masing orang memiliki keahlian masing-masing.
Komandan Grup 1
Diantara mereka yang pernah menjabat Komandan Grup 1/Para Komando adalah:
1. Mayor Inf. L.B. Moerdani, 1963-1964
2. Mayor Inf. C.I. Santosa, 1964-1967
3. Letkol Inf. S. Soekoso
4. Kolonel Inf. H.H. Djajadiningrat
5. Letkol Inf. Samsudin (Atekad 1960)
6. Letkol Inf. Soegito, 1975-1978
7. Letkol Inf. Wismoyo Arismunandar, 1978-1983
8. Kolonel Inf. Teddy Lhaksmana, 2004-sekarang
Persenjataan
Saat ini Grup 1/Para Komando memiliki persenjataan yang ringan dibawa tetapi
efektif, jenis yang digunakan adalah:
1. Senapan Serbu 1 buatan Pindad
2. Pelontar Granat SPG-1 kaliber 40 mm
3. Pistol SiG Sauer P226 untuk komandan kompi ke atas, dan Pistol P1 buatan Pindad
untuk di bawahnya.
4. Night Vission Goggles (NVG)
5. Shotgun MOD M3 Super 90
6. Sniper Accuracy International 7,62 mm
7. Sniper Galil 7,62 mm
8. Senapan Mesin Ultimax 100.[1]
Grup 2/Para Komando
Grup 2 Kopassus/Para Komando adalah satuan setingkat Brigade, yang merupakan
bagian dari Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat dan didirikan pada tahun
1962. Grup ini bermarkas di Kartasura, Sukoharjo, dengan Komandan Grup pertama kali
adalah Mayor Inf Sugiarto .
Dhuaja yang digunakan adalah Dwi Dharma Bhirawa Yudha, dengan lambang Naga
Terbang yang bermakna Satuan kedua dari Komando Pasukan Khusus yang selalu siap
sedia berjuang membela negara dan bangsa dengan gagah berani dan selalu jaya
dalam setiap pertempuran.
Komandan saat ini (th 2004) adalah Kolonel Inf. Asep Subarkah Yusuf lulusan Akademi
Militer tahun 1984, dengan jumlah personil sebanyak 1.459 orang. Kasi Ops Kapten Inf
Suwondo.
Sejarah berdirinya
Mengantisipasi maraknya tindakan pembajakan pesawat terbang era tahun 1970/80- an,
Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) ABRI menetapkan lahirnya sebuah kesatuan
baru setingkat detasemen di lingkungan Kopassandha. Pada 30 Juni 1982, muncullah
Detasemen 81 (Den-81) Kopassandha dengan komandan pertama Mayor Inf. Luhut B.
Panjaitan dengan wakil Kapten Inf. Prabowo Subianto. Kedua perwira tersebut dikirim
untuk mengambil spesialisasi penanggulangan teror ke GSG-9 (Grenzschutzgruppe-9)
Jerman dan sekembalinya ke Tanah Air dipercaya untuk menyeleksi dan melatih para
prajurit Kopassandha yang ditunjuk ke Den-81.
Organisasi pasukan
Keinginan mendirikan Den-81 sebenarnya tidak terlepas dari peristiwa pembajakan
pesawat Garuda DC-9 Woyla di Bandara Don Muang, Bangkok, 31 Maret 1981. Nah,
pasukan yang berhasil membebaskan Woyla inilah yang menjadi cikal bakal anggota
Den-81, dan belakangan diganti lagi jadi Satuan 81 Penanggulangan Teror (Sat-81
Gultor). Dari periode 1995¬ - 2001, Den-81 sempat dimekarkan jadi Group 5 Antiteror.
Satuan yang ada di bawah kendali Sat-81 adalah Batalyon 811 dan Batalyon 812.
Sistem rekrutmen
Secara organisatoris, Gultor langsung di bawah komando dan pengendalian Komandan
Jendral Kopassus. Gultor saat ini dipimpin perwira menengah berpangkat kolonel.
Proses rekrutmen prajurit Gultor dimulai sejak seorang prajurit selesai mengikuti
pendidikan para dan komando di Batujajar. Dari sini, mereka akan ditempatkan di
satuan tempur Grup 1 dan Grup 2, baik untuk orientasi atau mendapatkan pengalaman
operasi.
Operasi Sat-81/Gultor
Sekembalinya ke markas, prajurit tadi akan ditingkatkan kemampuannya untuk melihat
kemungkinan promosi penugasan ke Satuan Sandi Yudha atau Satuan Antiteror. Untuk
antiteror, pendidikan dilakukan di Satuan Latihan Sekolah Pertempuran Khusus
Batujajar. Operasi terakhir terbilang sukses Den-81 yaitu saat pembebasan 26 sandera
yang ditawan GPK Kelly Kwalik di Irian Jaya pada 15 Mei 1996. Namun Operasi Woyla
masih menjadi satu-satunya operasi antiteror dalam skala besar yang dijalankan TNI
hingga saat ini.
Tidak jelas berapa jumlah prajurit Sat-81 Gultor saat ini.
2. TONTAIPUR
Atribut Taipur
Untuk mengenali prajurit Tontaipur tidaklah terlalu sulit. Atributnya memiliki ciri khas,
yang sangat membedakan dengan prajurit Kostrad atau TNI AD lainnya. Mereka
umumnya menggunakan pakaian seragam hitam-hitam, dengan lambang perisai.
Maknanya adalah :
Pisau.
Melambangkan keberanian prajurit Taipur yang tidak gentar dalam menghadapi
berbagai uji dan coba.
Anak Panah Melintang.
Mengandung arti kecepatan dalam melaksanakan tugas yang diberikan.
B. TNI-AL
Batalyon intai amfibi atau disingkat YonTaifib adalah satuan elit dalam Korps Marinir
seperti halnya Kopassus dalam jajaran TNI Angkatan Darat. Dahulunya satuan ini
dikenal dengan nama KIPAM (Komando Intai Para Amfibi). Untuk menjadi anggota
YonTaifib, calon diseleksi dari prajurit marinir yang memenuhi persyaratan mental, fisik,
kesehatan, dan telah berdinas aktif minimal dua tahun. Salah satu program latihan bagi
siswa pendidikan intai amfibi, adalah berenang dalam kondisi tangan dan kaki terikat,
sejauh 3 km. Dari satuan ini kemudian direkrut lagi prajurit terbaik untuk masuk kedalam
Detasemen Jala Mengkara, pasukan elitnya TNI Angkatan Laut.
Sejarah
Sejak berdirinya KKO AL setiap penugasan dirasakan perlunya data-data intelejen, serta
pasukan khusus yang terlatih dan mampu melaksanakan kegiatan khusus yang tidak
dapat dikerjakan oleh satuan biasa dalam rangka keberhasilan tugas. Menjawab
kebutuhan tersebut, pada tanggal 13 Maret 1961 berdasarkan Surat Keputusan (SK)
Komandan KKO AL No.47/KP/KKO/1961 tanggal 13 Maret 1961, tentang pembentukan
KIPAM. Pada tanggal 13 Maret 1961, KIPAM berdiri dibawah Yon Markas Posko
Armatim - I, para perintis berdirinya KIPAM adalah Bapak Sumardi, Bapak Untung
Suratman, Bapak Moelranto Wiryohuboyo, dan Bapak Ali Abdullah. Pada tanggal 25 Juli
1970 KIPAM berubah menjadi Yon lntai Para Amfibi. Tanggal 17 November 1971 Yon
lntai Para Amfibi berubah menjadi Satuan lntai Amfibi, pada akhirnya berubah menjadi
Batalyon lntai Amfibi atau disingkat Yon Taifib Mar dibawah Resimen Bantuan Tempur
Korps Marinir. Seiring dengan perkembangan Korps Marinir dengan peresmian Pasmar I
SK Kasal No. Skep/08/111/2001 tanggal 12 Maret 2001 tentang Yon Taifib Marinir tidak
lagi dibawah Resimen Bantuan Tempur Korps Marinir (Menbanpurmar), akan tetapi
langsung berada dibawah Pasmar. Melihat lingkup penugasan serta kemampuannya,
akhirnya Taifib secara resmi disahkan menjadi Pasukan Khusus TNI AL. Hal ini sesuai
dengan SK Kasal No. Skep/1857/XI/2003 tanggal 18 November 2003 tentang
Pemberian Status Pasukan Khusus kepada Intai Amfibi Korps Marinir.
Tugas pokok
YonTaifib mempunyai tugas pokok membina dan menyediakan kekuatan serta membina
kemampuan unsur-unsur amfibi maupun pengintaian darat serta tugas- tugas operasi
khusus dalam rangka pelaksanaan operasi pendaratan amfibi, operasi oleh satuan
tugas TNI AL atau tugas-tugas operasi lainnya.
Spesialis Antibajak kapal laut, segala bentuk teror aspek laut, sabotase, intelijen &
kontra-intelijen
Organisasi satuan
Denjaka terdiri dari satu markas detasemen, satu tim markas, satu tim teknik dan tiga
tim tempur. Sebagai unsur pelaksana, prajurit Denjaka ditutut memiliki kesiapan
operasional mobilitas kecepatan, kerahasiaan dan pendadakan yang tertinggi serta
medan operasi yang berupa kapal-kapal, instalasi lepas pantai dan daerah pantai.
Disamping itu juga memiliki keterampilan mendekati sasaran melalui laut, bawah laut
dan vertikal dari udara.
Kursus lanjutan
Dilanjutkan dengan materi pemeliharaan kecakapan dan peningkatan kemampuan
kemahiran kualifikasi Taifib dan Paska, pemeliharaan dan peningkatan kemampuan
menembak, lari dan berenang, peningkatan kemampuan bela diri, penguasaan taktis
dan teknik penetrasi rahasia, darat, laut dan udara, penguasaan taktik dan teknik untuk
merebut dan menguasai instalasi di laut, kapal, pelabuhan/pangkalan dan personel yang
disandera di objek vital di laut, penguasaan taktik dan teknik operasi klandestin aspek
laut, pengetahuan tentang terorisme dan sabotase, penjinakan bahan peledak, dan pen-
ingkatan kemampuan survival, pelolosan diri, pengendapan, dan ketahanan interogasi.
Persenjataan
Untuk mendukung operasi personel Denjaka dibekali antara lain submachine gun MP5,
senapan mesin ringan Minimi 5.56 mm, serta pistol Beretta dan SIG Sauer 9 mm.
6. KOMANDO PASUKAN KATAK
Sejarah
Korps Pasukan Katak disingkat KOPASKA adalah pasukan khusus dari TNI Angkatan
Laut. Semboyan dari korps ini adalah "Tan Hana Wighna Tan Sirna" yang berarti "tak
ada halangan yang tak dapat dikalahkan". Korps ini secara resmi didirikan pada 31
Maret 1962 oleh Presiden Indonesia waktu itu Soekarno untuk membantunya dalam
masalah Irian Jaya. Pasukan khusus ini sebenarnya sudah ada sejak 1954.
Bapak dari Kopaska adalah Kapten Pelaut Iskak dari sekolah pasukan katak angkatan
laut di pangkalan angkatan laut Surabaya. Tugas utama dari pasukan ini adalah
pengeboman bawah air termasuk penyerangan kapal dan pangkalan musuh,
penghancuran instalasi bawah air, pengintaian, mempersiapkan pantai untuk operasi
amfibi yang lebih besar serta antiteroris. Jika tidak sedang ditugaskan dalam suatu
operasi, tim beranggotakan 7 orang ditugaskan menjadi pengawal pribadi VIP seperti
presiden dan wakil presiden Indonesia.
Komando Pasukan Katak atau lebih dikenal dengan sebutan Kopaska didirikan 31
Maret 1962 oleh Presiden Sukarno untuk mendukung kampanye militer di Irian Jaya.
Kopaska berkekuatan 300 orang. Satu grup di Armada Barat di Jakarta, dan satu grup di
Armada Timur di Surabaya. Tugas utama mereka adalah menyerbu kapal dan
pangkalan musuh, menghancurkan instalasi bawah air, penyiapan perebutan pantai dan
operasi pendaratan kekuatan amfibi.
Operasi Khusus
o Sabotase / Anti Sabotase
o Clandestine
o Salvage Combat
o Mine Clearance Ops
o Send and Pick up agent
Operasi Tambahan
o PAM VIP VVIP & Vital Object
o Underwater Survey
o SAR
o Factual Information Gathering
Perekrutan
• Anggota TNI AL (kecuali Korps Marinir)
• Berdinas minimum 2 thn di KRI/Kapal Perang RI
• Lulus Kesamaptaan
• Lulus Tes Ketahanan Air
• Lulus Psikotest khusus
• Lulus Wawancara
• Secara sadar mengikuti tes dan pendidikan tanpa paksaan siapapun
Lama pendidikan 10 bulan
Tempat pendidikan
Di Sekolah Pasukan Katak TNI AL / SEPASKAL KODIKAL Surabaya (Sebelumnya
adalah di SEKOLAH PENYELAMAN TNI AL / SESELAM PUSDIKOPSLA KODIKAL
Surabaya)
Materi Pendidikan
• Akademik Paska
• Kepaskaan
• Dik Komando (telah melaksanakan sendiri, sebelumnya bergabung dengan Marinir)
• Terjun (Static dan AFF). Setelah melaksanakan terjun dasar mendarat di darat
selanjutnya adalah spesialisasi kemampuan terjun ( statik & free fall) untuk mendarat
di rig-rig lepas pantai dan laut.
• Inteligen Tempur
• Sabotase dan kontra sabotase
• Demolisi bawah air
Jumlah personel
Untuk jumlah tidak pernah di ekspos karena pasukan ini mempunyai tingkat
kerahasian yang tinggi dalam materi personil.
C. TNI-AU
Korps Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (disingkat Korpaskhasau atau Paskhas atau
sebutan lainnya adalah Baret Jingga), merupakan pasukan khusus yang dimiliki TNIAU.
Sama seperti satuan lainnya di TNI-AD dan TNI-AL, Paskhas merupakan satuan tempur
darat berkemampuan tiga matra: laut, darat, udara. Hanya saja dalam operasi, tugas
dan tanggungjawab, Paskhas lebih ditujukan untuk merebut dan mempertahankan
pangkalan udara dari serangan musuh, untuk selanjutnya menyiapkan bagi pendaratan
pesawat kawan. Kemampuan satu ini disebut Operasi Pembentukan dan Pengoperasian
Pangkalan Udara Depan (OP3UD).
Motto Paskhas:
Karmaye Vadikaraste Mafalesu Kadacana,
artinya :
bekerja tanpa menghitung untung dan rugi
Sejarah
Penerjunan pasukan pertama kali
Gubernur Kalimantan Ir. Pangeran Muhammad Noor mengajukan permintaan kepada
AURI agar mengirimkan pasukan payung ke Kalimantan untuk tugas : membentuk dan
menyusun gerilyawan, membantu perjuangan rakyat di kalimantan, membuka stasiun
radio induk untuk memungkinkan hubungan antara yogyakarta dan kalimantan, dan
mengusahakan serta menyempurnakan daerah penerjunan (Dropping Zone) untuk
penerjunan selanjutnya.
Tanggal 17 Oktober 1947, tiga belas orang anggota diterjunkan di Sambi, Kotawaringin
Barat, Kalimantan Tengah. Mereka adalah : Harry Aryadi Sumantri, Iskandar, Sersan
Mayor Kosasih, F.M.Suyoto, Bahrie, J.Bitak, C.Williem, Imanuel, Mika Amirudidn, Ali
Akbar, M. Dahlan, J.H.Darius dan Marawi. Kesemuanya belum pernah mendapat
pendidikan secara sempurna kecuali mendapatkan pelajaran teori dan latihan di darat
(Ground Training). Pasukan ini dipimpin oleh Tjilik Riwut, seorang Mayor Angkatan
Darat, yang berasal dari suku Dayak kelahiran Kasongan Katingan ( Kalteng saat ini).
Dia diminta oleh AURI untuk memandu sekaligus memimpin pasukan tersebut. Atas
jasa-jasanya Tjilik Riwut diangkat menjadi anggota AURI dan pensiun dengan pangkat
Komodor Udara.
Peristiwa Penerjunan yang dilakukan oleh ke tiga belas prajurit AURI tersebut
merupakan peristiwa yang menandai lahirnya satuan tempur pasukan khas TNI
Angkatan Udara. Dan sesuai keputusan MEN/PANGAU No.54 Tahun 1967, tanggal 12
Oktober 1967. Bahwa tanggal 17 Oktober 1947 ditetapkan sebagai hari jadi Komando
Pasukan Gerak Cepat (KOPASGAT) yang sekarang dikenal dengan Korps Pasukan
Khas TNI Angkatan Udara (KORPASKHAS).
KOPASGAT
Bedasarkan hasil seminar pasukan di Bandung pada tanggal 11 s.d. 16 April 1966,
sesuai dengan Keputusan MEN/PANGAU No. 45 Tahun 1966, tanggal 17 Mei 1966,
KOPPAU disahkan menjadi Komando Pasukan Gerak Tjepat (KOPASGAT) yang terdiri
dari 3 Resimen :
PUSPASKHASAU
Sejalan dengan dinamika penyempurnaan organisasi dan pemantapan satuan- satuan
TNI, maka berdasarkan Keputusan KASAU No. Kep/22/III/ 1985 tanggal 11 Maret 1985,
Kopasgat berubah menjadi Pusat Pasukan Khas TNI Angkatan Udara
(PUSPASKHASAU).
KORPASKHASAU
Seiring dengan penyempurnaan organisasi TNI dan TNI Angkatan Udara, maka tanggal
17 Juli 1997 sesuai Skep PANGAB No. SKEP/09/VII/1997, status Puspaskhas
ditingkatkan dari Badan Pelaksana Pusat menjadi Komando Utama Pembinaan
(Kotamabin) sehingga sebutan PUSPASKHAS berubah menjadi Korps Pasukan Khas
TNI AU (KORPASKHASAU).
Organisasi pasukan
Setelah berubah status menjadi Kotamabin berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf
TNI Angkatan Udara No. SKEP/73/III/1999 tanggal 24 Maret 1999, Korpaskhas
membawahi WING Paskhas (WING I, WING II, WING III), Detasemen Bravo Paskhas
(Den Bravo Paskhas) dan Detasemen Kawal Protokol Paskhas
Struktur pasukan
Kekuatan pasukan
Paskhas saat ini berkekuatan 3.000 personel. Terbatasnya dukungan dana dari
pemerintah memang jadi kendala untuk memodernisasi Paskhas. Dari segi persenjataan
saja, prajurit Paskhas hanya mengandalkan persenjataam seperti senapan serbu SS-1
dan senapan mesin ringan Scorpion sebagai perlengkapan unit anti teroris Detasemen
Bravo.
Namun begitu, rencana mengembangkan Paskhas menjadi 10 Skadron dengan jumlah
personel dua kali lipat dari sekarang, tetap menjadi 'energi' bagi Paskhas untuk terus
membenahi diri. Setidaknya sampai saat ini, pola penempatan Paskhas masih mengikuti
pola penggelaran alutsista TNI AU, dalam hal ini pesawat terbang. Dengan kata lain, di
mana ada skadron udara, di situ (idealnya) mesti ada skadron Paskhas sebagai unit
pengamanan pangkalan.
8. DETASEMEN BRAVO 90
Dibentuk 1990
Detasemen Bravo 90 (disingkat Den Bravo-90) terbilang pasukan khusus Indonesia
yang paling muda pembentukannya. Baru dibentuk secara terbatas di lingkungan Korps
Pasukan Khas TNI-AU pada 1990, Bravo berarti yang terbaik. Konsep pembentukannya
merujuk kepada pemikiran Jenderal Guilio Douchet: Lebih mudah dan lebih efektif
menghancurkan kekuatan udara lawan dengan cara menghancurkan
pangkalan/instalasi serta alutsista-nya di darat daripada harus bertempur di udara.
Pembentukan
Dari dasar ini, Bravo 90 diarahkan menjalankan tugas intelijen dalam rangka
mendukung operasi udara, menetralisir semua potensi kekuatan udara lawan serta
melaksanakan operasi-operasi khusus sesuai kebijakan Panglima TNI. Saat dibentuk,
Bravo diperkuat 34 prajurit;¬ 1 perwira, 3 bintara, 30 tamtama. Entah kenapa, sejak
dibentuk hingga akhir 1990-an, hampir tak pernah terdengar nama Bravo. Dalam masa
"vakum" itu, anggotanya dilebur ke dalam Satuan Demonstrasi dan Latihan (Satdemolat)
Depodiklat Paskhas. Baru pada 9 September 1999, dilaksanakan upacara pengukuhan
Detasemen Bravo dengan penyerahan tongkat komando.
Pelatihan
Prajurit Bravo diambil dari prajurit para-komando terbaik. Setiap angkatan direkrut 5-10
orang. Untuk mengasah kemampuan antiteror, latihan dilakukan di pusat latihan
serbuan pesawat GMF Sat-81 Gultor, latihan infiltrasi laut dalam rangkan penyerbuan
pangkalan udara lepas pantai di pusat latihan Denjaka, latihan UDT (under water
demolition) di sarana latihan Kopaska, serta latihan penjinakan bahan peledak di
Pusdikzi Gegana, Polri.
D. POLRI
9. BRIGADE MOBIL
Brigade Mobil atau sering disingkat Brimob adalah unit (korps) tertua di dalam
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) karena mengawali pembentukan kepolisian
Indonesia di tahun 1945. Korps ini dikenal sebagai Korps Baret Biru.
Brimob termasuk satuan elit dalam jajaran kesatuan Polri, Brimob juga juga tergolong ke
dalam sebuah unit paramiliter ditinjau dari tanggung jawab dan lingkup tugas kepolisian.
Sejarah
Brimob pertama-tama terbentuk dengan nama Pasukan Polisi Istimewa. Kesatuan ini
pada mulanya diberikan tugas untuk melucuti senjata tentara Jepang, melindungi kepala
negara, dan mempertahankan ibukota. Brimob turut berjuang dalam pertempuran 10
November 1945 di Surabaya. Di bawah pimpinan Inspektur Polisi I Moehammad Jasin,
Pasukan Polisi Istimewa ini memelopori pecahnya pertempuran 10 November melawan
Tentara Sekutu.
Peristiwa G-30-S
Pada hari-hari setelah peristiwa G-30-S, Brimob tetap netral. Hal ini membingungkan
banyak pihak, karena pada September 1965 Brimob adalah unsur yang sangat dekat
dengan Amerika. Karena sikap ini, sebagian pengamat menganggap Brimob sebagai
unsur yang setia kepada Presiden Soekarno.
Timor Timur
Pada pembebasan Timor Timur tahun 1975 Brimob membentuk satu detasemen khusus
untuk bergabung dalam Operasi Seroja, bergabungan dengan pasukan ABRI lainnya.
Detesemen khusus ini diberinama Detasemen Khusus (Densus) Alap-alap. Personil
Densus Alap-alat terdiri dari mantan anggota Menpor (Resimen Pelopor). Resimen
Pelopor merupakan kesatuan khusus Brimob, yang berkualifikasi Ranger. Resimen ini
dibubarkan tahun 1974 setelah ikut malang melintang dalam beberapa operasi
pertempuran, di antaranya dalam Operasi Trikora di Irian Barat dan Dwikora atau
Ganyang Malaysia. Densus Alap-alap bertugas sebagai pasukan pendahulu (pengintai)
sekaligus penghancur pertahanan Fretilin di garis depan bersama Kopassus. Densus
Alap-alap ini dibagi dalam tim-tim kecil yang merupakan tim gabungan TNI/Polri.
Keterlibatan Densus Alap-alap ini tidak pernah diekspose secara terbuka ke media
massa maupun dalam laporan resmi. Personelnya disusupkan ke dalam batalion-
batalion infanteri TNI-AD ketika pemberangkatan ke Timor-Timur. Di antarannya
disusupkan dalam Batalion Infanteri dari Kodam Brawijaya pimpinan Letkol Inf. Basofi
Sudirman.
10. GEGANA
Gegana adalah bagian dari Kepolisian Indonesia (Polri). Pasukan ini mulai ada sejak
tahun 1976, meski ketika itu baru berupa detasemen. Baru pada tahun 1995, dengan
adanya pengembangan validasi Brimob bahwa kesatuan ini harus memiliki resimen,
Detasemen Gegana lalu ditingkatkan menjadi satu resimen tersendiri, yakni Resimen II
Brimob yang sekarang berubah nama Sat I Gegana(2003). Tugas utama Gegana ada
tiga: mengatasi teror, SAR dan jihandak (penjinakan bahan peledak).
Secara umum, hampir semua anggota Gegana mampu melaksanakan ketiga tugas
utama tersebut. Namun, kemampuan khusus yang lebih tinggi hanya dimiliki oleh orang-
orang tertentu. Gegana tidak memiliki Batalyon atau pun Kompi. Kesatuan yang lebih
kecil dari resimen adalah detasemen. Setelah itu subden dan yang paling kecil adalah
unit. Satu unit biasanya terdiri dari 10 orang. Satu subden 40 orang, dan satu
detasemen beranggotakan 280-an orang.
Satu operasi biasanya dilakukan oleh satu unit. Karena itu, dari sepuluh personel dalam
satu unit tersebut, harus ada enam orang yang memiliki kemampuan khusus. Masing-
masing: dua orang memiliki kemampuan khusus yang lebih tinggi di bidang jihandak,
dua orang di bidang SAR dan dua lagi ahli teror. Kedua orang itu disebut operator satu
dan operator dua. Yang lainnya mendukung.
Misalnya untuk teror: operatornya harus memiliki keahlian menembak jitu, harus
memiliki kemampuan negosiasi, ahli dalam penggebrekan dan penangkapan. Namun
semuanya tidak untuk mematikan. Sebab setiap operasi Gegana pertama- tama adalah
berusaha untuk menangkap tersangka dan menyeretnya ke pengadilan. Kecuali dalam
keadaan terpaksa, yang mengancam jiwa orang yang diteror, barulah terpaksa ada
penembakan. Sementara untuk SAR, dituntut memiliki kemampuan dasar seperti
menyelam, repling, jumping, menembak, juga P3K.
Demikian pula, operator jihandak harus memiliki keahlian khusus di bidangnya. Setiap
anggota Gegana secara umum memang sudah diperkenalkan terhadap bom. Ada
prosedur-prosedur tertentu yang berbeda untuk menangani setiap jenis bom, termasuk
waktu yang dibutuhkan. Kepada anggota Gegana jenis-jenis bom tersebut dan cara-cara
menjinakkannya, termasuk risiko-risikonya, sudah dijelaskan.
Gegana baru punya tiga kendaraan taktis EOD (explosive ordinance disposal) yang
sudah lengkap dengan alat peralatan. Padahal seharusnya, setiap unit memiliki satu
kendaraan taktis. Selain di Gegana, kendaraan EOD masing-masing satu unit ada di
Polda Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jadi se-Indonesia baru ada enam
unit.
Komando tertinggi setiap operasi Gegana langsung berada di bawah Kapolri yang
dilaksanakan oleh Asop Kapolri.
Detasemen Gegana atau biasa disingkat Gegana adalah bagian dari Kepolisian
Indonesia (Polri). Pasukan inilah yang umumnya diturunkan jika muncul suatu ancaman
atau teror bom. Pasukan ini memiliki keahlian khusus sebagai tim penjinak bahan
peledak (jihandak). Pasukan ini mulai ada sejak tahun 1976, meski ketika itu baru
berupa detasemen. Baru pada tahun 1995, dengan adanya pengembangan validasi
Brimob bahwa kesatuan ini harus memiliki resimen, Detasemen Gegana lalu
ditingkatkan menjadi satu resimen tersendiri, yakni Resimen II Brimob. Sementara
Resimen I adalah resimen pembentukan dari anggota-anggota Brimob yang
berkualifikasi pelopor. Demikian pula Resimen III. Perubahan tersebut berdasarkan
Skep Kapolri Nomor 10 tentang pengembangan organisasi Brimob tahun 1995.
Detasemen Khusus 88 atau Delta 88 adalah satuan khusus Kepolisian Negara Republik
Indonesia untuk penanggulangan teroris di Indonesia. Pasukan khusus berompi merah
ini dilatih khusus untuk menangani [1]segala ancaman teror, termasuk teror bom.
Beberapa anggota juga merupakan anggota tim Gegana.
Detasemen 88 dirancang sebagai unit antiteroris yang memiliki kemampuan mengatasi
gangguan teroris mulai dari ancaman bom hingga penyanderaan. Unit khusus
berkekuatan 400 personel ini terdiri dari ahli investigasi, ahli bahan peledak (penjinak
bom), dan unit pemukul yang di dalamnya terdapat ahli penembak jitu.
Pembentukan
Satuan ini diresmikan oleh Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal
Firman Gani pada tanggal 26 Agustus 2004. Detasemen 88 yang awalnya berang-
gotakan 75 orang ini dipimpin oleh Ajun Komisaris Besar Polisi Tito Karnavian yang
pernah mendapat pelatihan di beberapa negara.
Arti angka 88 pada tulisan Detasemen Khusus 88 ini menyerupai dua buah borgol.
Angka 88 merupakan representasi[rujukan?] dari korban peristiwa bom Bali pada
tahun 2002 dari warga asing yang mengalami korban terbanyak yaitu Australia. Makna
"88" berikutnya adalah, angka "88" tidak terputus dan terus menyambung. Ini artinya
bahwa pekerjaan Detasemen 88 Antiteror ini terus berlangsung dan tidak kenal berhenti.
Angka "88" juga menyerupai borgol yang maknanya polisi serius menangani kasus ini.
Pasukan khusus ini dibiayai oleh pemerintah Amerika Serikat melalui bagian Jasa
Keamanan Diplomatik (Diplomatic Security Service) Departemen Negara AS dan dilatih
langsung oleh instruktur dari CIA, FBI, dan U.S. Secret Service. Kebanyakan staf
pengajarnya adalah bekas anggota pasukan khusus AS. Pusat pelatihannya terletak di
Megamendung, 50 kilometer selatan kota Jakarta.
Persenjataan
Satuan pasukan khusus baru Polri ini dilengkapi dengan persenjataan dan kendaraan
tempur buatan Amerika, seperti senapan serbu Colt M4, senapan penembak jitu
Armalite AR-10, dan shotgun Remington 870. Bahkan dikabarkan satuan ini akan
memiliki pesawat C-130 Hercules sendiri untuk meningkatkan mobilitasnya. Semua
persenjataan yang diberikan, termasuk materi latihan, diberitakan sama persis dengan
apa yang dimiliki oleh satuan khusus antiteroris AS.