Você está na página 1de 14

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU DENGAN

POST HISTEREKTOMI

PENYUSUN KOMITE KEPERWATAN


RSIA ‘AISYIYAH KLATEN
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU DENGAN POST HISTEREKTOMI

A. DEFINISI
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat rahim, baik
sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total) berikut serviks uteri
(Prawirohardjo, 2001).

B. ETIOLOGI
Alasan terbanyak dilakukan histerektomi karena Mioma uteri.Selain itu adanya
perdarahan uterus abnormal, endometriosis, prolaps uteri (relaksasi pelvis) juga dilakukan
histerektomi.Hanya 10 % dari kasus histerektomi dilakukan pada pasien dengan
karsinoma.Fibrosis uteri (dikenal juga leiomioma) merupakan alasan terbanyak dilakukannya
histerektomi.Leiomioma merupakan suatu perkembangan jinak (benigna) dari sel-sel otot
uterus, namun etiologinya belum diketahui.Meskipun jinak dimana artinya tidak
menyebabkan/berubah menjadi kanker, leiomioma ini dapat menyebabkan masalah secara
medis, seperti perdarahan yang banyak, yang mana kadang-kadang diperlukan tindakan
histerektomi. Relaksasi pelvis adalah kondisi lain yang menentukan tindakan histerektomi.
Pada kondisi ini wanita mengalami pengendoran dari otot-otot penyokong dan jaringan
disekitar area pelvik.pengendoran ini dapat mengarah ke gejala-gejala seperti inkontensia
urine (Unintensional Loss of Urine) dan mempengaruhi kemampuan seksual. Kehilangan
urine ini dapat dicetuskan juga oleh bersin, batuk atau tertawa.Kehamilan mungkin
melibatkan peningkatan resiko dari relaksasi pelvis, meskipun tidak ada alasan yang tepat
untuk menjelaskan hal tersebut.
Histerektomi juga dilakukan untuk kasus-kasus karsinoma uteri/beberapa pre
karsinoma (displasia).Histerektomi untuk karsinoma uteri merupakan tujuan yang tepat,
dimana menghilangkan jaringan kanker dari tubuh.Prosedur ini merupakan prosedur dasar
untuk penatalaksanaan karsinoma pada uterus.
Untuk kasus-kasus nyeri pelvis, wanita biasanya tidak dianjurkan untuk di
histerektomi.Namun penggunaan laparaskopi atau prosedur invasif lainnya digunakan untuk
mencari penyebab dari nyeri tersebut.Pada kasus-kasus perdarahan abnormal uterus, bila
dibutuhkan tindakan histerektomi, wanita/ pasien tersebut dibutuhkan suatu sample dari
jaringan uterus (biopsi endometrium).Untuk mengetahui ada tidaknya jaringan karsinoma/
pre karsinoma dari uterus tersebut.Prosedur ini sering disebut sample endometriae.Pada
wanita nyeri panggul/ perdarahan percobaan pemberian terapi secara medikamentosa sering
diberikan sebelum dipikirkan dilaksanakan histerektomi.
Maka dari itu wanita pada stadium pre menopause (masih punya periode menstrual
reguler) yang mempunyai leiomioma dan menyebabkan perdarahan namun tidak
menyebabkan nyeri, terapi Hormonal lebih sering dianjurkan daripada tindakan histerektomi.
Jika wanita tersebut mempunyai perdarahan yang banyak sehingga menyebabkan gangguan
pada aktifitas sehari-hari, berlanjut menyebabkan anemia, dan tidak mempunyai kelainan
pada sampel endometriae, ia bisa dipertimbangkan untuk dilakukan histerektomi.
Pada wanita menopause (yang tidak mengalami periode menstrual secara permanen)
dimana ia tidak ditemukan kelainan pada sample endometriumnya namun ia mempunyai
perdarahan abnormal yang persisten, setelah pemberian terapi hormonal dapat
dipertimbangkan dilakukan histerektomi. Penyesuaian dosis/tipe dari hormon juga
dibutuhkan saat diputuskan penggunaan terapi secara optimal pada beberapa wanita.

C. INDIKASI
Histerektomi memang sesuatu yang sangat tidak diharapkan, terutama bagi wanita yang
masih mendambakan memiliki anak. Namun demikian, seringkali dokter tidak memiliki
pilihan lain untuk menangani penyakit secara permanen selain dengan mengangkat rahim.
Beberapa jenis penyakit yang mungkin mengharuskan histerektomi antara lain:
1. Fibroids (tumor jinak yang tumbuh di dalam dinding otot rahim)
2. Kanker serviks, rahim atau ovarium
3. Endometriosis, kondisi berupa pertumbuhan sel endometrium di bagian lain dari rahim
4. Adenomyosis, kelainan di mana sel endometrium tumbuh hingga ke dalam dinding rahim
(sering juga disebut endometriosis interna)
5. Prolapsis uterus, kondisi di mana rahim turun ke vagina karena ligamen yang kendur atau
kerusakan pada otot panggul bawah
6. Inflamasi Pelvis karena infeksi
Setelah menjalani histerektomi, seorang wanita tidak lagi mendapatkan ovulasi dan
menstruasi.Hal ini juga berarti berkurangnya produksi hormon estrogen dan progesteron yang
dapat menyebabkan kekeringan pada vagina, keringat berlebihan, dan gejala-gejala lain yang
umumnya terjadi pada menopause normal. Wanita yang menjalani salpingo-oporektomi
bilateral atau pengangkatan kedua ovarium biasanya juga diberi terapi pengganti hormon
untuk menjaga tingkat hormon mereka
D. KLASIFIKASI
1. Histerektomi Abdominal Totalis
Ini merupakan suatu tipe Histerektomi yang sangat dan sering dilakukan.Selama
histerektomi abdominalis totalis, dokter-dokter sering mengangkat uterus bersama servik
sekaligus.Parut yang dihasilkan dapat berbentuk horizontal atau vertikal, tergantung dari
alasan prosedur tersebut dilakukan dan ukuran atau luasnya area yang ingin di
terapi.Karsinoma ovarium dan uterus, endometriosis, dan mioma uteri yang besar dapat
dilakukan histerektomi jenis ini.Selain itu histerektomi jenis ini dapat dilakukan pada
kasus-kasus nyeri panggul, setelah melalui suatu pemeriksaan serta evaluasi penyebab
dari nyeri tersebut, serta kegagalan terapi secara medikamentosa.Setelah dilakukan
prosedur ini wanita tidak dapat mengandung seorang anak. Maka dari itu metode ini tidak
dilakukan pada wanita usia reproduksi, kecuali pada kondisi-kondisi yang sangat serius
seperti karsinoma. Histerektomi abdominal totalis memperbolehkan operator
mengevaluasi seluruh kavum abdomen serta panggul, dimana sangat berguna pada
wanita-wanita dengan karsinoma atau penyebab yang tidak jelas.Dokter juga perlu
melihat kembali keadaan medis untuk memastikan tidak terjadinya resiko yang
diinginkan saat metode ini dilakukan, seperti jaringan parut yang luas (adhesi). Jika
wanita tersebut mempunyai resiko adhesi, atau ia mempunyai suatu massa panggul yang
besar, histerektomi secara abdominal sangatlah cocok.
2. Histerektomi Vaginalis
Prosedur ini dilakukan dengan cara mengangkat uterus melalui vagina. Vaginal
histerektomi ini merupakan suatu metode yang cocok hanya pada kondisi-kondisi seperti
prolaps uteri, hiperplasi endometrium, atau displasia servikal.Kondisi ini dapat dilakukan
apabila uterus tidak terlalu besar, dan tidak membutuhkan suatu prosedur evaluasi
operatif yang luas.Wanita diposisikan dengan kedua kaki terangkat pada meja
litotomi.wanita yang belum pernah mempunyai anak mungkin tidak mempunyai kanalis
vaginalis yang cukup lebar, sehingga tidak cocok dilakukan prosedur ini. Jika wanita
tersebut mempunyai uterus yang sangat besar, ia tidak dapat mengangkat kakinya pada
meja litotomi dalam waktu yang lama atau alasan lain mengapa hal tersebut terjadi,
dokter-dokter biasanya mengusulkan histerektomi secara abdominalis. Secara
keseluruhan histerektomi vaginal secara laparaskopi lebih mahal dan mempunyai
komplikasi yang sangat tinggi dibanding histerektomi secara abdominal.
3. Histerektomi Vaginal dengan Bantuan Laparoskopi
Metode jenis ini sangat mirip dengan metode histerektomi secara vaginal hanya saja
ditambah dengan alat berupa laparoskopi.Sebuah laparoskopi adalah suatu tabung yang
sangat tipis dimana kita dapat melihat didalamnya dengan suatu kaca pembesar di
ujungnya.Pada wanita-wanita tertentu penggunaan laparaskopi ini selama histerektomi
vaginal sangat membantu untuk memeriksa secara teliti kavum abdomen selama
operasi.Penggunaan laparoskopi pada pasien-pasien karsinoma sangat baik bila dilakukan
pada stadium awal dari kanker tersebut untuk mengurangi adanya penyebaran atau jika
direncanakan suatu oovorektomi.Dibandingkan dengan vaginalis Histerektomi atau
abdominal, metode ini lebih mahal dan lebih riskan terjadinya komplikasi, pengerjaannya
lama dan berhubungan dengan lamanya perawatan di Rumah Sakit seperti pada vaginal
histerektomi uterus tidak boleh terlalu besar.
4. Histerektomi Supraservikal
Supraservikal Histerektomi digunakan untuk mengangkat uterus sementara serviks
ditinggal.Serviks ini adalah suatu area yang dibentuk oleh suatu bagian paling dasar dari
uterus, dan berada di bagian akhir (atas) dari kanalis vaginalis.Prosedur ini kemungkinan
tidak berkembang menjadi karsinoma endometrium terutama pada bagian serviks yang
ditinggal.
Wanita yang mempunyai hasil papsmear abnormal atau kanker pada daerah serviks tidak
cocok dilakukan prosedur ini. Wanita lain dapat melakukan prosedur ini jika tidak ada
alasan yang jelas untuk mengangkat serviks. Pada beberapa kasus serviks lebih baik
ditinggal seperti pada kasus-kasus endometriosis.Prosedur ini merupakan prosedur yang
sangat simple dan membutuhkan waktu yang singkat.Hal ini dapat memberikan suatu
keuntungan tambahan terhadap vagina, juga menurunkan resiko terjadinya suatu protrusi
lumen vagina (Vaginal prolaps).
5. Histerektomi Radikal
Prosedur ini melibatkan operasi yang luas dari pada histerektomi abdominal totalis,
karena prosedur ini juga mengikut sertakan pengangkatan jaringan lunak yang
mengelilingi uterus serta mengangkat bagian atas dari vagina.Radikal histerektomi ini
sering dilakukan pada kasus-kasus karsinoma serviks stadium dini.Komplikasi lebih
sering terjadi pada histerektomi jenis ini dibandingkan pada histerektomi tipe
abdominal.Hal ini juga menyangkut perlukaan pada usus dan sistem urinarius.
6. Ooforektomi dan Salpingooforektomi (Pengangkatan Ovarium dan atau Tuba
Falopii)
Ooforektomi merupakan suatu tindakan operatif mengangkat ovarium, sedangkan
salpingooforektomi adalah pengangkatan ovarium. Kedua metode ini dilakukan pada
kasus-kasus : kanker ovarium, curiga tumor ovarium atau kanker tuba falopii (jarang).
Kedua metode ini juga dapat dilakukan pada kasus-kasus infeksi atau digabungkan
dengan histerektomi.Kadang-kadang wanita dengan kanker ovarium atau payudara tipe
lanjut dilakukan suatu ooforektomi sebagai tindakan preventif atau profilaksis untuk
mengurangi resiko penyebaran dari sel-sel kanker tersebut.Jarang sekali terjadi kelainan
secara familial.

E. KOMPLIKASI HISTEREKTOMI
Penelitian dari Maryland Women’s Health, penelitian kohort prosepective dari 1299
wanita yang dilakukan histerektomi untuk penyakit yang bukan keganasan, dilaporkan 66,8%
dari pasien memiliki satu atau lebih dari komplikasi sedang, 11,1% memiliki satu atau lebih
dari komplikasi berat, dan hanya 0,7% yang mendapatkan komplikasi berat. (kjerulff et al
200a). Kunjungan ulangan ke rumah sakit yang berkaitan dengan histerektomi sekiar 4%
dalam tahun pertama.Dengan alasan yang paling sering adalah komplikasi luka operasi,
perlengketan karena operasi, sumbatan saluran pencernaan, dan masalah dari saluran kemih.
Angka rata-rata komplikasi sangat bervariasi tergantung dari rute histerektomi itu
sendiri. Angka komplikasi yang paling rendah adalah simpel vagina histerektomi, walaupun
komplikasi itu sendiri akan meningkat bersamaan dengan tindakan yang dilakukan untuk
memperbaiki prolaps. Penelitian yang membandingkan antara laparoskopi dengan
histerektomi abdominal dan antara laparoskopi dengan histerektomi pervaginam untuk
penyakit non keganasan ( Garry et al, 2004). Sebanyak 1346 pasien yang dilakukan operasi,
uterus dengan besar lebih dari usia kehamilan 12 minggu dan prolapsus uterus dengan grade
2 atau lebih di singkirkan.
1) Demam
Komplikasi post operatisi yang paling sering adalah demam yang terjadi sekitar 10%-
20% wanita. Hal ini terjadi dikarenakan berbagai alasan :
a) infeksi pada area operasi
b) infeksi dari tempat yang jauh dari area operasi
c) penyebab yang tidak diketahui.
Demam dapat mengakibatkan peningkatan lama rawatan sekitar 1 sampai 2 hari.Demam
yang tidak hilang dengan tanda dan simptom dan adanya temuan laboatorium dengan
sangkaan berasal dari area operasi, membutuhkan antibiotik.
2) Infeksi pada Area Operasi
Walaupun data yang ada sangat bervariasi, namun infeksi pada daerah operasi
histerektomi berkisar antara 3%-5%, dan meningkat 12% pada wanita obese. Faktor
pasien yang dapat meningkatkan infeksi pada area operasi : obesitas, usia, kondisi medis,
kehilangan darah, trauma jaringan, malnutrisi, merokok, flora normal pada vagina,
immunosupresif (Walsh et al, 2009; Boesch and Umek,2009). Faktor yang mempengaruhi
wanita obese menyebabkan peningkatan angka infeksi dikarenakan : sedikitnya
vaskularisasi subtcutaneus, peningkatan tekanan intraabdomen yang menyebabkan
regangan pada jahitan luka operasi, pertumbuhan bakteri pada kulit, angka prevalensi
hiperglisemia, lamanya operasi, dan penurunan kadar antibiotik profila ksis pada jaringan
( walsh et al, 2009). Rute histerektomi juga sangat berperan: Rievie Cochrane (Nieboer et
al 2009) melaporkan bahwa histerektomi vagina memiliki angkat komplikasi demam dan
infeksi yang paling sedikit dibandingkan dengan histerektomi abdominal (OR 0,42). Dan
histerktomi laparoskopi lebih sedikit infeksi dinding abdomen dibandingkan dengan
histerekotomi abdominal (OR 0,31).

3) Trauma Saluran Kemih bagian bawah


Termasuk di dalamnya trauma kandung kencing, trauma ureter, trauma urethral, fistula
vesikovagina, sekitar 0,5%-3% dari tindakan histerektomi. Terdapat peningkatan kejadian
trauma saluran kemih bagian bawah pada wanita dengan riwayat operasi seksio sesarea,
penyakit panggul, kehamilan, keganasan. Sistematis review dari 27 penelitian
memperlihatkan histerektomi laparoskopi memiliki resiko 2,6 kali mengalami resiko
trauma saluran kemih dibandingkan dengan histerektomi perabdominal.
4) Trauma kandung kencing
Trauma kandung kencing yang terjadi pada histerektomi sekitar 0,5-2% dari semua kasus.
Beberapa penelitian memperlihatkan peningkatan trauma kandung kencing pada
histerektomi pervaginam, namun penelitian lainnya tidak.Trauma kandung kencing terjadi
karena ligasi, trauma panas dan kauter, atau sistostomi.Perlengketan antara uterus dan
kandung kencing, misalnya pada riwayat operasi seksio sesarea, dapat meningkatan angka
kejadian sistostomi.Dan usaha untuk memperbaiki trauma kandung kencing harus secepat
mungkin dilakukan karena dapat meningkatkan angkat kesakitan seperti demam,
peningkatan lama rawatan, fistua vesiko vagina, dan tambahan operasi lainya. Jika ada
sangkaan terjadinya trauma pada kandung kencing, maka dapat dilihat dengan melakukan
pengisian secara retrograde kandung kencing dengan cairan methyen blue, dan dilihat ada
atau tidaknya ekstravasasi dari cairan tersebut. Jika terjadi trauma kandung kencing, dapat
dijahit dengan menggunakan benang 2-0/3-0.
5) Trauma ureter
Resiko terjadinya trauma ureter terjadi pada 0,2%-0,8% setelah abdominal
histerektomi, 0,05% - 1% setelah vaginal histerektomi, dan 0,2%-3,4% setelah
laparoskopi histerektomi. Lokasi yang paling sering adalah 3-4 cm distal ureter pada
tempat bersilangnya ureter dengan arteri uterina memasuki kandung kencing.Penilaian
trauma ureter harus dilakukan secara cepat selama operasi untuk menghindari komplikasi
lebih lanjut.
Jika terdapat kecurigaan terjadinya trauma ureter, maka durante operasi dapat
dilakukan sistoskopi dengan indigo carmine untuk melihat patensi ureter. Dan sebagai
tambahan, bahkan ada beberapa para ahli yang menyarankan melakukan sistoskopi secara
rutin terhadap semua tindakan histerektomi.Ureteral cateter dapat ditempatkan sebelum
operasi walaupun tidak direkomendasikan.Intraoperative retrograde uterogram sangat
efektif dalam melokalisasi trauma ureter dan sangat efektif dalam memeperbaiki ureter
tersebut. Tehnik lain adalah dengan melakukan open atau laparoskopi dengan
retroperitoneal diseksi ureter untuk melihat truma, atau dengan sistoskopi melalui insisi
sistostomi.
6) Fistula vesikovagina
Komplikasi ini merupakan komplikasi jarang dalam histerektomi dengan angka insidensi
0,1%-0,2%. Langkah yang dapat dilakukan untuk menghindari komplikasi ini adalah
dengan mengidentifikasi tempat yang tepat antara serviks dan kandung kencing, dengan
menggunakan gunting diseksi daripada menggunakan diseksi secara tumpul atau
elektrokauter.Melalui penelitian dengan menggunakan hewan, kejadian fistula sangat erat
hubungannya dengan trauma kandung kencing yang tidak terdeteksi. Diagnosis dapat
dilakukan dengan menggunakan sistoskopi atau mengisi kandung kencing dengan
methylen blue dan menempatkan tampon pada vagina. Jika tidak ada tampak methilen
blue, maka fistel harus ditegakkan dengan menggunakan rute intravenous atau dengan
menggunakan evaluasi radiologis dengan IVP atau CT-Scan.Fistula yang kecil dapat
sembuh spontan setelah 6-12 minggu setelah dilakukan drainage vagina, namun jika tidak
terjadi penyembuhan, terapi operasi diperlukan.
7) Trauma usus
Trauma usus terjadi sekitar 0,1%-1% dari tindakan histerektomi. Trauma usus halus
biasanya terjadi saat hendak memasuki kavum abdomen terutama pada pasien dengan
adhesi intrabdomen. Laserasi kecil dapat diperbaiki dengan jahitan dua lapis Trauma usus
dapat dilakukan penjahitan dua lapisan, lapisan pertama dengan benang 3-0 yang dapat
diabsobrsi untuk mukosa dan lapisan kedua dengan menggunakan benang silk 3-0/2-0
dengan jahitan interrupted. Trauma rektum sering terjadi pada tindakan histerektomi
pervaginam, ketika melakukan usaha perbaikan rektokel, atau pada kasus perlengketan
kavum douglas dengan keganasan atau malignansi. Laserasi kecil dapat diperbaiki dengan
jahitan dua lapis namun jika laserasi besar harus dilakukan tindakan pembedahan diversi
colostomi atau rektal reseksi.
8) Eviserasi puncak vagina
Dehisense dari puncak vagina sangat jarang terjadi, apakah dengan atau tanpa eviserasi
dari usus halus, sangat jarang namun dapat terjadi dengan menggunakan operasi robotik
atau total laparoskopi. Waktu rata-rata antara terjadinya eviserasi tersebut sekitar 11
minggu, dan 6 dari 10 pasien dengan komplikasi ini mengalami juga eviserasi usus.
Penelitian terbaru menunjukkan terjadinya eviserasi puncak vagina pada penggunakan
bedah robotik dan radikal histerektomi 4,1% dengan eviserasi usus sepertiga kasus (Kho
et al 2009).

F. PERAWATAN POST HISTEREKTOMI


Perawatan post histerektomi menurut Husodo (2002), pada bedah kebidanan perabdominan
seperti halnya histerektomi memerlukan perhatan dan perawatan khusus karena keberhasilan
dan kegagalan operasi sedikit banyaknya ditentukan oleh perwatan pasca bedah yaitu :
1. Perawatan pertama pembalutan luka insisi dibersihkan dengna baik dan melakukan
perawatan luka, medikasi luka. Luka insisi dibersihkan dengna alcohol secara periodic
dan mengobservasi keadaan luka insisi apakah luka sembuh atau terdapat tanda-tanda
infeksi.
2. Sebelum pindah kamar perawatan lukakan observasi tanda-tanda vital dan jumlah cairan
yang masuk dan keluar sampai beberapa jam pasca bedah.
3. Karena pasien puasa selama 24 jam pertama pasca operasi, maka cairan perinfus
diberikan cukup banyak mengandung elektrolit agar tidak terjadi dehidrasi, hipertamia
dan komlikasi organ lainnya. Cairan yang diberikan biasanya dekstrosa 5% NaCl, dan
RL secra bergantian dengan anjuran 20 tetesan per menit.
4. Pemberian cairan per infuse dihentikan setelah penderita flatus, lalu mulailah pemberian
makanan, dan minuman peroral. Sebenarnya pemberian sedikit minum sudah boleh
diberikan pada 6-10 jam pasca bedah berupa air putih atau air es hisap yang jumlahnya
dapat dinaikkan dihari pertma dan kedua pasca bedah. Setelah infuse dihentikan, berikan
makanan bubur saring, minuman air buah dan susu, selanjutnya secara bertahap
diperbolehkan makan bubur dan makan makanan biasa.
5. Untuk mengurangi rasa nyeri tersebut dapat dinerikan obat-obatan anti sakit dan
penenang seperti injeksi IM pethidin dengan dosis 10-15 mg. dengan obat-obatan diatas
pasien yang kurang tenang dan gelisah akan merasa lebih tenang.
6. Mobilisasi segera tahap demi tahap sangat berguna untuk mebantu jalannya
penyembuhan penderita. Seperti miring kekanan dan kekiri sudah dapat dimulai sejak 6-
10 jam setelah penderita sadar dan berguna untuk menguraikan sisa obat anastesi.
7. Perawatan pengosongan kandung kemih dengan pemasangan kateter tetap agar
menghindari retensi urine. Jika kandung kemih penuh, menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada pasien.
8. Pemberian obat-obatan seperti : antibiotic dan anti inflamasi (metronidazol, amoxicillin,
dll), analgesic/anti nyeri (pethidin, ibuprofen, morjin), vitamin (vit A, B1, zat besi) untuk
mempercepat proses penyembuhan, pencegahan infeksi dan menghindari komplikasi
lainnya.
9. Melakukan pemeriksaan darah lengkap terutama kadar Hemoglobin untuk mengetahui
apakah kada Hb pasien rendah atau masih dalam batas normal setekah operasi ataupun
terjadi perdarahan sebelum dan saat operasi sehingga perlunya kantung darah untuk
tranfusi darah sesuai kebutuhan.
ASUHAN KEBIDANAN PADA PASIEN POST HISTEREKTOMI

I. PENGKAJIAN

Tanggal : Jam : ………………

A. IDENTITAS / BIODATA

B. ANAMNESA ( DATA SUBYEKTIF )

1. Keluhan sekarang : nyeri jahitan, pusing, mual

2. Riwayat obstetri : P….A….

3. Pola Kebutuhan Sehari – Hari

 Ambulasi : sendiri / dengan bantuan


 Keluhan : ada / tidak
 Makan : Keluhan
 Eliminasi : BAK atau BAB Keluhan :

4. Data Psikososial

 Keadaan emosional : ○ senang / sedih


 Keluhan lain

C. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Umum

1. Keadaan Umum : ○lemah ○cukup ○ baik


2. Tanda Vital : ○ Tekanan Darah ○ Denyut Nadi

○ Pernafasan ○ Suhu tubuh

3. Tinggi badan dan Berat badan


b. Pemeriksaan Khusus
1. Muka : anemi atau tidak
2. Leher : ○ Kelenjar thyroid: ada pembesaran kelenjar / tidak

○ Kelenjar getah bening: ada pembesaran/ tidak


3. Dada / payudara : ○ simetris / asimetris

○ putting susu : menonjol / terbenam

4. Abdomen : ada luka bekas operasi

Strize gravidarum

Palpari leopold

Leopold I : belum dilakukan

Leopold II : belum dilakukan

Leopold III : belum dilakukan

Leopold IV : belum dilakukan

6. Ekstremitas atas dan bawah : ○ Oedema / tidak

○Varises :○Refleks

7. Genital ( inspeksi ) :

a. Perineum : bekas luka jahitan .kebersihan


b. Kandung kemih : penuh/ tidak
c. Vulva vagina : Varises/ tidak
d. Pengeluaran pervagina : warna / konsistensi / bau
e. Kelenjar Bartholini : Pembengkakan / tidak

8. Anus : Ada Hemoroid/ tidak

D. DATA PENUNJANG

1. Laboratorium

2. Rontgen

3. USG
E. TERAPI YANG DIBERIKAN

Injeksi atau Oral

III. DIAGNOSA

1.Ibu post operasi………

IV. PERENCANAAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA PASIEN POST


HISTEREKTOMI

TGL NO DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN NAMA

Seorang ibu P.......A....... AH...... □Observasi keadaan umum dan vital


sign
Post operasi ….....
□Observasi perdarahan
Dengan : □Bantu ibu untuk mobilisasi
□Kaji rasa nyeri atau sakit
□ histerektomi
□Anjurkan ibu untuk istirahat yang
□ kistektomi
cukup
□ kuretase
□Mengajarkan ibu perawatan luka
□ miomektomi
□Anjurkan ibu untuk menghabiskan
□ marsupialisasi
porsi makan yang sudah disediakan
□ …………………..
□Pemberian terapi sesuai advis dokter
□ ……………………
□ ......................................
□ Kolaborasi
□ Kolaborasi dokter pemberian
DS :
terapi injeksi/ oral
Pasien dan atau keluarga pasien □ Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk pemenuhan nutrisi
mengatakan □ ...................................
...................................
□ Pasien nyeri jahitan
□ Pasien nyeri kesakitan
□ Mual
□ Muntah
□ Pusing
□ ...................................
DO :

□ perdarahan

□ Vital sign

□ Luka jahitan

□ nyeri tekan

□ ...................................

Você também pode gostar