Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
· Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym yang berfungsi
untuk pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi (penggumpalan) di dalam testis
yang membawa sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar prostat akan
bekerja memeras cairan prostat keluar melalui uretra. Sel – sel sperma yang dibuat di
dalam testis akan ikut keluar melalui uretra. Jumlah cairan yang dihasilkan meliputi 10 –
30 % dari ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses reproduksi
adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain sepeti pertumbuhan yang abnormal
(tumor) baik jinak maupun ganas, tidak memegang peranan penting pada proses
reproduksi tetapi lebih berperanan pada terjadinya gangguan aliran kencing.
Kelainanyang disebut belakangan ini manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut.
Patofisiologi Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami
hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam
mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat
meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra
prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat
memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi
dari buli-buli berupa : Hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula
dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan
pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS (Basuki,
2000 : 76). Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus
destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak
berubah. Pada fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan
kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah,
kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat
sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat
Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra
abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemorhoid
puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine
dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia
Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam
beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan
mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi
oleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan
kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi
urine.Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal
(Sunaryo, H. 1999 : 11)
Patofisiologi
Gejala Benigne Prostat Hyperplasia Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne
Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi
menjadi dua yaitu : 1. Gejala Obstruktif yaitu : a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang
lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot
destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal
guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika. b. Intermitency yaitu terputus-
putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam
pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi. c. Terminal dribling
yaitu menetesnya urine pada akhir kencing. d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan
kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas. 2. Gejala
Iritasi yaitu : a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan. b.
Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malamhari
(Nocturia) dan pada siang hari. c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing. Derajat
Benigne Prostat Hyperplasia Benigne Prostat Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat
sesuai dengan gangguan klinisnya : 1. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan
penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20
gram. 2. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat,
panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas atas
masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 – 40 gram. 3. Derajat tiga,
gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine lebih 100 cc,
penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram. 4. Derajat empat, inkontinensia,
prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit keginjal seperti gagal ginjal,
hydroneprosis. Pengkajian Riwayat Keperawatan · Suspect BPH ® umur > 60 tahun ·
Pola urinari : frekuensi, nocturia, disuria. · Gejala obstruksi leher buli-buli : prostatisme
(Hesitansi, pancaran, melemah, intermitensi, terminal dribbling, terasa ada sisa) Jika
frekuensi dan noctoria tak disertai gejala pembatasan aliran non Obstruktive seperti
infeksi. · BPH ® hematuri 1. Pemeriksaan Fisik · Perhatian khusus pada abdomen ;
Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosis menunjukkan renal insufisiensi dari
obstruksi yang lama. · Distensi kandung kemih · Inspeksi : Penonjolan pada daerah supra
pubik ® retensi urine · Palpasi : Akan terasa adanya ballotement dan ini akan
menimbulkan pasien ingin buang air kecil ® retensi urine · Perkusi : Redup ® residual
urine · Pemeriksaan penis : uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose
meatus, striktur uretra, batu uretra/femosis. · Pemeriksaan Rectal Toucher (Colok Dubur)
® posisi knee chest Syarat : buli-buli kosong/dikosongkan Tujuan : Menentukan
konsistensi prostat Menentukan besar prostat 2. Pemeriksaan Radiologi Pada
Pemeriksaan Radiologi ditujukan untuk a. Menentukan volume Benigne Prostat
Hyperplasia b. Menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residual urine c.
Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan Benigne Prostat
Hyperplasia atau tidak Beberapa Pemeriksaan Radiologi a. Intra Vena Pyelografi
( IVP ) : Gambaran trabekulasi buli, residual urine post miksi, dipertikel buli. Indikasi :
disertai hematuria, gejala iritatif menonjol disertai urolithiasis Tanda BPH : Impresi
prostat, hockey stick ureter b. BOF : Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal c.
Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada tidaknya refluk vesiko
ureter/striktur uretra. d. USG : Untuk menentukan volume urine, volume residual urine
dan menilai pembesaran prostat jinak/ganas 3. Pemeriksaan Endoskopi. 4.
Pemeriksaan Uroflowmetri Berperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan
obstruksi leher buli-buli Q max : > 15 ml/detik ® non obstruksi 10 - 15 ml/detik ® border
line < 10 ml/detik ® obstruktif 5. Pemeriksaan Laborat · Urinalisis (test glukosa,
bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit, Na,/K, Protein/Albumin, pH dan Urine
Kultur) Jika infeksi:pH urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel Darah
Merah atau PUS. RFT ® evaluasi fungsi renal · Serum Acid Phosphatase ® Prostat
Malignancy Diagnosa Keperawatan Pre Operasi 1. Gangguan pemenuhan kebutuhan
eliminasi (retensio urine) baik akut maupun kronis berhubungan dengan obstruksi akibat
pembesaran prostat/dekompresi otot detrussor ditandai dengan urine menetes, sering
buang air kecil, buang air kecil sedikit-sedikit tidak bisa mengosongkan kandung kencing
secara total, distensi kandung kencing. 2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan
dengan iritasi mukosa/distensi kandung kencing/kolik renal/infeksi saluran kencing
ditandai dengan keluhan nyeri spasme kandung kemih, perubahan tonus otot, merintih
kesakitan. 3. Cemas berhubungan dengan rencana pembedahan dan kehilangan status
kesehatan serta penurunan kemampuan sexual ditandai dengan peningkatan tensi,
ungkapan rasa takut 4. Dysfungsi sexual berhubungan dengan obstrusi perkemihan. 5.
Kurang pengetahuan tentang sifat penyakit, tujuan tindakan yang diprogramkan dan
pemeriksaan diagnostik berhubungan dengan kurangnya informasi /terbatasnya
informasi/informasi yang keliru ditandai dengan pasien sering bertanya, perintah yang
tidak dituruti dan perkembangan infeksi tidak dapat dicegah. 6. Gangguan pola tidur
berhubungan dengan sering miksi pada malam hari 7. Resiko injury dan resiko infeksi
berhubungan dengan obstruksi perkemihan 8. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan pemasangan Dower Cateter yang lama Diagnosa Keperawatan Post Operasi 1.
Terjadinya perdarahan berhubungan dengan tindakan bedah (reseksi). 2. Gangguan rasa
nyaman (nyeri) berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat reseksi 3.
Cemas berhubungan dengan proses penyakitnya yang masih dapat kambuh lagi. 4.
Resiko terjadinya retensi urine berhubungan dengan obstruksi saluran kateter oleh bekuan
darah/klot. 5. Resiko terjadinya kelebihan cairan dalam tubuh (Syndroma TUR)
berhubungan dengan adanya penyerapan cairan irigasi yang berlebihan.
Perencanaan/Penatalaksanaan Tujuan: klien tidak akan mengalami berbagai
komplikasi dari pengobatan retensi Urine. Intervensi: A Non Pembedahan 1.
Memperkecil gejala obstruksi ® hal-hal yang menyebabkan pelepasan cairan prostat.
1) Prostatic massage
3) Masturbasi2. Menghindari minum banyak dalam waktu singkat, menghindari alkohol dan diuretic mencegah oven distensi
kandung kemih akibat tonus otot detrussor menurun. 3. Menghindari obat-obat penyebab retensi urine seperti :
anticholinergic, anti histamin, decongestan. 4. Observasi Watchfull Waiting Yaitu pengawasan berkala/follow – up
tiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien
Terapi ini diindikasikan pada Benigne Prostat Hyperplasia dengan keluhan ringan, sedang
dan berat tanpa disertai penyulit serta indikasi pembedahan, tetapi masih terdapat kontra
indikasi atau belum “well motivated”. Obat yang digunakan berasal dari Fitoterapi,
Golongan Supressor Androgen dan Golongan Alfa Bloker.
a. Fito Terapi
b) Anti androgen
c) Analog LHRH
a. Kateterisasi ® Intermiten
Indwelling
c. Dilakukan cystostomy
B. Pembedahan
2. Open Prostatectomy : 5 - 10 %
BPH yang besar (50 - 100 gram) ® Tidak habis direseksi dalam 1 jam.
Disertai Batu Buli Buli Besar (>2,5cm), multiple. Fasilitas TUR tak ada.
Perdarahan Massive
Kepuasan Klien : 66 – 95 %
v Hydroneprosis
v Hematuri berat/berulang
v Hernia/hemoroid
v Retensio Urine
Kontra Indikasi
· IMA
· CVA akut
Tujuan :
Keuntungan :
Kerugian :
3) Perianal Prostatectomy
· Type pembedahan
· Pemeriksaan lab. Lengkap : DL, UL, RFT, LFT, pH, Gula darah, Elektrolit
· Pemeriksaan EKG
· Pemeriksaan Radiologi : BOF, IVP, USG, APG.
Post operatif care pada dasarnya sama seperti pasien lainnya yaitu monitoring terhadap
respirasi, sirkulasi dan kesadaran pasien :
Observasi pernafasan
Cirkulasi : mengukur tensi, nadi, suhu tubuh, pernafasan, kesadaran dan produksi urine
pada fase awal (6jam) paska operasi harus dimonitor setiap jam dan harus dicatat.
Bila tensi turun, nadi meningkat (kecil), produksi urine merah pekat harus waspada
terjadinya perdarahan ® segera cek Hb dan lapor dokter.
Tensi meningkat dan nadi menurun (bradikardi), kadar natrium menurun, gelisah atau
delir harus waspada terjadinya syndroma TUR ® segera lapor dokter.
Bila produksi urine tidak keluar (menurun) dicari penyebabnya apakah kateter buntu oleh
bekuan darah ® terjadi retensi urine dalam buli-buli ® lapor dokter, spoling dengan PZ
tetesan tergantung dari warna urine yang keluar dari Urobag. Bila urine sudah jernih
tetesan spoling hanya maintennens/dilepas dan bila produksi urine masih merah spoling
diteruskan sampai urine jernih.
ü Antibiotika profilaksis, diberikan bila hasil kultur urine sebelum operasi steril.
Antibiotik hanya diberikan 1 X pre operasi + 3 – 4 jam sebelum operasi.
ü Antibiotik terapeutik, diberikanpada pasien memakai dower kateter dari hasil kultur
urine positif. Lama pemberian + 2 minggu, mula-mula diberikan parenteral diteruskan
peroral. Setiap melepas kateter harus diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah
septicemia.
3. Perawatan Kateter
Kateter uretra yang dipasang pada pasca operasi prostat yaitu folley kateter 3 lubang
(treeway catheter) ukuran 24 Fr.
Setelah 6 jam pertama sampai 24 jam kateter tadi biasanya ditraksi dengan merekatkan ke
salah satu paha pasien dengan tarikan berat beban antara 2 – 5 kg. Paha ini tidak boleh
fleksi selama traksi masih diperlukan.
Paling lambat pagi harinya traksi harus dilepas dan fiksasi kateter dipindahkan ke paha
bagian proximal/ke arah inguinal agar tidak terjadi penekanan pada uretra bagian
penosskrotal. Guna dari traksi adalah untuk mencegah perdarahan dari prostat yang
diambil mengalir di dalam buli-buli, membeku dan menyumbat pada kateter.
Bila terlambat melepas kateter traksi, dikemudian hari terjadi stenosis leher buli-buli
karena mengalami ischemia.
Kateter dilepas pada hari kelima. Setelah kateter dilepas maka harus diperhatikan miksi
penderita. Bisa atau tudak, bila bisa berapa jumlahnya harus diukur dan dicatat atau
dilakukan uroflowmetri.
2. Pengerokan prostat kurang bersih (pada TUR) sehingga masih terdapat obstruksi.
A. TUR – P
Setelah TUR – P klien dipasang tree way folley cateter dengan retensi balon 30 – 40 ml.
Kateter di tarik untuk membantu hemostasis
Intruksikan klien untuk tidak mencoba mengosongkan bladder Otot bladder kontraksi ®
nyeri spasme
CBI (Continuous Bladder Irigation) dengan normal salin ® mencegah obstruksi atau
komplikasi lain CBI – P. Folley cateter diangkat 2 – 3 hari berikutnya
Post TUR – P : urine bercampur bekuan darah, tissue debris ® meningkat ® intake cairan
minimal 3000 ml/hari ® membantu menurunkan disuria dan menjaga urine tetap jernih.
B. OPEN PROSTATECTOMY
Resiko post operative bleeding pada 24 jam pertama oleh karena bladder spsme atau
pergerakan
Monitor out put urine tiap 2 jam dan tanda vital tiap 4 jam
Vetropubic prostatectomy
Observasi : drainage purulent, demam, nyeri meningkat ® deep wound infection, pelvic
abcess
Suprapubic prostatectomy
ü Perlu Continuous Bladder Irigation via suprapubic ® klien diinstruksikan tetap tidur
sampai Continuous Bladder Irigation dihentikan
ü Setelah kateter diangkat, kateter supra pubic di clamp dan klien disuruh miksi dan dicek
residual urine, jika residual urine ± 75 ml, kateter diangkat
EVALUASI
Kreteria yang diharapkan terhadap diagnosis yang berhubungan dengan obstruksi urinari
adalah :
DAFTAR PUSTAKA