Você está na página 1de 3

Aliran pragmatisme menyatakan manusia seyogyanya tidak hanya berpikir/berteori tetapi juga harus

berbuat dan bermakna (praktis). Kaitannya dengan dunia pendidikan teknologi dan kejuruan, kaum
pragmatisme menghendaki pembagian persoalan teoritis dan praktis. Teori memberi bekal etik dan
normatif, sedangkan praktek mempersiapkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Pembagian teori dan praktis itu penting agar pendidikan tidak melahirkan materialisme terselubung bila
menekankan pada hal praktis dan mengabaikan kebutuhan praktis masyarakat, jika demikian pendidikan
dapat dikatakan disfungsi.

Aliran eksistensialisme berpandangan pendidikan kejuruan mengembangkan eksistensi manusia, bukan


merampasnya. Setiap individu harus menemukan diri dan kemudian hidup sesuai dengan diri ini.
Kebebasan dalam bertindak, harus sebagai diri sendiri bukan sebagai satu tindakan atau sebagai gen
seseorang atau esensi yg membutuhkan lainnya. Kaitan dengan pendidikan teknologi dan kejuruan adalah
kesadaran diri akan minat bakat terhadap bidang kerja tanpa paksaan dari berbagai pihak.

Aliran esensialisme berpandangan pendidikan kejuruan harus mengkaitkan dirinya dengan sistem lain.
Esensialisme bertujuan mendidik manusia bernilai guna dan kompeten melalui pikiran, penalaran dan
budaya. Kaitannya dengan pendidikan teknologi dan kejuruan, esensialisme menekankan peran dan
fungsi pendidik atau pelatih dalam proses pembelajaran, menguasai subyek materi, mengembangkan skill
dengan berlatih, pengulangan, pengkondisian, dan pengembangan kebiasaan baik dalam mempengaruhi
prilaku peserta didik secara progresif dari skill yang kurang komplek ke skill yang lebih komplek.

Aliran liberalisme meyakini bahwa sistem kebenaran bersifat terbuka menekankan pada rasionalitas dan
eksperimental. Filosofi ini memajukan kebebasan individu dan memaksimalkan potensi manusia
seutuhnya terhadap perkembangan masa kini dan masa depan. Oleh karena itu pendidikan teknologi dan
kejuruan bertujuan untuk melestarikan dan memperbaiki tatanan sosial melalui penyelesaian masalah
secara mandiri sesuai kebutuhan hingga batas toleransi yang diberikan untuk mencegah tumbuhnya
liberalisme pendidikan.

Pembelajaran Teaching Factory adalah model pembelajaran di SMK berbasis produksi/jasa yang
mengacu pada standar dan prosedur yang berlaku di industri dan dilaksanakan dalam suasana seperti yang
terjadi di industri. Pelaksanaan Teaching Factory menuntut keterlibatan mutlak pihak industri sebagai
pihak yang relevan menilai kualitas hasil pendidikan di SMK. Pelaksanaan Teaching Factory (TEFA)
juga harus melibatkan pemerintah, pemerintah daerah dan stakeholders dalam pembuatan regulasi,
perencanaan, implementasi maupun evaluasinya.

Pelaksanaan Teaching Factory sesuai Panduan TEFA Direktorat PMK terbagi atas 4 model, dan dapat
digunakan sebagai alat pemetaan SMK yang telah melaksanakan TEFA. Adapun model tersebut adalah
sebagai berikut:

 Model pertama, Dual Sistem dalam bentuk praktik kerja lapangan adalah pola pembelajaran
kejuruan di tempat kerja yang dikenal sebagai experience based trainingatau enterprise based
training.
 Model kedua, Competency Based Training (CBT) atau pelatihan berbasis kompetensi merupakan
sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pengembangan dan peningkatan
keterampilan dan pengetahuan peserta didik sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Pada model ini,
penilaian peserta didik dirancang untuk memastikan bahwa setiap peserta didik telah mencapai
keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan pada setiap unit kompetensi yang ditempuh.
 Model ketiga, Production Based Education and Training (PBET) merupakan pendekatan
pembelajaran berbasis produksi. Kompetensi yang telah dimliki oleh peserta didik perlu diperkuat dan
dipastikan keterampilannya dengan memberikan pengetahuan pembuatan produk nyata yang
dibutuhkan dunia kerja (industri dan masyarakat).
 Model keempat, Teaching Factory adalah konsep pembelajaran berbasis industri (produk dan jasa)
melalui sinergi sekolah dan industri untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dengan kebutuhan
pasar.

Tujuan pembelajaran Teaching Factory

 Mempersiapkan lulusan SMK menjadi pekerja dan wirausaha;


 Membantu siswa memilih bidang kerja yang sesuai dengan kompetensinya;
 Menumbuhkan kreatifitas siswa melalui learning by doing;
 Memberikan keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja;
 Memperluas cakupan kesempatan rekruitmen bagi lulusan SMK;
 Membantu siswa SMK dalam mempersiapkan diri menjadi tenaga kerja, serta membantu menjalin
kerjasama dengan dunia kerja yang aktual;
 Memberi kesempatan kepada siswa SMK untuk melatih keterampilannya sehingga dapat membuat
keputusan tentang karier yang akan dipilih.

Tujuan yang selaras tentang pembelajaran teaching factory (Sema E. Alptekin, Reza Pouraghabagher,
atPatricia McQuaid, and Dan Waldorf; 2001) adalah sebagai berikut.

 Menyiapkan lulusan yang lebih profesional melalui pemberian konsep manufaktur moderen sehingga
secara efektif dapat berkompetitif di industri;
 Meningkatkan pelaksanaan kurikulum SMK yang berfokus pada konsep manufaktur moderen;
 Menunjukan solusi yang layak pada dinamika teknologi dari usaha yang terpadu;
 Menerima transfer teknologi dan informasi dari industri pasangan terutama pada aktivitas peserta
didik dan guru saat pembelajaran.

Keterkaitan Pendidikan Kejuruan, KKNI dan SKKNI

 Pendidikan Kejuruan merupakan suatu estafet proses pengembangan kualitas tenaga kerja.
 Untuk mewujudkan system pendidikan kejuruan yang efektif, salah satu yang perlu dirumuskan adalah
KKNI berbasis komptensi untuk dijadikan acuan secara nasional dalam mengembangkan program
pendidikan dan pelatihan (termasuk Pendidikan Kejuruan).
 KKNI merupakan “ Kiblat “ pengembangan Sumber Daya Manusia Indonesia, baik yang dilaksanakan
melalui pendidikan, pelatihan maupun pengalaman kerja.
 KKNI merupakan sistem yang berdiri sendiri dan merupakan jembatan antara sektor pendidikan dan
pelatihan untuk membentuk sumber daya manusia nasional berkualifikasi (qualified person) dan
bersertifikasi (certified person) melalui skema pendidikan formal, non formal, informal, pelatihan kerja
atau pengalaman kerja
 SKKNI Memastikan Link and match dunia pendidikan dan dunia kerja.
 Dengan adanya SKKNI terjadi suatu hubungan timbal balik antar dunia usaha dengan lembaga diklat atau
pendidikan kejuruan, mereka harus dapat merumuskan standar kebutuhan Kualifikasi SDM yang
diinginkan guna menjamin kesinambungan usaha atau industri. Sedang pihak lembaga diklat akan
menggunakan SKKNI sebagaian acuan dalam merumuskan kebjakan dalam pengembangan SDM secara
makro.

Menindaklanjuti Inpres No. 9 Tahun 2016, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan secara gamblang
menginstrusikan untuk menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK sesuai dengan kompetensi
kebutuhan pengguna lulusan (link and match). “Link” dan “match” mengisyaratkan agar para lulusan
mempunyai wawasan atau sikap kompetititf, seperti etika kerja (work ethic), pencapaian motivasi
(achievement motivation), penguasaan (mastery), sikap berkompetisi (competitiveness), memahami arti
uang (money beliefs), dan sikap menabung (attitudes to saving). “Link” dan “match” memerlukan
perubahan kerangka pikir dari seluruh pelaksana pendidikan baik institusi pendidikan maupun staf
pengajar harus pro aktif mengembangkan “link” dan “match” dengan dunia kerja.

“Link” and “Match” dalam Revitalisasi SMK diharapkan dapat menciptakan generasi penduduk usia
produktif siap kerja yang memiliki kompetensi keterampilan atau keahlian siap pakai yang dibutuhkan
perusahaan dan dunia industri. Mengingat perusahaan dengan dunia industri sangat membutuhkan tenaga
terampil siap kerja yang berkarakter etos kerja dan disiplin serta memiliki daya saing tinggi. Tujuan yang
akan dicapai dengan adanya revitalisasi SMK ini adalah:
1) Mewujudkan Link and Match sekolah dengan Dunia Usaha/Industri.
2) Mengubah paradigma dari push menjadi pull. Artinya paradigma SMK yang dulunya hanya
mendorong untuk mencetak lulusan saja tanpa memperhatikan kebutuhan pasar kerja berganti menjadi
paradigma mencari segala sesuatu yang berhubungan dengan pasar kerja mulai dari budaya kerja dan
kompetensi yang diperlukan dalam pasar kerja dan menariknya ke dalam SMK untuk disusun kurikulum
SMK yang diselaraskan dengan kurikulum industri.
3) Mengubah pembelajaran dari supply driven ke demand driven.
4) Menyiapkan lulusan SMK yang adaptable terhadap perubahan dunia untuk menjadi lulusan yang dapat
bekerja, melanjutkan, dan berwirausaha.
5) Mengurangi/menghilangkan kesenjangan antara pendidikan kejuruan dengan kebutuhan DUDI baik
dari aspek teknologi, administratif, maupun kompetensi.

Você também pode gostar