Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Tugas ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen Pengampu Esri Rusminingsih, S.Kep.,Ns.,M.Kep
DI SUSUN OLEH
KLATEN
2018
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas limpahan rahmat, taufik, dan
hidayahnya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “ Asuhan
Keperawatan Pada Penderita Katarak” berkat kerja sama dari anggota kelompok kami serta
bimbingan dari dosen pembimbing.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II. Kami menyadari bahwa keberhasilan dalam pembuatan makalah
ini bukanlah keberhasilan kami semata. Untuk itu, kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu
Esri Rusminingsih, S.Kep.,Ns.,M.Kep yang telah membimbing selama perkuliahan dan teman -
teman yang telah membantu secara tidak langsung.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan kebaikan pada mahasiswa yang akan
datang.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................ii
C. Tujuan.................................................................................................................................... 2
A. Pengertian .............................................................................................................................. 3
B. Etiologi .................................................................................................................................. 3
C. Patofisiologi .......................................................................................................................... 4
D. Pathway ................................................................................................................................. 5
H. Penatalaksanaan .................................................................................................................... 7
I. Komplikasi .......................................................................................................................... 10
A. Kesimpulan.......................................................................................................................... 17
B. Saran .................................................................................................................................... 17
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa mata (Harper RA & Shock JP, 2013).
Beberapa studi cross-sectional di berbagai negara melaporkan prevalensi katarak sebesar
50% terdapat pada individu berusia 65-74 tahun dan prevalensi ini meningkat hingga 70%
pada individu di atas 75 tahun (Harper RA & Shock JP, 2013).
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu
usia di atas 50 tahun (Ilyas S et al., 2013). Proses penuaan merupakan penyebab katarak
terbanyak yang merupakan penyebab umum gangguan penglihatan, tetapi banyak juga
faktor lain yang mungkin terlibat, antara lain trauma, toksin, penyakit sistemik seperti
diabetes, merokok, dan herediter (Harper RA & Shock JP, 2013). Faktor risiko katarak
terkait usia dianggap multifaktorial, tetapi stres oksidatif serta faktor genetik dianggap
faktor utama dalam perkembangannya (Liao RF et al., 2015). Diabetes juga diperkirakan
menjadi salah satu faktor risiko pada penderita katarak senilis karena dapat
1
mempengaruhi hasil operasi. Katarak diabetes sejati lebih jarang ditemukan daripada
katarak senilis pada pasien diabetes. Disebutkan bahwa sklerosis nuklear senilis, kelainan
subkapsular posterior, dan kekeruhan korteks terjadi lebih sering dan dini pada pengidap
diabetes (Thomas D et al., 2013). Penelitian oleh Pollreisz (2010) melaporkan kejadian
edema makula sebesar 22 % pada penderita diabetes setelah operasi katarak (11 dari 50
mata) sementara edema makula tidak terjadi pada mata tanpa retinopati sehingga
perbaikan visus setelah operasi akan terganggu.
Katarak terkait usia diperkirakan akan terus menjadi masalah kesehatan global
yang penting karena meningkatnya harapan hidup (Rao GN et al., 2011). Pernyataan ini
diperkuat dengan data Badan Pusat Statistik Indonesia bahwa angka harapan hidup
penduduk Indonesia dimulai dari tahun 1995 sampai tahun 2015 mengalami peningkatan
yaitu dari 66 tahun menjadi 70 tahun.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas di dapat rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada katarak
2. Bagaimana pengkajian pada asuhan keperawatan dengan katarak ?
3. Bagaimana diagnosa keperawatan pada asuhan keperawatan dengan katarak ?
4. Bagaimana intervensi dan kriteria hasil pada asuhan keperawatan dengan katarak ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahu konsep dasar asuhan keperawatan pada katarak.
2. Untuk mengetahui pengkajian pada asuhan keperawatan dengan katarak.
3. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada asuhan keperawatan dengan katarak.
4. Untuk mengetahui intervensi dan kriteria hasil pada asuhan keperawatan dengan
katarak.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ilyas ( 2009 ) mendefinisikan Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa
yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau
terjadi akibat kedua-duanya. Iwan ( 2009 ) mengatakan katarak merupakan suatu keadaan
patologik lensa di mana lensa rnenjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi
protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang
dapat timbul pada berbagai usia tertentu.
Katarak adalah keadaan dimana terjadinya kekeruhan pada lensa mata dan
merupakan penyebab utama kebutaan di dunia serta penyebab utama kurangnya
penglihatan di Amerika Serikat. Katarak bisa terjadi pada semua usia dan disebabkan oleh
berbagai penyebab. Walaupun terapi untuk katarak sudah tersedia di seluruh dunia,
namun berbagai hambatan seperti biaya, asuransi kesehatan dan keputusan pasien
membuat banyak penderita katarak tidak bisa tertangani dengan baik (CDC, 2013).
B. Etiologi
Ada berbagai macam penyebab dari katarak menurut Gupta et al (2014), yaitu
sebagai berikut :
1. Katarak kongenital, terjadi sejak lahir atau sejak bayi hingga dewasa. Penyebabnya
adalah hereditas, infeksi, obat-obatan, radiasi, kelainan metabolik, trauma persalinan,
malnutrisi, kongenital anomali, idiopatik.
2. Katarak senilis, terjadi pada orang lanjut usia berusia > 50 tahun. Penyebabnya adalah
usia yang semakin tua, dehidrasi, penyakit sistemik, merokok, stress oksidatif dan
kekurangan nutrisi.
3. Katarak karena trauma, terjadi pada orang yang bekerja pada kondisi yang berbahaya,
seperti tukang las. Penyebabnya adalah kerusakan pada kapsul lensa mata dan
masuknya benda asing.
3
4. Katarak komplikasi, terjadi pada orang yang menderita penyakit kulit, alergi, uveitis,
diabetes glukoma, asma dan emfisema. Penyebabnya adalah komplikasi dari
inflamasi kronis dan penyakit mata degeneratif.
5. Katarak karena toksik metabolik, terjadi pada orang yang mengalami defisiensi
beberapa enzim dan hormon. Serta orang yang menjalani terapi steroid dan obat yang
mempunyai efek toksik. Penyebabnya adalah kelainan metabolik seperti diabetes
mellitus, galaktosemia dan beberapa obat (steroid, NSAID).
6. Katarak karena radiasi, terjadi pada orang yang sering kontak dengan sinar matahari,
radiasi buatan dan tegangan tinggi. Penyebabnya adalah sinar infrared, sinar X dan
sinar ultraviolet.
C. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, bentuk
kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung 3 komponen
anatomis. Pada zona sentral terdapat nukcelus, di perifer ada korteks dan mengelilingi
keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa
mengakibatkan hilangnya transpotasi, perubahan pada serabut halus multipel ( zunula )
yang memanjang dibadan selier kesekitar daerah diluar lensa misalnya dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengaburkan pandangan dengan menghambat jalan
cahaya keretina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi di
sertai influks air kedalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan menganggu transmisi sinar.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda, dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistematis, seperti DM, namun sebenarnya
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Katarak dapat bersifat
congenital dan dapat diidentifikasi awal, karena bila tidak dapat di diagnosa dapat
menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering
yang berperan dalam terjadinya katarak meliputi sinar ultraviolet B, obat – obatan,
alcohol, merokok, DM, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu
lama ( Andra Saferi Wijaya dan Yesi Maria, 2013 ).
4
D. Pathway
Degenerasi lensa
Lensa luar Kadar glukosa
Reaksi oksidasi
katarak mencair
pada lensa
Perubahan protein &
Membentuk cairan
senyawa pada lensa Glukosa menjadi
putih seperti susu
Kekeruhan pada sorbitol
lensa
Koagulasi serat
protein Penumpukan
cairan Kekeruhan lensa
Katarak
Nyeri akut
Sensitif dengan Pandangan kabur
cahaya
5
E. Gejala Klinis
Gejala klinis pasien katarak menurut Andra Saferi Wijaya dan Yessi Maria Putri,
(2013) antara lain :
1. Rasa silau karena terjadi pembiasan tidak teratur oleh lensa yang keruh.
2. Penglihatan akan berkurang secara perlahan
3. Pada pupil terdapat bercak putih
4. Bertambah tebal nucleus dengan perkembangnya lapisan korteks lensa
5. Penglihatan kabur
6. Rasa nyeri pada mata
Katarak hipermatur akan menimbulkan penyakit, mata menjadi merah disertai rasa
sakit yang kemudian akan berakhir dengan kebutaan. Secara klinis proses ketuaan sudah
tampak dalam pengurangan kekuatan akomodasi lensa, akibat mulai terjadinya sclerosis
lensa yang dimanifikasikan dalam bentuk presbiopi.
Selain itu gejala berupa keluhan penurunan ketajaman penglihatan secara progresif
( seperti rabun jauh memburuk secara progresif ). Penglihatan seakan – akan melihat asap
dan pupil mata seakan – akan tampak benar – benar penting, sehingga reflek cahaya pada
mata menjadi menjadi negatif ( - ). Bila dibiarkan akan dapa menimbulkan komplikasi
berupa glaucoma dan uveitis.
F. Derajat Katarak
1. Derajat 1 : Nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/12, tampak
sedikit kekeruhan dengan warna agak Reflek fundus masih mudah
diperoleh. biasanya kurang dari 50 tahun
6
3. Derajat 3 : Nukleus dengan kekerasan medium, biasanya visus antara 6/30 –
3/60, tampak nucleus berwarna kuning disertai kekeruhan korteks yang
berwarna keabu=abuan.
4. Derajat 4 : Nukleus keras, biasanya visus antara 3/60 – 1/60, tampak nukleus
berwarna kuning Reflek fundus sulit dinilai.
5. Derajat 5 : Nukleus sangat keras, biasanya visus biasanya hanya 1/60 atau
lebih Usia penderita sudah di atas 65 tahun. Tampak nucleus berwarna
kecoklatan bahkan sampai kehitaman . katarak ini sangat keras dan disebut
juga sebagai Brunescence cataract atau Black cataract.
G. Pemeriksaan Diagnostik
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan katak menurut Andrea Saferi Wijaya & Yessie ( 2013 ) adalah
sebagai berikut :
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat dibantu dengan
menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang
dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi.
7
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa
mata, tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak
perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan
sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata
lainnya, seperti uveitis yakni adalah peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran
uvea) terdiri dari 3 struktur :
1. Iris
cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam.
2. Badan silier
otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal sehingga mata bisa fokus pada
objek dekat dan lensa menjadi lebih tipis sehingga mata bisa fokus pada objek jauh.
3. Koroid
lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot silier ke saraf optikus di
bagian belakang mata.
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang terbatas
pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis.
Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan
retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih
menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin terjadi. Pembedahan
lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social atau atas indikasi
medis lainnya. Indikasi dilakukannya operasi katarak :
1. Indikasi social
Jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam melakukan rutinitas
pekerjaan.
2. Indikasi medis
Bila ada komplikasi seperti glaucoma.
3. Indikasi optic
Jika dari hasil pemeriksaan visus
8
Gambar 2. 3 Operasi ICCE
9
Kasus komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi.
Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang pada mata orang yang pernah
menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk
membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi jelas.
I. Komplikasi
Adapun komplikasi dari katarak menurut Andrea Saferi & Yessie ( 2013 ) adalah
sebagai berikut :
a. Glaucoma
Kelainan yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan intraokuler di dalam bola mata
sehingga lapang pandang mengalami gangguan dan virus mata menurun.
b. Kerusakan retina
Kerusakan retina ini dapat terjadi setelah pasca bedah, akibat ada robekan pada retina,
cairan masuk kebelakang dan mendorong retina atau terjadi penimbunan eksudat
dibawah retina sehingga retina terangkat.
c. Infeksi
Ini bisa terjadi setelah pasca bedah karena kurang perawatan yang tidak adekuat.
10
(2) Perubahan kacamata atau pengobatan untuk tidak memperbaiki
penglihatan. Tanda : tampak kecoklatan atau putih susus pada pupil
d) Peningkatan air mata
(1) Nyeri/kenyamanan
Gejala : ketidaknyamanan ringan / mata berair
(2) Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala : riwayat keluarga Glaukoma, diabetes, gangguan sistem
vaskuler, terpajan pada radiasi, steroid atau toksisitas fetotiazin.
b. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan visus
Menurut illyas ( 2009 ) menyatakan pemeriksaan visus adalah sebagai
berikut :
Visus adalah sebuah ukuran kuantitatif suatu kemampuan untuk
mengidentifikasi simbol-simbol berwarna hitam dengan latar belakang putih
dengan jarak yang telah distandardisasi serta ukuran dari simbol yang
bervariasi. Istilah “visus 20/20” adalah suatu bilangan yang menyatakan jarak
dalam satuan kaki yang mana seseorang dapat membedakan sepasang benda.
Pemeriksaan visus dapat dilakukan dengan menggunakan Optotype Snellen,
kartu Cincin Landolt, kartu uji E, dan kartu uji Sheridan/Gardiner. Optotype
Snellen terdiri atas sederetan huruf dengan ukuran yang berbeda dan
bertingkat serta disusun dalam baris mendatar. Huruf yang teratas adalah yang
besar, makin ke bawah makin kecil. Penderita membaca Optotype Snellen dari
jarak 6 m, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan
beristirahat atau tanpa akomodasi. Pembacaan mula-mula dilakukan oleh mata
kanan dengan terlebih dahulu menutup mata kiri. Lalu dilakukan secara
bergantian.
Tajam penglihatan dinyatakan dalam pecahan. Pembilang menunjukkan
jarak pasien dengan kartu, sedangkan penyebut adalah jarak pasien yang
penglihatannya masih normal bisa membaca baris yang sama pada kartu.
Dengan demikian dapat ditulis rumus :
V =D/d
Keterangan:
V = ketajaman penglihatan (visus)
d = jarak yang dilihat oleh penderita
D = jarak yang dapat dilihat oleh mata normal
Dengan Optotype Snellen dapat ditentukan tajam penglihatan atau
kemampuan melihat seseorang, seperti :
1) Bila visus 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter,
yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter.
2) Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan
angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.
11
3) Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan
angka 50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50.
4) Bila visus adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak 6 meter
yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.
5) Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka
dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal
pada jarak 60 meter.
6) Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang
diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan
pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang
berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.
7) Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan visus pasien yang
lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau
lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti visus adalah 1/300.
8) Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak
dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam
penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak
tidak berhingga.
9) Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan
penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total. Visus dan penglihatan
kurang dibagi dalam tujuh kategori.
b. Pemeriksaan Lensa
1) Klien mengeluh penurunan pandangan bertahap dan tidak nyeri
2) Pandangan kabur, berkabut atau pandangan ganda
3) Klien juga memberikan keluhan bahwa warna menjadi kabur atau tampak
kekuningan.
4) Jika klien mengalami kekeruhan sentral klien mungkin mengeluhkan
dapat melihat lebih baik pada cahaya suram daripada terang pada saat
dilatasi klien dapat melihat dari sekeliling kekeruhan.
5) Kaji virus, terda;at penurunan significant
6) Inspeksi dengan penlight menunjukkan pupil putih susu dan pada katarak
lanjut terdapat area putih keabu – abuan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori penglihatan bd penurunan ketajaman penglihatan.
b. Risiko cidera bd peningkatan TIO.
c. Nyeri akut bd luka pasca operasi.
d. Risko infeksi bd prosedur invasif ( bedah )
e. Ansietas bd kurang pemahaman mengenai perawatan pasca operasi.
12
3. Intervensi dan Kriteria Hasil
13
risiko cidera.
14
setelah operasi atau meminimalkan
sampai masuknya
diberitahukan mikroorganism
1. Gunakan teknik aseptic e dan
untuk meneteskan tetes mengurangi
mata: infeksi.
a. Cuci tangan 3. Tehnik aseptik
sebelum memulai menurunkan
pegang alat penetes risiko
agak jauh dari mata. penyebaran
b. Ketika meneteskan infeksi/bakteri
hindari kontak dan
antara mata dengan kontaminasi
tetesan dan alat silang.
penetes. 4. Mencegah
2. Gunakan teknik aseptic kontaminasi
untuk membersihkan dan kerusakan
mata dari dalam keluar sisi operasi.
dengan tisu basah/bola 5. Deteksi dini
kapas untuk tiap infeksi
usapan, ganti balutan memungkinkan
dan memasukkan lensa penanganan
bila menggunakan yang cepat
3. Tekankan pentingnya untuk
tidak atau menggaruk meminimalaka
mata yang dioperasi. n keseriusan
4. Observasi tanda dan infeksi.
gejala infeksi seperti: 6. Ketegangan
kemerahan, kelopak pada jahitan
mata bengkak,drainase dapat
purulen, infeksi menimbulkan
konjunctiva (pembuluh interupsi,
darah menonjol), atau menciptakan
peningkatan suhu. jala masuk
5. Anjurkan untuk untuk
memecah ketegangan mikroorganism
pada jahitan dengan e.
cara : menggunakan 7. Sediaan topical
kaca mata protektif dan di gunakan
pelindung mata pada secara
malam hari. profilaksis,
6. Kolaborasi obat sesuai dimana terapi
indikasi : lebih agresif
a. Antibiotika (topical, diperlukan bila
parental, atau sub terjadi infeksi
conjunctiva) menurunkan
b. Steroid inflamasi.
15
operasi meredakan
3. Pasien tidak tampak kecemasan
cemas. pada pasien.
3. Dapat
membantu
pasien untuk
beradaptasi
dengan
persepsi stresor
dan perubahan
yang
menghambat
pemenuhan
tuntutan dan
peran hidup.
16
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan
pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat
air terjun menjadi kabur atau redup, mata silau yang menjengkelkan dengan distorsi
bayangan dan susah melihat Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif.
Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan
fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.
Temuan objektif biasanya meliputi pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil
sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah
pendangan di malam hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, semoga dapat digunakan sebagai pedoman
bagi pembaca baik tenaga kesehatan khususnya perawat dalam pemberian asuhan
keperawatan secara profesional. Selain itu pembaca diharapkan dapat mengaplikasikan
tindakan pencegahan dan penanggulangan untuk menghindari penyakit katarak ini.
Makalah ini masih banyak kekurangan dalam hal penulisan maupun isi. Oleh
sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan penyusunan
makalah ini.
17
DAFTAR PUSTAKA
CDC.(2013). Vision Health Initative. Retrieved from Centers for Disease Control and
Prevention.
Gupta, V. B., Rajagopala, M., & Ravishankar, B. (2014). Etiopathogenesis of Cataract : An
appraisal. Indian Journal of Ophtalmology.
Harper, RA, Shock JP (2013). Lensa. Dalam : Whitcher JP, Eva PR (eds.). vaughan & asbury
oftalmologi umum. Edisi ke-17. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran Jakarta EGC, pp : 169-
177.
Ilyas Sidarta ( 2009 ) “ Ilmu Penyakit Mata ed.3 “ . Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Ilyas S, Yulianti SR (2013). Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Thomas D, Graham EM (2013). Gangguan mata yang menyertai penyakit sistemik. Dalam :
Whitcher JP, Eva PR (eds.). vaughan & asbury oftalmologi umum. Edisi ke-17. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran Jakarta EGC, p : 319.
Wijaya, Andrea Saferi & Yessie Mariza Putri. 2013. “ KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa”. Yogyakarta : Nuha Medika
World Health Organisation (2012). Global data on visual impairments 2010. WHO Press.
18