Você está na página 1de 4

MASALAH SEKOLAH DAN PERAN HUMAS

Masalah sekolah menjadi buah bibir masyarakat, disorot media massa,


diperdebatkan di berbagai forum hingga diprotes langsung oleh orangtua siswa,
politisi dan LSM. Kasus yang hangat adalah maraknya fenomena geng pelajar di
berbagai daerah dan sekolah yang melakukan kekerasan kolektif. Belum lagi
kekerasan yang melibatkan guru dan siswa, termasuk kasus pelecehan seksual,
rokok, narkoba dan miras yang pasang surut meramaikan peredaran berita di media
massa.

Keluhan rutin dari orangtua adalah masih ada pungutan dana di sekolah-sekolah,
padahal mereka mendengar dan membaca berita di media massa bahwa biaya
pendidikan gratis. Persoalan yang terakhir ini sempat ramai di Kota Cirebon, dengan
pernyataan pejabat daerah di surat kabar atas keluhan orangtua siswa masih adanya
pungutan liar di sekolah. Kendati persoalan ini tidak sempat berkembang meluas
menyusul adanya klarifikasi dan tindakan cepat dari berbagai pihak terkait.

Persoalan sekolah selalu menarik perhatian banyak orang sepanjang hayat. Ini
mengingat sekolah merupakan "pabrik manusia" yang akan menentukan arah
peradaban manusia di masa mendatang. Maju mundurnya, baik buruknya sebuah
bangsa dipengaruhi juga oleh manusia hasil produk sekolah. Maka ketika banyak
persoalan yang mendera lembaga ini banyak pihak, mulai pemerintah, masyarakat,
organisasi sosial, partai politik dan wartawan, lebih-lebih orang tua siswa.

Sisi suram sekolah tersebut sungguh memperburuk wajah dunia pendidikan kita.
Seiring dengan peningkatan anggaran pendidikan pemerintah. Tentu para insan
pendidikan negeri ini sepakat, sekolah masih dijadikan simbol lembaga yang mulia
dalam mencerdaskan anak bangsa, melahirkan generasi penerus pembangunan.
Kendati beragam informasi negatif yang mencuat tidak bisa divonis salah dan benar
oleh satu pihak tanpa melihat substansi persoalan yang terjadi.

Inilah yang menjadi tantangan serius bagi sekolah dalam menjaga citranya sebagai
lembaga pendidikan yang membawa misi kenabian: menyeru, mengajarkan dan
mengajak manusia ke jalan yang benar. Sayangnya tidak sedikit sekolah yang kurang
peduli dengan pentingnya membangun citra positif lembaganya, terlebih bagi
sekolah negeri. Toh kendati citranya kurang baik siswa baru tetap mendatangi
sekolahnya, pikir mereka. Sekalipun ada upaya biasanya ketika persoalan itu sudah
mencuat ke permukaan.
PERAN HUMAS

Peran Humas (hubungan masyarakat) di sekolah sebenarnya bisa membantu


menetralisir persoalan sekolah. Sesuai tugasnya, Humas memiliki peran ganda
dalam kinerjanya yaitu fungsi internal dan eksternal.

1. Kegiatan Humas internal lebih kepada membangun komunikasi dan distribusi


informasi ke dalam personal di lembaganya.
2. Sementara fungsi eksternal Humas lebih bersentuhan dengan pihak luar,
khususnya yang berkompeten.

Departemen Pendidikan Nasional pernah mengeluarkan job description Humas di


sekolah. Tugas Humas eksternal seperti membina, mengatur dan mengembangkan
hubungan dengan komite sekolah, membina pengembangan antara sekolah dengan
lembaga pemerintahan, dunia usaha dan lembaga sosial lainnya. Selain itu Humas
untuk menjalin komunikasi dengan pihak eksternal sekolah.

Sementara tugas internal Humas lebih kepada tugas teknis, seperti mengadakan bakti
sosial dan karya wisata, menyelenggarakan pameran hasil pendidikan, memfasilitasi
informasi dan komunikasi warga sekolah, khususnya sesama guru, guru dengan TU
dan guru dengan kepala sekolah.

Baik ke dalam maupun ke luar, Humas memiliki fungsi yang sama; bagaimana
membangun komunikasi dan persepsi positif kepada stakeholders pendidikan dari
negatif menjadi positif. Semula dari sikap antipati menjadi simpati, sikap kecurigaan
berubah penerimaan, dari masa bodoh bergeser pada minat dan dari sikap lalai
menjadi pengertian. Tentu saja bentuk proses transfer sikap tersebut bukan pilihan
utama. Artinya Humas akan bekerja ketika persoalan sudah berkembang. Bukankah
mencegah itu lebih baik daripada mengobati?

Tugas yang paling berat dihadapi Humas sekolah adalah fungsi kerja eksternalnya.
Disini kerja Humas tidak bisa dibatasi oleh ruang dan waktu. Kapan pun dan
dimanapun jika ada yang perlu dijelaskan, diklarifikasi hingga dikonfrontir seputar
sekolah, Humas harus siap sedia. Kerja eksternal ini Humas akan bersentuhan
banyak orang, tidak hanya orangtua siswa atau instansi pemerintahan terkait dan
perusahaan swasta tetapi juga masyakarat luas, entah sebagai LSM, politisi atau
wartawan yang mengaku peduli dengan kemajuan dunia pendidikan.
Melihat fungsi dan tugasnya yang cukup berat namun strategis ini idealnya seorang
Humas sekolah adalah guru yang memiliki kecerdasan inter dan intra personal atau
kecerdasan sosial. Tipe kecerdasan ini yaitu kemampuan seseorang dalam
memahami dirinya sendiri dan orang lain, dalam memotivasi, mempengaruhi,
menghargai orang lain. Wakil kepala sekolah bidang ini dituntut memiliki akses
keluar sekolah dalam menjalin kerjasama kemitraan dengan pihak luar.

Untuk memberdayakan peran dan fungsinya itu, seorang Humas harus memiliki
program kerja yang terarah dan terukur. Seperti mengirim rilis berita ke media
massa, melakukan penawaran proposal, membuat media informasi internal,
memiliki alat dokumentasi (kamera, handycame, komputer) dan lain sebagainya.

DISFUNGSIONAL
Peran ideal Humas di sekolah dalam realitasnya mengalami disfungsional—tidak
sesuai dengan fungsinya. Secara umum ada beberapa faktor yang mempengaruhi
ketidakberdayaan Humas dalam menjalankan tugasnya seperti tidak tahu tugas dan
fungsinya, yang bersangkutan tidak memiliki kompetensi (keahlian),
kewenangannya dibatasi atau tumpang tindih, tidak memiliki anggaran dan
terbatasnya tenaga Humas.

Tidak sedikit sekolah yang memiliki Wakasek bidang Humas tidak memahami tugas
pokoknya. Wilayah tugas Humas lebih kepada kerja-kerja teknis administratif,
misalnya menjadi moderator atau notulen rapat sekolah. Tugas lainnya paling
mengedarkan undangan rapat atau acara arisan sekolah dan daftar hadir ketika
upacara.

Ada juga Wakasek Humas mengerti tupoksinya tetapi dia tidak memiliki kompetensi
di bidangnya. Karena dia ditempatkan sebagai Humas sebagai pelengkap, yang
penting ada orangnya. Akibatnya Humas tidak memiliki program kerja yang jelas.
Mau melakukan tugas dan fungsinya namun dirinya berat untuk melaksanakannya.

Dalam pelaksanaan tugasnya Humas tanpa disadari kurang diberi kewenangan.


Banyak tamu berkunjung ke sekolah baik untuk keperluan promo produk atau
konfirmasi informasi sekolah kerap langsung ke kepala sekolah. Jika tidak ditangani
oleh Wakasek Kesiswaan atau Kurikulum sehingga terkesan tumpah tindih. Terlebih
Humas tidak memiliki anggaran mandiri sehingga sulit untuk membiayai program
public relationship. Padahal untuk mendukung tugas Humas harus ada pengadaan
barang seperti kamera, handycame, alat tulis kantor, komputer, internet dan lainnya
termasuk tenaga staf yang membantu dokumentasi dan distribusi informasi.
Potret Humas sekolah yang kurang greget tersebut semoga ke depan mulai memudar.
Peran Humas dari waktu ke waktu akan semakin penting, seiring kesadaran
masyarakat akan hak-haknya, termasuk hak kebebasan berpendapat dan hak
memperoleh informasi. Lebih-lebih semakin meningkatnya anggaran pendidikan
yang melahirkan kebijakan sekolah gratis membuat kontrol masyarakat semakin
tajam. Jika tidak disikapi dengan serius maka sekolah akan menjadi bulan-bulanan
pihak yang tidak bertanggung

Você também pode gostar