Você está na página 1de 6

PRAKTIKUM ANALISIS KADAR PROTEIN DAN KADAR HCN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


UNIVERSITAS PADJADJARAN

Rezsa Hanifah Fazaryasti (240210140056)

Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor


Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022) 7798844,
779570 Fax. (022) 7795780 Email: rerehaef@gmail.com

ABSTRAK

Protein merupakan salah satu komponen penting dalam bahan pangan yang dibutuhkan
manusia. Oleh karena itu penting untuk mengetahui kadar protein dari suatu bahan pangan.
Penentuan kadar protein ini ditentukan dengan metode kjeldahl dengan mengukur kadar
nitrogen menggunakan sampel tepung hanjeli dan susu bubuk. Hasil rata – rata penentuan kadar
protein pada tepung hanjeli adalah 12,46875% dan susu bubuk rata – rata kadar proteinnya
sebanyak 9,633%. Selain komponen yang dibutuhkan oleh manusia, penting juga untuk
mengetahui senyawa berbahaya yang ada dalam bahan pangan seperti HCN. Penentuan kadar
HCN ini dilakukan dengan metode destilasi uap menggunakan sampel petai, daun singkong, ubi
jalar dan kulit petai. Hasil rata – rata kadar HCN petai adalah 935, 6257 ppm atau 0,09356%,
daun singkong adalah 180 ppm atau 0,018%, kulit petai adalah 89,9928 ppm, pada sampel ubi
jalar terdapat hasil yang jauh berbeda antara pengujian duplo yaitu menghasilkan 144 ppm dan 0
ppm.

Kata Kunci : Kadar Protein, Metode Kjeldahl, Kadar HCN, Destilasi Uap

PENDAHULUAN katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn.


Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi
Protein merupakan salah satu komponen dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl pada
gizi yang dibutuhkan oleh manusia dan sangat umumnya dapat dibedakan atas dua cara,
penting kandungannya dalam suatu bahan yaitu cara makro dan semimakro (Harjadi,
pangan. Karena kandungan protein ini penting 1990).
untuk tubuh manusia, maka penting pula HCN atau asam sianida adalah zat yang
untuk mengetahui kadar protein dalam suatu bersifat racun dan dapat mematikan, di mana
bahan pangan. Kadar protein pada suatu memiliki sifat mudah larut dalam air, tidak
bahan pangan dapat ditentukan dengan berwarna, berbau sangat lemah, dapat terurai
menggunakan metode kjeldahl. menjadi ammonium formiat dan zat-zat amorf
Metode Kjeldahl merupakan metode yang tak dapat larut. (Apriyantono, 1989).
yang sederhana untuk penetapan nitrogen Asam sianida disebut juga Hidrogen
total pada asam amino, protein dan senyawa sianida (HCN), biasanya terdapat dalam
yang mengandung nitrogen. Sampel bentuk gas atau larutan dan terdapat pula
didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dalam bentuk garam-garam alkali seperti
dengan katalisator yang sesuai sehingga akan potasium sianida. Sifat-sifat HCN murni
menghasilkan amonium sulfat. Setelah mempunyai sifat tidak berwarna, mudah
pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang menguap pada suhu kamar dan mempunyai
terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke bau khas. HCN mempunyai berat molekul
dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara yang ringan, sukar terionisasi, mudah
titrasi. (Apriyantono, 1989) berdifusi dan lekas diserap melalui paru-paru,
Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah saluran cerna dan kulit (Dep Kes RI, 1987).
sebagai berikut: mula-mula bahan didestruksi Sianida merupaka senyawa beracun yang
dengan asam sulfat pekat menggunakan ada dalam bahan pangan dan memiliki titik
didih 25,7oC. Sianida dalam bahan pangan Setelah selesai kemudian 100 mL destilat
biasanya ditemukan pada bayam, kacang, tersebut di titrasi dengan menggunakan HCL
tepung tapioka, singkong, ceri, almon dan 0,02 N sampai berwarna merah pudar. Setelah
apricot. Sianida pada bahan pangan umumnya itu hitung kadar proteinnya dengan
terikat tidak bebas. Oleh karena itu penting menggunakan rumus sebagai berikut.
untuk dilakukan pengujian sianida terhadap
bahan pangan. (𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)𝑥 𝑁𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝐴𝑟
Pengujian yang dilakukan adalah %N =
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
pengujian kuantitatif. Prinsip uji HCN secara
kuantitatif adalah dengan destilasi. Destilasi % b/b = %N x Faktor pengenceran
dilakukan untuk meisahkan CN- dari HCN
pada sampel dengan destilasi uap. Analisis kadar HCN
Sebanyak 50 gram sampel dimasukkan
METODOLOGI ke dalam labu didih dan ditambahkan akuades
sampai sampel terendam. Kemudian siapkan
Alat dan Bahan 50 mL AgNO3 dan 1 mL HNO3 ke dalam
Alat yang digunakan untuk menentukan erlenmeyer 250 mL. Titrasi sampel tersebut
kadar protein dalam suatu bahan pangan sampai destilat yang tertampung dalam
adalah labu kjeldahl, alat destilasi, pemanas erlenmeyer150 mL. Setelah selesai tepatkan
listrik pembakar, neraca analitik, buret, sampel tersebut sampai 250 mL. Setelah itu
erlenmeyer 250 mL. Alat yang digunakan saring ke dalam erlenmeyer dan diambil 50
untuk menentukan kadar HCN adalah neraca mL filtratnya ke dalam erlenmeyer lain yang
analitik, labu kjeldahl, unit destilasi, berbeda. Setelah itu tambahkan 1 mL
erlenmeyer 250 mL, labu ukur, corong, kertas indikator ferri amonium sulfat (FAS) dan di
saring, buret, gelas kimia. titrasi menggunakan NH4CNS sampai
Bahan yang digunakan pada pengujian berwarna merah bata. Setelah itu, hitung
kali ini adalah H2SO4, K2SO4, HgO, NaOH, kadar HCN dalam sampel dengan
Na2S2O3, indikator metil merah biru, H3BO3- menggunakan rumus sebagai berikut.
jenuh, HCL 0,02 N, akuades, AgNO3, HNO3,
indikator FAS, NH4CNS. Sampel yang (𝑉𝑏 − 𝑉𝑠)𝑥 𝐹𝑝 𝑥 𝑁𝐴𝑔𝑁𝑂3) 0,54
digunakan pada pengujian ini adalah tepung WHCN = 𝑥
𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 0,02
hanjeli (jali), susu bubuk, petai, daun
singkong dan ubi jalar. 𝑊𝐻𝐶𝑁
Kadar HCN = 𝑊 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 x 106
Analisis Kadar Protein dengan Metode
Kjeldahl HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebanyak 0,1 gram sampel dimasukkan
ke dalam labu kjeldahl, kemudian Praktikum kali ini adalah pengujian
ditambahkan dengan 0,9 gram K2SO4, 40 mg bahan pangan terhadap kandungan kadar
HgO, dan 2 mL H2SO4. Setelah itu didihkan protein dan kadar HCN yang ada dalam suatu
sampel tersebut sampai jernih, proses ini bahan pangan.
disebut dengan destruksi.
Sampel yang telah di destruksi kemudian Analisis Kadar Protein dengan Metode
di bilas dengan akuades dan ditambahkan Kjeldahl
NaOH : Na2S2O3 sebanyak 10 mL, Analisis kadar protein ini dilakukan
penambahan NaOH : Na2S2O3 dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahapan pertama
untuk menetralisasi larutan. Setelah itu adalah proses destruksi sampel. Sampel yang
ditambahkan 5 mL H3BO3- jenuh dan akan ditentukan kadar proteinnya perlu di
ditambahkan 2 tetes indikator metil merah destruksi terlebih dahulu. Destruksi dalah
biru. Indikator ditambahkan setelah asam proses penguraian sampel menjadi unsur –
borat ditambahkan. Kemudian tepatkan unsurnya yaitu unsur – unsur C, H, O, N, S
dengan akuades sampai 100 mL proses ini dan P. Pada pengujian ini yang utama adalah
disebut dengan netralisasi dan destilasi. unsur N yang akan digunakan untuk
menentukan kadar protein dengan metode yang bersifat basa sehingga mengubah warna
kjeldahl. Proses destruksi ini dilakukan merah muda menjadi biru.
dengan memasukan sampel sebanyak 0,1 Reaksi yang terjadi pada fase ini yaitu
gram ke dalam labu didih kemudiah (Khopkar, 2002) :
ditambahkan dengan 0,9 gram K2SO4, 40 mg
HgO, dan 2 mL H2SO4. Adanya penambahan (NH4)2SO4 + 2 NaOH 2NH3 + Na2SO4
asam sulfat (H2SO4) ini berfungsi untuk + 2H2O
mengikat nitrogen dan juga menguraikan
unsur – unsurnya. K2SO4 dan HgO ini NH3 + H3BO3 NH4 + + H2BO3 -
ditambahkan sebagai katalisator untuk
mempercepat reaksi dan akan menaikkan titik Setelah melewati tahap destilasi
didih asam sulfat. Sampel tersebut di kemudian destilat yang dihasilkan ditepatkan
destruksi sampai warna larutan berwarna sampai 100 mL. 100 mL destilat tersebut di
jernih. waktu yang dibutuhkan untuk titrasi dengan menggunakan HCl 0,02 N.
destruksi sampel pada praktikum ini sekitar 3 Titrasi ini di maksudkan untuk menentukan
jam. Larutan berwarna jernih ini menunjukan seberapa banyak volume HCl yang di
bahwa proses destruksi telah selesai. Reaksi perlukan yaitu untuk merubah warna larutan
yang terjadi pada tahap destruksi ini adalah : yang tadinya berwarna biru berubah menjadi
warna merah muda.
HgO + H2SO4 HgSO4 + H2O Reaksi yang terjadi pada fase titrasi ini
yaitu (Khopkar, 2002) :
Setelah melalui tahap destruksi
kemudian sampel tersebut melalui tahap H2BO3 - + HCl H2BO3 - + Cl-
destilasi. Pada tahap ini dilakukan
penambahan NaOH, penambahan NaOH ini Sampel yang ditentukan kadar
dilakukan dengan tujuan untuk memberikan proteinnya pada praktikum kali ini adalah
suasana basa pada larutan tersebut. Suasana tepung hanjeli dan susu bubuk. Berikut hasil
basa ini akan mendukung proses reaksi yang pengamatan penentuan kadar protein pada
terjadi, karena reaksi tidak dapat berlangsung sampel.
dalam suasana asam. Selain itu ditambahkan
pula Na2S2O3. Pada tahap destilasi ini, Tabel 1. Hasil Pengamatan Penentuan
ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia Kadar Protein
(NH3) dengan penambahan NaOH dengan W Kadar
VHCl Kadar
alkalis dan dipanaskan dalam alat destilasi. Sampel sampel Protein
(ml) N (%)
Pada proses destilasi ini ditambahkan 10 mL (g) (%)
NaOH : Na2S2O3 dan 2 tetes indikator metil 10,062
Tepung 0,1003 8 1,61
mrah biru. Indikator metil merah biru ini 5
Hanjeli
0,1005 11,4 2,38 14,875
ditambahkan karena, indikator ini bersifat
Susu 0,0997 6,9 1,37 8,739
amfoter, yaitu bisa bereaksi pada keadaan
Bubuk 0,1007 8,2 1,65 10,527
asam maupun keadaan basa. Setelah itu V blanko = 0,9 ml
kemudian ditambahkan 5 mL asam borat
(H3BO3-) jenuh.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut
Asam borat (H3BO3-) berfungsi sebagai
dapat dilihat bahwa rata – rata kadar protein
penangkap NH3 sebagai destilat berupa gas
pada sampel tepung hanjeli adalah
yang bersifat basa. Supaya ammonia dapat
12,46875%. Menurut literatur yang ada
ditangkap secara maksimal, maka sebaiknya
menunjukan bahwa rata – rata kadar protein
ujung alat destilasi ini tercelup semua ke
pada tepung hanjeli adalah sekitar 10 - 15%.
dalam larutan asam standar sehingga dapat
Jika dibandingkan dengan literatur hasil
ditentukan jumlah protein sesuai dengan
pengamatan yang didapatkan dari praktikum
kadar protein bahan. Selama proses destilasi
ini sudah sesuai dengan literatur yang ada dan
lama-kelamaan larutan asam borat akan
menunjukan bahwa praktikum dilakukan
berubah warna biru karena larutan
dengan prosedur yang sesuai.
menangkap adanya ammonia dalam bahan
Sampel susu bubuk yang diuji pada erlenmeyer tersebut dalam sistem destilasi.
praktikum ini menunjukan hasil rata – rata Destilasi ini dilakukan sampai semua air
kadar protein sebanyak 9,633%. Pada teruapkan. Tujuan dari pemanasan dengan
kemasan produk susu bubuk tertera sebanyak cara destilasi ini dilakukan untuk
9% protein, dari data tersebut dapat perenggangan pada jaringan-jaringan sampel
disimpulkan bahwa hasil pengujian sesuai sehingga glikosida sianogenik yang
dengan kadar protein yang tertera pada terkandung mudah menguap menjadi destilat.
kemasan. Menurut literatur yang tercantum di Destilat hasil pemanasan akan ditampung
SNI susu bubuk memiliki kadar protein dalam erlenmeyer yang sudah berisi 50 mL
sebanyak minimal 23% b/b. Perbedaan hasil AgNO3 dan 1 mL HNO3. Destilat yang
pengujian dengan literatur SNI ini bisa tertampung didalam erlenmeyer tersebut
disebabkan oleh beberapa hal seperti jenis ditampung sampai 150 mL. AgNO3 akan
pengujian yang berbeda, banyaknya bahan bereaksi dengan HCN. AgNO3 digunakan
yang diuji berbeda serta jenis susu bubuk sebagai pengikat CN- yang lepas sehingga
yang diuji berbeda. akan berikatan menjadi AgCN dan H+ akan
Hasil pengujian penentuan kadar protein terikat dengan NO3- membentuk HNO3.
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti HNO3 berfungsi agar tercipta kondisi asam.
jenis bahan yang diuji, perbedaan jenis bahan Persamaan reaksi nya sebagai berikut :
yang diuji akan menghasilkan kadar yang
berbeda. Metode pengujian yang dilakukan HCN + AgNO3 AgCN + HNO3
juga mempengaruhi hasil, kemungkinan
literatur kadar protein berbeda dengan hasil Setelah destilasi selesai, diambil destilat
praktikum karena metode pengujian yang dan tepatkan kedalam labu ukur 250 mL
dilakukan berbeda. Selain itu tahapan dengan menggunakan akuades. Setelah itu
pengujian yang dilakukan harus sesuai saring destilat tersebut ke dalam erlenmeyer
dengan yang sudah ditentukan, jika ada dengan menggunakan kertas saring. Tujuan
tahapan yang sedikit berbeda, maka hasil penepatan sampel dilakukan sebelum di
yang dihasilkan juga akan berbeda. saring adalah agar semua sianida yang
terdapat dalam destilat bisa diuji dan tidak
Analisis kadar HCN ada yang tertinggal. Setelah disaring, diambil
Analisis kadar HCN ini dilakukan untuk sebanyak 50 mL filtrat ke dalam erlenmeyer
mengetahui seberapa banyak kadar sianida lain dan diambahkan 1 mL indikator ferri
atau racun yang ada dalam suatu bahan ammonium sulfat (FAS) ke dalam destilat
pangan. Analisis HCN yang dilakukan adalah tersebut dan dititrasi dengan menggunakan
analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dapat NH4CNS. Sebelumnya ditambahkan HNO3-
dilakukan dengan cara destilasi. Destilasi untuk suasana asam. Karena jika destilat
dilakukan untuk memisahkan CN- dari HCN tersebut ada dalam kondisi basa, Fe3+ pada
yang terkandung pada sampel dengan FAS akan terhidrolisis dan suasana asam ini
menggunakan alat destilasi uap. juga sebagai penstabil saat titrasi karena
Tahap pertama yang dilakukan adalah NH4CNS merupakan basa lemah.
pengahancuran sampel yang akan diuji Penambahan FAS ini sebagai indikator
dengan menggunakan grinder. Sampel yang mudah bereaksi dengan HCN sehingga
dihancurkan sampai halus dengan tujuan dapat mempermudah dalam penentuan titik
untuk mempermudah pengujian kadar sianida. akhir titrasi. Ion ferri bereaksi dengan
Jika sampel yang diuji tidak dihancurkan NH4CNS membentuk senyawa Fe(CNS)2-
sampai halus kemungkinan kadar HCN yang yang membuat larutan berubah warna
terdapat didalamnya tidak sepenuhnya menjadi merah. Perubahan warna tersebut
terdeteksi. Setelah sampel dihaluskan, sampel menunjukan titik akhir titrasi (Winarno,
tersebut dimasukkan ke dalam labu destilasi 1984). Reaksi yang terjadi adalah :
dan ditambahkan dengan akuades sampai
sampel terendam. Setelah itu siapkan 50 mL NH4CNS (aq) + AgNO3 sisa (aq) → AgCNS ↓
AgNO3 dan 1 mL HNO3 dalam erlenmeyer. (s) + NH4NO3 (aq)
Rangkai sampel dalam labu destilasi dan
Warna merah yang timbul ketika titik mencapai 15 kali lebih besar dari konsentrasi
akhir titrasi, diakibatkan adannya ammonium HCN di dalam dagingnya.
ferisulfat yang bereaksi dengan NH4CNS Sampel daun singkong memiliki rata –
membentuk senyawa Fe(CNS)2- yang rata kadar HCN sebesar 180 ppm atau sekitar
membuat larutan berubah warna menjadi 0,018%. Literatur yang ada menyebutkan
merah. bahwa daun singkong memiliki kadar HCN
sekitar 0,011%. Jika dibandingkan dengan
Fe 3+ +CNS-  FeCNS2- (merah) hasil praktikum nilai literatur dan praktikum
tidak begitu jauh meskipun hasil praktikum
Sampel yang ditentukan kadar HCN nya memililiki kadar HCN lebih banyak
pada praktikum kali ini adalah petai, kulit dibanding literatur. Menurut Sutrisno dan
petai, daun singkong dan ubi jalar. Berikut Keman (1981) kandungan sianida pada daun
adalah hasil pengamatan penentuan kadar singkong muda berkisar antara 560-620 ppm,
HCN pada sampel yang diuji. dan daun tua antara 400-530 ppm. Jika
dibandingkan dengan literatur ini hasil
Tabel 2. Hasil Pengamatan Penentuan praktikum sangat jauh dengan literatur.
Kadar HCN Beberapa faktor yang menyebabkan
W VNH W Kadar terjadinya perbedaan tersebut dapat
Sampel sampel 4CNS HCN HCN disebabkan karena tanaman singkong
(g) (ml) (mg) (ppm) mengandung sianida yang bervariasi
935,62 tergantung pada kondisi tanah, musim dan
25,01 0,2 23,4
57 jenis tanamannya. Selain itu dapat disebabkan
Petai
935,62 karena daun singkong yang dianalisis
25,01 0,2 23,4
57
kebanyakan merupakan daun singkong muda,
Daun 25,00 1,2 5,4 216
kandungan sianida pada daun singkong muda
Singko
25,00 1,3 3,6 144 lebih tinggi dibandingkan dengan daun
ng
Ubi 50,00 1,1 7,6 144 singkong tua.
jalar 50,03 1,5 0 0 Sampel ubi jalar yang diuji memiliki
89,999 hasil yang berbeda pada pengujian duplo yang
20,0001 1,4 1,8 dilakukan. Sampel ubi jalar yang di uji antara
Kulit 5
Petai 89,986 pengujian yang satu dan yang lain memiliki
20,0031 1,4 1,8
1 nilai kadar HCN yang sangat jauh. Sampel
V blanko = 1,5 ml ubi yang diuji oleh kelompok 10 menunjukan
hasil bahwa sampel ubi jalar tersebut tidak
Berdasarkan hasil pengamatan diatas mengandung HCN, hasil praktikum kadar
dapat dilihat bahwa rata – rata kadar HCN HCN adalah 0 ppm. Tetapi, pada sampel ubi
pada sampel petai adalah 935,6257 ppm. Jika jalar kelompok 5 menunjukan hasil kadar
diubah ke persen total kadar rata – rata petai HCN sebanyak 144 ppm. Beberapa literatur
adalah sekitar 0,09356%. Menurut lietratur yang ada menyebutkan bahwa umbi – umbian
yang ada menyebutkan bahwa kadar HCN jenis ubi jalar tidak memiliki kadar sianida
dalam petai adalah sekitar 0,1 – 0,5%. Dilihat tetapi beberapa literatur menyebutkan ada.
dari literatur tersebut, kadar HCN hasil Kemungkinan kadar HCN dalam sampel ubi
praktikum mendekati nilai literatur sehingga jalar sedikit, dan bisa saja HCN nya terdapat
dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian pada kulit ubi. Pengujian sampel ini
kadar HCN pada petai sesuai dengan dilakukan dengan pengupasan kulit ubi
lieteratur. Sampel kulit petai memiliki rata – terlebih dahulu sehingga kadar HCN di
rata kadar HCN sebesar 89,9928 ppm. Dari dalamnya hanya sedikit sekali terdeteksi
praktikum ini dapat diketahui bahwa jumlah bahkan tidak ada.
kadar HCN pada petai jauh lebih banyak pada Faktor – faktor yang menyebabkan
petainya dibandingkan pada kulitnya. Hal ini perbedaan hasil antara pengujian duplo yang
tidak sesuai dengan literatur yang dilakukan kemungkinan terjadi karena adanya
menyebutkan bahwa dalam kulit bahan kesalahan tahapan yang dilakukan selama
memiliki kadar HCN dengan konsentrasi pengujian. Faktor yang menyebabkan
peredaan hasil yang sangat jauh pada untuk ternak sapi dan kerbau. Pros.
pengujian duplo sampel ubi jalar Seminar Penelitian Peternakan. Pusat
kemungkinan disebabkan oleh adanya Penelitian dan Pengembangan
kontaminasi sampel lain yang memiliki kadar Peternakan, Bogor.
sianida tinggi dan masuk ke dalam sampel Winarno, F.G. 1984. Kimia pangan dan gizi.
ubi. Gramedia, Jakarta.
KESIMPULAN

Penentuan kadar protein dapat diuji


dengan menggunakan metode kjeldahl.
Sampel yang ditentukan pada praktikum ini
adalah tepung hanjeli dan susu bubuk. Rata –
rata kadar protein yang dihasilkan dari
pengujian tepung hanjeli adalah 12,46875%
dan pada sampel susu bubuk rata – rata kadar
proteinnya sebanyak 9,633%. Hasil dari
kedua pengujian ini literaturur yang ada,
sehingga hasil pengujian sesuai dengan
literatur. Penentuan kadar HCN dilakukan
dengan menggunakan metode destilasi uap.
Hasil rata – rata kadar HCN pada sampel
petai adalah 935, 6257 ppm atau 0,09356%,
pada sampel daun singkong adalah 180 ppm
atau 0,018%, sampel kulit petai adalah
89,9928 ppm, dan pada sampel ubi jalar
terdapat hasil yang jauh berbeda antara
pengujian duplo yang dilakukan. Sampel ubi
jalar menghasilkan 144 ppm dan 0 ppm.
Sampel petai dan daun singkong
menghasilkan kadar HCN yang tidak jauh dan
sesuai dengan literatur yang ada. sedangkan
sampel kulit petai tidak sesuai dengan
literatur yang menyebutkan bahwa kulitnya
akan lebih banyak mengandung HCN.

DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, A. dan D. Fardiaz 1989. Analisa


Pangan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi
PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Depkes, RI. 1987. Pedoman Bidang Studi
Pembuangan Sampah, Akademi Penilik
Kesehatan Teknologi Sanitasi (APKTS) .
Proyek Pengembangan Pendidikan
Tenaga Sanitasi Pusat Departemen
Kesehatan, Jakarta.
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar.
Penerbit Gramedia, Jakarta.
Khopkar, S. M. 2002. Konsep Dasar Kimia
Analitik. UI Press, Jakarta.
Sutrisno, D dan S. Keman. 1981. Nilai
makanan hijauan segar ketela pohon

Você também pode gostar