Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Oleh:
Preseptor:
RSUD PARIAMAN
2018
KATA PENGANTAR
Rasa syukur penulis ucapkan pada Allah karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul “Kista dan Abses
Bartholini.” Referat ini penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat dalam
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Pasca Alfajra, Sp.OG selaku
pembimbing yang telah memberikan arahan dan petujuk, dan semua pihak yang telah
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
Kista dan abses bartholini adalah penyakit terkait kelenjar bartholini yang
paling sering terjadi dan merupakan salah satu kelainan pada vulva dengan angka
kejadian yang terbilang tinggi. Penyakit ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang
ahli anatomi Belanda pada tahun 1677 bernama Casper Bartholini. Kelenjar bartholini
atau the greater vestibular glands merupakan kelenjar pada perempuan yang
mulai berfungsi pada masa pubertas dan berfungsi memberikan kelembaban untuk
vestibulum. Letak kelenjar tertutup dan berpasangan. Kelenjar ini berfungsi untuk
mensekresi cairan pembersih, mukus yang alkalis kedalam duktus yang bagian
dalamnya tersusun atas sel kolumner dan bagian luar tersusun atas epitel
transisional.1,2
pembesaran berisi cairan yang mempunyai struktur seperti kantong bengkak ( swolen
sac-like structure ). Jika lubang pada kelenjar barthlolini tersumbat, lendir yang
proksimal dan obstruksi. Kista bartholini yang mengalami obstruksi dan terinfeksi
dapat menjadi abses.1 Kista bartholini merupakan masalah yang sering didapatkan
pada wanita usia reproduksi, kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun
3
dengan sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista bartholini atau abses,
sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu untuk dicermati.. 3,5
Metode penulisan makalah ini adalah dengan tinjauan pustaka yang merujuk
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
organ genitalia eksterna pada wanita. Kelenjar bartholini berjumlah dua buah
bilateral, berbentuk bundar, dan terletak posterolateral dari vestibulum arah jam 4 dan
jam 8 pada dasar labium minora, masing-masing berukuran sekitar 0,5 cm dan
mensekresikan mukus kedalam duktus yang memiliki panjang 2-2,5 cm. Saluran
keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah yang terdapat diantara labium minus
pudendi dan tepi hymen. Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis pada
pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan sekresinya untuk
diperdarahi oleh arteri bulbi vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus pudendus dan
erektil dari bulbus, jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan
seksual dan kelenjar ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai
5
Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar Bartholini 3
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk
di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Suatu abses terjadi bila kista
6
menjadi terinfeksi. Kista kelenjar Bartholini terbentuk apabila kelenjar ini menjadi
tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka
panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini
akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang
Kista Bartholini merupakan kista yang sering terjadi pada vulva. Dua - tiga
persen wanita mengalami kista Bartholini pada suatu saat dalam kehidupannya. Abses
umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak daripada kista. Salah satu penelitian
kasus kontrol menemukan bahwa wanita berkulit putih dan hitam yang lebih
cenderung untuk mengalami kista bartholini atau abses bartholini daripada wanita
hispanik, dan bahwa perempuan dengan paritas yang tinggi memiliki risiko terendah.
Kista Bartholini, yang paling umum terjadi pada labia majora. Involusi bertahap dari
kelenjar Bartholini dapat terjadi pada saat seorang wanita mencapai usia 30 tahun.
Hal ini mungkin menjelaskan lebih seringnya terjadi kista Bartholini dan abses
selama usia reproduksi. Biopsi eksisional mungkin diperlukan lebih dini karena
rendahnya risiko kanker kelenjar Bartholin (0,114 kanker per 100.000 wanita-tahun).
Namun, jika diagnosis kanker tertunda, prognosis dapat menjadi lebih buruk. Sekitar
1 dalam 50 wanita akan mengalami kista Bartholini atau abses di dalam hidup
7
mereka. Jadi, hal ini adalah masalah yang perlu dicermati. Kebanyakan kasus terjadi
pada wanita usia reproduktif, antara 20 sampai 30 tahun. Namun, tidak menutup
kemungkinan dapat terjadi pada wanita yang lebih tua atau lebih muda.6
Pembesaran kista bartholini bisa terjadi akibat parut setelah infeksi (terutama
retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista.
Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartholini
seperti Escherichia coli. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis
dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum. Chlamydia
Bartholini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi
menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan
8
Tabel 2.1 Bakteri Penyebab Kista dan Abses Bartholini.5
retensi dari sekresi, dengan akibat berupa pelebaran duktus dan pembentukan kista.
Kista tersebut dapat menjadi terinfeksi, dan abses bisa berkembang dalam kelenjar.
Kelenjar BartholiIn sangat sering terinfeksi dan dapat membentuk kista atau abses
pada wanita usia reproduksi. Kista dan abses bartholini seringkali dibedakan secara
klinis.4
menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan. Sumbatan ini
biasanya merupakan akibat sekunder dari peradangan nonspesifik atau trauma. Kista
bartholini dengan diameter 1-3 cms seringkali asimptomatik. Sedangkan kista yang
berukuran lebih besar, kadang menyebabkan nyeri dan dispareunia. Abses Bartholini
merupakan akibat dari infeksi primer dari kelenjar, atau kista yang terinfeksi. Pasien
dengan abses Bartholini umumnya mengeluhkan nyeri vulva yang akut dan
9
bertambah secara cepat dan progresif. Abses kelenjar Bartholini disebakan oleh
polymicrobial.3,6,7
Peradangan pada kista yang terbentuk akibat sumbatan duktus sekretorius dan
kelenjar Bartholini dapat juga terjadi secara kronis dan berlangsung hingga bertahun-
tahun. Untuk jenis ini, biasanya diameter indurasi kista, tidak mencapai ukuran yang
besar sehingga penderita juga tidak menyadari adanya kelainan ini. Bila pembesaran
10
Diagram patofisilogi kista dan abses barthlini
Jika kista kelenjar Bartholini masih kecil dan belum terjadi inflamasi,
penyakit ini bisa menjadi asimptomatik. Kista biasanya nampak sebagai massa yang
menonjol secara medial dalam introitus posterior pada regio yang duktusnya berakhir
di dalam vestibula. Jika kista menjadi terinfeksi maka bisa terjadi abses pada kelenjar.
Indurasi biasa terjadi pada sekitar kelenjar, dan aktivitas seperti berjalan, duduk atau
11
Kista duktus Bartholini dan abses glandular harus dibedakan dari massa vulva
dirasakan sebagai benda padat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Jika
kista bartholini masih kecil dan tidak terinfeksi, umumnya asimtomatik. Tetapi bila
berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk.
Tanda kista Bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada
salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva.
Penyakit ini cukup sering rekurens. Bartholinitis sering kali timbul pada gonorrea,
akan tetapi dapat pula mempunyai sebab lain, misalnya Streptokokus. Pada
Bartholinitis akuta kelenjar membesar, merah, nyeri, dan lebih panas dari daerah
sekitarnya. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat keluar melalui duktusnya, atau jika
kadang dapat menjadi sebesar telur bebek. Jika belum menjadi abses, keadaan bisa di
atasi dengan antibiotika, jika sudah bernanah harus dikeluarkan dengan sayatan.
Dispareunia
12
Nyeri pada waktu berjalan dan duduk
13
2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesa
berupa :
Benjolan
(dispareunia)
terutama jika infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan melalui
hubungan seksual
Teraba massa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut, dan
14
2.7.2 Pemeriksaan fisik
litotomi.
Pada inspeksi, terlihat massa unilateral di daerah labium, biasanya pada labium
minor arah jam 4 dan 8 atau posisi jam 5 atau 7 dengan daerah sekitar yang
eritema dan edema. Dalam beberapa kasus didapatkan daerah selulitis disekitar
abses
Pada perabaan teraba massa yang lunak, berbatas tegas, berfluktuasi dan sangat
Jika abses telah pecah secara spontan, dapat terdapat duh yang purulen
bakteri patogen12
15
seksual lainnya. Kultur jaringan dibutuhkan untuk mengidentifikasi jenis
4) Untuk kultur, di ambil swab dari abses atau daerah lain seperti serviks.
Hasil tes ini baru dapat dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini
tidak menunda pengobatan. Dari hasil tes ini dapat diketahui apakah
pasien:13,14
Cystic lesions
16
ducts
papilliferum majora and labia to 3 cm); arises from apocrine sweat glands
minora
hernia
vestibule
Solid lesions
clitoris pedunculated
17
2.9 Penatalaksanaan
Insisi dan drainase merupakan prosedur yang cepat dan mudah dilakukan serta
diperhatikan karena ada kecenderungan kekambuhan kista atau abses.Ada studi yang
2. Word Catheter
sebuah kateter kecil dengan balon yang dapat digembungkan dengan saline pada
ujung distalnya, biasanya digunakan untuk mengobati kista dan abses Bartholinii.
Panjang dari kateter karet ini adalah sekitar 1 inch dengan diameter No.10 French
Foley kateter. Balon kecil di ujung Word catheter dapat menampung sekitar 3-4 mL
larutan saline.9
18
Gambar 2.5 word catheter
Setelah persiapan steril dan pemberian anestesi lokal, dinding kista atau abses
dijepit dengan forceps kecil dan blade no.11 digunakan untuk membuat insisi
sepanjang 5mm pada permukaan kista atau abses.Penting untuk menjepit dinding
kista sebelum dilakukan insisi, atau bila tidak kista dapat collapse dan dapat terjadi
insisi pada tempat yang salah.Insisi harus dibuat dalam introitusexternal hingga ke
cincin hymenal pada area sekitar orifice dari duktus.Apabila insisi dibuat terlalu
membuat kateter tetap berada di dalam rongga kista atau abses. Ujung bebas dari
kateter dapat dimasukkan ke dalam vagina. Agar terjadi epitelisasi pada daerah bekas
pembedahan, Word catheter dibiarkan di tempat selama empat sampai enam minggu,
meskipun epithelialisasi mungkin terjadi lebih cepat, sekitar tiga sampai empat
minggu. Jika Kista Bartholini atau abses terlalu dalam, pemasangan Word catheter
19
tidak praktis, dan pilihan lain harus dipertimbangkan.6 angka rekurensinya mencapai
3%.
3. Marsupialisasi7,8,10
dari kista Bartholini . Prosedur ini tidak boleh dilakukan ketika terdapat tanda- tanda
abses akut.
20
Suatu insisi vertikal dibuat pada bagian tengah kista, lalu pisahkan mukosa
sekitar; (kanan) Dinding kista dieversi dan ditempelkan pada tepi mukosa vestibular
dengan jahitan interrupted. Setelah dilakukan persiapan yang steril dan pemberian
anestesi lokal, dinding kista dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu dibuat insisi
vertikal pada vestibular melewati bagian tengah kista dan bagian luar dari hymenal
ring. Insisi dapat dibuat sepanjang 1.5 hingga 3cm, bergantung pada besarnya kista.
Setelah kista diinsisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat diirigasi
dengan larutan saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan hemostat. Dinding kista ini
lalu dieversikan dan ditempelkan pada dindung vestibular mukosa dengan jahitan
Cara:
• Dibuat insisi vertikal pada kulit labium sedalam 0,5cm (insisi sampai diantara
jaringan kulit dan kista/ abses) pada sebelah lateral dan sejajar dengan dasar
selaput himen.
• Dilakukan insisi pada kista dan dinding kista dijepit dengan klem pada 4 sisi,
sehingga rongga kista terbuka dan kemudian dinding kista diirigasi dengan
cairan salin.
• Dinding kista dijahit dengan kulit labium dengan atraumatik catgut. Jika
21
dan dalam waktu 1 minggu muara baru akan mengecil separuhnya, dan dalam
waktu 4 minggu muara baru akan mempunyai ukuran sama dengan muara
4. Eksisi (Bartholiniectomy)10,11
tidak berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan saat tidak ada
infeksi aktif. Eksisi kista bartholini karena memiliki risiko perdarahan, maka
ditempatkan dalam posisi dorsal lithotomy. Lalu dibuat insisi kulit berbentuk linear
yang memanjang sesuai ukuran kista pada vestibulum dekat ujung medial labia
minora dan sekitar 1 cm lateral dan parallel dari hymenal ring. Hati – hati saat
melakukan insisi kulit agar tidak mengenai dinding kista.Struktur vaskuler terbesar
yang memberi suplai pada kista terletak pada bagian posterosuperior kista. Karena
alasan ini, diseksi harus dimulai dari bagian bawah kista dan mengarah ke superior.
Bagian inferomedial kista dipisahkan secara tumpul dan tajam dari jaringan sekitar.
Alur diseksi harus dibuat dekat dengan dinding kista untuk menghindari perdarahan
plexus vena dan vestibular bulbi dan untuk menghindari trauma pada rectum.
22
G
dari kista dicari dan diklem dengan menggunakan hemostat. Lalu dipotong dan
Cool packs pada saat 24 jam setelah prosedur dapat mengurangi nyeri,
pembengkakan, dan pembentukan hematoma. Setelah itu, dapat dianjurkan sitz bath
hangat 1-2 kali sehari untuk mengurangi nyeri post operasi dan kebersihan luka.
23
2.9.2 Pengobatan Medikamentosa11,12
antibiotik harus segera diberikan sebelum dilakukan insisi dan drainase. Beberapa
24
Ampisilin 250-500 mg/ dosis 4x/hari, po.
2.9.3 Komplikasi12
drainase abses.
25
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. VE
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Pariaman
Suku/bangsa : Minang
Pekerjaan : IRT
Status pernikahan : kawin
Tanggal Masuk : 18 Juli 2018
No. RM : 14 48 03
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : benjolan pada bibir kemaluan sebelah kanan.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Pariaman dengan keluhan benjolan di bibir
kemaluan sebelah kanan. Benjolan diketahui pertama kali sejak 4
hari yang lalu. Awalnya benjolan tersebut sebesar biji jagung dan
terasa nyeri. Semakin hari benjolan bertambah besar. Nyeri yang
dirasakan juga semakin bertambah, sehingga mengganggu aktivitas
sehari-harinya dan mengganggu kualitas tidurnya.
Keputihan ada berwarna putih dan tidak berbau.
Pasien juga merasakan demam pada 4 hari yang lalu.
BAB dan BAK tidak ada keluhan.
26
lalu
Riwayat penyakit jantung, hipertensi, hepar, paru dan DM, ginjal dan
alergi disangkal
d. Riwayat konsumsi alkohol dan rokok : disangkal.
Suhu : 37˚C
27
Mulut : Bibir sianosis (-), faring hiperemis (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Torak :
- Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicularis sinistra,
nyeri tekan (-).
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal.
Auskultasi : normal, murmur (-) gallop(-)
Pulmo :
Inspeksi : statis, dinamis, retraksi (-).
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri.
Perkusi : sonor seluruh lapang paru.
Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, Rh -/-, Wh-/-
Ekstremitas
Superior : akral dingin (-/-), udem kedua tangan (-/-)
Inferior : akral dingin (-/-), udem kedua kaki (-/-)
b. Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan abdomen:
Inspeksi : datar
Palpasi : supel, NT (-), NL (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+) N
Pemeriksaan genitalia eksterna :
Inspeksi : massa (+) di labia mayor dextra ukuran 2 x 5 cm, batas tegas,
eritem (+), edema (+) fluor albus (+), darah (-).
Palpasi : nyeri tekan (+), panas (+), konsistensi kenyal kesan berisi
cairan.
28
Pemeriksaan genitalia interna : tidak dilakukan pemeriksaan.
IV. RESUME
Pasien, wanita 37 tahun datang ke RSUD Pariaman dengan keluhan benjolan di
labia mayor dextra.
29
Palpasi : nyeri tekan (+), panas (+), konsistensi kenyal kesan berisi cairan.
Pemeriksaan genitalia interna : tidak dilakukan pemeriksaan.
V. DIAGNOSIS
Abses bartholini.
Darah rutin
Pemeriksaan Hasil
Hemoglobin 12,1
Lekosit 18.610
Eritrosit 3,84 juta
Hematokrit 32,8
Trombosit 313.000
Kesan: Leukositosis
VII. PENATALAKSANAAN
a. Non Medikamentosa
Menjaga kebersihan area kewanitaan.
Tirah baring
b. Medikamentosa
Infus RL 20 tpm.
Cefotaxim 2x1 gr IV
Metronidazol 3x500 mg IV
Asam mefenamat 3x500 mg PO
c. Pembedahan
Insisi dan drainase
30
VIII. MONITORING
a. Perbaikan kondisi umum pasien.
b. Monitoring tanda-tanda infeksi pada lesi.
c. Tanda vital pasien.
IX. EDUKASI
a. Pasien diberitahu mengenai penyakitnya dan penyebab dari penyakitnya
tersebut.
b. Pasien diedukasi tentang pentingnya menjaga kebersihan di daerah
kewanitaannya.
c. Pasien diberitahu tentang tindakan operasi yang akan dilakukan dan
persiapan-persiapan sebelum operasi.
31
BAB IV
DISKUSI
Keluhan pasien pada umumnya adalah benjolan, nyeri, dan dispareunia. Pada
abses bartholini didapatkan adanya benjolan pada salah satu sisi bibir kemaluan
(asimetris). Hal itu disebabkan oleh adanya infeksi bakteri pada kelenjar bartholini.
Infeksi tersebut sering disebabkan oleh neisseria gonorrhoeae dan kadang-kadang
streptokokus dan stafilokokus) atau trauma yang kemudian menyebabkan sumbatan
pada saluran ekskresi kelenjar Bartholini. Obstruksi distal saluran bartholini bisa
mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan
pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam
kelenjar.
32
kewanitaan dan tirah baring. Medikamentosa yang diberikan Cefotaxim 2x1 gr IV,
Metronidazol 3x500 mg IV, Asam mefenamat 3x500 mg PO dan direncanakan untuk
dilakukan pembedahan berupa insisi dan drainase.
Infeksi kelenjar bartolini yang berkembang menjadi abses bartholini
stafilokokus serta E.coli sehingga pengobatan yang diberikan berupa antibiotik sesuai
33
BAB V
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk
di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Suatu abses terjadi bila kista
menjadi terinfeksi. Pembesaran kista bartholini bisa terjadi akibat parut setelah
streptokok dan stafilokok) atau trauma yang kemudian menyebabkan sumbatan pada
pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam
kelenjar.
dirasakan sebagai benda padat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Jika
kista bartholini masih kecil dan tidak terinfeksi, umumnya asimtomatik. Tetapi bila
berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk.
Tanda kista Bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada
salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva.
Keluhan pasien pada umumnya adalah benjolan, nyeri, dan dispareunia. Pasien
dengan abses dapat memberikan gejala berupa nyeri yang akut disertai
pembengkakan labial unilateral, dispareunia, nyeri pada waktu berjalan dan duduk,
34
nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan timbulnya discharge (sangat mungkin
35
DAFTAR PUSTAKA
36
14. Amiruddin DM, Anggreni D, Madjid A, Bartholinitis dan Kista Bartholini in:
Amiruddin DM, ed. Penyakit Menular Seksual. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2004. P.163-
175.
37