Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Disusun oleh:
Lili Widianto (1410029002)
Pembimbing:
dr. William S. Tjeng, Sp. A
Menyetujui,
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, hidayat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
yang berjudul “ALL (Acute Lymphoblastic Leukemia)”.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan referat ini tidak lepas dari
bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. William S. Tjeng, Sp. A., sebagai dosen pembimbing klinik selama stase anak.
2. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga
pendidikan saat ini.
3. Rekan sejawat dokter muda angkatan 2014 yang telah bersedia memberikan
saran dan mengajarkan ilmunya pada penulis.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Akhir kata, ”Tiada gading yang tak retak”. Oleh karena itu, penulis
membuka diri untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna memperbaiki
laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
"Jangan percaya pada sesuatu hanya karena anda telah mendengarnya. Jangan
percaya pada sesuatu hanya karena diucapkan dan dikabarkan oleh banyak
orang. Jangan percaya pada sesuatu hanya karena ditemukan tertulis dalam
buku-buku agama Anda. Jangan percaya pada apapun hanya berdasarkan
otoritas guru dan orang tua. Jangan percaya pada tradisi karena mereka telah
diwariskan selama beberapa generasi. Tapi setelah observasi dan
analisis, ketika Anda menemukan yang sejalan dengan alasan dan kondisi
untuk kebaikan dan ada manfaat, maka terimalah dan hiduplah dengan itu."
-Siddharta Gautama-
Februari, 2015
Penulis
BAB 1
KASUS
Identitas pasien
- Nama : An. C
- Jenis kelamin : Perempuan
- Umur : 3 tahun 11 bulan
- Alamat : Kesejahteraan Rt. 68
- Anak ke : 2 dari 2 saudara
- MRS : 25 Januari 2015
- No. RM : 15176166
- Kamar : Melati 03
Keluhan Utama :
Demam
Tersenyum : 2 bulan
Miring : 1 bulan
Tengkurap : 1 bulan
Duduk : 4 bulan
Merangkak : 4 bulan
Berdiri : 11 bulan
Berjalan : 12 bulan
Tim saring :-
Pemeliharaan Prenatal
Periksa di : RS Dirgahayu
Penyakit Kehamilan :-
Riwayat Kelahiran :
Lahir di : RS Dirgahayu
Pemeliharaan postnatal :
Keluarga berencana : Ya
IMUNISASI
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : E4V5M6
Tanda Vital
Panjang Badan : 91 cm
Kepala
Rambut : Hitam
Thoraks
Batas jantung
Abdomen
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : Akral hangat (+), oedem (-), capillary refill test < 2 detik,
sianosis (-), pembesaran KGB aksiler (-/-), pembesaran
KGB inguinal (-/-)
Pemeriksaan Penunjang
29/1/15
Darah tepi
Limfoblast 90%
Selularitas : hiperseluler
M:E : 1:1
Diagnosis Lain :-
Diagnosis Komplikasi :-
Penatalaksanaan IGD
Follow Up
Insiden ALL di Amerika sebesar 3.7-4.9 kasus per 100.000 anak dengan
usia 0-14 tahun (Vikramjit, 2014). Puncak insiden ALL terjadi pada usia 2-5 tahun
(Ching, et al, 2008). Insiden penyakit ini akan berkurang seiring dengan
bertambahnya usia. Dengan kemajuan teknik diagnosis dan terapi, angka
kesembuhan pada anak yang menderita ALL saat ini mencapai 90% (Ribera, 2009).
Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada kulit putih dibandingkan kulit hitam
(Vikramjit, 2014).
2.2 Patogenesis
Gambar 2.1 Cell Origin and Evolution of a Cancer Stem Cell (Galegos, et al,
2013)
Gambar 2.2 Infection Based Model dalam Patogenesis ALL (Ching, et al,
2008)
Gambar 2.3 Distribusi Kelainan Genetik pada ALL (Galegos, et al, 2013)
2.3 Diagnosis
2.4 Penatalaksanaan
Penatalaksaan ALL yang dibahas dalam tinjauan pustaka ini mengacu pada
Protokol ALL yang diterbitkan oleh Indonesian Childhood ALL pada tahun 2013.
Penatalaksanaan ALL terbagi menjadi dua yaitu : persiapan sebelum mengawali
pemberian sitostatika kemudian dilanjutkan dengan pemberian sitostatika. Berikut
pembahasan lebih detail mengenai kedua tahapan tersebut.
Gambar 2.5 Protokol Fase Induksi ALL Risiko Biasa (Indonesian Childhood
ALL, 2013)
Pada tanda bintang, bila BMP tidak remisi, induksi dilanjutkan sesuai
denganminggu ke-5 protokol RT. Bila tidak dijumpai sel blast pada pemeriksaan
liquor , terapi intratekal hanya menggunakan MTX, Bila dijumpai sel blast pada
pemeriksaan liquor,menggunakan MTX tripledrug (MTX/deksametason/ara-C ),
2x seminggu dilakukan sampai negatif 3x berturut-turut. Apabila terjadi relaps CNS
akan dikelola secara khusus. Dosis 30 mg/m2, bila tidak ada dapat diganti
Doxorubicin 20 mg/m.
Gambar 2.6 Protokol Fase Induksi ALL Risiko Tinggi (Indonesian Childhood
ALL, 2013)
Vinkristin (VCR) :
- Dosis 1,5 mg/m2 (dosis mak 2mg) IV pada hari 7, 14, 21, 28, 35 dan 42 (dalam
10 ml NaCl 0,9% secara bolus IV pelan dalam 5 menit).
Daunorubisin (DNR)intravena :
- untuk risiko biasa diberikan 2 x selama induksi yaitu hari ke 21 dan ke 28 dengan
dosis 30 mg/m2.
- untuk pasien risiko tinggi dosis 30 mg/m2 , diberikan 4 kali pada hari ke-21, 28,
35,dan ke 42( DNR dilarutkan dalam NaCl 0,9 % 100 cc diberikan secara drip IV
dalam 1 jam ). Bila tidak tersedia adanya DNR, dapat diganti dengan Daunorubicin
dengan dosis 20 mg/m2.
- Diberikan 3 kali selang sehari dalam seminggu, sehingga total pemberian dalam
2 minggu adalah 6 kali, dan 9 x untuk penderita RT
- Dosis 7500 Unit/m2 subkutan maksimal 2 mL per lokasi suntikan. Sebaiknya
meggunakan paronal karena waktu paruh dan keefektivan (toksisitas) berbeda
dengan merk lain dari Asparaginase.
- Bisa diberikan secara iv dalam 100 ml cairan diberikan dalam 1-2 jam, atau i.m
dengan kompres es 15 menit sebelum injeksi, atau setelah L-Asp diaspirasi dalam
syringe, ditambahkan 0,5 –1 ml lidocain dalam syringe yang sama (tidak dikocok
agar tidak tercampur), kemudian berikan im pelahan-lahan.
- Dalam kasus alergi L-Asp, harus diberikan L-Asp dari Erwinia dengan dosis
20000 IU/m2/dosis.
- Risiko hipersensitif/anafilkasis terhadap L-Asp umumnya tidak terjadi pada
pemberian awal / fase induksi, tapi lebih sering bila diberikan pada fase reinduksi.
- Jika ada trombositopenia dalam pemberian im, maka berikan transfusi trombosit
terlebih dahulu.
3. Ketika terjadi reaksi alergi terhadap L-Asparaginase (produk dari E-coli), terapi
tetap bisa dilanjutkan dengan L-Asp dari Erwinia Caratova dengan dosis yang
sama atau bisa diberikan antihistamin sebagai profilaksis. Penggunaan L-asp
dihentikan bila terjadi gangguan fungsi hati yang berat, pankreatitis atau
hiperglikemia simtomatis. Jika sudah mencapai nilai normal, L-Asp bisa
dilanjutkan kembali dan dapat diberikan setengah dosis. Jika terjadi
hipofibrinogenemia (<50 mg %), bisa diberi FFP.
4. Setiap akan melakukan tindakan intratekal, hitung trombosit harus lebih dari
50.000/mm3 dan tidak ada perdarahan, serta faal hemostasis normal
2. Fase Konsolidasi
Pada fase konsolidasi, pemberian metotreksat dosis tinggi (HD-
MTX)dengan leukovorin rescue memerlukan perhatian yang khusus.
HD-MTX
- Sehari sebelum pemberian HD-MTX, pasien harus dalam kondisi klinis yang
baik(adekuat) dengan hasil pemeriksaan lab :
•Lekosit ≥ 2000/mm3
•Trombosit ≥ 75000/ mm3
•Fungsi ginjal normal (ureum dan kreatinin tidak > 4 kali batas normal)
•Peningkatan kimia enzim hati (S tidak lebih dari 10 kali dari batas atas nilainormal.
•Alkaline urine (pH >6.5 tapi < 8.0)
•Tidak ada infeksi, diare, mucositis
•Tidak ada gangguan kencing
- Seminggu sebelum pemberian HD MTX, diberikan bicnat oral.
- Saat pemberian HD-MTX
•Berikan alkalinisasi urine dengan cara memberikan cairan hidrasi 2-3 L/m2/24 jam
ditambah bicnat 40 meq/L selama 4 jam sehingga pH urine dibawah 8.
• Pemberian HD-MTX- selama 24 jam, kemudian hidrasi dilanjutkan selama 24
jam, Leucovorin (injeksi/oral) diberikan 42 jam sejak dimulainyaHD-MTX,
diberikan selama 2 hari berturut-turut setiap 6 jam.
Tanda-tanda toksisitas: ulkus pada mulut (oral ulcer), toksisitas pada ginjal,
toksisitas pada liver ( >5x normal transaminase), atau infeksi, dan pemberian
tambahan 3 dosis tiap 6 jam. cotrimoksazol oral sementara dihentikan pada saat
pemberian HD-MTX.
•Jika muncul efek samping yang berat (uncontrolled side effect), seperti gagal liver,
gagal ginjal, atau gangguan neurologi, pemberian HD-MTX dan semuanya ditunda.
•Hindri pemberian cotrimoksazol, obat anti inflamasi non steroid (NSAID), dan
penisilin bersamaan dengan HD-MTX. Leucovorin diberikan 15 mg/m2 iv pada
42,48, dan 54 jam setelah dimulainya HD-MTX.
• Pemberian 6-MP dan MTX p.o seharusnya dengan dosis yang maksimal dapat
ditoleransi. Diberi 1 kali sehari (dosis tunggal) terutama dimalam hari saat perut
kosong (setidaknya 30 menit sebelum atau 60 menit setelah makan malam) dan
bukan dengan susu. Pemeriksaan fungsi hati selama pemeliharaan sebaiknya
dilakukan setiap 3 bulan.
Metotreksat (MTX) triple drug intrathecal.
- Diberikan 3 kali dalam fase induksi : hari ke 1, 14, dan 28
Cyclophosphamide
-Dosis 1000 mg/m2, diberi awal minggu ke 9 dan 13, tanpa dibarengi dengan
pemberian Mesna.
3. Fase Intensifikasi
Pemberian Citarabin secara IV bolus 3x seminggu berturut-turut.
Prednison (PRED) :
- Diberikan sesudah makan dengan dosis 40 mg/m2 selama 4 minggu. Setelah 4
minggu (akhir minggu ke 16) dosis harus diturunkan setiap 3 hari menjadi separuh
dosis sebelumnya, dan berhenti pada akhir minggu ke 17.
Vincristine :
- Dosis 1,5 mg/m2 (dosis mak 2mg) IV pada awal minggu 14,15,16,17 (dalam 10
ml cairan normal saline secara IV pelan dalam 5 menit).
Daunorubicin (DNR)intravena :
- Diberikan 2 x awal minggu ke 14 dan 16 dengan dosis 30 mg/m2(dalam 1 jam
IV).
Citarabine
- Dosis : 75 mg/m2, diberikan pada minggu ke 15 dan 17, 3 kali dalam seminggu.
Pada fase ini mulai diberikan cotrimoksazol profilkasis dengan dosis 2-3
mg/kgbb/dosis (maksimal 2 x 80 mg/hari) diberi 3 kali seminggu.
MTX i.t
- MTX it triple drug diberikan pada minggu ke 15 dan 17 (cara pemberian dan
pedoman pemberian intratekal ini sama seperti pada fase induksi dan konsolidasi).
4. Fase Rumatan
- Untuk risiko biasa (RB), fase rumatan dimulai pada minggu ke 13 dan berakhir
pada minggu 110, sementara yang risiko tinggi (RT) dimulai minggu ke 18, dan
akan berakhir pada minggu ke 118
- Agar mendapat outcome yang baik , pemberian dosis yang tepat pada fase rumatan
merupakan hal yang esensi. Bergantung pada kondisi sensitifitas anak terhadap
kemoterapi.
- Persyaratan untuk mengawali rumatan.
•kondisi umum baik.
•tidak ada infeksi.
•Hematologi baik, Hb 10 g/dl, minimal hitung ANC 500, trombosit >50.000/mm3
tidak ada perdarahan.
•fungsi hati dan ginjal baik.
6 MP dan MTX
- Pemberian 6-MP dan MTX p.o seharusnya menggunakan dosis maksimal yang
dapat ditoleransi.
- Diberi 1 kali sehari (dosis tunggal) terutama dimalam hari saat perut kosong
(setidaknya 30 menit sebelum atau 60 menit setelah makan malam) dan bukan
dengan susu.
- Disarankan pemberian MTX p.o malam hari. Hentikan pemberian obat ini bila
terjadi kenaikan SGOT/SGPT > 10 kali nilai normal. Pengobatan dengan MTX ini
juga harus dihentikan bila ada pneumonia.
- Pada pengobatan fase rumatan ini, leukopenia (lekosit < 2000/mm3 ) dapat
berkaitan dengan sensitivitas individu terhadap kemoterapi, infeksi, efek samping
cotrimoksazol, atau kondisi relaps hematologi.
- Pada leukopenia persisten , yang tidak disebabkan infeksi atau relaps, pemberian
obat sitostatika lebih diprioritaskan dibandingcotrimoksazol. Hentikan pemberian
cotrimoksazol, bila tidak ada peningkatan lekosit setelah 1 minggu pemberian 6 MP
dan MTX.
Gambar 2.11 Protokol Fase Rumatan ALL (Indonesian Childhood ALL,
2013)
2.5 Prognosis
(Endang & Caroline, 2002; Caroline, et al, 2008; Sri & Silvia, 2009; Indonesian
ALL Childhood Protocol, 2013)
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anderson, Sylvia. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. hlm.
170.
Sri, M., Silvia, M. (2009). Leukemia Limfoblastik Akut pada Anak Usia di Bawah
Satu Tahun. Sari Pediatri, 11(3), 219-222.