Você está na página 1de 10

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR DENGAN

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD MENGGUNAKAN


METODE RESITASI DAN METODE INKUIRI

1 Intan Kurniati 2 Edy Surya


1
Mahasiswa PPs Prodi Pendidikan Matematika UNIMED
2
Dosen PPs Prodi Pendidikan Matematika UNIMED
e-mail: intankurniati12@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa
yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif learning tipe STAD
menggunakan metode inkuiri lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar siswa
yang diajar menggunakan metode resitasi. Penelitian eksperimen ini
dilaksanakan di SMK TI Ar-Rahman Medan, menggunakan rancangan
penelitian “Pretest Postest Control Grup Design” dengan melibatkan sampel
sebanyak 66 siswa yang diambil dengan teknik random sampling terhadap kelas
yang setara. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil
belajar dan wawancara. Data dianalisis dengan menggunakan uji liliefors, uji F,
dan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa
yang diajar menggunakan metode inkuiri lebih baik dari hasil belajar
matematika siswa yang diajar menggunakan metode resitasi.

Kata kunci: hasil belajar, metode inkuiri, metode resitasi

Abstract
The purpose of this research is to know the result of students learning
mathematics who teach with cooperative learning type STAD using inkuiri
method better than teaching using recitation. This experimental research was
done at SMK TI Ar-Rahman Medan, by using “Pretest Postest Control Grup
Design” involving 66 students as the sample selected by random sampling
technique upon the same class level. The instrument of the research are the
result of learning and interview. data were analyzed by a Liliefors Test, F- Test,
and t-test. The result of the research was show that the students who was teach
using inkuiri method better than the result of students mathematics learning who
teach using recitation method.

Keywords : learning result, inquiry method, resitation method


PENDAHULUAN
Matematika sampai saat ini masih merupakan pelajaran yang sulit bagi siswa. Seperti
yang dijelaskan Septiani, dkk (2012) bahwa pada pelajaran matematika hasil belajar siswa masih
rendah. Rendahnya penguasaan siswa disebabkan kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep
pelajaran matematika. Septiani juga menambahkan perilaku siswa yang kurang berminat untuk
belajar matematika karena guru memberikan konsep yang sudah jadi yang terdapat pada buku
siswa, sehingga hasil belajar siswa rendah (Septiani, 2012).
Pembelajaran yang masih berpusat pada guru juga tergambar pada pembelajaran
matematika di Ohio, seperti yang dijelaskan Cahpko & Buchko (Ferguson, 2010) jika
kebanyakan orang diminta untuk menjelaskan kembali bagaimana mereka diajarkan matematika,
kebanyakan dari mereka akan menghubungkannya dengan mengingat/menghafal konsep
matematika sebgaimana guru menunjukkan langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah
tertentu di papan tulis. Kemudian guru akan memberi pekerjaan rumah “drill and kill” untuk
konsep yang sama seperti yang diajarkan di kelas. Hari selanjutnya mengandung prosedur yang
sama tetapi dengan konsep matematika yang berbeda. Metode ini berlangsung dari hari ke hari.
Untuk membuat siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran, banyak model-model
pembelajaran yang bisa diterapkan salah satunya adalah pembelajaran secara berkelompok.
Pembelajaran secara berkelompok juga dapat membantu siswa dalam mengatasi kesulitan yang
dihadapinya dalam pembelajaran matematika. Vygostky dalam Trianto (2009 39) menyatakan
bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerjasama
antar-individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut.
Dengan belajar berkelompok, siswa yang mampu, dapat mengajari temannya yang
mengalami kesulitan dalam pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat digunakan untuk
pembelajaran secara berkelompok ini salah satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD
(Student Teams Achievement Division).
Selain model pembelajaran, hal yang penting dalam pembelajaran matematika adalah
metode.
Yamin (2013:8) mengatakan:
Metode pembelajaran merupakan bagian dari strategi instruksional, metode instruksional
berfungsi sebagai cara untuk menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan
kepada peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi tidak setiap metode instruksional
sesuai digunakan untuk mencapai tujuan instruksional tertentu.
Metode pemberian tugas merupakan metode yang banyak diterapkan dalam pembelajaran
matematika selama ini. Pemberian tugas merupakan hal yang penting dalam pembelajaran
matematika. seperti yang disarankan NCTM (Dandis, 2013) bahwa standar tugas untuk
matematika sekolah harus berkontribusi dalam pembelajaran bagi siswa. Sejalan dengan yang
dikatakan Black dan William (Dandis, 2013) yang menegaskan bahwa tugas harus diintegrasikan
dalam proses pengajaran dan pembelajaran.
Djamarah dan Aswan Zain (2006:85) mengatakan bahwa “metode resitasi (pemberian
tugas) adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa
melakukan kegiatan belajar”.
Pemberian tugas dalam belajar sangat penting peranannya dalam pencapaian hasil
belajar. Pemberian tugas kepada siswa lebih banyak mengacu kepada pengembangan sikap
mandiri, karena dalam proses kegiatan tersebut lebih banyak mengacu siswa untuk belajar.
Selain yang dipelajari di dalam proses belajar mengajar di kelas, dalam mengerjakan tugas siswa
diajak mendapatkan informasi sendiri, mengelola, mempergunakan serta mengkomunikasikan
apa yang ia peroleh tersebut.
Selain metode resitasi, metode lain yang bisa menimbulkan kemandirian siswa dalam
belajar sehingga tidak bergantung pada guru adalah metode inkuiri. Richards menyatakan
metode mengajar yang membantu perkembangan pembelajaran matematika dari menghafal dan
meniru langkah-langkah bisa menjadi sangat berbeda dengan banyak pendekatan dalam
perubahan orientasi pada kelas matematika dimana terdapat perbedaan dalam praktek
pembelajaran seperti diskusi dan bekerjasama yang sangat berpengaruh dalam membangun
suasana dari kecerdasan yang menantang. Daripada bergantung pada guru sebagai seseorang ahli
yang tidak diragukan lagi, siswa dalam kelas ini diharapkan untuk mengemukakan dan
mempertahankan ide-ide matematika dan dugaan dan menanggapi dengan penuh pertimbangan
pendapat matematika dari teman sebaya mereka. Praktek dan kepercayaan dikembangkan
melalui perubahan dalam pembelajaran di kelas sebagai partisipasi dalam kelompok adalah ciri-
ciri dari pembelajaran matematika inkuiri dimana siswa belajar untuk mengatakan dan
memutuskan secara matematika dengan berpartisipasi dalam diskusi matematika dan
memecahkan masalah yang baru atau tidak biasa (Goos, 2004).
Trianto (2009:166) menyatakan bahwa “strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan
belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri
penemuannya dengan penuh percaya diri”.
Menurut Jacobsen (dalam Yamin, 2013:73) penerapan metode inkuiri akan menghasilkan
peserta didik yang mampu memecahkan masalah-masalah dan membangun hipotesis-hipotesis
yang akan mereka jawab dengan data hasil penelitian mereka. Langkah pertama dalam
merencanakan aktivitas-aktivitas inkuiri adalah mengidentifikasi masalah. Langkah kedua dalam
metode inkuiri adalah mengumpulkan data. Langkah ketiga adalah analisis data, analisis data ini
adalah menguji hipotesis diterima atau tidak. Jika hipotesis mereka tidak diterima, mereka perlu
memperbaiki lagi proses dan tindakannya.
Quiqley (2011) menjelaskan langkah-langkah yang biasanya dilakukan dalam
pembelajaran berbasis inkuiri adalah:
 Menarik perhatian dengan pertanyaan ilmiah;
 Berpartisipasi dalam menyusun prosedur,
 Memberikan bukti penting,
 Merumuskan penjelasan,
 Menghubungkan penjelasan dengan pengetahuan ilmiah, dan
 Mengkomunikasikan dan membenarkan penjelasan.
Baik metode inkuiri maupun metode resitasi menuntut keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran. Dalam penerapan metode inkuiri dan resitasi, pembelajaran tidak hanya berpusat
kepada guru, melainkan juga berpusat pada siswa. Oleh sebab itu penggunaan metode inkuiri dan
metode resitasi diharapkan mampu mengubah model pembelajaran yang monoton menjadi
pembelajaran yang aktif, kreatif, dan inovatif.

METODE PENELITIAN
Metode dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Penelitian ini dilaksanakan di
kelas X SMK TI Ar-Rahman pada semester genap Tahun Ajaran 2014/ 2015.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMK TI Ar-Rahman Medan
Tahun Ajaran 2014/ 2015 dengan sampel dalam penelitian ini terdiri dari 2 kelas sebagai kelas
eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 yang ditentukan secara random sampling.
Desain penelitian ini adalah pretest- posttest control group design.
Instrumen penelitian ini menggunakan tes kemampuan hasil belajar matematika dan
wawancara. Tes kemampuan tersebut masing-masing terdiri dari 5 soal uraian. Setiap soal
mengandung indikator hasil belajar matematika hasil belajar.
Wawancara menggunakan pedoman wawancara untuk mewawancarai siswa tentang
pembelajaran yang dilakukan dan pengerjaan tugas-tugas yang diberikan sehingga peneliti
memperoleh data yang sesuai dengan maksud penelitian dan memudahkan peneliti dalam
menarik kesimpulan.
Analisis data penelitian ini adalah uji liliefors digunakan untuk menguji normalitas data,
uji F digunakan untuk menguji homogenitas dan uji t digunakan untuk menguji hipotesis.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian
Sebelum dilakukannya penelitian, tes yang akan diberikan kepada sampel terlebih dahulu
divalidkan kepada lima validator yaitu kepada dua dosen matematika UNIMED dan dua guru
bidang studi matematika di SMK TI Ar-Rahman Medan serta seorang mahasiswa.

Deskripsi Data Penelitian Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol


Data Pretest
Rata-rata hasil pretest kelas eksperimen I dan eksperimen II ditunjukkan pada diagram
berikut:
Perbandingan Rata-rata Nilai Pretest
Kelas
30 Eksperimen I, Kelas
24.17 Eksperimen II,
25
19.86
20
15
10
5
0
rata-rata nilai pretest

Gambar 1. Perbandingan rata-rata hasil pretes kelas eksperimen I dan eksperimen II.

Dapat dilihat dari diagram bahwa hasil rata-rata pretes kelas eksperimen I dan kelas
eksperimen II tidak terlalu jauh berbeda. Kelas eksperimen I memiliki rata-rata 24,17 dan kelas
eksperimen II memiliki rata-rata 19,86.
Untuk mengetahui apakah kedua data pretes berasal dari populasi yang berdistribusi
normal atau tidak maka dilakukan uji liliefors. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Pretes
Kelas Data Pretes Kesimpulan
Lhitung Ltabel
Eksperimen 1 0,1428 0,161 Berdistribusi normal
Eksperimen 2 0,1271 0,148 Berdistribusi normal

Dari tabel di atas, untuk kelas eksperimen 1 diperoleh nilai pretes dengan harga Lhitung =
0,1428 pada taraf signifikan  = 0,05 dan n = 30 diperoleh harga Ltabel = 0,161. Sedangkan pada
kelas eksperimen 2 diperoleh nilai pretes dengan harga Lhitung = 0,1271 pada taraf signifikan  =
0,05 dan n = 36 diperoleh harga Ltabel = 0,148, maka Lhitung < Ltabel. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa data dari kedua sampel berdistribusi normal.
Kemudian dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan uji F. Uji homogenitas data
bertujuan untuk mengetahui apakah kedua sampel berasal dari populasi yang homogen atau
tidak. Hasil uji homogenitas data secara ringkas dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Data Pretes


No. Data Pretest Varians Fhitung Ftabel(α=0,1) Kesimpulan
1. Kelas eksperimen 1 219,1092
1,7018 1,79667 Homogen
2. Kelas eksperimen 2 128,7516

Tabel 2 menunjukkan bahwa data pretes memiliki varians data yang homogen yaitu
kedua kelas yang dijadikan sampel dalam penelitian berasal dari populasi yang sama.

Data Postest
Setelah kedua kelas diberi perlakuan berbeda, pada kelas eksperimen 1 menggunakan
metode inkuiri dan pada kelas eksperimen 2 menggunakan metode resitasi maka diperoleh data
postest untuk siswa kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 seperti pada Tabel 3 dan tabel 4.

Tabel 3. Data Postest Kelas Eksperimen 1


Kelas Eksperimen 1
Nilai Rata- Standar
Frekuensi
rata deviasi
40-48 2
49-57 7
58-66 8
67-75 5 66 14,94
76-84 3
85-93 5
∑ = 30
Tabel 4 Data Postest Kelas Eksperimen 2
Kelas Eksperimen 2
Nilai Rata- Standar
Frekuensi
rata deviasi
16-22 2
23-29 2
30-36 9
37-43 4 47,11 16,37
44-50 4
51-57 4
58-64 2
65-71 8
72-78 1
∑ = 36

Dengan perbandingan nilai rata-rata yang ditunjukkan oleh diagram berikut:

Perbandingan Rata-rata Nilai


Postest
80

60

40 Kelas Eksperimen I
Kelas Eksperimen II
20

0
Rata-rata Nilai Postest

Gambar 2. Perbandingan rata-rata hasil postest kelas eksperimen I dan eksperimen II

Selanjutnya dilakukan uji normalitas data hasil postest kelas eksperimen I dan II dengan
hasil sebagai berikut:
Tabel 5. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Postest
Kelas Data Pretes Kesimpulan
Lhitung Ltabel
Eksperimen 1 0,1554 0,161 Berdistribusi normal
Eksperimen 2 0,1312 0,148 Berdistribusi normal

Dari tabel di atas, untuk kelas eksperimen 1 diperoleh nilai pretes dengan harga Lhitung =
0,1554 pada taraf signifikan  = 0,05 dan n = 30 diperoleh harga Ltabel = 0,161. Sedangkan pada
kelas eksperimen 2 diperoleh nilai pretes dengan harga Lhitung = 0,1312 pada taraf signifikan  =
0,05 dan n = 36 diperoleh harga Ltabel = 0,148, maka Lhitung < Ltabel. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa data dari kedua sampel berdistribusi normal.
Sedangkan untuk uji homogenitas data dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6. Ringkasan uji homogenitas data postest
No. Data Pretest Varians Fhitung Ftabel(α=0,1) Kesimpulan
1. Kelas eksperimen 1 223,1034
1,2012 1,79667 Homogen
2. Kelas eksperimen 2 267,9873

Berdasarkan Tabel 6 diperoleh Fhitung < Ftabel maka data hasil belajar siswa dengan
menggunakan metode inkuiri dan metode resitasi dinyatakan memiliki varians yang sama atau
homogen.

Pengujian Hipotesis
Setelah dilakukan uji normalitas diketahui bahwa sampel kedua kelas adalah sampel
berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen maka dilakukan pengujian hipotesis
menggunakan uji kesamaan rata-rata (uji t satu pihak). Uji kesamaan rata-rata postest (uji pihak
kanan) digunakan untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa yang diajar
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode inkuiri lebih baik
daripada hasil belajar matematika siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dengan metode resitasi. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ho : 𝜇1 = 𝜇2 Hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan menerapkan metode
inkuiri tidak lebih baik daripada hasil belajar siswa yang diajarkan dengan metode
resitasi pada pokok bahasan statistika kelas X TKJ SMK TI Ar- Rahman Medan.
Ha : 𝜇1 > 𝜇2 Hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan metode inkuiri lebih baik
daripada hasil belajar siswa yang diajarkan dengan metode resitasi pada pokok
bahasan statistika kelas X TKJ SMK TI Ar- Rahman Medan.

Hasil pengujian hipotesis secara ringkas ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 7. Ringkasan Perhitungan Uji Hipotesis Data Postest


Data Kelas Nilai Rata-rata thitung ttabel Kesimpulan
Selisih postes Eksperimen 1 66
4,8554 1,670 Terima Ha
Selisih postes eksperimen 2 47,11

Berdasarkan tabel di atas, hasil perhitungan uji kesamaan rata-rata postest kelas
eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 untuk α = 0,05 diperoleh thitung = 3,578 dan ttabel = 1,670
maka thitung > ttabel berarti Ha diterima sehingga diperoleh kesimpulan bahwa, “hasil belajar
matematika siswa yang diajarkan dengan metode inkuiri lebih baik daripada hasil belajar siswa
yang diajarkan dengan metode resitasi pada pokok bahasan statistika kelas X TKJ SMK TI Ar-
Rahman Medan”.

Pembahasan
Berdasarkan hasil yang diperoleh data kelas eksperimen 1 mempunyai rata-rata pretest
sebesar 24,17, rata-rata postest sebesar 66 dan rata-rata peningkatan hasil belajar (selisih pretest
dan postest) diperoleh 41,83. Sedangkan untuk kelas eksperimen 2 diperoleh rata-rata pretest
sebesar 19,86, rata-rata postest sebesar 47,11 dan rata-rata peningkatan hasil belajar (selisih
pretest dan postest) sebesar 27,14. Hal tersebut menunjukkan hasil belajar matematika siswa
yang diajarkan dengan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan metode inkuiri lebih baik
daripada hasil belajar siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD
dan metode resitasi pada pokok bahasan statistika kelas X TKJ SMK TI Ar- Rahman Medan.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Kubangun (2012) dengan
kesimpulan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara mahasiswa yang diajar menggunakan
metode pembelajaran inkuiri dan resitasi, dan hasil belajar siswa yang diajar dengan
menggunakan metode inkuiri lebih tinggi dari mahasiswa yang diajar menggunakan metode
pembelajaran resitasi. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil belajar mahasiswa yang memiliki
pemahaman konsep tinggi yang diajar menggunakan metode pembelajaran inkuiri yaitu 57,4 dan
yang memiliki pemahaman konsep tinggi yang diajar menggunakan metode pembelajaran
resitasi adalah 27,77. Penelitian lain yang dilakukan oleh Septiani, dkk (2012) juga menyatakan
bahwa penerapan metode inquiry pada pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil
belajar matematika siswa.
Selain kedua penelitian yang telah disebutkan, penelitian lain yang dilakukan oleh
Ferguson (2010) di Amerika juga menunjukkan hasil bahwa siswa yang menerima pembelajaran
melalui pembelajaran berbasis inkuiri menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan
dengan siswa yang menerima pembelajaran tradisional.
Metode inkuiri lebih baik daripada metode resitasi, karena memberikan peluang kepada
siswa secara aktif terlibat dalam kegiatan pembelajarannya, hal ini terlihat melalui fase demi fase
dalam metode ini yang mengajak siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Dalam metode
ini siswa diminta untuk mencari sendiri informasi yang dapat digunakan untuk menjawab
permasalahan yang ada. Dengan menemukan sendiri konsep yang benar maka pembelajaran
lebih bermakna kepada siswa sehingga ingatan siswa tentang konsep pembelajaran lebih
bertahan lama.
Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa meningkatnya hasil belajar siswa yang diajar
menggunakan model kooperatif tipe STAD dan metode inkuiri didukung oleh teori sosiokultural
yang dikemukakan oleh Vygotsky seperti yang dikatakan Wertsch (dalam Goos; 2004), salah
satu ilmuwan pertama yang menjelaskan teori Sociokultural dalam penelitian-penelitian di
daerah Barat, yang menyebutkan salah satu dari jantung teori vygotsky adalah berkaitan dengan
latar belakang sosial dari fungsi mental yang lebih tinggi: perhatian dengan kesadaran sendiri,
memori, konsep dan penalaran muncul pertama kali antara orang-orang yang bersosial dan
kemudian melalui individu dalam psikologis.
Vygotsky menjelaskan bahwa pengetahuan akan mudah didapat melalui interaksi sosial
dan kemudian dari interaksi sosial tersebut akan diperoleh pengetahuan bagi individu yang
terlibat dalam kegiatan sosial tersebut. Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif tipe
STAD mampu meningkatkan hasil belajar matematika siswa seperti hasil yang diperoleh dalam
penelitian ini.
Selain itu sesuai dengan teori belajar yang dikemukan Bruner (Idris, 2015) bahwa belajar
dengan menggunakan metode penemuan memberikan hasil yang lebih baik sebab anak dituntut
untuk berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya.
Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung, peran siswa dalam strategi ini adalah mencari
dan menemukan sendiri materi pelajaran. Sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan
pembimbing untuk belajar.
Pada metode resitasi siswa hanya menerima penjelasan dari guru kemudian mengerjakan
tugas yang diberikan. Untuk siswa yang mengerjakan tugas yang diberikan secara mandiri dapat
menambah pemahaman siswa pada materi pelajaran, tetapi untuk siswa yang mencontek atau
pun tidak mengerjakan tugas yang diberikan hal ini tidak akan berpengaruh pada pemahaman
materi pelajaran. Hal ini dapat diketahui dari wawancara yang dilakukan peneliti dengan siswa di
kelas eksperimen 2 yang memiliki nilai postest tinggi, sedang, dan rendah. Siswa yang memiliki
nilai postest tinggi dan sedang biasanya mengerjakan pekerjaan rumahnya secara mandiri setelah
pelajaran. Sedangkan untuk siswa yang memiliki nilai postest rendah biasanya mencontek dan
bahkan tidak mengerjakan pekerjaan rumahnya. Dalam metode resitasi ini guru sangat kesulitan
dalam mengontrol pengerjaan tugas oleh siswa, karena tugas yang diberikan dikerjakan di
rumah.

KESIMPULAN
Hasil belajar matematika siswa yang diajar menggunakan metode inkuiri lebih baik
daripada hasil belajar siswa yang diajar menggunakan metode resitasi pada pokok bahasan
statistika kelas X TKJ SMK TI Ar-Rahman Medan dengan rata-rata hasil postest kelas
eksperimen 1 memperoleh nilai rata-rata 66 dengan jumlah siswa yang tuntas yaitu 15 siswa,
sedangkan hasil postest kelas eksperimen 2 memperoleh nilai rata-rata postest 47,11 dengan
jumlah siswa yang tuntas yaitu 9 siswa.
Hal ini didukung oleh beberapa penelitian-penelitian yang telah dilakukan dan juga teori-
teori belajar yang mendukung yang menyatakan bahwa pembelajaran menggunakan model
kooperatif tipe STAD dengan metode inkuiri lebih baik dibandingkan pembelajaran dengan
metode resitasi dalam hal meningkatkan hasil belajar matematika.

REFERENSI
Dandis, M.A, 2013. The assessment methods that are used in a secondary mathematics Class.
Journal for Educators, Teachers and Trainers JETT,Vol. 4 (2); ISSN: 1989-9572. Hal :
134-143
[online]: http://www.ugr.es/~jett/pdf/vol04(2)_Maha_Dandis.pdf

Djamarah, S. B dan Aswan Z. 2006. Stategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Ferguson, K. 2010. Inquiry Based Mathematics Instruction Versus Traditional Mathematics


Instruction: The Effect on Student Understanding and Comprehension in an Eighth
Grade Pre-Algebra Classroom. Thesis [Tidak diterbitkan]
[online]http://digitalcommons.cedarville.edu/cgi/viewcontente.cgi?article=1025&context
=education_theses

Goos, M. 2004. Learning Mathematics in a Classroom Community of Inquiry. Journal for


Research in Mathematics Education, Vol. 35, No. 4, pp. 258-291. Published by National
Council of Teacher of Mathematics.
[online] https://espace.library.uq.edu.au/view/UQ:74224/SBE10UQ74224.pdf

Idris, S. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Program Linear Melalui Strategi Pembelajaran
Inkuiri Dan Geogebra Siswa Kelas XII IPA 1 SMA N 1 Tompobulu. Indonesian Digital
Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 3
[online] http://idealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/2016/01/Ideal-
mathedu-V-2-N-3.-rev-2.pdf
Kubangun, N. 2012. Pengaruh Metode Pembelajaran Dan Pemahaman Konsep Terhadap Hasil
Belajar Sejarah Lokal Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP
Universitas Pattimura Ambon. Socia Volume 11 no.1.
[online] http://journal.uny.ac.id/index.php/sosia/article/download/3739/3215

Menezes, L., dkk. 2012. Teacher Practice In An Inquiry-Based Mathematics Classroom. HMS I
JME, Volume 4. Hal: 357-362 [online:
http://www.esev.ipv.pt/mat1ciclo/2010_2011/menezesm%20Canavarro%20e%20Oluveir
a_iJME.pdf]

Quigley, C., dkk. 2011. Challenges to Inquiry Teaching and Suggestions for How to Meet Them.
Spring 2011 Vol. 20, no. 1 hal: 55-61. [online :
http://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ940939.pdf]
Sanjaya, W. 2013. Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode dan Prosedur Edisi Pertama. Jakarta:
Kencana

Septiani, A., Purwoko., dan Nyimas Aisyah. 2012. Pembelajaran Matematika Pada Siswa Kelas
VII SMP Negeri 45 Palembang. Prosiding
[online] http://eprints.uny.ac.id/7495/1/P%20-%209.pdf

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif: Konsep, Landasan,


Implementasinya pada Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Prenada
Media

Yamin, M. 2013. Strategi dan Metode Dalam Model Pembelajaran. Jakarta: Referensi (GP Press
group)

Você também pode gostar