Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BRONKOMALASIA
DISUSUN OLEH :
i
KATA PENGANTAR
Terima kasih kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan hidayah-Nya kami dapat menerima ilmu hingga kami telah mencapai jenjang
tertinggi dalam status pendidikan, yaitu sebagai mahasiswa. Tak lupa pula kami
berterima kasih kepada-Nya karena telah memberi kami waktu untuk menyelesaikan
tugas makalah Keperawatan ANAK . Dalam proses pembuatan makalah ini kami
sebagai tim penyusun mengalami berbagai hambatan, akan tetapi dengan kesabaran
serta dukungan dari media yang memadai, makalah ini dapat tertuntaskan dengan
baik.
Tak ketinggalan pula kami sebagai penyusun mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat selesai tepat
pada waktunya, juga membantu dalam pengumpulan bahan, penyusunan dan
pembuatan makalah.
Tentunya sebagai manusia, kami sebagai penyusun tak lepas dari berbagai
kesalahan, dan kami menyadari bahwa banyak kekurangan yang terdapat di makalah
kami ini. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran bagi pembaca sebagai bahan
evaluasi atas makalah yang kami susun. Harapannya agar kami menjadi lebih baik
lagi di kemudian hari. Semoga bermanfaat bagi semua pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
3.1 Pengkajian................................................................................................ 12
3.2 Diagnosa................................................................................................... 16
3.3 Intervensi.................................................................................................. 17
iii
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan................................................................................................... 22
4.2 Saran......................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Angka kematian bayi baru lahir dengan kelainan kongenital di dunia yaitu
sekitar 303.000 jiwa pada 4 minggu pertama setelah lahir setiap tahunnya (WHO,
2016). Data World Health Organization South-East Asia Region (WHO SEARO)
tahun 2010 memperkirakan prevalensi kelainan kongenital di Indonesia 3 adalah
59,3 per 1000 kelahiran hidup. Jika setiap tahun lahir 5 juta bayi di Indonesia, maka
akan ada sekitar 295.000 kasus kelainan bawaan pertahun. Data laporan Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) menyatakan bahwa sebesar 1,4% bayi baru lahir usia
0-6 hari pertama kelahiran dan 19% bayi baru lahir usia 7-28 hari meninggal
disebabkan karena kelainan kongenital (Depkes, 2016).
Salah satu kelainan kongenital yang dapat ditemui yaitu bronkomalasia.
Bronkomalasia adalah masalah bawaan yang timbul dari dukungan tulang rawan
berkurang dari saluran udara yang lebih kecil (di bawah trakea, atau tenggorokan).
tulang rawan melemah biasanya menyempit lebih mudah selama ekspirasi dan
memperpanjang waktu, atau mencegah dahak dan sekresi mnejadi terperangkap.
Biasanya banyak menyerang pada anak usia kurang dari 6 tahun (Children’s
National Health System,2016).
Prevalensi bronkomalasia di dunia sangat luas dan bervariasi secara geografis.
Di Indonesia, prevalensi bronkomalasia belum diketahui secara pasti. Bronkomalasia
sendiri dapat ditangani dengan tindakan pembedahan atau trakheotomi.
Dengan pertimbangan angka kejadian yang cukup tinggi, maka sangat perlu
dilakukan pencegahan yang lebih optimal. Tindakan asuhan keperawatan yang tepat
pada anak dengan kelainan kongenital bronkomalasia penting dilakukan dan harus
diperhatikan oleh perawat untuk memberikan pelayanan yang optimal sehingga akan
membantu mengurangi dampak yang diakibatkan.
2
4. Bagaimana pathway bronkomalasia?
5. Bagaimana patofisiologi bronkomalasia?
6. Apa saja manifestasi klinis bronkomalasia?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang bronkomalasia?
8. Apa saja komplikasi bronkomalasia?
9. Bagaimana penatalaksanaan bronkomalasia?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan bronkomalasia?
3
BAB II
PEMBAHASAN
Cemas 4 DEFISIT
PENGETAHUAN
ANSIETAS
2.4 PATOFISIOLOGI BRONKOMALASIA
Ketika kita hirup masuk dan keluar, udara masuk ke dalam hidung dan
mulut, melalui kotak suara (laring) ke dalam tenggorokan (trakea), yang terbagi
menjadi dua cabang (kanan dan bronkus kiri) yang masing-masing paru-
paru.Trakea dan bronkus terbuat dari cincin tidak lengkap dari tulang rawan dan
jika tulang rawan ini lemah tidak dapat mendukung jalan napas.
Pada bayi cincin tulang rawan trakea terbuka sehingga udara bisa didapatkan
dari tenggorokan ke paru-paru. Ketika cincin ini kecil, berbentuk aneh, tidak
kaku cukup, atau tidak membentuk sama sekali maka trakea dapat menutup ke
dalam dirinya sendiri. Hal ini lebih mungkin terjadi saat mengembuskan napas
dan menangis. Hal ini dapat menyebabkan mengi, batuk, sesak napas, dan / atau
napas cepat. Biasanya tulang rawan berkembang dengan sendirinya dari waktu ke
waktu sehingga tracheomalacia tidak lagi masalah. Sementara lebih umum pada
bayi, tracheomalacia tidak terjadi pada orang dewasa. Ketika masalah yang sama
terjadi di saluran napas kecil disebut bronkus itu disebut bronchomalacia. Saluran
5
udara dari paru-paru yang sempit atau runtuh saat mengembuskan napas karena
pelunakan dinding saluran napas.
2. Tanda-tanda Bronkomalasia
a. Nafas cuping hidung
b. Penggunaan otot bantu napas (dada mengembang disertai retraksi
interkostal dan subkostal).
c. Sesak napas, takipne, apneu.
d. Hiperinflasi dada.
e. Retraksi, expiratory effort.
f. Ronki pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi.
g. Ekspirasi memanjang, mengi.
h. Hepar atau limpa dapat teraba.
6
e. Untuk memperbaiki drainase trakeobronkial.
2. CT-Scan
CT scan paru-paru merupakan salah satu metode pencitraan yang
digunakan untuk mendiagnosis dan memantau tatalaksana dari berbagai
kelainan pada paru-paru. CT scan atau pemindaian tomografi
terkomputerisasi melibatkan berbagai gambar yang diambil dari sudut-
sudut yang berbeda, yang kemudian akan dikombinasikan untuk
menghasilkan gambaran melintang dan gambaran 3 dimensi dari struktur
internal paru-paru.
Tujuan utama dari pencitraan ini adalah untuk mendeteksi struktur
abnormal di dalam paru-paru atau ketidakteraturan yang bisa jadi
merupakan gejala yang dialami oleh pasien. Di samping untuk
mendiagnosis penyakit atau jejas pada paru-paru, CT scan juga dapat
digunakan untuk memandu pengobatan tertentu untuk memastikan
ketepatan dan ketelitian. Banyak tenaga medis profesional menggunakan
CT scan paru-paru untuk menentukan rencana pengobatan yang tepat bagi
pasien, yang meliputi peresepan, pembedahan, atau terapi radiasi.
CT scan paru-paru biasanya tergolong kedalam kategori CT scan dada
atau toraks. Prosedur untuk melakukan CT scan paru-paru meliputi
penghasilan berbagai gambaran X-ray, yang disebut dengan irisan yang
7
dilakukan di dada atau abdomen bagian atas pasien. Irisan-irisan tersebut
kemudian dimasukkan kedalam komputer untuk melihat gambaran akhir
yang dapat dilihat dari berbagai sudut, sisi, dan bidang. Tidak seperti
prosedur X-ray tradisional, CT scan menyediakan gambaran yang lebih
rinci dan akurat yang menunjukkan hingga abnormalitas atau
ketidakteraturan yang bersifat minor.
Selain itu, CT scan paru-paru lebih berguna untuk mendiagnosis
tumor paru apabila dibandingkan dengan X-ray standar pada dada. Itulah
mengapa CT scan paru-paru digunakan untuk menentukan lokasi, ukuran,
dan bentuk dari pertumbuhan kanker. Prosedur pencitraan ini juga dapat
membantu mengidentifikasi adanya pembesaran nodus limfa, yang
merupakan gejala dari penyebaran sel kanker dari paru-paru.
3. MRI Dada
Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau pencitraan resonansi magnetik
adalah pemeriksaan yang memanfaatkan medan magnet dan energi gelombang
radio untuk menampilkan gambar struktur dan organ dalam tubuh. MRI dapat
memberikan gambaran struktur tubuh yang tidak bisa didapatkan pada tes
lain, seperti Rontgen,USG, atau CT scan.
8
atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan
dominan. Ini berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri
melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran
(Ngastiyah, 2006)
Bronkhitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit
tersendiri, tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan
atas atau bersamaan dengan penyakit saluran pernapasan atas lain seperti
Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan sebagainya
(Gunadi Santoso, 2004)
3. Polychondritis
Polychondritis adalah gangguan kronis langka yang ditandai peradangan
tulang rawan yang biasa terjadi pada telinga dan hidung. Penyakit ini dikenal
dengan nama lain seperti Meyenburg Altherr Uehlinger sindrom, kronis atrofi
polychondritis dan sindrom Von Meyenburg.Penyakit ini dapat mempengaruhi
tulang rawan dari setiap jenis dan jaringan sendi, telinga, hidung dan trakea.
Penyebab polychondritis diyakini gangguan autoimun. Sistem kekebalan
tubuh mulai menyerang jaringan dan tulang rawan menyebabkan kerusakan
dan peradangan. Antibodi yang dihasilkan autoimun akan menghancurkan
glycosaminoglycans yang merupakan bagian terpenting dalam jaringan ikat di
tulang rawan.
4. Asma
Asma yaitu penyakit yang dikarenakan oleh peningkatan respon dari
trachea dan bronkus terhadap berbagai macam stimuli yang ditandai dengan
penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih – lebihan
dari kelenjar – kelenjar di mukosa bronchus.(Smelzer Suzanne : 2001).
Asma adalah suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabag-
cabang trakheobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan (Pierce, 2007).
9
3. Trakheotomi Prosedur pembedahan pada leher untuk membuka atau membuat
saluran udara langsung melalui sebuah insisi di trakhea (the windpipe).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
1. Keluhan Utama
Anak sesak napas sejak 3 hari disertai batuk dan pilek.
10
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Perawatan Sekarang
1) Penyakit waktu kecil
Riwayat sebelum masuk rumah sakit, orang tua pasien
mengatakan anak panas tinggi, secara terus menerus serta panas
menurun ketika diberi obat turun panas. Pasien menderita batuk serta
pilek. Pasien tidak menggigil, tidak mengalami kejang. Pasien tidak
mengalami mual serta muntah. BAK dengan jumlah cukup, warna
kuning serta bau khas. BAB tidak mengalami gangguan warna hijau,
konsistensi padat serta bau khas.
Satu minggu yang lalu anak masih panas tinggi, naik turun.
Pasien masih batuk dan pilek. Anak masih bersedia makan dan minum,
BAB dan BAK tidak ada kelainan. Anak dibawa ke puskesmas dan
diberi paracetamol sirup, namun belum ada perbaikan.
Tiga hari lalu anak masih panas tinggi, batuk dan pilek. Nafas
anak tampak lebih cepat dari biasanya. Kelopak mata tampak bengkak,
kaki tampak bengkak, terkadang muntah sekitar ¼ gelas kecil sesuai
yang dimakan. Anak tampak lemas. BAK dan BAB tidak ada kelainan.
2) Pernah dirawat di rumah sakit
An. A pernah dirawat di RS Kota karena panas tinggi
11
6) Kecelakaan
An.A tidak pernah jatuh / cedera sampai dirawat di RS
7) Imunisasi
Ibu pasien mengatakan An.A belum pernah mendapatkan imunisasi
d. Riwayat Sosial
1) Yang mengasuh
An.A diasuh oleh kedua orang tuanya, kedua orang tua sangat
menyayanginya.
2) Hubungan dengan anggota keluarga
Hubungan antara anggota keluarga baik, ada komunikasi antar anggota
keluarga. Saat dirawat di RS orang tua selalu menjaga pasien
3) Pembawaan secara umum
An.A terlihat kurang aktif
4) Lingkungan rumah
Keluarga mengatakan lingkungan rumahnya cukup bersih, ada jendela.
e. Riwayat Sosial
1) Pola istirahat /tidur
12
An.A mempunyai kebiasaan tidur siang jam 13.00 dan jika malam
sering terjaga.
2) Pola kebersihan
An.A mandi masih dibantu oleh ibunya
3) Pola eliminasi
An.A sebelum sakit BAB 2X sehari, BAK 8 kali sehari, setelah sakit
BAB 1x sehari
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran : GCS : E= 4, M= 6, V= 5 Composmentis
b. Nadi : 124x/ menit dengan kekuatan lemah
c. Pernafasan : 48x/ menit dengan nafas cepat dan meningkat
d. Suhu tubuh : 372 0 C
e. Kulit :
1) Berkeringat, lembab, turgor baik.
2) Warna kulit sawo matang, lembab, tidak ada bekas luka, elastis.
f. Mata :
1) Konjungtiva : tidak anemis
2) Sclera : tidak ikteric
3) Pupil : normal berbentuk bulat, diameter 3 mm kanan kiri
dan reflek cahaya ( + ) langsung
g. Kepala :
1) Rambut : warna hitam, lurus
2) Kulit kepala : tidak ada laserasi, kulit kepala berminyak.
h. Hidung :
Septum deviasi tidak ada, concha normal, tidak ada polip, rongga hidung
bersih, ada cuping hidung
i. Telinga :
1) Daun telinga : simetris antara kanan dan kiri, bersih
2) Liang telinga : tidak terdapat serumen
3) Fungsi pendengaran : bersih, tidak ada sekret/serumen, fungsi
pendengaran tidak ada gangguan, bentuk simetris
j. Mulut :
Mulut bersih, tidak berbau, bibir berwarna pucat, lidah bersih, mukosa
lembab
k. Leher :
Tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid, tidak ditemukan distensi vena
jugularis.
l. Dada :
1) Frekuensi : 48x/menit
13
2) Inspeksi : Bentuk simetris dengan perbandingan anteroposterior:lateral
kanan kiri=2:1, terdapat retraksi dinding dada
3) Palpasi : tactil fremitus meningkat pada kedua sisi kanan dan kiri.
4) Perkusi : sonor seluruh lapang paru
5) Auskultasi : ronchi basah halus pada daerah lobus bawah
6) Jantung : batas kiri dan kanan sulit dinilai
m. Perut :
1) Inspeksi : Perut datar, tidak ada massa, lemas.
2) Auskultasi : Peristaltik usus normal 12 x/ menit.
3) Palpasi : Tidak terdapat distensi abdominal maupun pembesaran
hepar
4) Perkusi : Timpani
n. Genetalia :
Tidak ada jamur, Testis tindak oedem, skrotum tidak membesar, penis
normal. Pada anus tidak terdapat hemoroid.
o. Ekstrimitas :
1) Ekstrimitas atas : Simetris, tidak ada oedem, tidak terdapat
sianosis
2) Ekstrimitas bawah : Simetris, tidak ada edema, tidak terdapat
sianosis
14
3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Pola nafas tidak Tujuan : perbaikan a. Ajarkan pasien pernafasan
efektif b.d dalam pola nafas. diafragmatik dan pernafasan bibir
Rasional: Membantu pasien
deformitas tulang
memperpanjang waktu ekspirasi.
rawan
Dengan teknik ini pasien akan
bernafas lebih efisien dan efektif.
b. Berikan dorongan untuk menyelingi
aktivitas dan periode istirahat
Rasional: memungkinkan pasien
untuk melakukan aktivitas tanpa
distres berlebihan.
c. Berikan dorongan penggunaan
pelatihan otot-otot pernafasan jika
diharuskan
Rasional: menguatkan dan
mengkondisikan otot-otot pernafasan.
2. Perubahan nutrisi Tujuan: a. Kaji kebiasaan diet.
Rasional: Pasien distress pernafasan
kurang dari Menunjukkan
akut, anoreksia karena dispnea,
kebutuhan b.d peningkatan berat
produksi sputum.
dispneu, anoreksia, badan.
b. Auskultasi bunyi usus
mual muntah. Rasional: Penurunan bising usus
menunjukkan penurunan motilitas
gaster.
c. Berikan perawatan oral
Rasional: Rasa tidak enak, bau adalah
pencegahan utama yang dapat
membuat mual dan muntah.
d. Timbang berat badan sesuai indikasi.
15
Rasional: Berguna menentukan
kebutuhan kalori dan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi.
e. Konsul ahli gizi
Rasional: Kebutuhan kalori yang
didasarkan pada kebutuhan individu
memberikan nutrisi maksimal.
3. Resiko tinggi Tujuan: a. Awasi suhu.
Rasional: Demam dapat terjadi karena
terhadap infeksi b.d mengidentifikasi
infeksi atau dehidrasi.
menetapnya sekret, intervensi untuk
b. Observasi warna, bau sputum.
proses penyakit mencegah resiko Rasional: Sekret berbau, kuning dan
kronis. tinggi kehijauan menunjukkan adanya
infeksi.
c. Tunjukkan dan bantu pasien tentang
pembuangan sputum.
Rasional: mencegah penyebaran
patogen.
d. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi
adekuat.
Rasional: Malnutrisi dapat
mempengaruhi kesehatan umum dan
menurunkan tekanan darah terhadap
infeksi.
e. Berikan anti mikroba sesuai indikasi
Rasional: Dapat diberikan untuk
organisme khusus yang teridentifikasi
dengan kultur.
4. Intoleran aktifitas Tujuan: a. Dukung pasien dalam menegakkan
berhubungan Menunjukkan latihan teratur dengan menggunakan
dengan insufisiensi perbaikan dengan exercise, berjalan perlahan atau latihan
ventilasi dan aktivitas intoleran yang sesuai.
Rasional: Otot-otot yang mengalami
oksigenasi.
kontaminasi membutuhkan lebih
16
banyak O2.
5. Ansietas b.d Tujuan: a. Kaji tingkat kecemasan (ringan,
perubahan status sedang, berat).
pasien akan Rasional: Dengan mengetahui tingkat
kesehatan
mengalami kecemasan klien, sehingga
penurunan rasa memudahkan tindakan selanjutnya.
ketakutan dan b. Berikan dorongan emosional.
Rasional: Dukungan yang baik
ansietas.
memberikan semangat tinggi untuk
menerima keadaan penyakit yang
dialami.
c. Beri dorongan mengungkapkan
ketakutan/masalah
Rasional: Mengungkapkan masalah
yang dirasakan akan mengurangi
beban pikiran yang dirasakan
d. Jelaskan jenis prosedur dari
pengobatan
Rasional: Penjelasan yang tepat dan
memahami penyakitnya sehingga mau
bekerjasama dalam tindakan
perawatan dan pengobatan.
e. Beri dorongan spiritual
Rasional: Diharapkan kesabaran yang
tinggi untuk menjalani perawatan dan
menyerahkan pada Tuhan Yang Maha
Esa atas kesembuhannya.
6. Kurang Tujuan: a. Jelaskan proses penyakit individu
Rasional: Menurunkan ansietas dan
pengetahuan yang Mengatakan
dapat menimbulkan partisipasi pada
b.d kurangnya pemahaman
rencana pengobatan.
informasi tentang kondisi/proses
b. Instruksikan untuk latihan nafas, batuk
proses penyakit penyakit dan
efektif dan latihan kondisi umum.
tindakan. Rasional: Nafas bibir dan nafas
17
abdominal membantu meminimalkan
kolaps jalan nafas dan meningkatkan
toleransi aktivitas
c. Diskusikan faktor individu yang
meningkatkan kondisi misalnya udara,
serbuk, asap tembakau.
Rasional: Faktor lingkungan dapat
menimbulkan iritasi bronchial dan
peningkatan produksi sekret jalan
nafas.
7. Resiko aspirasi b.d Tujuan : a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
Rasional: Berguna dalam evaluasi
sfingter esophagus Menunjukkan
derajat distress pernafasan dan
bagian bawah yang peningkatan
kronisnya proses penyakit.
tidak kompeten kemampuan
b. Tinggikan kepala tempat tidur, dorong
menelan.
nafas dalam.
Menoleransi asupan Rasional: Pengiriman oksigen dapat
nutrisi oral dan diperbaiki dengan posisi duduk tinggi
secret tanpa dan latihan nafas untuk menurunkan
aspirasi. kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja
Mempunyai bunyi nafas.
c. Pantau tingkat kesadaran, reflek batuk,
paru yang bersih
muntah dan kemampuan menelan.
dan jalan napas
Rasional : Mengevaluasi dan
yang paten.
mencegah terjadinya resiko aspirasi
Mempertahankan
yang terjadi pada klien.
kekuatan dan tonus d. Anjurkan keluarga untuk memberikan
otot yang adekuat. makanan dalam bentuk potongan
kecil-kecil.
Rasional : Untuk mencegah terjadinya
aspirasi karena beresiko tersedak dan
melatih kekuatan tonus otot agar tetap
adekuat.
18
BAB IV
PENUTUP
4.1 SIMPULAN
Bronkomalasia adalah masalah bawaan yang timbul dari dukungan tulang
rawan berkurang dari saluran udara yang lebih kecil (di bawah trakea, atau
tenggorokan). tulang rawan melemah biasanya menyempit lebih mudah selama
ekspirasi dan memperpanjang waktu, atau mencegah dahak dan sekresi mnejadi
terperangkap. Biasanya banyak menyerang pada anak usia kurang dari 6 tahun.
(Children’s National Health System,2016)
Bronchomalasia paling sering terjadi pada saat lahir (kongenital) dan
mungkin berhubungan dengan kondisi lain. Saat ini, tidak diketahui mengapa
tulang rawan tidak terbentuk dengan baik.
19
kompresi ekstrinsik (luar), dapat dari pelebaran pembuluh-pembuluh darah,
cincin vascular, atau kista bronkogenik.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan bronkoskopi, CT-Scan dada,
dan MRI dada. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain pneumonia,bronchitis,
polychondritis, dan asma.
4.2 SARAN
Bagi petugas kesehatan
20
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan. Hari kelainan bawaan sedunia cegah bayi lahir cacat dengan
pola hidup sehat. 2016, (Diakses 08 Mei 2017) Dari URL :
http://www.depkes.go.id/article/print/16030300001/3-maret-hari-kelainan-
bawaansedunia-cegah-bayi-lahir-cacat-dengan-pola-hidup-sehat-.html.
Departemen Kesehatan. Kondisi Pencapaian Program Kesehatan Anak Indonesia.
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Jakarta: 2014.
IDAI. Deklarasi Surabaya. Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak-XIV. Surabaya:
2008.
Ngastiyah, 2006. Perawatan Anak Sakit, Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Rosano A dkk. Infant mortality and congenital anomalies from 1950 to 1994: an
international perspective. Journal of epidemiology and community health
2000;54:660-6.
Sala A, Martínez Deltoro A, Martínez Moragón E. Asmática con broncomalacia y
buena respuesta al tratamiento con presión positiva continua en la vía aérea.
Arch Bronconeumol. 2014
Schwartz DS. Tracheomalacia treatment and management. Available
at: http://emedicine.medscape.com/article/426003-treatment. Updated March
23, 2014. Accessed February 13, 2015.
Smeltzer, Suzanne C.2001.buku ajar keperawatan medical bedah brunner & suddarth.
Jakarta :EGC.
Speer, Kathleen Morgan.2002. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan
Clinical Pathway Ed.3. Jakarta : EGC.
Staf Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak,FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar.
2011.Pedoman Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Denpasar : RSUP
Sanglah Denpasar.
Stein, Raimund. 2012. Hypospadias. Europan Association of Urology. 11: 33-45.
Tarwoto & Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika
Tim Penulis Staf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
1994. PedomanDiagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak.
Surabaya : RSUD Dokter Soetomo Surabaya
World Health Organization. Birth defect in South-East Asia a public health
challenge. Situation analysis. India: 2013.
World Health Organization. Congenital Anomalies. 2016. (Diakses 08 Mei 2017)
Dari URL: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs370/en/
http://contemporarypediatrics.modernmedicine.com/contemporary-
pediatrics/news/chronic-cough-watch-red-flags?page=full
http://www.gosh.nhs.uk/medical-information-0/search-medical-
conditions/tracheobronchomalacia March 2013
http://www.newcastle-hospitals.org.uk/services/childrens_treatment-and
medication_bronchomalacia-in-children.aspx
https://yayanakhyar.wordpress.com/2010/02/19/bronkomalasia-
bronchomalacia/Posted on February 19, 2010