Você está na página 1de 156

STRATEGI KEBIJAKAN

PEMANFAATAN AIR TANAH SEBAGAI SUMBER AIR BERSIH


DI KOTA SEMARANG YANG BERKELANJUTAN

AGUS SUSANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul “Strategi
Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Kota
Semarang yang Berkelanjutan” adalah merupakan tesis hasil penelitian saya
sendiri, dengan arahan Komisi Pembimbing. Tesis ini belum pernah diajukan
untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis di perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Oktober 2010

Agus Susanto
NRP. P052080171
ABSTRACT

AGUS SUSANTO. 2010. Groundwater Utilization Policy Strategy as


Sustainable Source of Water Supply in Semarang City. Under the
supervisor of M. Yanuar J. Purwanto, and Suprihatin.

Semarang as the capital of Central Java province and a metropolitan city exploits
increasing ground water. The volume of groundwater that was taken in 2004 is
6.3 x 106 m3, and in 2008 it was 9.6 x 106 m3. There are three sectors in the
utilization of groundwater in the which, is domestic, industry, and hotel. 56,1% of
domestic water needs are supplied by PDAM Tirta Moedal, which takes 19% of
groundwater. Meanwhile, industries and hotels take 90% of groundwater. As the
utilization of groundwater in the city in 2008 reached 5.59 x 106 m3, it will
experience groundwater deficit in 2030. To anticipate the deficit, eight are
proposed, namely (a) limiting the growth rate of the hotel to 1% per year and
reducing water consumption of hotel guest to 120 L/person/day, (b) limiting
industrial growth rate to 6% per year to 3% per year, (c) reducing the domestic
water consumption by limiting population growth to 1% per year and reducing
water consumption to 120 L/person/day, (d) increasing capacity of PDAM to
supply 70% of domestic sector need, while limiting ground water uptake to 15%,
(e) a combination of scenarios a and b, (f) a combination of scenarios a, b, and c,
(g) a combination of a, b, c, and d, and (h ) moratorium on utilization of
groundwater. However there are two applicable scenarios. (1) scenario (g) to
reach 6.97 x 106 m3 groundwater availability in 2050 without groundwater deficit
(2) moratorium as the use of groundwater to reach 13.33 x 106 m3 groundwater
available in 2050 with 15,82 meters MAT, as the availability of groundwater will
uncreased in 2020, and it will achieve safety level in 2030. The value of
groundwater at present is Rp. 229 514 063, - while in 2050 with a discount rate
of 10%, it is Rp. 335 343 581 206, -. The institutions serve as enforcers of
conservation of groundwater utilization are the government of Semarang, the
Office of Energy and Mineral Resources, and PDAM, while the activators are the
industry and hotels.

Keywords: Groundwater, water needs, utilization of groundwater, and deficit of


groundwater
RINGKASAN

Pemanfaatan air sebagai sumber air bersih telah diatur dalam Undang-
undang No. 7 tahun 2004 yaitu tentang sumberdaya air, sedangkan pemanfaatan
air tanah khususnya air tanah dalam (confined aquifer) sebagai sumber air bersih
telah diatur melalui Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2008 tentang air tanah.
Kebutuhan air bersih untuk air minum dan rumah tangga di Kota
Semarang pada tahun 2008 dengan jumlah penduduk 1.481.644 jiwa adalah
222,25 x 106 liter/hari atau 80,0 x 106 m³/tahun. Apabila dari jumlah tersebut
sekitar 80% memanfaatkan air tanah maka jumlah air tanah yang disadap untuk
kebutuhan ini sekitar 64,0 x 106 m³/tahun. Pemakaian air tanah untuk keperluan
industri dan usaha komersial melalui sumur bor yang berlokasi di kota Semarang
selalu meningkat setiap tahun, yaitu pada tahun 2003 dari 543 sumur bor
pengambilannya tercatat 15,31 x 106 m3, dan pada tahun 2006 volume
pengambilan menjadi 20,98 x 106 m3 melalui 680 sumur bor.
Pemakaian air tanah yang intensif di dataran pantai kota Semarang
telah menunjukkan adanya dampak terhadap lingkungan air tanah, yaitu berupa
penurunan terhadap muka air tanah, penurunan permukaan tanah (amblesan
tanah), yang terukur selama 2000 - 2001 dengan laju kecepatan 2 – 8 cm/tahun.
Daerah yang mengalami penurunan dengan laju lebih dari 8 cm/tahun terbentang
di sepanjang pantai mulai dari Pelabuhan Tanjungmas ke arah timur hingga
wilayah Genuk, dan bahkan sampai ke pantai utara Demak. Pemafaatan air
tanah di kota Semarang yang melebihi kapasitasnya akibat PDAM yang belum
dapat menyediakan air bersih yang berasal dari sumber air permukaan seperti
sungai, mata air, danau dan lain-lain, disatu sisi PDAM masih kekurangan
sumber air baku sebagai sumber air bersih. sehingga diperlukan pengaturan
(kebijakan) pemanfaatamn air tanah dalam agar dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan.
Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) identifikasi kebijakan dan kinerja
kebijakan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih di kota Semarang,
(b) analisis kebutuhan air dan ketersediaan air tanah di kota Semarang, dan (c)
menyusun strategi kebijakan pemanfaatan air tanah di kota Semarang sebagai
sumber air bersih yang berkelanjutan.
Penelitian dilaksanakan di kota Semarang yang meliputi 16 kecamatan,
dan dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2010. Pendekatan
yang digunakan adalah verifikasi, dan analisis data meliputi:
1. Identifikasi potensi wilayah terdiri atas: analisis curah hujan bulanan,
identifikasi sumberdaya alam, sumberdaya air, sosial budaya, sarana dan
prasarana sanitasi,
2. Analisis kebutuhan dan ketersediaan air di kota Semarang
3. Analisis kelembagaan
4. Analisis nilai ekonomi air tanah
5. Membuat skenario kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah yang
berkelanjutan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan air di kota Semarang ada
3 sektor, yaitu: domestik yang terdiri dari penduduk dan fasilitas umum, industri,
dan hotel. Untuk kebutuhan air domestik 56,1% dilayani oleh PDAM Tirta
Moedal, sedangkan untuk industri dan hotel 90% memanfaatkan air tanah dalam.
Air tanah yang dapat dimanfaatkan adalah dari cekungan air tanah (CAT)
Semarang Demak dan Ungaran dengan volume 18,49 x 106 m3, namun yang
boleh dimanfaatkan (nilai aman) adalah setengahnya yaitu 9,245 x 106 m3.
Ketersediaan air tanah dalam untuk memenuhi kebutuhan 3 sektor tersebut pada
tahun 2010 sebesar 4,04 x 106 m3, dan pada tahun 2030 kota Semarang telah
mengalami defisit air tanah. Nilai ekonomi air tanah sebesar Rp.
229.514.063.820,- per tahun, dan apabila di hitung sampai dengan tahun 2050
dengan nilai diskon rate 10% (sesuai dengan suku bunga bank), maka mencapai
nilai Rp. 335.343.581.206,-. Pemerintah kota Semarang bersama-sama dengan
Dinas ESDM Propinsi dan PDAM Tirta Moedal sebagai pendorong yang besar
terhadap keberhasilan konservasi pemanfaatan air tanah, karena mempunyai
ketergantungan yang besar terhadap subelemen lain yaitu dari pemerintah.
Subelemen ini merupakan elemen kunci, sedangkan subelemen industri dan
hotel mempunyai kekuatan penggerak yang besar terhadap program ini. Selain
itu, subelemen ini juga mempunyai ketergantungan yang besar pula terhadap
subelemen lainnya terutama dari pemerintah.
Ada 8 (delapan) skenario kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah
yang dapat dikembangkan di kota Semarang, yaitu: (a) pembatasan laju
pertumbuhan hotel dan pengurangan satuan pemakaian air, (b) pembatasan laju
pertumbuhan industri, (c) mengurangi satuan pemakaian air domestik, (d)
peningkatan kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal, (e) Gabungan skenario a
dan b, (f) gabungan antara skenario a, b, dan c, (g) gabungan antara skenario a,
b, c, dan d, dan (h) skenario moratirium pemanfaatan air tanah dalam di kota
Semarang. Dari 8 skenario tersebut yang dapat dikembangkan di kota Semarang
adalah: (a) gabungan antara skenario a, b, c, dan d, karena hasilnya hingga
tahun 2050 kota Semarang tidak mengalami defisit air tanah, dan besarnya
ketersediaan air adalah 6,97 x 106 m3, serta tinggi MAT pada tahun 2050 adalah
3,3 meter, dan (b) moratorium pemanfaatan air tanah yaitu dengan menyetop ijin
pemanfatan air tanah air tanah dalam, dan hasilnya adalah ketersediaan air
tanah pada tahun 2018 telah mencapai nilai amannya dan pada tahun 2025
ketersediaan air tanahnya telah mulai stabil yaitu dengan kedudukan sebesar
18,27 x 106 m3, demikian juga muka air tanah juga sudah mulai stabil pada
tahun 2025 dengan kedudukan 15,82 m.
© Hak cipta milik IPB, Tahun 2010
Hak cipta dilindungi Udang-undang
1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah
b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagaian atau seluruh
karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah Sebagai


Sumber Air Bersih di Kota Semarang Yang Berkelanjutan

Nama Mahasiswa : Agus Susanto

NRP : P052080171

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)

Program : Magister (S2)

Menyetujui,
Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Eng


Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Pengelolaan Sumberdaya Alam Institut Pertanian Bogor
dan Lingkungan Hidup,

Dr. drh. Hasim, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 1 Oktober 201017 Desember Tanggal Lulus :


STRATEGI KEBIJAKAN
PEMANFAATAN AIR TANAH SEBAGAI SUMBER
AIR BERSIH DI KOTA SEMARANG YANG
BERKELANJUTAN

AGUS SUSANTO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, oleh karena dan ijin dari Nya, sehingga
penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik dengan judul ”Strategi
Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang
yang Berkelanjutan” yang merupakan salah satu syarat yang diperlukan untuk
memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Kajian ini berawal dari pemikiran penulis melihat fenomena kota
Semarang yang setiap saat dilanda rob yang makin hari makin jauh
jangkauannya serta makin dalam genangannya, dan durasi genangan makin
lama. Dari hasil pemikiran ini juga penulis berharap dapat mengembangkan
konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang yang lebih berkembang dan
berkelanjutan. Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
perencanaan dan pengambilan kebijakan untuk pengelolaan air tanah khususnya
air tanah dalam, dan diharapkan dapat dikembangkan di daerah lain.
Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT
semata, masih banyak hal yang diluar kemampuan penulis dan “tiada gading
yang tidak retak”. Besar harapan penulis, saran, kritik dan sumbangan pemikiran
yang membangun untuk penyempurnaan tesis ini.

Bogor, Oktober 2010


Agus Susanto
UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbil’alamin penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang


senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sholawat dan salam
dimohonkan kepada Allah SWT supaya dilimpahkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul
Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di
Kota Semarang yang Berkelanjutan. Tesis ini dibuat dalam rangka memenuhi
salah satu persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada Mayor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan banyak terima kasih pada semua pihak yang
telah banyak memberikan bantuan dalam penyelesaian tesis ini, oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang
tulus kepada :
1. Bapak Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS dan Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Eng,
selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas curahan waktu,
perhatian, motivasi, kesabaran dan ketulusan bapak sebagai komisi
pembimbing.
2. Bapak Dr. Satyanto Krido Saptomo, ST, M.Si selaku penguji luar komisi
atas komentar, nasehat, saran dan masukan untuk perbaikan tesis ini.
3. Ibu Dr. Ir. Lailan Syaufina, MSi, wakil Program Studi PSL yang telah
memberikan saran, kritikan dan nasehat sehingga tulisan ini menjadi lebih
baik.
4. Bapak Dr. drh. Hasim, DEA selaku Ketua Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS yang telah banyak
memberikan nasehat dan arahan selama penulis menempuh pendidikan
Pasacsarjana di IPB.
6. Segenap keluarga besar Universita Terbuka, khususnya Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, yang telah memberi kesempatan
kepada penulis untuk melanjutkan studi
7. Pemerintahan Kota Semarang yang telah banyak memberikan bantuan dan
dukungan untuk kelancaran selama pelaksanaan penelitian.
8. Dinas ESDM Propinsi Jawa Tengah yang memberikan bantuan dan
dukungan selama pelaksanaan penelitian
9. Satker Pembinaan dan Pengendalian Prasarana dan Sarana Dasar
Perdesaan, Direktorat Jenderal Cipta karya, Kementerian Pekerjaan Umum
yang telah banyak memfasilitasi selama penelitian
10. PDAM Tirta Moedal Kota Semarang yang telah memberikan bantuan dan
dukungan untuk kelancaran selama pelaksanaan penelitian
11. Istri dan anakku tercinta yang selalu memberi dorongan dan motivasi
sehingga terselesaikan tesis ini
12. Segenap staf administrasi Sekolah Pascasarjana Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
13. Rekan-rekan mahasiswa program studi PSL khususnya “Angkatan 2008”,
dan kepada semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata,
tiada gading yang tidak retak. Besar harapan penulis, saran, kritik dan
sumbangan pemikiran yang membangun untuk penyempurnaan tesis ini.
Semoga kajian ini dapat berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan
bermanfaat bagi semua pihak.
.

Bogor, Oktober 2010


Agus Susanto
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di sebuah desa Prawoto, Kecamatan Sukolilo,


Kabupaten Pati, Jawa Tengah pada tanggal 27 Juni 1957 dari pasangan yang
mulia ayahanda Matkanan HM (Alm) dan Ibu Hj. Roesmi. Penulis merupakan
anak kedua dari dua bersaudara. Penulis melaksanakan Pendidikan formal
dimulai pada tahun 1964 di Sekolah Dasar Negeri Prawoto, Kecamatan Sukolilo,
Pati dan lulus tahun 1970. Pada tahun 1999 mengikuti ujian persamaan di SMP
Yayasan Usaha Buruh (YUB) Yogyakarta, dan pada tahun 1980 menyelesaikan
pendidikan SMA Negeri 10 Yogyakarta, dan pada tahun 1980 masuk Fakultas
Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, lulus tahun 1985.
Sejak tahun 1985 hingga tahun 1988 bekerja sebagai konsultan lepas
yang mengkhususkan pada pengembangan wilayah perkotaan dan pedesaan,
dan sejak bulan April 1989 bekerja di Universitas Terbuka yang ditempatkan
pada sekretariat Pembantu Rektor III (bidang kemahasiswaan). Pada tahun 1997
hingga 1999 ditempatkan pada Asisten Pembantu Rektor IV (bidang kerjasama),
dan pada tahun 2001 hingga sekarang sebagai staf pengajar di Program Studi
D1 Pengelolaan Lingkungan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Terbuka.
Pada tahun 2008 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan studi
Program Magister (S2) di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI xii

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR GAMBAR xvii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. . xx

I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Kerangka Berfikir ............................................................................................ 5
1.3 Perumusan Masalah ...................................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 9
1.5 Manfaat Penelitian.......................................................................................... 9
1.6 Ruang lingkup penelitian ................................................................................ 10
1.7 Strategi kebijakan yang akan disusun ............................................................. 10

II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... . 12


2.1 Air Tanah ....................................................................................................... 12
2.2 Cakungan Air Tanah (CAT) ............................................................................ 13
2.3 Kriteria Pemanfaatan Air Tanah yang Berkelanjutan ...................................... 15
2.4 Analisis Kebijakan .......................................................................................... 16
2.5 Pemodelan dengan Interpretasi Struktur (Interpretative Structural
Modelling) ..................................................................................................... 20
2.6 Nilai Ekonomi ................................................................................................. 21

III METODOLOGI PENELITIAN .................................................................................. 24


3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 24
3.2 Rancangan Penelitian .................................................................................... 24
3.3 Pengumpulan Data......................................................................................... 24
3.4 Teknik Penentuan Responden ....................................................................... 24
3.4 Metode Analisis Data ..................................................................................... 26
3.4.1 Analisis Deskriptif ................................................................................. 26

xii
3.4.2 Analisis Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah ........................................ 26
3.4.3 Analisis Kebutuhan Air......................................................................... 33
3.4.4 Analisis Imbuh Air Tanah ..................................................................... 33
3.4.5 Penurunan Muka Air Tanah (MAT) ...................................................... 34
3.4.6 Hubungan antara Ketersediaan Air Tanah Dalam dan
Penurunan Muka Air Tanah (MAT) ...................................................... 34
3.5 Penyusunan Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah yang Berkelanjutan .. 35

IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ........................................................... 38


4.1 Kondisi Geogragfis dan Administratif ............................................................. 38
4.2 Kondisi Fisik Kota Semarang......................................................................... 38
4.2.1 Bentang lahan ...................................................................................... 38
4.2.2 Geomorfologi dan Geologi .................................................................... 41
4.2.3 Iklim dan Hidrologi ................................................................................ 42
4.3 Kondisi Sosial Ekonomi Kota Semarang ....................................................... 49
4.3.1 Kependudukan ..................................................................................... 49
4.3.2 Tenaga Kerja ........................................................................................ 50
4.3.3 Pendidikan............................................................................................ 50
4.3.4 Kesehatan ............................................................................................ 52
4.3.5 Kondisi Perekonomian .......................................................................... 53
4.4 Sarana dan Prasarana Lingkungan kota Semarang ...................................... 55
4.4.1 Air Bersih .............................................................................................. 55
4.4.2 Fasilitas Persampahan ......................................................................... 57
4.4.3 Sanitasi Lingkungan ............................................................................. 59
4.4.4 Drainase ............................................................................................... 60

V HASIL DAN ANALISA ........................................................................................ 61


5.1 Potensi Air Tanah Kota Semarang ................................................................ 61
5.1.1 Cekungan Air Tanah (CAT) Semarang Demak ..................................... 61
5.1.2 CAT Ungaran ....................................................................................... 62
5.1.3 Volume Air Tanah Dalam Kota Semarang ............................................ 64
5.1.4 Nilai Aman (Safety Yield) Pemanfaatan Air Tanah ............................... 64
5.1.5 Imbuh Air Tanah ................................................................................... 65

xiii
5.2 Identifikasi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang .................. 65
5.3 Ketersediaan Air Tanah di Kota Semarang .................................................... 66
5.3.1 Kebutuhan Air Domestik ........................................................................ 66
5.3.2 Kebutuhan Air Industri ........................................................................... 71
5.3.3 Kebutuhan Air untuk Hotel..................................................................... 72
5.3.4 Ketersediaan Air Tanah ......................................................................... 73
5.4 Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah Kota Semarang ........................ 75
5.4.1 Indikator Keberlanjutan Pemanfaatan Air Tanah ................................... 75
5.4.2 Nilai Ekonomi ........................................................................................ 76
5.4.3 Kelembagaan ........................................................................................ 78
5.4.4 Skenario Kebijakan Konservasi Pemanfaatan Air Tanah ....................... 82

VI PEMBAHASAN ..................................................................................................... 88
6.1 Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Gabungan
Antara Skenario a dan b ................................................................................. 88
6.2 Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Gabungan
Antara Skenario a, b dan c ............................................................................. 89
6.3 Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Gabungan
Antara Skenario a, b, c dan d ......................................................................... 90
6.4 Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Moratorium ................. 91
6.5 Hubungan Komponen Konservasi dengan Pengguna Air Tanah ..................... 92
6.6 Jasa Lingkungan ............................................................................................ 94

VII KESIMPUALAN .................................................................................................... 97


7.1 Kesimpuan ..................................................................................................... 97
7.2 Saran ............................................................................................................. 98

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................100

LAMPIRAN-LAMPIRAN ..............................................................................................103

xiv
xv
DAFTAR TABEL
Halaman

1 Sebaran dan Potensi CAT di Indonesia ................................................................. 14

2 Keterkaitan antara sub elemen pada teknik ISM ................................................... . 21

3 Jenis, Sumber Data dan Metode Analisis Strategi Pemanfaatan


Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang ..................................... . 25

4 Contoh Matriks SSIM ............................................................................................ . 28

5 Kondisi Kecamatan di Kota Semarang .................................................................. . 39

6 Penggunaan Lahan di Kota Semarang ................................................................. . 40

7 Jenis Tanah dan Penyebarannya di Kota Semarang ............................................ . 43

8 Rata-rata Curah Hujan Bulanan Kota Semarang................................................... . 43

9 Perkembangan Jumlah Sumur dan Volume Pengambilan di


Kota Semarang ..................................................................................................... . 47

10 Kondisi Kependudukan Kota Semarang Tahun 2008 ............................................ . 49

11 Banyaknya Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis


Kelamin Kota Semarang ....................................................................................... . 50

12 Distribusi Lapangan Pekerjaan di Kota Semarang tahun 2008.............................. . 51

13 Tingkat Pendidikan Penduduk Kota Semarang ..................................................... . 52

14 Sarana dan Prasarana Kesehatan Kota Semarang............................................... . 52

15 Kapasitas dan Debit rata-rata Sumber Produksi PDAM Moedal ............................ . 56

16 Jumlah Pelanggan Air Minum di Kota Semarang Selama


Tahun 2008........................................................................................................... . 56

17 Kebutuhan Sarana dan Prasarana Air Bersih Kota Semarang .............................. . 57

18 Timbunan Sampah di Kota Semarang tahun 2009 ................................................ . 57

19 Penerapan Indikator Konservasi Pemanfaatan Air Tanah


Dalam Peraturan Perundangan............................................................................. . 67

20 Proyeksi Jumlah Penduduk Beserta Kebutuhan Air Kota Semarang ..................... . 68

xvi
21 Tipikal Konsumsi Air untuk Fasilitas Umum ............................................................ 70

22 Kebutuhan Air Bersih Fasilitas Umum dan Domestik kota Semarang .................... 71

23 Kebutuhan Air Bersih untuk Industri di kota Semarang ......................................... 72

24 Kebutuhan Air Bersih untuk Hotel di Kota Semarang ............................................. 73

25 Indikator Keberlanjutan Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang ....................... 76

26 Nilai Ekonomi Air Tanah dalam 1 tahun Kota Semarang ........................................ 77

27 Nilai Ekonomi Air Tanah kota Semarang dengan Discont Rate 10% ...................... 77

28 Peran Masing-masing Subelemen dalam Konservasi Pemanfaatan


Air Tanah Dalam di Kota Semarang ....................................................................... 81

29 Hubungan Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Componen


Konservasi antar Sector Pengguna Air Tanah........................................................ 95

xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman

1 Kerangka Berfikir Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah


sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang yang Berkelanjutan………………... 7

2 Perumusan Masalah Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah


Sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang……………………………………….. 9

3 Hubungan Tiga Elemen Kebijakan......................................................................... 18

4 Keterkaitan antar Elemen dalam ISM...................................................................... 27

5 Koordinat Hasil Matriks Reachability di Plot kedalam Matriks


Driver Point Dependent (DP-D)………………………………………………………… 30

6 Diagram Alir Deskriptif Teknik ISM (Suxena, 1992


Dalam Marimin, 2004)…………………………………………………………………… 32

7 Tipikal Hubungan Ketersediaan Air Tanah dengan Penurunan


Muka Air Tanah (MAT)............................................................................................. 35

8 Peta Lokasi Kota Semarang Jawa Tengah............................................................. 39

9 Grafik Volume Pengambilan Air Tanah dengan Jumlah Sumur.............................. 47

10 Laju Penurunan Permukaan Tanah Kota Semarang


Periode tahun 2001 – 2003..................................................................................... 48

11 Lapangan Pekerjaan di Kota Semarang.................................................................. 52

12 Ketersediaan Air Tanah Dalam dengan Kebutuhan Domestik


56,1% dari PDAM, dan ndustri serta Hotel 90% dari Air Tanah.............................. 75

13 Driver Power dari Lembaga Terkait dalam Konservasi


Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang.............................................................. 79

14 Struktur Hierarkhi Subelemen Lembaga yang Terkait dalam


Konservasi Pemanfaatan Air Tanah yang Berkelanjutan
Di Kota Semarang..................................................................................................... 80

15 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan Pembatasan


Pertumbuhan Hotel dan Hemat Air........................................................................... 83

16 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan


Pembatasan Pertumbuhan Industri yang Menggunakan
Air Tanah.................................................................................................................. 84

xviii
17 Ketersediaan Air Tanah dengan Mengurangi Satuan
Pemakaian Air Domestik.......................................................................................... 85

18 Ketersediaan Air Tanah dengan Meningkatkan Kapasitas


Produksi PDAM Tirta Moedal................................................................................... 87

19 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan Gabungan


Antara Skenario a, dan b.......................................................................................... 89

20 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan Gabungan


Antara Skenario a, b, dan c……………………………………………………………… 90

21 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan Gabungan


Antara Skenario a, b, c, dan d…………………………………………………………… 91

22 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan Moratorium..................................... 92

xix
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta Geologi Daerah Semarang dan Sekitarnya………………………………….. 104

2 Kedudukan Muka Air Tanah kota Semarang dan Sekitarnya.............................. 105

3 CAT Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta......................................... 106

4 Kedudukan Kota Semarang terhadap CAT Semarang Demak dan Ungaran….. 107

5 Hasil Analisis kebutuhan air bersih kota Semarang.............................................108

6 Analisis ketersediaan air tanah dengan pemanfaatan domestik dan PDAM


(56,1% dan industri serta hotel 90%)................................................................... 109

7 Analisis Kebijakan dengan Metode ISM............................................................. 110

8 Hasil Simulasi Skenario1…………………………………………………………….. 113

9 Hasil Simulasi Skenario 2……………………………………………………………. 114

10 Hasil Simulasi Skenario 3……………………………………………………………. 115

11 Hasil Simulasi Skenario 4……………………………………………………………. 116

12 Hasil Simulasi Skenario 5 …………………………………………………………… 117

13 Hasil Simulasi Skenario 6……………………………………………………………. 118

14 Hasil Simulasi Skenario 7..…………………………………………………………... 119

15 Hasil Simulasi Skenario 8……………………………………………………………. 120

xx
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Air sebagai komponen ekologi mempunyai sifat khas yaitu: pertama
merupakan benda yang mutlak dibutuhkan oleh kehidupan, kedua, air mempunyai
mobilitas yang tinggi dalam biosfer ini yaitu melalui presipitasi, evaporasi, dan
pengaliran. Air akan berputar terus sepanjang masa, dengan demikian jumlah air di
muka bumi akan tetap dan tidak dapat diperbaharui lagi (unrenewable).
Perubahannya hanya mengikuti suatu siklus yang disebut siklus hidrologi.
Sampai saat ini kita memandang air, baik air permukaan maupun air tanah,
hanya sebagai komoditas sosial yaitu sebagai kebutuhan hidup dan bukan sebagai
komoditi ekonomi. Ada dua alasan yang mendorong kita harus memandang air
sebagai komoditi ekonomi, yaitu: (1). air sudah sering merupakan barang yang dapat
mendukung kegiatan ekonomi seperti industrialisasi dan pertanian, dan (2). kita
sering susah mendapat kesulitan untuk dapat memperoleh air yang dapat
didayagunakan (Siradj, M. 1992).
Kebutuhan air yang paling utama adalah untuk mendukung kehidupan
manusia dari segala kegiatan ekonomi yang dilakukannya, seperti rumah tangga,
industri, pembangkit tenaga listrik, pertanian, pariwisata, penggelontoran (flusing),
dan lain sebagainya. Untuk memenuhi kebutuhan akan air tersebut pertama-tama
yang harus dilihat adalah mengetahui ketersediaan air yang ada, baru kemudian
kualitasnya.
Secara garis besar ada dua kelompok utama pengguna air, yaitu (a) kelompok
konsumtif, yakni mereka yang memanfaatkan suplai air untuk keperluan konsumsi,
dan (b) kelompok non-konsumtif. Kelompok konsumtif antara lain rumah tangga,
industri, pertanian, dan kehutanan. Kelompok ini memanfaatkan air melalui proses
yang disebut diversi (diversion), baik melalui transformasi, penguapan, penyerapan
ke tanah, maupun pendegradasian kualitas air secara langsung (pencemaran).
Kelompok konsumtif memperlakukan sumberdaya air sebagai sumberdaya tidak
terbarukan (unrenewable resources). Sedangkan kelompok non-konsumtif
memanfaatkan air hanya sebagai media seperti; 1). Medium pertumbuhan ikan pada
kegiatan perikanan, 2). Sumber energi listrik pada pembangkit listrik tenaga air, dan
3). Rekreasi (berenang, fungsi estetika lingkungan dan sebagainya). Kelompok non-
2

konsumtif ini memperlakukan sumberdaya air sebagai sumberdaya terbarukan


(renewable resources)
Dari sekian banyak sumber air yang paling dominan untuk memenuhi
kebutuhan akan air bersih manusia adalah air yang mengalir di permukaan, karena
air permukaan mudah pemanfaatannya tentunya dengan biaya yang relatif murah,
tetapi sumber air tersebut mudah tercemar, namun mudah pula untuk pemulihannya.
Sedangkan air tanah merupakan alternatif ke dua, karena air tanah pemanfaatannya
memerlukan biaya yang cukup tinggi. Air tanah sulit tercemar, karena
keberadaannya melalui media (lapisan tanah) yang berfungsi sebagai filter, namun
apabila tercemar sulit sekali pemulihannya. Sebagai alternatif sumber air yang
terakhir adalah air hujan, karena persebaran yang tidak merata dan kontinuitasnya
kurang terjaga.
Dalam dokumen WATSAL (water supply adjustment loan) disebutkan, bahwa
pada daerah perkotaan, hanya sebesar 40% dari seluruh penduduk perkotaan yang
mendapatkan akses terhadap air minum (piped water). Akibatnya, air tanahlah yang
diandalkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari dan kebutuhan
industri. Diperkirakan, 80% kebutuhan air minum masyarakat perkotaan dan
pedesaan masih mengandalkan air tanah, sedangkan untuk industri hampir
mencapai 90% yang mengandalkan air tanah.
Pemanfaatan air sebagai sumber air baku telah diatur dalam Undang-
undang No. 7 tahun 2004 yaitu tentang sumberdaya air, sedangkan pemanfaatan air
tanah khususnya air tanah dalam (confined akuifer) sebagai air bersih telah diatur
oleh perundang-undangan yaitu melalui Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2008
tentang air tanah. Pada PP tersebut yaitu pasal 54 ayat 4 dan 5 disebutkan bahwa
pemanfaatan air tanah khususnya air tanah dalam (confined aquifer) harus melalui
ijin dan yang berhak mengeluarkan ijin adalah Kepala Daerah setempat dalam hal ini
Bupati/Wali Kota atau bahkan Gubernur dengan debit < 10 lt/detik.
Demikian juga di wilayah Semarang baik wilayah Kota maupun Kabupaten
Semarang untuk memenuhi kebutuhan baku air bersih disamping memanfaatkan air
permukaan, juga telah memanfaatkan air tanah baik air tanah bebas (tidak tertekan)
maupun air tanah tertekan (air tanah dalam) melalui cekungan air tanah (CAT)
Semarang Demak, dan CAT Ungaran.
3

Cekungan air tanah CAT Semarang - Demak, mencakup 7 (tujuh) wilayah


administrasi, yaitu Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Demak, Kudus, Kendal,
Blora dan Kab. Grobogan, Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis daerah tersebut
terletak pada koordinat antara 110013’35" dan 111021’50" Bujur Timur serta
06046’18” dan 07014’33" Lintang Selatan, dengan luas kurang lebih 1.915 km2. Di
CAT Semarang Demak dijumpai dua sistem akuifer yakni sistem akuifer tidak
tertekan dan sistem akuifer tertekan. Kedudukan sistem akuifer tidak tertekan
umumnya kurang dari 30 m bawah muka tanah (bmt), dan sistem akuifer tertekan
dengan kedalaman antara 30 - 150 m bmt.
Daerah imbuhan air tanah tidak tertekan meliputi seluruh wilayah cekungan.
Sedangkan daerah imbuhan air tanah tertekan menempati daerah kaki Gunung
Ungaran yang terletak dibagian barat daya cekungan pada ketinggian antara 50 –
300 m atas muka laut (aml). meliputi daerah Sumberejo, Kecamatan Kaliwungu
(Kabupaten Kendal), daerah Manyaran di Kecamatan Semarang Barat, daerah-
daerah di Kecamatan Ngalian, Kecamatan Mijen, Kecamatan Candisari, Kecamatan
Tembalang, dan Kecamatan Banyumanik serta Kecamatan Susukan, Kabupaten
Semarang. Jumlah imbuhan air tanah ke dalam sistem akuifer tidak tertekan (bebas)
yang diprediksikan secara kumulitatif dengan metode prosentase curah hujan di
cekungan ini terhitung 783 juta m3/tahun, sedangkan jumlah aliran air tanah pada
sistem akuifer tertekan dihitung dengan jejaring aliran (flow net) dan menerapkan
persamaan Darcy terhitung 91 juta m3/tahun (Peta cekungan air tanah propinsi Jawa
Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. 2006)..
Berdasarkan data yang ada dan didasari pada parameter kuantitas air
tanahnya, daerah kota Semarang dan sekitarnya dapat dibedakan menjadi 4
(empat) wilayah potensi air tanah yakni (Direktorat Geologi dan Tata
Lingkungan.1998):
a. Wilayah potensi air tanah besar, terdapat di dataran pantai Semarang - Demak
dan kaki G. Ungaran sebelah utara pada ketinggian 250 - 300 m dml. Akuifer
di wilayah ini mempunyai koefisien keterusan antara 100 - 600 m2/hari dengan
produktifitas sumurbor umumnya lebih dari 10 l/dtk;
b. Wilayah potensi air tanah sedang, terutama terdapat di daerah pebukitan
sebelah utara G. Ungaran di wilayah Kecamatan Gunung Pati. Akuifer di
4

wilayah ini mempunyai koefisien keterusan antara 20 – 100 m2/hari dengan


produktifitas sumurbor umumnya antara 5- 10 l/dtk;
c. Wilayah potensi air tanah kecil, terutama terdapat di daerah pebukitan sebelah
timur Ungaran dan sekitar Kecamatan Tembalang serta pada tubuh G.
Ungaran pada ketinggian antara 250 - 500 m. Akuifer di wilayah ini mempunyai
koefisien keterusan kurang dari 20 m2/hari dengan produktifitas sumur bor
umumnya kurang dari 5 l/dtk;
d. Wilayah potensi air tanah langka, terdapat di daerah puncak G. Ungaran pada
ketinggian di atas 500 m.
Pemafaatan air tanah di kota Semarang yang melebihi kapasitasnya akibat
PDAM yang belum dapat menyediakan air bersih yang berasal dari sumber air
permukaan seperti sungai, mata air, danau dan lain-lain, disatu sisi masih
kekurangan sumber air baku sebagai sumber air bersih. Selain itu, penggunaan air
tanah dipengaruhi juga oleh perkembangan Kota Semarang yang dibarengi
munculnya permukiman-permukiman baru yang mengakibatkan berkurangnya
daerah resapan air (catchment area).
Kebutuhan air bersih untuk kebutuhan air minum dan rumah tangga di Kota
Semarang pada tahun 2008 dengan jumlah penduduk 1.481.644 adalah 22,22x 107
liter/hari atau 80,0 x 106 m³/tahun. Apabila dari jumlah tersebut sekitar 80%
memanfaatkan air tanah maka jumlah air tanah yang dieksploitasi untuk kebutuhan
bersih sekitar 64,0 x 106 m³/tahun. Pemakaian air tanah untuk keperluan industri dan
usaha komersial melalui sumur bor yang berlokasi di CAT Semarang - Demak selalu
meningkat setiap tahun, yaitu pada tahun 2003 dari 543 sumur bor pengambilannya
tercatat 15,31 x 106 m3, dan pada tahun 2006 volume pengambilan menjadi 20,98 x
106 m3 melalui 680 sumur bor.
Pemakaian air tanah yang intensif di dataran pantai Semarang telah
menunjukkan adanya dampak terhadap lingkungan air tanah, yaitu berupa
penurunan permukaan tanah (amblesan tanah), yang terukur selama 2000 - 2001
dengan kecepatan 2 – 8 cm/tahun. Daerah yang mengalami penurunan dengan laju
lebih dari 8 cm/tahun terbentang di sepanjang pantai mulai dari Pelabuhan
Tanjungmas ke arah timur hingga wilayah pantai utara Demak (Mamlucky Susana,
2008).
5

Pemanfaatan air tanah di kota Semarang yang jumlahnya mencapai


ratusan dan bahkan ribuan sumur dapat menimbulkan berbagai masalah, sehingga
diperlukan pengaturan atau tata laksana yang dapat mengarahkan pemanfaatan air
sesuai dengan daya dukung (potensi) cekungan air tanahnya supaya tidak
menimbulkan dampak negatif bagi lingkungannya. Berdasarkan kondisi tersebut
diatas terutama berkaitan dengan upaya konservasi pemanfaatan air tanah maka
perlu dilakukan strategi tata laksana pemanfaatan air tanah sebagai sumber air
bersih yang berkelanjutan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian ini berupaya mengkaji
kemungkinan pengembangan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air baku air
bersih di wilayah Kota Semarang yang berkelanjutan sebagai instrumen kebijakan
untuk mengendalikan dampak negatif kegiatan pemanfaatan air tanah dan
mendorong kegiatan pemanfaatan air tanah secara optimal dan berkelanjutan di
kota Semarang dan diharapkan strategi ini dapat diterapkan di kota-kota lainnya
dalam pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan.

1.2. Kerangka Berfikir


Pemanfaatan air tanah dapat diambil dari cekungan air tanah (CAT), dan hal
ini telah diatur dalam perundang-undangan yaitu melalui Peraturan Pemerintah (PP)
No. 43 tahun 2008 yaitu tentang air tanah. Dalam PP tersebut dijelaskan bahwa
pemanfaatan air tanah untuk keperluan penduduk dengan debit lebih kecil dari 2
lt/detik tidak memerlukan ijin, (pasal 55 ayat 1 dan 3) akan tetapi apabila digunakan
untuk keperluan usaha komersial seperti industri, PDAM, dan lain-lain dengan debit
lebih besar dari 2 lt/detik, maka harus melalui ijin yang dikeluarkan oleh Pemda
setempat (Pasal 55 ayat 4 dan 5). Namun pemanfaatan harus disesuaikan dengan
kemampuannya (potensinya). Penggunaan air tanah yang berlebihan yang melebihi
kapasitas dari air tanahnya akan berdampak pada penurunan muka air tanah (water
table) dan dapat mengakibatkan kekeringan sumur-sumur penduduk, dan apabila
pemanfaatan yang melebihi kapasitas tersebut berlangsung terus menerus, maka
akan mengakibatkan penurunan tanah (subsiden) dan akhirnya akan merusak
struktur bangunan yang ada dan bagi daerah pesisir akan menimbulkan intrusi air
laut.
6

Dalam pemanfaatan tersebut tentunya harus merujuk pada pengelolaan


sumberdaya air yang didalamnya terdapat pengelolaan sumberdaya air tanah yang
terdiri dari air dangkal (bebas) dan air tanah dalam (tertekan). Untuk pengelolaan air
tanah, pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah selaku regulator
pemanfaatan air tanah perlu memberikan perhatian terhadap jasa lingkungan air
tanah sebagai instrumen kebijakan (ekonomi) dalam mengendalikan resiko
lingkungan akibat pemanfaatan air tanah yang berlebihan khususnya untuk
domestik, industri, dan usaha komersial. Resiko lingkungan akibat pemanfaatan air
tanah sebagai sumber air baku air bersih memiliki sebaran dan besaran (magnitude)
yang signifikan terhadap kelestarian lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat disekitarnya.
Adanya fenomena tersebut menuntut dikembangkannya sebuah kebijakan
(policy) yang mengatur jaminan pertanggungan akibat dampak penting dari kegiatan
pemanfaatan air tanah sebagai sumber air baku air bersih. Oleh karena itu strategi
kebijakan tatalaksana pemanfaatan air tanah dalam untuk pengendalian dampak
negatif perlu dikaji kemungkinan implementasinya. Adanya insentif jasa lingkungan
(nilai ekonomi/economic value) dan struktur kelembagaan yang kuat diharapkan
akan lebih menjamin keberlanjutan pelaksanaan pembangunan daerah dan
kelestarian lingkungan terutama sumberdaya air tanah secara seimbang. Disamping
itu, untuk meminimalisir dampak dapat digunakan rekayasa teknologi seperti dengan
Biopori, sumur resapan, dan konservasi pemanfaatan. Diagram alir kerangka
pemikiran penelitian disajikan dalam Gambar 1.1.

1.3. Perumusan Masalah


Berdasarkan peta CAT Semarang Demak, menunjukkan bahwa kota
Semarang mempunyai potensi air tanah dangkal (akuifer bebas) besar, dan air
tanah dalam (akuifer tertekan) sedang. Untuk pemenuhan kebutuhan air bersih
masyarakat memanfaatkan air tanah dangkal yang mempunyai potensi tinggi,
sedangkan untuk kebutuhan air industri dan jasa seperti hotel dan restoran
digunakan air tanah dalam yang mempunyai potensi sedang.
Feedbac
Program k
Konservasi
Air Tanah
Konsep
Pengelolaan Konsep Analisis
Sumberdaya Institusi & Kelembagaan
Konservasi Air Insentif
Pemanfaatan
Air Tanah

Manfaat
Faktor Ekologi
Air Tanah
EEkologi
Faktor Ekonomi
Air tanah Ekonomi
Strategi Kebijakan
bebas Strategi
Faktor Sosial Analisis Pemanfaatan Air
Pemanfaatan
Budaya Kebijakan Tanah yg
Kebijakan Air Tanah
berkelanjutan
Daerah Faktor
Pemanfaatan Teknologi
Air Tanah
Air tanah Kerusakan
tertekan Faktor Air Tanah
Kelembagaan

Feedbac
k

Gambar 1 Kerangka Berfikir Strategi Pemanfaatan Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang yang Berkelanjutan

7
8

Kegiatan pemanfaatan (ekstraksi) air tanah sebagai sumber air baku air
bersih selain memberikan manfaat ekonomi bagi pembangunan daerah juga
memberikan dampak negative. Dampak negatif terhadap lingkungan berupa
turunnya muka air tanah yang dapat diidentifikasi dari keringnya sumur-sumur
penduduk sekitar yang akhirnya menimbulkan konflik pemanfaatan air tanah, dan
kejadian ini apabila berlangsung terus menerus, akan mengakibatkan degradasi
sumberdaya air tanah yang akhirnya akan meningkatkan nilai kerusakan lingkungan.
Manfaat ekonomi tersebut ada yang bermanfaat langsung maupun tidak
langsung yang dapat dinikmati oleh penduduk. Manfaat ekonomi tersebut dapat
digunakan sebagai instrument untuk mengendalikan dampak negatif kegiatan
pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih dan sekaligus mendorong
terciptanya kegiatan pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan.
Kegiatan pemanfaatan air tanah dalam sebagai sumber air bersih
memerlukan ijin, sehingga masyarakat tidak dapat secara bebas mengambilnya,
karena disamping keberadaan muka air tanahnya dalam (antara 40 -150 meter) juga
membutuhkan biaya yang cukup besar. Pemanfaatan air tanah sebagai sumber air
bersih tersebut sesuai dengan Peratutan Perundangan yang ada yaitu UU No. 7
tahun 2004 dan PP No. 43 tahun 2008, serta SK Gubernur Jawa Tengah No. 5
tahun 2003, sehingga dapat dijumpai ratusan bahkan ribuan sumur air tanah dalam
di kota Semarang. Berdasarkan uraian tersebut, beberapa pertanyaan penelitian
yang mengemuka adalah sebagai berikut:
a. Seberapa banyak industri, PDAM, hotel dan restoran, mengekstrak atau
memanfaatkan air tanah, sebagai sember air bersih?
b. Sejauh mana dampak negatif pemanfaatan air tanah terhadap kelestarian air
tanah di darah penelitian?
c. Sejauh mana keberhasilan konservasi pemanfaatan air tanah di daerah
penelitian?
d. Seberapa jauh peran serta stakeholder dalam konservasi pemanfaatan air tanah
di kota Semarang
e. Bagaimana desain kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah dapat diterapkan
dalam kegiatan pemenuhan kebutuhan air bersih yang berkelanjutan?
9

Dampak Pemanfaatan air tanah


sebagai sumber air baku

Fisik Biologi Sosial

Kebutuhan
air baku Resiko Lingkungan

Nilai Manfaat Air Total Biaya Resiko


Tanah (B) Lingkungan (T)

No Antisipasi
T>B bila T< B
?

Y
a
Strategi Kebijakan Pemanfaatan
Air Tanah sebagai sumber air
bersih yang Berkelanjutan

Gambar 2 Perumusan Masalah Strategi Kebijakan Konservasi Pemanfaatan


Air Tanah sebagai sumber air bersih di Kota Semarang

1.4. Tujuan Penelitian


a. Identifikasi kebijakan dan kinerja kebijakan pemanfaatan air tanah sebagai
sumber air bersih di kota Semarang
b. Analisis kebutuhan air dan ketersediaan air tanah di kota Semarang
c. Menyusun strategi kebijakan pemanfaatan air tanah di kota Semarang
sebagai sumber air bersih yang berkelanjutan

1.5. Manfaat Penelitian


a. Pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kebijakan terutama
pemanfaatan air tanah untuk pemenuhan sumber air baku air bersih.
10

b. Sebagai masukan kepada pemerintah daerah khususnya kota Semarang


untuk pengambilan keputusan pemanfaatan air tanah di kota Semarang
c. Sebagai bahan masukan bagi peran serta masyarakat dalam pemanfaatan
air tanah sehingga memberikan manfaat yang berkelanjutan.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup dari pemanfaatan air tanah sangat luas dan merupakan suatu
sistem, sehingga dalam penelitian ini difokuskan pada sub sistem pemanfaatan dan
sub sistem konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang.
a. Sub Sistem pemanfaatan, meliputi:
- Pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat yang dikelola oleh PDAM
- Pemenuhan kebutuhan air bersih melalui sumur bor
- Pemenuhan kebutuhan industri yang meliputi: sebagai bahan baku
produksi dan bahan penunjang produksi
- Pemanfaatan air bersih untuk hotel dan restoran
b. Sub sistem konservasi pemanfaatan air tanah yang meliputi:
- Konservasi pemanfaatan air tanah untuk kebutuhan domestik, industri,
dan hotel di Kota Semarang
- Nilai ekonomi
- Nilai perolehan air (NPA)
- Kelembagaan

1.7. Strategi Kebijakan yang akan Disusun


Strategi kebijakan yang akan disusun meliputi:
a. Strategi untuk pemanfaatan air tanah meliputi:
- Jumlah maksimum air tanah yang boleh diambil di kota Semarang
- Nilai ekonomi
- Kelembagaan
b. Strategi untuk konservasi pemanfaatan air tanah meliputi:
1. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan pembatasan
pertumbuhan hotel dan hemat air
2. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan pembatasan
pertumbuhan industri yang menggunakan air tanah
11

3. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan mengurangi satuan


pemakaian air tanah
4. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan meningkatkan
kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal
5. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan gabungan antara
skenario 1 dan 2
6. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan dengan gabungan
antara skenario 1, 2, dan 3
7. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan gabungan antara
skenario 1, 2, 3, dan 4.
8. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan moratorium
pemanfaatan air tanah
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air Tanah


Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah, letaknya di daratan dengan pelamparan dapat sampai di bawah
dasar laut mengikuti sebaran serta karakteristik lapisan tanah atau batuan pada
cekungan air tanah. Air tanah dapat berada pada lapisan jenuh air (saturated zone),
lapisan tidak jenuh air (unsaturated zone), atau rongga-rongga dan saluran-saluran
dalam wujud sungai bawah tanah di daerah batugamping.
Air tanah berdasarkan letaknya terdiri atas 2 (dua) macam yaitu:
a. air tanah bebas (unconfined aquifer) yaitu air tanah yang bagian bawahnya
dilapisi oleh lapisan tanah yang kedap air (impermeable), sedangkan bagian
atasnya bebas (permeable) atau dibatasi oleh muka air tanah itu sendiri (water
table). Air tanah ini yang biasa digunakan oleh manusia untuk memenuhi
kebutuhan akan air minum maupun air bersih.
b. air tanah tertekan (confined aquifer) yaitu air tanah yang baik bagian atas
maupun bagian bawahnya dilapisi oleh lapisan tanah yang kedap air, jadi
pengisiannya dari suatu daerah yang disebut daerah umpan (recharge area).
Akuifer tertekan ini apabila dibor, maka airnya akan keluar ke atas permukaan
bumi sampai mencapai suatu batas imaginer yang disebut dengan garis
peizometric yaitu garis hayal yang ditarik dari daerah umpan. Air ini yang
disebut dengan sumur artesis. Air dapat menyembur ke atas permukaan bumi
mendekati garis peizometrik karena ada tekanan dari daerah umpan.
Akuifer terbentuk dari batuan sedimen yang belum mengalami konsolidasi
dan bertekstur seperti pasir dan pelbagai batuan sedimen yang bertekstur lebih
kasar. Lebih dari 98 persen dari semua air yang ada di daratan berada di bawah
permukaan tanah dalam pori-pori batuan dan bahan-bahan butiran. Dua persen
sisanya terlihat sebagai air di sungai, danau dan reservoir. Setengah dari dua
persen ini disimpan di reservoir buatan. Sembilan puluh delapan persen dari air di
bawah permukaan disebut air tanah dan digambarkan sebagai air yang terdapat
pada bahan yang jenuh di bawah muka air tanah. Dua persen sisanya adalah
kelembaban tanah.
13

2.2. Cekungan Air Tanah (CAT)


Cekungan air tanah (CAT) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan,
pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung (Undang-undang No. 7 tahun
2004).
Berdasarkan penyelidikan geologi dan morfologi yang dilakukan oleh Ditjen
Geologi dan Tata Lingkungan (2000) maka sistem air tanah di Jawa dan Madura
dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) mandala air tanah:
1. Mandala air tanah dataran: umumnya menempati darah pantai utara dan selatan,
setempat pada daerah bantaran banjir (flood plain) dan dataran antar gunung
api.Batuan penyusunnya terdiri atas material lepas berukuran lempung, kerakal,
setempat bongkah, dimana aliran air tanah berlangsung melalui ruang antar
buttir. Secara hidrologis daerah ini menunjukkan kandungan air tanah bebas
(unconfined aquifer) dan air tanah tertekan (confined aquifer) tinggi
2. Mandala kerucut gunung api: sebaran umumnya dibagian tengah pulau Jawa,
dimana pada kerucut gunung api dijumpai tekuk lereng (back in slope) yang
membedakan bagian puncak, bagian tubuh dan kaki gunung api. Litologi aquifer
berupa batuan piroklastik yang bersifat lepas- agak padu, serta lelehan lava
berstrukur vesikuler/scoria dengan intensitas sesar/patahan tinggi, sehingga
terjadi aliran air tanah yang berlangsung melaluiruang antar butir rekahan.
Produktivitas aliran semakin tinggi kea rah kaki gunung api.
3. Mandala air tanah karst: merupakan mandala air tanah dengan sistemaliranair
tanah yang khas terjadi pada batu gamping karst, yakni melalui celahan, rekahan
dan saluran pelarutan,sehingga produktivitas akuifer akan sangat tergantung
pada tingkat karstisipasinya. Sebaran di Pulau Jawa bagian utara yaitu dari
Rembang hingga Madura dan di bagian selatan yang terbentang dari Cilacap
hingga Pacitan.
4. Mandala air tanah perbukitan: dibentuk dari berbagai jenis batuan dengan tingkat
resisten terhadap proses pelapukan dan erosi yang sangat beragam, dimana
daerah dengan timbulan tajammencerminkan tingkat resistensi tinggi sehingga
aliran permukaan berlangsung dominan daripada peresapan.
Indonesia mempunyai potensi air tanah sebesar 485 x 109 m3 per tahun yang
terdiri dari air tanah bebas sebesar 472 x 109 m3 dan air tanah tertekan sebesar 12,6
14

x 109 m3. Dari potensi air tanah sebesar itu, sekitar 67% berada di Sumatra dan
Papua. Potensi air tanah yang besar tersebut keberadaannya merupakan cekungan
yang jumlahnya di Indonesia mencapai 391 buah, yang paling besar berada di Pulau
Jawa yaitu sekitar 80 buah dengan luasan 77.389 km2 atau sekitar 59% dari luas
total pulau Jaea dan Madura, dan yang potensi CAT yang paling kecil berada di
Pulau Bali yaitu sekitar 8 buah. Untuk lebih jelasnya sebaran dan potensi cekungan
air tanah di Indonesia disajikan dalam Tablel 1.

Tabel 1 Sebaran dan Potensi Cekungan Air Tanah di Indonesia


Jumlah Potensi Air Tanah (juta m3/th)
No. Wilayah
Cekungan Bebas Tertekan
1. Sumatera 44 115.500,00 4.306,00
2. Jawa 80 38.793,00 2.047,00
3. Bali 8 1.577,00 22,00
4. Nusa Tenggara 51 10.141,00 304,40
5. Kalimantan 18 69.410,00 19,00
6. Sulawesi 78 24.305,00 1.066,00
7. Maluku 69 12.029,00 1.231,00
8. Papua 43 200.535,00 3.594,00
Indonesia 391 472.290,00 12.589,40
Sumber: Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, 2004.

Diantara cekungan air tanah penggunaannya yang paling intensif adalah


yang berada di Jawa yaitu untuk memenuhi kebutuhan air bersih rumah tangga,
pertanian dan bahkan untuk industri. Pemanfaatan air tanah dalam untuk industri
dan jasa yang paling intensif dilakukan adalah di cekungan Jawa. Berdasarkan hasil
survei Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan (2006), bahwa terdapat 4 (empat)
CAT yang kondisinya cukup kritis, yaitu: (a) CAT Jakarta – Tangerang, (b) CAT
Bandung, (c) CAT Semarang Demak, dan (d) CAT Pasuruan,karena keempat
cekungan tersebut rata-rata sudah tergolong rawan dan kritis untuk pengambilan air
tanah pada kedalaman 40-150 meter. Distribusi CAT di pulau Jawa dan Madura
adalah:
1. Propinsi Banten ada 5 (lima) cekungan yaitu 3 (tiga) berada di cekungan lintas
kabupaten/kota, dan 2 (dua) berada pada lintas propinsi.
2. Propinsi DKI Jakarta terdapat 1 (satu) cekungan air tanah yang keberadaannya
ada pada lintas propinsi
15

3. Propinsi Jawa Barat terdapat 27 (dua puluh tujuh) cekungan air tanah, dimana 15
(lima belas) cekungan berada pada lintas kabupaten/kota, 8 (delapan) berada
dalam wilayah kabupaten/kota, dan 4 (empat) berada pada lintas propinsi
4. Propinsi Jawa Tengah terdapat 31 (tiga puluh satu) cekungan air tanah, dimana 6
(enam) berada dalam satu wilayah kabupaten/kota, 19 (Sembilan belas) berada
pada lintas kabupaten/kota, dan 6 (enam) berada pada lintas propinsi
5. Propinsi Jawa Timur terdapat 23 (dua puluh tiga) cekungan air tanah, dimana 6
(enam) berada dalam satu wilayah kabupaten/kota, 13 (tiga belas) berada pada
lintas kabupaten/kota, dan 4 (empat) berada dalam lintas propinsi.

2.3. Kriteria Pemanfaatan Air Tanah yang Berkelanjutan


Air tanah terdapat di bawah permukaan tanah baik berada di daratan
maupun di bawah dasar laut, mengikuti sebaran karakteristik tempat keberadaannya
yaitu dalam lapisan tanah atau batuan pada cekungan air tanah (CAT). Pengelolaan
air tanah didasarkan pada cekungan air tanah (Pasal 12 ayat (2) UU No. 7 Tahun
2004 Tentang Sumberdaya Air. Landasan Kebijakan Pengelolaan Air Tanah meliputi
(Ditjen Minerba, 2005):
1. Air tanah mempunyai peran yang penting bagi kehidupan dan penghidupan
rakyat Indonesia, mengingat fungsinya sebagai salah satu kebutuhan pokok
hidup.
2. Air tanah harus dikelola secara bijaksana, menyeluruh, terpadu,
berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan.
3. Pengelolaan air tanah secara teknis perlu disesuaikan dengan perilaku air
tanah meliputi keterdapatan, penyebaran, ketersediaan, dan kualitas air
tanah serta lingkungan keberadaannya.
4. Pengelolaan air tanah wajib mengacu kebijakan pengelolaan air tanah pada
cekungan air tanah, kebijakan ini mengacu pada UU No. 7 Tahun 2004
tentang Sumber daya air (SDA)
5. Kebijakan pengelolaan air tanah ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing.
6. Pengelolaan air tanah perlu diarahkan pada keseimbangan antara upaya
konservasi dan pendayagunaan air tanah yang terintegrasi dalam kebijakan
dan pola pengelolaan sumber daya air.
16

7. Kegiatan utama dalam pemanfaatan air tanah yang mencakup konservasi


pemanfaatan pemanfaatan air tanah diselenggarakan untuk mewujudkan:

 Kelestarian dan kesinambungan ketersediaan air tanah


 Kemanfaatan air tanah yang berkelanjutan

Kriteria pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan meliputi:

a. Debit pengambilan (Q) masing-masing sumur < 10 lt/detik


b. Lama pengambilan (t) masing-masing sumur < 8 jam/hari
c. Jarak antar sumur > 1.000 meter
d. Q pemanfaatan < Q recharge
e. WTP (p) > WTP (PDAM)
f. Kebutuhan air baku < 70% dari air tanah
g. Muka air tanah (mat) stabil
h. Pengusaha air tanah membuat sumur resapan ≥ 1 buah

Sedangkan kriteria kerusakan air tanah meliputi:


• Debit pengambilan (Q) masing-masing sumur > 10 lt/detik
 Lama pengambilan (t) masing-masing sumur > 8 jam/hari
 Jarak antar sumur < 1.000 meter
 Q pemanfaatan > Q recharge
 WTP (p) < WTP (PDAM)
 Muka air tanah (mat) setiap tahun mengalami penurunan
 Setiap tahun terjadi laju penurunan tanah (subsident)

2.4. Analisis Kebijakan


Kebijakan adalah suatu keputusan untuk bertindak yang dibuat atas nama
suatu kelompok sosial,yang memiliki implikasi yang kompleks dan yang bermaksud
mempengaruhi anggota kelompok dengan penetapan sangsi-sangsi (Mayer. Et al.
1982 dalam Shawan. 2002). Sedangkan menurut James E.Anderson kebijakan
adalah arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang actor
atau sejumlah actor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu perubahan (Dunn.
N. William. 2003).
17

Membuat atau merumuskan suatu kebijakan yaitu kebijakan pemerintah


tidaklah mudah, banyak factor berpengaruh terhadap proses pembuatannya. Proses
pembentukan kebijakan pemerintah yang rumit dan sulit harus diantisipasi sehingga
akan mudah dan berhasil saat diimplementasikan.
Dalam hal ini, para pembuat kebijakan harus menentukan identitas
permasalahan kebijakan. Dengan cara mengidentifikasi problem yang tiumbul
kemudian merumuskannya. Dalam perumusan kebijakan pemerintah, yaitu kegiatan
menyusun dan mengembangkan serangkaian tindakan untuk memecahkan
masalah.
Analisis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin dan profesi yang
tujuannya bersifat deskriptif, evaluatif, dan prospektif. Selanjutnya analisis kebijakan
adalah sebuah disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode
penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang ada
hubungannya dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat publik dalam
rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan (Dunn. 2003), sehingga kebijakan
bukanlah berdiri sendiri (single decision) dalam proses kebijakan dalam sistem
politik, tetapi bagian dari proses antar hubungan. Jadi kebijakan dapat dikatakan
sebagai suatu alat pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran.
Analisis kebijakan adalah salah satu diantara sejumlah banyak faktor lainnya
didalam sistem kebijakan. Suatu sistem kebijakan (policy system) atau seluruh pola
institusional dimana didalamnya kebijakan dibuat, yang mencakup hubungan timbal
balik antar tiga unsur, yaitu kebijakan publik, pelaku kebijakan dan lingkungan
kebijakan. Sistem kebijakan adalah produk manusia yang subyektif yang diciptakan
melalui pilihan-pilihan yang sadar oleh para pelaku kebijakan. Hubungan tiga elemen
penting di dalam suatu sistem kebijakan disajikan dalam Gambar 3 (Dunn N.
William. 2003).
18

Pelaku
Kebijakan
Penegakan hokum
Instansi Pemerintah Kesejahteraan
Pemimpin Ekonomi
Anailis kebijakan

Lingkungan Kebijakan
Kebijakan Publik
Industri
Masyarakat
Pengusaha

Gambar 3 Hubungan tiga elemen kebijakan (Dunn N.William. 2003)

Kebijakan publik (public policy) merupakan rangkaian pilihan yang kurang


lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak)
yang dibuat oleh badan dan pejabat pemerintah, yang diformulasikan didalam
berbagai bidang, termasuk lingkungan hidup.
Definisi dari masalah kebijakan tergantung pula pada pola keterlibatan pelaku
kebijakan (policy stakeholder) yang khusus, yaitu para individu atau kelompok
individu yang mempunyai andil didalam kebijakan karena mereka mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh keputusan pemerintah.
Sedangkan lingkungan kebijakan (policy environment) yaitu konteks khusus
dimana kejadian-kejadian disekeliling isu kebijakan terjadi, mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh pembuat kebijakan dan kebijakan publik. Kebijakan operasional
dari suatu lembaga adalah didasarkan pada suatu pijakan landasan kerja. Landasan
kerja inilah yang merupakan dasar dari kebijakan yang ditempuh atau dengan kata
lain kebijakan merupakan suatu dasar bagi pelaksanaan kegiatan atau pengambilan
keputusan. Menurut Wahab dalam Tangkilisan (2005) faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja kebijakan adalah: (a) organisasi atau kelembagaan, (b)
kemampuan politik dari penguasa, (c) pembagian tugas, tanggung jawab dan
wewenang, (d) kebijakan pemerintah yang bersifat tak remental, (e) proses
perumusan kebijakan pemerintah yang baik, (f) aparatur evaluasi yang bersih dan
berwibawa serta profesional, (g) biaya untuk melakukan evaluasi, (h) tersedianya
data dan informasi sosial ekonomi yang siap dimanfaatkan oleh penilai kebijakan.
19

Dalam pelaksanaan suatu kebijakan formal sangat tergantung pada


bagaimana kebijakan itu diimplementasikan dan diberlakukan keputusan tersebut
kepada masyarakat. Pengimplementasian penyusunan suatu kebijakan sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ialah: (a) seberapa jauh wewenang
yang diberikan oleh badan eksekutif, (b) karakteristik dan badan eksekutif, (c)
metode yang digunakan untuk menggunakan sumberdaya alam dan peraturan yang
digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya alam tersebut. Dengan adanya faktor-
faktor tersebut sehingga membuat kebijakan menjadi dinamis.
Suatu kebijakan kadang terlihat irasional, karena kebijakan yang diterima
oleh suatu masyarakat belum tentu dapat diterima oleh masyarakat lainnya,
sehingga kebijakan itu harus diformulasikan sedemikan rupa sesuai dengan
fungsinya yaitu sebagai pengarah, penyedia dan sekaligus sebagai kontrol
kewenangan dan tanggung jawab masing-masing pelaku kegiatan.
Pemilihan dalam pengambilan kebijakan yang baik dan tepat dapat dipenuhi
dengan menggunakan beberapa kriteria kebijakan, menurut Abidin (2000) ada
beberapa kriteria kebijakan yang dapat digunakan dantara adalah:
1. Efektifitas (efectiveness); mengatur apakah suatu pemilihan sasaran
yang dicapai dengan suatu alternatif kebijakan dapat menghasilkan
tujuan akhir yang diinginkan. Jadi satu strategi kebijakan dipilih dan dilihat
dari kapasitasnya untuk memenuhi tujuan dalam rangka memecahkan
permasalahan masyarakat,
2. Efisiensi (econimic rationality); mengukur besanya pengorbanan atau
ongkos yang harus dikeluarkan untuk mencapai tujuan atau efektifitas
tertentu,
3. Cukup (adequacy); mengukur pencapaian hasil yang diharapkan dengan
sumberdaya yang ada;
4. Adil (equity); mengukur hubungan dengan penyebaran atau pembagian
hasil dan aongkos atau pengorbanan diantara berbagai pihak dalam
masyarakat,
5. Terjawab (responsiveness); dapat memenuhi kebutuhan atau dapat
menjawab permasalahan tertentu dalam masyarakat,
6. Tepat (apropriateness); merupakan kombinasi dari kriteria yang
disebutkan sebelumya.
20

2.5. Pemodelan dengan Interpretasi Struktur (Interpretative Structural


Modelling)

Pemodelan dengan interpretasi struktur (Interpretative structural Modelling -


ISM) merupakan salah satu teknik pemodelan yang dikembangkan untuk
perencanaan kebijakan strategis. Menurut Eryatno (1998) dalam Marimin (2004),
ISM adalah proses pengkajian kelompok (grouping learning proces) dimana model-
model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari satu sistem
melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta
kalimat. ISM menganalisis sebuah elemen dari elemen-elemen dan menyajikan
dalam bentuk grafikal dari setiap hubungan langsung dan tingkatannya. Elemen
mungkin saja menjadi obyek dari kebijakan, tujuan dari suatu organisasi, faktor-
faktor penilaian, dan lain-lain. Saxena (1992) dalam Marimin (2004) menyebutkan
sembilan elemen yang dapat dianalisis dengan pendekatan ISM yaitu: (1) sektor
masyarakat yang terpengaruhi, (2) kebutuhan program, (3) kendala utama, (4)
perubahan yang dimungkinkan, (5) tujuan program, (6) tolak ukur guna menilai
tujuan, (7) aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan, (8) ukuran
aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas, dan (9)
lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program.
Selanjutnya untuk setiap elemen dijabarkan menjadi sebuah subelemen.
Dalam suatu kajian dengan menggunakan ISM, analisis dapat dilakukan terhadap
semua elemen seperti di kemukakan di atas atau hanya sebagian elemen saja
tergantung tujuan yang ingin dicapai dalam kajian yang dilakukan. Apabila hanya
sebagian elemen yang dikaji, maka penentuan elemen-elemennya, didasarkan pada
hasil pendapat pakar termasuk penyusunan subelemen pada setiap elemen yang
terpilih. Setelah ditetapkan elemen dan subelemen, selanjutnya ditetapkan
hubungan kontekstual antara subelemen yang terkandung adanya suatu
pengarahan (direction) dalam terminologi subordinat yang menuju pada
perbandingan berpasangan seperti apakah tujuan A lebih penting dari tujuan B.
Perbandingan berpasangan yang menggambarkan keterkaitan antara subelemen
atau tidaknya hubungan kontekstual dilakukan oleh pakar. Beberapa keterkaitan
antara subelemen dengan teknik ISM dapat dilihat seperti pada Tabel 2.
21

Tabel 2 Keterkaitan antara subelemen pada teknik ISM


No. Jenis Interpretasi
1. Perbandingan (comparatif) A lebih penting/besar/indah, daripada B.
2. Pernyataan (definitive)  A adalah atribut B
 A termasuk di dalam B
 A mengartikan B
3. Pengaruh (influence)  A meneyebabkan B
 A adalah bagian penyebab B
 A mengembangkan B
 A menggerakkan B
 A meningkatkan B
4. Keruangan (spatial)  A adalah selatan/utara B
 A diatas B
 A sebelah kiri B
5. Kewaktuan (temporal/time scale)  A mendahului B
 A mengikuti B
 A mempunyai prioritas lebih dari B
Sumber: Marimin. 2004

Untuk menyajikan tipe hubungan kontekstual dengan teknik ISM, digunakan


empat simbol yang disebut VAXO (Eryatno. 2007), dimana:
V = untuk relasi dari elemen Ei sampai Ej, tetapi tidak berlaku untuk sebaliknya
A = untuk relasi dari elemen E j sampai Ei, tetapi tidak berlaku untuk sebaliknya
X = untuk interelasi antara elemen Ei sampai Ej (berlaku untuk kedua arah)
O = untuk merepresentasikan bahwa Ei sampai Ej, tidak ada keterkaitan.

2.6. Nilai Ekonomi


Nilai ekonomi (economic values) dalam paradigma neoklasik dapat dilihat dari
sisi kepuasan konsumen (preferences of consumers) dan keuntungan perusahaan
(profit of firms). Dalam hal ini konsep dasar yang digunakan adalah surplus ekonomi
(economic surplus) yang diperoleh dari penjumlahan surplus oleh konsumen
(consumers surplus; CS) dan surplus oleh produsen (producers surplus; PS).
Surplus konsumen terjadi apabila jumlah maksimum yang mampu konsumen
bayar lebih besar dari jumlah yang secara aktual harus dibayar untuk mendapatkan
barang atau jasa. Selisih jumlah tersebut disebut consumers surplus (CS) dan tidak
dibayarkan dalam konteks memperoleh barang yang diinginkan. Sementara itu,
surplus produser (PS) terjadi ketika jumlah yang diterima oleh produsen lebih besar
dari jumlah yang harus dikeluarkan untuk memproduksi sebuah barang atau jasa.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, pada dasarnya valuation merujuk
22

pada kontribusi sebuah komoditas untuk mencapai tujuan tertentu. Nilai sebuah
komoditas tergantung dari tujuan spesifik dari nilai itu sendiri. Dalam pandangan
neoklasik, nilai sebuah komoditas terkait dengan tujuan maksimisasi
utilitas/kesejahteraan individu.
Dengan demikian apabila ada tujuan lain, maka ada “nilai” yang lain pula.
Berbeda dengan pandangan neoklasik, dalam pandangan ecological economics,
tujuan economic valuation tidak semata terkait dengan maksimisasi kesejahteraan
individu, melainkan juga terkait dengan tujuan keberlanjutan dan keadilan distribusi.
Economic valuation berbasis pada kesejahteraan individu semata tidak menjamin
tercapainya tujuan keberlanjutan dan keadilan distribusi tersebut. Dalam konteks ini,
menyatakan bahwa perlu ada ketiga nilai tersebut yang berasal dari tiga tujuan dari
penilaian itu sendiri, yaitu tujuan efisiensi, keadilan dan keberlanjutan.
Selanjutnya dikatakan bahwa Ilmu Ekonomi Lingkungan menerangkan bahwa
kerusakan lingkungan merupakan masalah ekternalitas yang akan mengarah pada
kegagalan pasar, karena tidak memungkinkan untuk membeli atau menjual aset
lingkungan dalam pasar karena tidak adanya harga pasar, sehingga barang dan jasa
lingkungan tidak diperdagangkan dalam pasar. Dengan demikian produser dan
konsumer mengesampingkan masalah lingkungan dalam membuat keputusannya.
Pengenyampingan aset lingkungan ini dalam keputusan mereka menyebabkan
terjadinya penggunaan sumberdaya lingkungan yang tidak efisien, sehingga
menimbulkan kerusakan. Untuk mengatasi tidak adanya nilai ini maka perlu adanya
valuasi melalui pemberian nilai moneter (monetizing), sehingga memiliki basis dalam
membandingkan antara perlindungan dan pemanfaatan lingkungan.
Nilai ekonomi suatu komoditas (good) atau jasa (service) lebih diartikan
sebagai ”berapa yang harus dibayar” dibanding ”berapa biaya yang harus ikeluarkan
untuk menyediakan barang/jasa tersebut”. Dengan demikian, apabila lingkungan dan
sumberdayanya eksis serta menyediakan barang dan jasa bagi manusia, maka
”kemampuan membayar” (willingness to pay) merupakan proxy bagi nilai
sumberdaya tersebut, tanpa memasalahkan apakah manusia secara nyata
melakukan proses pembayaran (payment) atau tidak.
Apa yang dinilai dalam ekonomi lingkungan terdiri dari dua kategori yang
berbeda, yakni:
23

1. Nilai preferensi masyarakat terhadap perubahan lingkungan, sehingga


masyarakat memiliki preferensinya dalam tingkat risiko yang dihadapi dalam
hidupnya, sehingga memunculkan keinginan untuk membayar willingnes to pay
(WTP) agar lingkungan tidak terus memburuk. Hal ini termasuk dalam kategori
valuasi ekonomi (economic valuation), yang sering dinyatakan dalam kurva
permintaan (demand curve) terhadap lingkungan.
2. Sumberdaya alam dan lingkungan sebagai asset kehidupan memiliki nilai
intrinsic. Hal ini merupakan bentuk dari nilai ekonomi secara intrinsic (intrinsic
values) dari eksistensi sumberdaya alam dan lingkungan.
III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di kota Semarang dengan mengambil kekhususan
kebijakan pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan, sedangkan waktu pelaksanaan
selama 6 (enam) bulan yang dimulai pada bulan Maret 2010, dengan tahapan-
tahapan penelitian adalah: persiapan, pengambilan data lapangan pengolahan dan
analisis data sampai penulisan Tesis.

3.2. Rancangan Penelitian


Penelitian ini dirancang sebagai penelitian studi kasus (Yin. 2002) dengan 5
(lima) tahapan kegiatan penelitian yaitu: (a) studi potensi sumberdaya air tanah dan
sumberdaya manusia wilayah kota Semarang, (b) identifikasi pemanfaatan air tanah
sebagai sumber air bersih, (c) Identifikasi kebijakan pemanfaatan air tanah sebagai
sumber air bersih, (d) analisis kebijakan pengelolaan air tanah dalam yang
berkelanjutan, dan (e) strategi kebijakan pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan
di kota Semarang.

3.3. Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari hasil pengamatan langsung yang berupa wawancara dengan
masyarakat pemakai air tanah dan para pakar. Data sekunder diperoleh dari
berbagai pustaka berupa buku, laporan penelitian, jurnal dan data lainnya yang
bersumber dari berbagai instansi/lembaga yang berkaitan dengan penelitian tentang
kebijakan tata laksana pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih. Jenis dan
sumber data secara ringkas disajikan dalam Tabel 3.

3.4. Teknik Penentuan Responden


Pemilihan responden disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan jumlah
responden yang akan diambil yaitu responden yang dapat mewakili dan memahami
permasalahan yang diteliti. Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan
Expert survey yanag dibagi dalam 2 (dua) cara yaitu:
25

Tabel 3 Jenis, Sumber Data dan Metode Analisis Strategi Pemanfaatan Air
Tanah sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang
Tujuan Jenis Output yang
No Bentuk Data Sumber Data Metode Analisis
Khusus Data Dihasilkan
Hasil
Identifikasi Primer
wawancara
potensi SDA Teridentifikasinya
Laporan  Dinas/instansi
1. dan SDM Deskriptif potensi wilayah
tahunan terkait
wilayah Kota Sekunder Kota Semarang
dinas/instansi  Responden terpilih
Semarang
terkait
Peraturan Teridentifikasinya
perundangan peraturan
Identifikasi
yang perundangan
kebijakan Deskriptif/konten
2. Sekunder berkaitan dg Dinas/instansi terkait yang mendukung
pemanfaatan analisis
air tanah konservasi
air tanah
pemanfaatan air
tanah
Analisis Hasil Teridentifikasinya
Primer
kebutuhan wawancara ketersediaan air
 Dinas/instansi
dan Laporan Deskriptif, tanah dalam
terkait
3.. ketersediaan tahunan analisis sebagai sumber
 Responden
air bersih Sekunder dinas/instansi kebutuhan air bersih dan
terpilih/Pendapat
Kota terkait kebutuhan air di
pakar
Semarang Kota Semarang
Analisis Hasil
Primer Model strategi
strategi wawancara
 Dinas/instansi  ISM kebijakan
kebijakan Laporan terkait  Nilai Ekonomi pemanfaatan air
4. pemanfaatan tahunan
 Responden  Kebutuhan tanah yang
air tanah di Sekunder dinas/instansi
kota
terpilih/Pendapat  Skenario berkelanjutan di
terkait kota Semarang
pakar kebijakan
Semarang
Sumber: Hasil identifikasi. 2010.

1. Responden dari masyarakat selain pakar di lokasi penelitian dilakukan


dengan menggunakan metode Random sampling secara Proporsional
(Walpole. 1995),
2. Responden dari kalangan pakar.
Responden pakar dipilih secara sengaja. Responden yang dipilih memiliki
kepakaran sesuai dengan bidang yang dikaji. Beberapa pertimbangan dalam
menentukan pakar yang akan dijadikan responden menggunakan criteria
sebagai berikut:
a. Memiliki pengalaman yang kompeten sesuai dengan bidang yang dikaji,
b. Memiliki reputasi, kedudukan/jabatan dalam kompetensinya dengan
bidang yang dikaji,
26

c. Memiliki kredibilitas yang tinggi, bersedia, dan atau berada pada lokasi
yang dikaji.

3.4. Metode Analisis Data


3.4.1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah analisis untuk mengetahui kondisi atau gambaran
umum lokasi penelitian, yang berupa kondisi fisik, kondisi sosial ekonomi, dan
sarana dan prasarana, serta budaya masyarakat setempat berkaitan dengan
pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih di kota Semarang.

3.4.2. Analisis Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah


a. Analisis peraturan perundangan
Analisis peraturan perundangan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
sejauh mana peraturan tersebut diterapkan. Dalam analisis ini meliputi Undang-
undang sampai pada perauran daerah (Peraturan Gubernur, SK Gubernur, bahkan
SK Walikota/Bupati) tentunya yang ada kaitannya dengan pemanfaatan air tanah.
Pendekatan yang digunakan adalah content analysis

b. Interpretative Structural Modeling (ISM) Pemanfaatan Air Tanah untuk


Kebutuhan Air Bersih di Kota Semarang

Salah satu teknik yang dapat dipergunakan untuk merumuskan


perencanaan strategis dari suatu sistem adalah “Interpretative Structural Modeling “
(ISM), yakni teknik pemodelan deskriptif yang merupakan alat stukturisasi untuk
suatu hubungan langsung, yang bersangkut paut dengan interpretasi dari suatu
objek yang utuh atau perwakilan system melalui aplikasi teori grafis secara
sistematis dan iteratif (Suxena et al. 1992). Eriyatno (2007) menyatakan bahwa
teknik ISM merupakan suatu proses pengkajian kelompok (group learning process)
dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks
dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan
menggunakan grafis dan kalimat.
Prinsip dasarnya adalah identifikasi dan struktur didalam suatu sistem akan
memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan
pengambilan keputusan yang lebih tinggi. Dalam teknik ISM, program yang ditelaah
perjenjangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen dimana setiap elemen
27

selanjutnya diuraikan menjadi sejumlah subelemen. Studi dalam perencanaan


program yang terkait memberikan pengertian mendalam terhadap berbagai elemen
dan peranan kelembagaan guna mencapai solusi yang lebih baik dan mudah
diterima. Teknik ISM memberikan basis analisa dimana informasi yang dihasilkan
sangat berguna dalam formulasi kebijakan serta perencanaan strategis. Menurut
Suxena (1992) dalam Eriyatno (2003) bahwa model struktur untuk kebijakan dapat
dibagi menjadi sembilan elemen yang saling berkaitan yang digambarkan pada
Gambar 4. Adapun masing-masing elemen yaitu :
1. Sektor masyarakat yang terpengaruhi
2. Kebutuhan program
3. Kendala utama
4. Perubahan yang dimungkinkan
5. Tujuan program
6. Tolak ukur guna menilai tujuan
7. Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan
8. Ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas
9. Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program.

Masalah

Perubahan
Lembaga yang Kebutuhan yang
terkait dimungkinkan

Program yang
Msyarakat
Aktivitas yang dikerjakan
yang
dibutuhkan
terpengaruh

Tolok ukur Tujuan


Kendala utama
prorgam

Gambar 4 Keterkaitan antar elemen dalam ISM

Setiap elemen yang dikaji dijabarkan menjadi sejumlah subelemen


menggunakan masukan dari pakar. Untuk analisis dapat dilakukan terhadap semua
elemen seperti di kemukakan di atas atau hanya sebagian elemen saja tergantung
tujuan yang ingin dicapai dalam kajian yang dilakukan. Apabila hanya sebagian
28

elemen yang dikaji, maka penentuan elemen-elemennya, didasarkan pada hasil


pendapat pakar termasuk penyusunan subelemen pada setiap elemen yang terpilih
lalu ditetapkan hubungan kontekstual antar subelemen yang memungkinkan
pengarahan tertentu. Berdasarkan tujuan dan konsultasi dengan pakar, maka
elemen yang dipilih dalam penelitian ini adalah:

1. Kebutuhan program
2. Kendala utama
3. Tujuan program
4. Lembaga yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan
Keseluruhan proses tahapan teknik ISM dari mulai tahap penyusunan hirarki
sampai analisis dapat dilihat pada Gambar 5. Melalui teknik ISM, model yang tidak
jelas ditransformasikan menjadi sistem yang tampak (Eriyatno, 2002). Berdasarkan
pertimbangan hubungan kontekstual maka disusunlah Structural Self-interaction
Matrix (SSIM). Contoh matriks SSIM dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Contoh matiks SSIM.


Sub Elemen Tujuan ke-j
Sub Elemen Tujuan ke-i 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 X V V A A O O X V
2 X O O X V V V V
3 X A A X X V V
4 X V O O O O
5 X V V V A
6 X A A O
7 X X X
8 X O
9 X

Teknik ISM disusun berdasarkan hubungan kontekstual dengan


menggunakan simbol V,A,X dan O dimana :
V ... hubungan dari elemen Ei terhadap Ej, tetapi tidak sebaliknya.
A... hubungan dari elemen Ej terhadap Ei, tetapi tidak sebaliknya.
X... hubungan interrelasi antara Ei dan Ej (dapat sebaliknya)
O ..Ei dan Ej tidak ada hubungan.
Hubungan tersebut diterjemahkan kedalam matriks biner dengan aturan
konversi sebagai berikut :
29

 Jika hubungan Ei terhadap Ej = V didalam SSIM, maka elemen Eij = 1 dan Eji = 0.
 Jika hubungan Ei terhadap Ej = A didalam SSIM, maka elemen Eij = 0 dan Eji = 1
 Jika hubungan Ei terhadap Ej = X didalam SSIM, maka elemen Eij = 1 dan Eji = 1
 Jika hubungan Ei terhadap Ej = ) didalam SSIM, maka elemen Eij = 0 dan Eji = 0
Simbol 1 adalah terdapat atau ada hubungan kontekstual, sedangkan simbol
0 tidak terdapat atau tidak ada hubungan kontekstual antara elemen i dan j dan
sebaliknya. Setelah SSIM terbentuk, kemudian dibuat tabel Reachability Matrix
dengan mengganti simbol V, A, X, dan O menjadi bilangan 1 atau 0.
Klasifikasi sub elemen mengacu pada hasil olahan dari Reachability Matrix
(RM) yang telah memenuhi aturan transitivitas. Hasil olahan didapatkan nilai Driver-
Power (DP) dan nilai Dependence (D) untuk menentukan klasifikasi subelemen.
Secara garis besar klasifikasi subelemen digolongkan dalam empat sektor, yaitu :
a. Sektor 1; weak driver – weak dependence variables (AUTONOMUS).
Subelemen yang termasuk dalam sektor ini pada umumnya tidak berkaitan
dengan sistem, dan mungkin mempunyai hubungan sedikit, meskipun hubungan
tersebut bisa saja kuat. Subelemen yang masuk pada sektor 1 jika; nilai DP ≤
0.5X dan D ≤ 0.5X, X adalah jumlah subelemen.
b. Sektor 2; weak driver – strongly dependence variables (DEPENDENCE).
Umumnya subelemen yang masuk pada sector ini adalah subelemen yang
tindakan bebas. Subelemen yang masuk pada sektor 2; jika nilai DP ≤ 0.5X dan
D > 0.5X, X adalah jumlah subelemen.
c. Sector 3; strong driver – strongly dependent variables (LINGKAGE). Subelemen
yang termasuk dalam sector ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan
antara subelemen tidak stabil. Setiap tindakan pada subelemen akan
memberikan dampak terhadap subelemen lainnya dan pengaruh umpan baliknya
dapat memperbesar dampak. Subelemen yang masuk sektor 3; jika nilai DP >
0.5X dan D > 0.5X, X adalah jumlah subelemen.
d. Sektor 4; strong driver – weak dependence variables (INDEPENDENT).
Subelemen yang masuk dalam sector ini merupakan bagian sisa dari sistem dan
disebut peubah bebas. Subelemen yang masuk sektor 4 jika: nilai DP > 0.5X
dan D ≤ 0.5X, X adalah jumlah sub elemen.
30

Untuk mengetahui keterkaitan antara sub elemen pada teknik ISM dapat
dilihat pada Gambar 5, sedangkan tahapan teknik ISM dapat dilihat pada Gambar 6
Secara ringkas deskripsi tahapan-tahapan teknik ISM sebagai berikut.
a. Indentifikasi elemen; Elemen sistem diidentifikasi dan di daftar, yang diperoleh
melalui penelitian, brainstorming, dan sebagainya.
b. Hubungan kontekstual: sebuah hubungan kontekstual antar elemen dibangun,
tergantung pada tujuan pemodelan.

E2, E5, E6 9
Sektor IV 8
Sektor III

E9
6

5 E1, E3, E7, E8

0 1 2 3 4 4 5 6 7 8 9
3

1 Sektor II E4
Sektor I
0

Gambar 5 Koordinat hasil matriks reachability diplot kedalam matriks driver power
dependent

c. Matriks interaksi tunggal terstruktur (Structural Self-Interaction Matrix/SSIM)


dengan menggunakan simbol V, A, X, dan O.
d. Matriks Reachability (Reachability Matrix/RM): Dengan mengubah simbol-simbol
SSIM ke dalam sebuah matriks biner.
e. Tingkat partisipasi dilakukan untuk mengklasifikasi elemen-elemen dalam level-
level yang berbeda dari struktur ISM.
f. Matriks Coninical; Pengelompokan elemen-elemen dalam level yang sama.
g. Digraph; Adalah konsep yang berasal dari Directional Graph, sebuah grafik dari
elemen-elemen yang saling berhubungan secara langsung, dan level hirarki.
h. Interpretative Structural Modeling; ISM dibangkitkan dengan memindahkan
seluruh jumlah elemen dengan deskripsi elemen aktual. Oleh sebab itu, ISM
31

memberikan gambaran yang sangat jelas dari elemen-elemen sistem dan alur
hubungannya.
Struktur model yang dihasilkan dapat digunakan untuk memprediksi daya
dukung air tanah di kota Semarang dalam memenuhi kebutuhan sumber air baku
untuk air bersih, dengan mengasumsikan tingkat pertumbuhan penduduk pertahun
dalam jumlah tertentu. Sebaliknya juga dapat diketahui berapa umur ekonomis air
tanah di kota Semarang tidak dikonservasi pemanfaatannya secara terpadu (akan
terjadi krisis air tanah). Prediksi tersebut dihasilkan melalui simulasi model dengan
menggunakan atribut yang sudah dibangun sebelumnya. Adapun tujuan dari
penggunaan model ISM adalah: (a) Menentukan elemen-elemen kunci dalam
pemanfaatan air tanah di kota Semarang sebagai sumber air bersih yang
berkelanjutan, (b) Menentukan subelemen pada masing-masing elemen, (c)
Menentukan level dependen dan rangking driver power, (d) Merumuskan desain
struktur pemanafaatan air tanah di kota Semarang sebagai sumber air bersih yang
berkelanjutan.

c. Analisis Nilai Ekonomi


Metode nilai ekonomi digunakan untuk mengestimasi besarnya biaya yang
dikeluarkan penduduk dalam memanfaatkan air tanah. Pada prinsipnya metode nilai
ekonomi didasarkan kepada WTP (Wilingness to pay) yang dikeluarkan oleh
penduduk dalam memanfaatkan air tanah untuk keperluan industri, domestik, usaha
komersial dan usaha yang lainnya. Pelaksanaan analisis nilai ekonomi air tanah di
kota Semarang berdasarkan pada manfaat langsung, manfaat tidak langsung dan
manfaat eksisting

NET = NGL + NGTL + NG E .......................... (1)

NET = NIlai ekonomi total


NGL = Nilai guna langsung
NGTL = Nilai guna tidak langsung
NGE = Nilai guna eksisting
32

PROGRAM

Uraikan program menjadi perencanaan program

Uraikan setiap elemen menjadi sub elemen

Tentukan hubungan kontekstual antara sub elemen pada setiap elemen

Susunlah SSIM untuk setiap elemen

Bentuk Reachability Matix setiap elemen

Uji matriks dengan aturan transtivity

Ok ? Modifikasi SSIM
No

Yes

Tentukan level melalui Tetapkan Drive dan Drive


pemilihan Power setiap subelemen

Ubah RM menjadi
format lower Tentukan Rank dan Hirarki
triangular RM dari subelemen

Susun diagram dari Tetapkan Drive Dependence


lower triangular RM Matrix setiap elemen

Plot Subelemen pada empat


Susun ISM dari setiap sektor
elemen

Klasifikasi Subelemen pada


empat peubah kategori

Gambar 6 Diagram alir deskriptif teknik ISM (Suxena, 1992 dalam Marimin,
2004).
33

Untuk mengetahui nilai ekonomi menggunakan metode kontingensi yaitu


dengan pendekatan kesediaan membayar dan dibayar dari pemakai air tanah.
Kepada pemakai air tanah ditanyakan langsung kesediaan mereka membayar untuk
tetap menggunakan air tanah, dan berapa besar yang tersedia mereka terima
sebagai pengganti apabila tidak boleh menggunakan air tanah dalam waktu tertentu.
Waktu dalam penelitian ini dibatasi hanya 1 (satu) tahun (Darusman, 2004).

3.4.3. Analisis Kebutuhan Air


Dalam analisis kebutuhan air kota Semarang asumsi-asumsi yang digunakan
adalah:
a. Kebutuhan air domestik terdiri dari kebutuhan air penduduk dan fasilitas
umum
b. Kebutuhan air bersih penduduk adalah 150 lt/orang/hari (Kimpraswil.
2003)
c. Kebutuhan air untuk fasilitas umum yang memanfaatkan air 12.5% dari
pemanfaatan air penduduk (Sunarto dalam Oky Setiyandito. 2006)
d. Kebutuhan air industri yang memanfaatkan air tanah 90% (Dinas ESDM
Jateng. 2009)
e. Kebutuhan air hotel yang memanfaatkan air tanah 90% (Dinas ESDM
Jateng.2009)
Kebutuhan air bersih yang disuplai dari air tanah terdiri dari: domestik,
industri, dan hotel, sehingga formilasinya adalah:

KAT = KD + KI + KH ……………………………. (2)


KAT = Kebutuhan air tanah
KD = Kebutuhan air bersih domestik
KI = Kebutuhan air bersih industri
KH = Kebutuhan air bersih hotel

3.4.4. Analisis Imbuh Air Tanah


Imbuh air tanah adalah adalah air hujan yang jatuh pada suatu daerah
dan mampu menambah air tanah secara alamiah pada cekungan air tanah.
sehingga ketersediaan air tanah adalah:
34

Vt = Vt-1 – KAt + It …………………………… (3)


Vt = Volume air tanah (m3)
Vt1 = Volume air tanah saat ini (m3)
KA1 = Kebutuhan air tanah (m3)
It = Imbuh air tanah (m3)

3.4.5. Penurunan muka air tanah (MAT)


Akibat pengambilan air tanah yang intensif yang tidak seimbang dengan
imbuhannya, maka terjadi penurunan muka air tanah (MATt). Besarnya penurunan
MATt adalah muka air tanah saat ini (MAT0) dibanding tebal akuifer (MAT) yang
dapat diformulasikan sebagai berikut:

VAt1
MATt = MAT x -------- ........................................ (4)
VAt

MATt = penurunan muka air tanah (m)


MAT = tebal akuifer (m)
VAt = volume air tanah total (106 m3)
VAt1 = volume air tanah saat ini (106 m3)

3.4.6. Hubungan antara Ketersediaan Air Tanah Dalam dan Penurunan Muka
Air Tanah (MAT)

Setelah ketersediaan air di kota Semarang diketahui setiap tahunnya


tentunya diikuti dengan penurunan muka air tanah karena pemanfaatannya yang
melampaui imbuhnya. Tipikal hubungan antara ketersediaan air tanah dan
penurunan MAT disajikan dalam Gambar 7.
35

Vol. air tanah (10 m )


3

Tinggi MAT (m)


6

Waktu

Ketersediaan air tanah Penurunan MAT

Kebutuhan air Safety Yield

Gambar 7 Tipikal hubungan ketersediaan air tanah dengan penurunan muka


air tanah

3.5. Penyusunan Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah yang


Berkelanjutan

Dalam penyusunan strategi kebijakan pemanfaatan air tanah sebagai sumber


air bersih kota Semarang sesuai dengan tujuan dan ruang lingkup penelitian yaitu
strategi pemanfaatan dan startegi konservasi pemanfaatan air tanah. Sebelum
menginjak pada strategi baik untuk pemanfaatan maupun konservasi pemanfaatan
terlebih dahulu dibuat kriteria pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan dan kriteria
air tanah yang rusak.

Kriteria pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan meliputi:


a. Debit pengambilan (Q) masing-masing sumur < 10 lt/detik
b. Lama pengambilan (t) masing-masing sumur < 8 jam/hari
c. Jarak antar sumur > 1.000 meter
d. Q pemanfaatan < Q recharge
e. WTP (p) > WTP (PDAM)
f. Kebutuhan air baku < 70% dari air tanah
g. Muka air tanah (mat) stabil
h. Pengusaha air tanah membuat sumur resapan ≥ 1 buah
Masing-masing subkriteria tersebut dibuat skor dengan besaran
36

1 = baik
2 = sedang
3 = kurang baik
4 = buruk
Dikatakan berkelanjutan apabila bobot akhirnya pada skala antara 1 - 2

Sedangkan kriteria kerusakan air tanah meliputi:


a. Debit pengambilan (Q) masing-masing sumur > 10 L/dt
b. Lama pengambilan (t) masing-masing sumur > 8 jam/hari
c. Jarak antar sumur < 1.000 meter
d. Q pemanfaatan > Q recharge
e. WTP (p) < WTP (PDAM)
f. Muka air tanah (mat) setiap tahun mengalami penurunan
g. Setiap tahun terjadi laju penurunan tanah (subsident)
h. ROB setiap tahun mengalami kenaikan
i. Intrusi air laut makin kea rah darat
Masing-masing subkriteria tersebut dibuat skor dengan besaaran
1 = baik
2 = sedang
3 = kurang baik
4 = buruk
Dikatakan air tanah mengalami kerusakan apabila bobot akhirnya jatuh pada
skala 3 – 4.

a. Strategi Pemanfaatan Air Tanah yang Berkelanjutan


Untuk menyusun strategi pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan
digunakan beberapa asumsi yaitu:
1. Kebutuhan air bersih penduduk selalu meningkat sesuai dengan perkembangan
jumlah penduduk
2. Sebagai imbuhan (recharge) kota Semarang adalah daerah recharge
3. Untuk perencanaan digunakan kebutuhan eksisting (tahun 2008), 2020, dan
2050
37

4. Potensi air tanah yang dapat dipompa secara berkelanjutan adalah 0.5 volume
air tanah.

b. Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah


Strategi konservasi untuk pemanfaatan air tanah tidak hanya dilakukan di
daerah imbuhan (recharge) saja, tetapi di seluruh wilayah kota Semarang, dengan
scenario:
1. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan pembatasan pertumbuhan
hotel dan hemat air
2. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan pembatasan pertumbuhan
industri yang menggunakan air tanah
3. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan mengurangi satuan
pemakaian air tanah
4. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan meningkatkan kapasitas
produksi PDAM Tirta Moedal
5. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan gabungan antara skenario 1
dan 2
6. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan dengan gabungan antara
skenario 1, 2, dan 3
7. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan gabungan antara skenario 1,
2, 3, dan 4.
8. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan moratorium pemanfaatan air
tanah
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1. Kondisi Geografis dan Administratif


Kota Semarang merupakan ibukota Propinsi Jawa Tengah dan merupakan
satu-satunya kota di Propinsi Jawa Tengah yang dapat digolongkan sebagai kota
metropolitan. Secara geografis terletak pada koordinat antara 6º50’ - 7º10’ Lintang
Selatan dan 109º35’ - 110º50’ Bujur Timur, sedangkan batas-batas administrative
yang dapat diidentifikasi adalah:
□ Batas Utara : Laut Jawa
□ Batas Selatan : Kabupaten Semarang
□ Batas Timur : Kabupaten Demak
□ Batas Barat : Kabupaten Kendal

Secara administratif Kota Semarang terdiri dari 16 kecamatan dan 177


kelurahan, serta mempunyai luas wilayah 373,70 km2, dengan panjang garis pantai
13,6 km yang terbentang dari Kelurahan Mangunharjo hingga Terboyo. Kecamatan
yang mempunyai wilayah paling luas adalah kecamatan Mijen yaitu 62,15 km2 atau
16,63%, sedangkan kecamatan dengan luas wilayah paling kecil adalah kecamatan
Candisari yaitu 5,56 km2 atau 1,49%. Ketinggian Kota Semarang bervariasi, terletak
antara 0,75 m sampai dengan 348,00 m di atas permukaan laut (dpl). Wilayah kota
Semarang terdiri dari dataran rendah dibagian utara, dan pegungan dibagian
selatan. Untuk lebih jelasnya kondisi kota Semarang disajikan dalam Tabel 5, dan
Gambar 8.

4.2. Kondisi Fisik Kota Semarang


4.2.1. Bentang Lahan
Topografi wilayah Kota Semarang terdiri dari dataran rendah dan dataran
tinggi. Dibagian Utara merupakan pantai dan dataran rendah memiliki kemiringan 0 -
2% sedang ketinggian ruang bervariasi antara 0 - 3,5 m. Di bagian Selatan
merupakan daerah perbukitan, dengan kemiringan 2 - 40% dan ketinggian antara 90
- 200 m dpl. Bentuk lahan kota Semarang mulai dari dataran, berombak,
bergelombang hingga bergunung.
39

Tabel 5 Kondisi Kecamatan di Kota Semarang


No. Kecamatan Luas (km2) Prosentase (%)
1. Mijen 62,15 16,63
2. Gunung Pati 53,99 14,45
3. Banyumanik 25,13 6,72
4. Gajah Mungkur 8,53 2,28
5. Semarang Selatan 8,48 2,27
6. Candisari 5,56 1,49
7. Tembalang 44,20 11,83
8. Pedurungan 19,85 5,31
9. Genuk 27,38 7,33
10. Gayamsari 6,36 1,70
11. Semarang Timur 7,7 2,06
12. Semarang Utara 10,46 2,80
13. Semarang Tengah 6,05 1,62
14. Semarang Barat 23,87 6,39
15. Tugu 31,29 8,37
16. Ngaliyan 32,07 8,58
Total 373,70 100,00
Sumber: Kota Semarang dalam angka. 2009.

PETA ADMINISTRASI
KOTA SEMARANG
Ketrangan
Laut Jawa 1. Semarang Tengah
2. Semarang Utara
3. Semarang Timur
4. Gayam sari
5. Genuk
6. Pedurungan
7. Semarang Selatan
8. Candisari
9.Gajah Mungkur
Kabupaten Demak

10. Tembalang
Kabupaten Kendal

11. Banyumanik
12. Gunung Pati
13. Semarang Barat
14. Ngaliyan
15. Mijen
16.Tugu

Kabupaten Semarang

Gambar 8 Peta Lokasi Kota Semarang, Jawa Tengah


40

Penggunaan lahan di Kota Semarang terbesar adalah jenis penggunaan


lahan untuk permukiman (33,12 %), hal ini menunjukkan bahwa lahan masih
memiliki fungsi dominan sebagai pelayanan domestik. Persebaran penggunaan
lahan permukiman berada jalu-jalur jalan utama terutama berada di pusat kota.
Besarnya proporsi luas lahan permukiman mengindikasikan bersarnya tuntutan
pelayanan masyarakat, dan hal ini membuktikan bahwa wilayah Kota Semarang
benar-benar bersifat perkotaan.
Proporsi yang besar lainnya adalah untuk lahan pertanian, terdiri dari lahan
kering atau tegalan 23,81%, dan pertanian sawah 11,68%. Lahan pertanian kering
berlokasi berada di sebelah selatan wilayah kota yang berbukit-bukit, sedangkan
lahan sawah berlokasi di wilayah Semarang bawah sebagian lagi di wilayah
Gunungpati dan Mijen. Peruntukan lahan untuk industri seluas 750,12 Ha, yang
berlokasi di kawasan industri Tugu dan Genuk, sebagian lagi ada di wilayah
Pedurungan dan Semarang Barat. Lokasi industri lainnya berada di wilayah
Banyumanik dan Simongan. Untuk kedua wilayah ini sudah tidak sesuai dengan
Rencana Induk Kota namun mengingat keberadaan industri tersebut sebelum
tersusunnya RIK, maka untuk sementara masih ditoleransi sambil dipindahkan
secara bertahap. Penggunaan lahan di kota Semarang disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6 Penggunaan Lahan di Kota Semarang


No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) Prosentase (%)
1. Permukiman 12.355,96 33,12
2. Lahan kering/tegalan 8.884,30 23,81
3. Sawah 4.360,88 11,68
4. Kebun 5.140,23 13,78
5. Perkebunan 873,48 2,34
6. Pertambangan terbuka 137,31 0,36
7. Industri & pariwisata 1.023,03 2,74
8. Perhubungan 483,14 1,29
9. Lahan berhutan 1.377,21 3,69
10. Lahan terbuka 413,80 1,10
11. Perairan darat 1.775,00 4,75
12. Lain-lain 2.545,63 6.82
Total luas lahan 37.360,00 100,00
Sumber: Semarang kota dalam angka. 2009
41

4.2.2. Geomorfologi dan Geologi


Satuan morfologi kota Semarang dibedakan menjadi satuan dataran pantai
(ketinggian 0 - 50 m diatas muka laut), satuan pebukitan (ketinggian 50 - 500 m),
dan satuan kerucut gunungapi dengan puncaknya G. Ungaran (2.050 m). Batuan
penyusunnya berumur Tersier berupa lapisan marin dan Formasi Penyatan berumur
Miosen terdiri atas batu lempung, napal, batu pasir, konglomerat, breksi volkanik dan
aliran lava. Batuan penyusun ini bersifat kurang meluluskan air, sebarannya di
sekitar Gombel dan sebelah timur Ungaran, berumur Kuarter terdiri atas Formasi
Damar yang tersusun oleh batu pasir tufaan, konglomerat, dan breksi volkanik
dengan kelulusan beragam dan tersebar di antara dataran pantai dan Ungaran.
Sementara itu, lahar G. Ungaran dan breksi volkanik yang membentuk G. Ungaran
bersifat meluluskan air. Endapan aluvium menempati dataran pantai tersusun oleh
lempung dan pasir dengan ketebalan 50 m bersifat meluluskan air
Bentuk morfologi kota Semarang dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
satuan, yaitu:
1. Satuan dataran, penyebarannya terletak di dataran pantai di utara mulai dari
daerah Kendal – Semarang hingga ke daerah Demak dengan ketingian antara
0 – 50 meter dpl.
2. Satuan perbukitan bergelombang sedang, penyebarannya di bagian tengah
memanjang dari arah barat kea rah timur dengan ketinggian berkisar antara 50
– 300 m dpl.
3. Satuan perbukitan bergelombang kuat, penyebarannya di bagian selatan
dengan ketinggian > 300 m dpl.
Daerah kota Semarang bagian utara umumnya merupakan daerah dataran
pantai yang ditutupi oleh endapan permukaan yakni endapan pantai dan hasil
kegiatan sungai. Daerah bagian tengah dengan bentuk morfologi bergelombang
ditempati oleh endapan vulkanik yang bersumber dari gunung Ungaran dan
sebagain besar lainnya adalah batuan sedimen dari berbagai formasi. Tatanan
geologi yang mengacu pada Peta Geologi bersistem lembar Magelang –
Semarang tersusun atas:
a. Batuan sedimen, yang meliputi Lapisan marin (Miosen akhir – Pilosen), formasi
penyatan (Miosen tengah – atas), breksi vulkanik, dan formasi dammar
(Plistosen awal – tengah).
42

b. Endapan vulkanik yang berasal dari hasil kegiatan gunung api muda yaitu
gunung Ungaran
c. Endapan permukaan: merupakan endapan batuan yang paling muda yaitu
endapan alluvium yang terdiri dari alluvium Delta Garang dan alluvium dataran
aliran, batuannya tersusun dari lempung, pasir, kerikildan kerakal.
Struktur geologi yang berkembang yakni: (a) struktur pelipatan yang terdiri
dari antiklinal, sinklinal dan sesar, dan (b) struktur patahan. Perkembangan struktur
geologi akan mempengaruhi hidrogeologi dan kandungan air tanah setempat.
Kemiringan lapisan kearah tertentu akan diikuti oleh aliran air tanah, dan ruang
antar celah akibat struktur geologi tersebut merupakan media yang cukup baik dan
dapat dialiri dan berfungsi sebagai akumulasi lapisan (Wahid, H. 1996). Secara
detail struktur geologi disajikan dalam Lampiran 1.
Jenis Tanah di Kota Semarang meliputi kelompok mediteran coklat tua,
latosol coklat tua kemerahan yang sangat cocok untuk tanaman tahunan,
holtikultura dan palawija, asosiai alluvial kelabu, Alluvial Hidromort yang cocok
untuk tanamahn pangan, Grumosol Kelabu Tua, Latosol Coklat dan Komplek
Regosol Kelabu Tua dan Grumosol Kelabu Tua yang cocok untuk tanaman tahunan
yang tidak produktif. Gambaran penyebaran jenis tanah beserta lokasi dan
kemampuannya disajikan dalam Tabel 7.

4.2.3. Iklim dan Hidrologi


Iklim
Daerah Semarang dan sekitarnya sama dengan beberapa daerah lainnya di
Indonesia, yakni termasuk pada zona iklim tropis basah, yaitu mempunyai 2 (dua)
jenis iklim tropis yaitu: musim kemarau dan musim penghujan yang memiliki siklus
pergantian ± 6 bulan. Temperatur udara berkisar antara 25.800 C sampai dengan
29.300 C, kelembaban udara rata-rata bervariasi dari 62 % sampai dengan 84 %.
Arah angin sebagian besar bergerak dari arah Tenggara menuju Barat Laut dengan
kecepatan rata-rata berkisar antara 5.7 km/jam, lama penyinaran matahari rata-rata
bulanan berkisar antara 49 -71% atau (rata-rata 60%).
Curah hujan tahunan bervariasi dari tahun ke tahun dengan rata-rata 2.054
mm. Curah hujan yang paling tinggi jatuh pada bulan Januari yaitu 349 mm, dan
yang paling kecil 23.4 mm yang jatuh pada bulan Juli. Banyaknya hari hujan dalam 1
43

tahun berkisar antara 92 – 124 hari. Distribusi curah hujan bulanan Kota Semarang
disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 7 Jenis Tanah dan Penyebarnnya di Kota Semarang


%
No Jenis Tanah Lokasi Terhadap Potensi
Wilayah
 Kec. Tugu  Tanaman tahunan
 Kec. Semarang / keras
Mediteran Selatan  Tanaman
1 30
Coklat Tua  Kec. Gunungpati Holtikultura
 Kec.Semarang  Tanaman Palawija
Timur
 Kec. Mijen  Tanaman tahunan
 Kec. Gunungpati / keras
Latosol
 Tanaman
2 Coklat Tua 26
Holtikultura
Kemerahan
 Tanaman Padi

Asosiasi  Kec. Genuk Tanaman tahunan


Aluvial  Kec. Semarang tidak produktip
3 Kelabu dan Tengah 22
Coklat
kekelabuhan
 Kec. Tugu  Tanama tahunan
Alluvial
 Kec. Semarang  Tanaman
Hidromort
4 Utara 22 Holtikultura
Grumusol
 Kec. Kec. Genuk  Tanaman Padi
kelabu tua
 Kec. Mijen
Sumber: http://www.semarang.go.id.2010

Tabel 8 Rata-rata Curah Hujan Bulanan Kota Semarang


Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Spt Okt Nov Des Total
2001 289,9 421,6 292.1 285,9 171,7 205,3 47,9 0,6 172,0 186,2 204,2 166,8 2271,6
2002 230,3 452,2 268,0 154,4 137,9 11,0 6,1 17,8 5,1 76,9 262,5 158,4 1501,6
2003 362,5 552,9 187,0 228,3 137,5 0,1 0,2 0,0 98,5 286,1 241,0 414,0 1665,8
2004 312,5 453,3 146,2 289,1 193,3 68,2 17,8 0,0 91,0 32,9 310,0 252,4 1765,7
2005 274,8 190,9 253,3 289,1 82,1 296,1 76,6 68,6 158,5 267,9 184,8 252,4 2395,3
2006 737,5 324,9 197,4 180,5 182,0 33,3 0,0 0,0 0,0 0,0 218,5 248,1 2122,2
2007 162,9 190,0 184,8 199,2 93,7 32,4 20,0 35,4 0,0 171,9 213,3 444,4 1748,0
2008 384,6 822,2 219,3 82,9 56,9 47,5 3,0 72,6 62,3 237,0 269,6 409,8 2667,7
2009 282,8 482,0 78,1 314,9 294,9 105,0 39,3 25,1 56,2 28,1 144,4 251,0 2101,8
2010 452,6 339,7 296,2 209,5 274,3 - - - - - - - 1572,3
Rata 349,0 423,0 166,8 223,4 162,4 88,8 23,4 24,4 42,3 143,0 166,4 242,6 2054,2
Sumber: Stasiun Meteorologi Ahmad Yani, Semarang, 2002 -2010.
44

Berdasarkan data curah hujan rata-rata bulanan selama 10 tahun terakhir


(2001 – 2010) terlihat bahwa, Kota Semarang mempunyai bulan basah (bulan
dengan rata-rata CH > 200 mm/bln) selama 3 bulan berturut-turut, dan bulan kering
(bulan dengan CH < 100 mm/bln) selama 4 bulan berturut-turut, sehingga
berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman termasuk ke dalam tipe iklim D3, sedangkan
berdasarkan klasifikasi ilkim Schmidt & Fergsson termasuk ke dalam tipe iklim C,
dan berdasarkan klasifikasi Koppen termasuk ke dalam tipe iklim AM.

Hidrologi
1. Air Permukaan
Kota Semarang dalam suatu sistem hidrologi, merupakan kawasan yang
berada pada kaki bukit Gunung Ungaran, mengalir beberapa sungai yang tergolong
besar seperti yaitu Kali Besole, Kali Beringin, Kali Silandak, Kali Siangker, Kali Kreo,
Kali Kripik, Kali Garang, Kali Candi, Kali Bajak, Kali Kedungmundu, Kali Penggaron.
Sebagai Daerah Hilir, dengan sendirinya merupakan daerah limpasan debit air dari
sungai yang melintas dan mengakibatkan terjadinya banjir pada musim penghujan.
Kondisi ini diperparah oleh karakteristik kontur wilayah berbukit dengan perbedaan
ketinggian yang sangat curam sehingga curah hujan yang terjadi didaerah hulu akan
sangat cepat mengalir ke daerah hilir. Kesemua kali tersebut mempunyai sifat aliran
perenial yaitu sungai yang mempunyai aliran sepanjang tahun, dan mengalir ke arah
utara yang akhirnya bermuara di Laut Jawa. Pola aliran sungai-sungai yang ada
adalah pararel.
Kali Garang sebagai sungai utama yang membelah kota Semarang, bermata
air di gunung Ungaran, alur sungainya memanjang ke arah Utara hingga mencapai
Pengandaan tepatnya di Tugu Soeharto, bertemu dengan aliran kali Kreo dan kali
Kripik. Kali Garang sebagai sungai utama pembentuk kota Semarang bawah yang
mengalir membelah lembah-lembah Gunung Ungaran mengikuti alur yang berbelok-
belok dengan aliran yang cukup deras. Berdasarkan data yang ada debit Kali
Garang mempunyai debit 53,0 % dari debit total dan kali Kreo 34,7 % selanjutnya
kali Kripik 12,3 %. Oleh karena itu, kali Garang memberikan airnya yang cukup
dominan bagi kota Semarang, dan merupakan sumber air baku untuk memenuhi
kebutuhan air minum warga kota Semarang.
45

Sistem jaringan drainase kota Semarang dibagi menjadi 2 yakni Banjir Kanal
Barat, dan Banjir Kanal Timur. Banjir Kanal Barat merupakan gabungan dari
beberapa sungai yakni: sungai Garang, Kreo dan Kripik, yang berasal dari Gunung
Ungaran, merupakan sistem sungai terbesar di kota Semarang. Sedangkan Banjir
Kanal Timur merupakan gabungan dari sungai Babon, Kali Candi, Kali Bajak, Kali
Kedungmundu, Kali Penggaron.

2. Air Tanah
Air tanah di kota Semarang terdapat pada 2 (dua) lapisan pembawa air
(aquifer), yaitu air tanah bebas atau air tanah dangkal (unconfined aquifer), dan air
tanah dalam atau air tanah tertekan (confined aquifer). Keberadaan kedua lapisan
bembawa air tanah tersebut berdasarkan Undang-undang No.7 tahun 2004 tentang
sumberdaya air adalah Cekungan air tanah (CAT).
Berdasarkan pasal 1 ayat 12 CAT adalah: suatu wilayah yang dibatasi oleh
batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. Air tanah kota
Semarang berdasarkan Permen ESDM No. 13 Tahun 2009 berada pada CAT
Semarang – Demak, dan CAT Ungaran.
Untuk jenis air tanah pertama yaitu air tanah bebas atau air tanah dangkal
merupakan air tanah yang terdapat pada lapisan pembawa air (aquifer), dimana
bagian atasnya tidak tertutup oleh lapisan kedap air, tetapi bagian bawahnya dilapisi
oleh lapisan tanah yang kedapair, sehingga permukaan air tanah bebas (muka air
tanah) ini sangat dipengaruhi oleh musim dan keadaan lingkungan sekitarnya.
Penduduk Kota Semarang yang berada didataran rendah, banyak memanfaatkan air
tanah ini dengan membuat sumur-sumur gali (dangkal) dengan kedalaman rata-rata
3 - 18 m. Sedangkan untuk peduduk di dataran tinggi hanya dapat memanfaatkan
sumur gali pada musim penghujan dengan kedalaman berkisar antara 20 - 40 m.
Kedudukan muka air tanah dangkal (bebas) di kota Semarang bervariasi
antara 0 meter sampai 20 meter dibawah muka laut, ke arah Utara atau ke arah laut
kedudukan muka air tanahnya makin dalam yaitu ± 20 meter, dan makin ke arah
atas atau daerah perbukitan muka air tanah (mat) makin tinggi. Untuk lebih jelasnya
kedudukan muka air tanah dangkal (bebas) disajikan disajikan dalam Lampiran 2.
46

Air Tanah Tertekan adalah air yang terkandung di dalam suatu lapisan
pembawa air yang berada diantara 2 lapisan batuan kedap air, sehingga debitnya
hampir selalu tetap. Disamping itu, kualitasnya juga memenuhi syarat sebagai air
bersih. Debit air tanah dalam (tertekan) ini sedikit sekali dipengaruhi oleh musim dan
keadaan di sekelilingnya. Untuk daerah Semarang bawah lapisan aquifer di dapat
dari endapan alluvial dan delta sungai Garang. Kedalaman lapisan aquifer ini
berkisar antara 50 - 90 meter, terletak di ujung Timur laut Kota dan pada mulut
sungai Garang lama yang terletak di pertemuan antara lembah sungai Garang
dengan dataran pantai. Kelompok aquifer delta Garang ini disebut pula kelompok
aquifer utama karena merupakan sumber air tanah yang potensial dan bersifat
tawar. Untuk daerah Semarang yang berbatasan dengan kaki perbukitan terdapat air
tanah artesis yang terletak pada endapan pasir dan konglomerat formasi damar
yang mulai diketemukan pada kedalaman antara 50 - 90 m. Pada daerah perbukitan
kondisi artesis masih mungkin ditemukan karena adanya formasi damar yang
permeable dan sering mengandung sisipan-sisipan batuan lanau atau batu lempung.
Pengambilan air tanah baik air tanah bebas maupun air tanah tertekan
/dalam di kota Semarang mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pengambilan air
diakibatkan oleh:
1. Bagi penduduk: PDAM Tirta Moedal tidak mampu melayani kebutuhan air bersih
penduduk. Jangkauan pelayanan PDAM hanya mampu melayani 56,1%
2. Bagi industri:
a. Pajak pengambilan air tanah dalam lebih murah dibandingkan dengan tarif
PDAM (SK Gubernur Jawa Tengah No. 5 tahun 2003) yaitu sebesar Rp.
161,-/m3.
b. Monitoring dari pihak yang berwajib (Dinas ESDM Propinsi Jawa Tengah)
kurang ketat. Terbukti dengan inkonsistensi data tentang pengguna air tanah
dari industri maupun hotel per bulan.
Berdasarkan fenomena tersebut, maka jumlah sumur bor dalam dari tahun
ke tahun mengalami peningkatan yang cukup tajam. Pada periode tahun 1996
jumlah sumur bor sebanyak 230 buah, dan meningkat cukup tajam pada tahun 2003,
jumlah sumur bor mencapai 540 buah dengan volume pengambilan mencapai 15,31
x 106 m3/tahun, dan terus mengalami kenaikan hingga pada tahun 2005 yaitu
sebesar 8.315 sumur bor, namun jumlah pengambilan air tanahnya malah turun
47

yaitu 8,5 x 106 m3/tahun. Setelah periode tersebut yaitu mulai periode tahun 2006
hingga tahun 2008. Tercatat pada tahun 2008 jumlah sumur dalam sebanyak 544
buah dan volume pengambilan sebesar 9,6 x 106 m3/tahun. Perkembangan jumlah
sumur dan pengambilan pengambilan air tanah di kota Semarang disajikan dalam
Tabel 9, dan Gambar 9.

Tabel 9 Perkembangan jumlah sumur dan volume pengambilan di kota Semarang


Volume yang
Jumlah NPA
No. Tahun diambil
Sumur (Rp.)
(m3)
1. 1996 230 - -
2. 2003 543 15.310.000 -
3. 2004 3.111 6.198.635 6.670.280.595
4. 2005 8.315 8.539.940 24.022.100.840
5. 2006 5.409 12.115.193 22.951.798.869
6. 2007 449 7.137.555 17.753.863.855
7. 2008 544 9.617.198 26.412.586.708
Sumber: Dinas ESDM Jawa Tengah, 2009

18.000
1
Vol. Pemompaan (1000 m /th)

10.000
15.000
3

Jumlah Pompa (unit)


12.000 7.500
1
9.000
5.000
6.000
2.500
3.000

2003 2004 2005 2006 2007 2008

Vol. Pengambilan air tanah Jumlah sumur


Gambar 9 Grafik Volume Pengambilan Air Tanah dengan Jumlah Sumur

Pengambilan air tanah yang terus meningkat tanpa memperhatikan aspek


daya dukungnya dalam hal ini adalah safe yield nya, maka akan mengakibatkan
resiko lingkungan yaitu penurunan muka air tanah. Penurunan muka air tanah dapat
48

terjadi karena pengambilan air tanah yang jauh melebihi kapasitas akuifernya, maka
terjadilah penurunan muka air tanah yang mencapai 15 hingga 22 m dbpts (1996).
Penurunan muka air tanah akan menyebabkan kenaikan tegangan efektif
pada tanah, dan apabila besarnya tegangan efektif melampaui tegangan yang
diterima tanah sebelumnya maka tanah akan mengalami konsolidasi dan kompaksi
yang mengakibatkan amblesan tanah pada daerah konsolidasi normal. Amblesan
tanah yang terjadi di dataran pantai Semarang diperkirakan disebabkan oleh dua
faktor, yaitu: (a) penurunan muka air tanah akibat pemompaan dan (b) peningkatan
beban karena pengurugan tanah. Penimbunan tanah urug untuk reklamasi daerah
pantai di daerah penelitian dimulai pada tahun 1980, yaitu meliputi kompleks PRPP,
Tanah Mas, Bandarharjo, pelabuhan Tanjung Mas dan Tambaklorog yang diikuti
oleh daerah - daerah lainnya secara tersebar pada tahun 1996. Ketebalan timbunan
tanah tersebut berkisar antara 1 - 5 m, dan diikuti pembangunan perkantoran atau
kompleks perumahan. Daerah-daerah yang mengalami penurunan muka air tanah
disajikan dalam Gambar 10.

Sumber: Direktorat Tata Lingkungan Geologi Kawasan Pertambangan, Departemen ESDM,


2004

Gambar 10 Laju penurunan permukaan tanah kota Semarang periode 2001- 2003
49

4.3. Kondisi Sosial Ekonomi Kota Semarang


4.3.1. Kependudukan
Jumlah penduduk Kota Semarang pada tahun 2008 berjumlah 1.481.644 jiwa
yang terdiri dari 735.460 laki-laki dan 746.184 perempuan dengan kepadatan rata-rata
7.449 jiwa/km2. Penyebaran penduduk di masing-masing kecamatan belum merata,.
Daerah yang paling tinggi kepadatannya adalah kecamatan Candisari yaitu sebesar
14.016 jiwa/km2, sedangkan kecamatan Mijen adalah yang paling rendah
kepadatannya yaitu 775 jiwa/km2. Tingkat pertumbuhan pendudk sebesar 1.30%.
Bila dikaitkan dengan banyaknya keluarga atau rumah tangga, maka dapat dilihat
bahwa rata-rata setiap keluarga di Kota Semarang memiliki 4 anggota keluarga, dan

kondisi ini terjadi pada hampir seluruh Kecamatan yang ada. Kondisi kependudukan

kota Semarang disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10 Kondisi kependudukan Kota Semarang tahun 2009


Jumlah penduduk
No. Kecamatan Kepadatan
Laki-laki Perempuan Jumlah
1. Mijen 24.804 24.119 48.193 775
2. Gunungpati 32.720 32.745 65.465 1.1212
3. Banyumanik 60.524 61.208 121.732 4.844
4. Gajah Mungkur 30.884 30.705 61.589 7.220
5. Semarang Selatan 42.829 42.748 85.577 10.092
6. Candisari 38.375 39.555 77.930 14.016
7. Tembalang 64.125 62.877 127.002 2.873
8. Pedurungan 81.202 82.289 163.491 8.236
9. Genuk 40.219 40.381 80.600 2.944
10. Gayamsari 35.008 35.770 70.778 11.129
11. Semarang Timur 39.962 41.620 81.582 10.595
12. Semarang Utara 61.343 65.375 126.748 12.117
13. Semarang Tengah 35.902 37.870 73.772 12.194
14. Semarang Barat 79.060 80.337 159.397 6.678
15. Tugu 13.449 13.527 26.976 862
16. Ngaliyan 54.524 54.574 109.098 3.402
Jumlah 735.460 746.184 1.481.644
Sumber: Semarang Kota dalam angka. 2009

Sekitar 74.01% penduduk kota Semarang berumur produktif yaitu umur


antara 15 – 65 tahun, sehingga angka beban ketergantungan yaitu perbandingan
antara penduduk usia produktif dengan penduduk usia tidak produktif (0 – 14 dan 65
tahun keatas) sebesar 32,16 yang berarti 100 orang penduduk usia produktif
50

menanggung 32 orang penduduk usia tidak produktif. Untuk mengetahui beban


ketergantungan penduduk disajikan dalam Tabel 11.

Tabel 11 Banyaknya Penduduk Menurut Kelompok Umur dan


Jenis Kelamin Kota Semarang
Jenis Kelamin
No. Kelompok Umur Jumlah
Laki-laki Perempuan
1. 0–4 26.391 25.360 51.751
2. 5–9 60.627 57.914 118.541
3. 10 – 14 61.850 59.911 121.761
4. 15 – 19 59.807 57.771 117.578
5. 20 – 24 62.758 61.138 123.896
6. 25 – 29 79.437 78.669 158.106
7. 30 – 34 73.916 75.236 149.152
8. 35 – 39 71.344 73.122 144.466
9. 40 – 44 60.086 63.164 123.250
10. 45 – 49 51.893 54.114 106.007
11. 50 – 54 42.555 40.593 83.148
12. 55 – 59 28.107 26.588 54.695
13. 60 – 64 16.364 18.999 35.363
14. > 65 40.325 53.605 93.930
Total 735.460 746.184 1.481.644
Sumber: Semarang Kota dalam Angka, 2009.

4.3.2. Tenaga kerja


Jumlah tenaga kerja di Kota Semarang 617.507 orang yang bekerja tersebar
pada 9 (sembilan) sektor, dan sektor yang paling dominan adalah sektor buruh
industri yaitu sebesar 24,70%, dan sektor yang paling kecil adalah nelayan yaitu
sebesar 0,40%. Distribusi lapangan pekerjaan kota Semarang disajikan dalam Tabel
12, dan Gambar 10.

4.3.3. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan
masyarakat. Pendidikan dapat berperan dalam meningkatkan kualitas hidup, dimana
semakin tinggi pendidikan suatu masyarakat, maka semakin baik kualitas
sumberdaya manusianya. Dan hal tersebut dapat tercapai melalui pembangunan
pendidikan.
Seperti tujuan pembangunan pendidikan di kota-kota lain di Indnesia,
pembangunan pendidikan di kota Semarang juga mempunyai tujuan untuk
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di kota Semarang yang cerdas dan
terampil yang kemudian diikuti oleh rasa percaya diri serta sikap dan perilaku yang
51

inovatif. Disamping itu, pembangunan pendidikan merupakan proses budaya untuk


meningkatkan harkat dan martabat manusia yang berlangsung di dalam keluarga
maupun masyarakat.

Tabel 12 Distribusi Lapangan Pekerjaan di Kota Semarang tahun 2009


No. Lapangan pekerjaan Jml Tenaga Kerja Prosen
1. Petani 47.464 7,32
a. Petani Sendiri 26.203 4,24
b. Buruh tani 18.783 3,04
c. Nelayan 2.478 0,04
2. Pengusaha 52.514 8,50
3. Buruh industri 152.606 24,70
4. Buruh bangunan 72.771 11,78
5. Pedagang 73.457 11,90
6. Angkutan 22.195 3,60
7. PNS & ABRI 86.949 14,10
8. Pensiunan 32.867 5,32
9. Lain-lain 76.684 12,42
Jumlah 617.507 100,00
Sumber: Semarang Kota dalam Angka, 2009

Petani
Pengusaha
Buruh industri
12,42 7,32 8,5
5,32 Buruh bangunan

14,1 Pedagang
24,7
3,6 Angkutan
11,9 11,78
PNS & ABRI
Pensiunan
Lain-lain

Gambar 11 Lapangan Pekerjaan di Kota Semarang

Perkembangan tingkat pendidikan harus diimbangi dengan penyediaan


sarana dan prasarana pendidikan, karena sarana dan prasarana pendidikan
merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan pendidikan. Untuk
mengetahui tingkat pendidikan kota Semarang disajikan dalam Tabel 13.
52

Tabel 13 Tingkat Pendidikan Penduduk Kota Semarang


Jml. Penduduk
No. Tingkat Pendidikan
L+P %
1, Tdk/belum pernah sekolah 293.487 6.54
2. Tdk/belum tamat SD 291.363 20.38
3. SD/MI 326.847 22.86
4. SLTP/MTs 298.915 20.28
5. SMU/MA/SMK 301.658 21.10
6. Akademi 62.136 4.35
7. Universitas 64.484 4.51
Jumlah 1.429.890 100.00
Sumber: Semarang Kota dalam Angka. 2009

4.3.4. Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu komponen utama dalam index
pembangunan manusia (IPM) yang dapat mendukung terciptanya SDM yang sehat,
cerdas, terampil dan ahli menuju keberhasilan pembangunan kesehatan.
Pembangunan kesehatan merupakan salah satu hak dasar masyarakat untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang sesuai dan dapat terpenuhi. Oleh sebab itu
dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan telah dilakukan perubahan cara
pandang dari paradigma sakit menuju paradigma sehat sejalan dengan Visi
Indonesia Sehat 2010. Untuk itu diperlukan sarana dan prasarana yang memadahi.
Sarana dan prasarana kesehatan kota Semarang disajikan dalam Tabel 14.

Tabel 14 Sarana dan Prasarana Kesehatan Kota Semarang


Tahun
No. Sarana dan Prasarana Kesehatan
2007 2008
1. Rumah sakit 35 33
2. Rumah bersalin (BKIA) 23 23
3. Puskesmas 37 37
4. Puskesmas pembantu 33 33
5. Puskesmas keliling 57 37
6. Posyandu 1.454 1.454
7. Apotik 316 174
8. Laboratorium kesehatan 33 40
9. Klinik 24 jam 20 20
10. Tokoobat 78 74
11. Dokter praktek 1.552 1.836
12. Dokter spesialis 662 923
13. Bidan 517 569
Sumber: Profil kesehatan kota Semarang.2008
53

4.3.5. Kondisi Perekonomian


Uraian sektoral di Kota Semarang mencakup ruang lingkup dan definisi dan
masing-masing sektor dan sub sektor yang berperan secara dominan yang meliputi:

1. Sektor Pertanian Tanaman Bahan Makanan

Sub sektor ini mencakup komoditi tanaman bahan makanan seperti, padi,
jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah sayur-sayuran, buah-buahan,
kacang hijau, tanaman pangan lainnya, dan hasil-hasil produk ikutannya. Data
produksi diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan, sedangkan data harga
seluruhnya bersumber pada data harga yang dikumpulkan oleh Badan Pusat
Statistik Tanaman Perkebunan Besar Sub sektor ini mencakup semua jenis kegiatan
yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan yang berbentuk badan hukum.
Komoditi yang dihasilkan adalah karet Baik data produksi maupun harga diperoleh
dari Dinas Perkebunan dan Badan Pusat Statistik. Sub sektor ini mencakup produksi
temak besar, ternak kecil, unggas maupun hasil-hasil temak, seperti sapi, kerbau,
babi, kuda, kambing, domba, telur dan susu segar. Produksi temak diperkirakan
sama dengan jumlah ternak yang dipotong ditambah perubahan stok populasi temak
dan ekspor temak neto. Data mengenai jumlah temak yang dipotong, populasi
ternak, produksi susu dan telur serta hasil-hasil temak diperoleh dari Dinas
Peternakan

2. Peternakan dan Hasil-hasilnya

Sub Sektor ini mencakupn produksi ternak besar, ternak kecil, unggas
maupun hasil -hasil ternak, seperti sapi, kerbau, babi, kuda, kambing, domba, telur
dan susu segar. Produksi ternak diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang
dipotong ditambah perubahan stok populasi ternak dan ekspor ternak neto. Data
mengenai jumlah ternak yang dipotong, populasi ternak, produksi susu dan telor
serta hasil-hasil ternak diperoleh dari Dinas Peternakan
54

3. Kehutanan

Sub sektor kehutanan mencakup tiga jenis kegiatan seperti penebangan


kayu dan pengambilan hasil hutan lainnya. Kegiatan penebangan kayu
menghasilkan kayu gelondongan, kayu bakar, arang dan bambu. Sedangkan hasil
kegiatan pengambilan hasil hutan lainnya berupa kulit kayu, kopal, akar-akaran dan
sebagainya

4. Perikanan

Komoditi yang dicakup adalah semua hasil kegiatan perikanan laut, perairan
umum, tambak, kolam, sawah dan karamba. Data mengenai produksi, dan nilai
produksi diperoleh dari laporan Dinas Perikanan Kotamadya Semarang

5. Pertambangan Dan Penggalian

Merupakan bagian dari sumberdaya alam dari jenis sumberdaya mineral,


yaitu semua cadangan bahan galian yang dijumpai di muka bumi dan dapat dipakai
bagi kebutuhan manusia. Sumberdaya mineral ini dalam bentuk zat padat yang
sebagian besar terdiri dari kristal, mempunyai sifat homogen, merupakan unsur atau
senyawa kimia anorganik alamiah dengan susunan kimia yang tetap dan terdapat di
bagian kerak bumi sebagai material penyusun atau bahan pembentuk batuan yang
mempunyai nilai ekonomi. Menurut data Metropolitan Semarang dalam Angka
(1998), sumberdaya mineral ini mempunyai nilai ekonomi dan memberikan
sumbangan terhadap PDRB Metropolitan Semarang sebesar 0,22 %. Menurut
laporan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (SDM) Propinsi Jawa Tengah.
Tahun Anggaran 1993/1994 dan Neraca Sumberdaya Alam Spasial Metropolitan
Semarang Tahun 1998, jenis sumberdaya mineral yang terdapat di wilayah Kota
Semarang hanya termasuk bahan mineral non logam (Nir Strategis dan Nir Vital).
Dari hasil pendataan bahan mineral non logam tersebut, termasuk pada tingkat
keyakinan perolehan cadangan tereka antara 20 - 30 %, yaitu berada pada
klasifikasi cadangan tereka dan dari 32 penggolongan sumberdaya mineral non
logam ini Kota Semarang memiliki 8 jenis bahan mineral non logam, antara lain:
Andesit, Basalt, Batugamping, Pasir dan Batu (Sirtu), Tanah liat (Lempung), Tras
55

dan Tanah Urug, sedangkan bahan mineral logam kota Semarang tidak ditemukan
deposit.

4.4. Sarana dan Prasarana Kota Semarang


4.4.1. Air bersih
Kota Semarang bagian bawah, seperti Semarang Utara, Genuk, Manyaran,
dll, tidak dapat memanfaatkan air permukaan sebagai sumber air bersih, airnya
payau. Penyebaran air payau kota Semarang semakin luas dan kadar garam
semakin tinggi, sehingga untuk memenuhi kebutuhan air bersih dengan
pemanfaatan air tanah melalui sumur gali dan sumur pompa. Namun hingga saat ini
pemanfaatan air tanah di kawasan pantai Semarang yang dilakukan berlebihan atau
melebihi potensinya, dan tanpa memperhitungkan dampak yang akan terjadi, yaitu:
air laut begitu mudah meresap ke darat (rob), dan bahkan terjadi intrusiair laut.
Kondisi menyolok terjadi di sekitar Tawangsari, Tambaklorog, Genuksari, Wonosari,
Tambaksari, dan Bedono. Pada daerah-daerah tersebut, sampai kedalaman 40
meter air tanah sudah payau. Air tanah dengan kualitas yang bagus, baru didapat
pada kedalaman lebih dari 60 meter.
Disamping itu, wilayah kota Semarang mempunyai salinitas air laut tinggi.
Salinitas tertinggi terletak di Tambaksari dengan nilai daya hantar listrik (DHL)
mendekati 1.000 mΩ/cm. Hampir semua air tanah dangkal di kawasan Semarang
bagian utara, terutama sumur gali dengan kedalaman sampai 10 meter memiliki
salinitas tinggi. Secara umum memiliki DHL di atas 1.000 mΩ/cm. Bahkan untuk
kawasan-kawasan tertentu, yang masuk zona banjir pasang surut mencapai 9.000
mΩ/cm. Penyebaran air payau ke wilayah selatan mencapai Kalijati dan Kalimas di
Semarang Selatan. Di kawasan tersebut nilai DHL 4.500 mΩ/cm.
Penurunan kualitas air tanah bukan hanya karena kandungan garam, tetapi
juga dari jumlah koloid yang ikut, sehingga air berwarna merah kecoklatan.
Akibatnya beberapa sumur pompa dan bahkan sumur bor menjadi tidak layak untuk
minum, hanya untuk MCK. Air tanah dangkal di kawasan Kalisari, Tapak, Beji dan
kompleks Pertamina mengandung unsur CaCO3 522 mg/l, Mg 177,7 mg/l dan Fe
11,7 mg/l. Kekeruhan tersebut melebihi ambang batas yang dipersyaratkan.
Kekeruhan dan kelebihan unsur-unsurnya begitu jelas sehingga air berwarna
kecoklatan dan terasa asin.
56

Disamping memanfaatkan air tanah sebagai sumber air bersih, penduduk


juga memanfaatkan jasa PDAM Moedal. PDAM Moedal mempunyai kapasitas
terpasang total dari sumber-sumber air PDAM Kota Semarang sebesar 3.770,75
liter/detik, dengan debit rata-rata produksi sebesar 2.272,53 liter/detik. Sumber air
berasal dari mata air, sumur dalam dan terbesar dari air permukaan. Kapasitas dari
masing-masing sumber air dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini.

Tabel 15 Kapasitas dan Debit Rata-Rata Sumber Produksi PDAM Tirta Moedal
Kapasitas
Sumber Jml. Kontribusi Debit rata-rata
No. terpasang
Produksi Lokasi (%) (lt/det)
(lt/det)
1. Mata air 11 15,55 512,00 382,58
2. Air tanah dalam
a. sumur kota 21 1,47 59,75 22,15
b. sumur peg. 28 15,13 769,00 305,33
3. Air permukaan 6 67,85 2.430,00 1.733,16
Total 66 100 3.770,75 2.272,53
Sumber: PDAM Kota Semarang, 2009

Air terjual pada tahun 2008 sebanyak 50.336.603 m3, dengan nilai penjualan
total sebesar Rp 27.572.278.000,00. Jumlah sambungan rumah sebanyak 111.324
sambungan. Jumlah sambungan terbanyak adalah sambungan rumah tangga
sebanyak 102.707 pelanggan. Berikut ini adalah tabel jumlah sambungan rumah,
jumlah air terjual dan nilai penjualan dari setiap kategori pelanggan.

Tabel 16 Jumlah Pelanggan Air Minum Di Kota Semarang Selama Tahun 2008
Jml Air Minum yang disalurkan
No. Katagori pelanggan
pelanggan Volume (m3) Nilai (Rp)
1. Sosial 2.253 1.239.590 792.118.000
2. Rumah tangga 102.707 26.101.918 20.231.567.000
3. Niaga 5.406 1.832.247 4.162.241.000
4. Industri 171 165.849 605.361.000
5. Lembaga pendidikan 0 0 0
6. Warung air 0 0 0
7. Instansi pemerintah 785 1.183.476 1.703.848.000
8. Pelabuhan 2 17.734 77.143.000
9. Lain-lain 0 0 0
10. Susut/hilang - 19.795.789 -
JUmlah 111.324 50.336.603 27.572.278.000
Sumber: PDAM Kota Semarang, Semarang Kota dalam Angka 2008

Dengan asumsi kebocoran yang diperbolehkan untuk Kota Metropolitan


sebesar 15%, dan kebutuhan ideal adalah 150 L/orang/hari, maka kebutuhan air
bersih untuk Kota Semarang disajikan dalam Tabel 17 berikut ini.
57

Tabel 17 Kebutuhan Sarana Prasarana Air Bersih Kota Semarang

Kapasitas produksi Kebutuhan


No. Jumlah Kebutuhan Selisih
eksisting Total
Penduduk (L/dt) (L/hari)
L/dt L/hari (L/hari)
1. 1.481.644 2.272,2 196.346.592 150 222.246.600 26.900.008
Sumber: Laporan Tahunan PDAM Moedal 2009

Sesuai dengan standar kota Metropolitan, yaitu kebutuhan air bersih 150
liter/orang/hari, Kota Semarang dengan jumlah penduduk 1.481.644 jiwa,
membutuhkan 222.246.600 liter/hari.Namun PDAM Kota Semarang baru dapat
memproduksi sebanyak 196.346.592 liter/hari, sehingga masih dibutuhkan kapasitas
produksi sebanyak 26.900.008 liter/hari.

4.4.2. Fasilitas persampahan


Timbulan sampah di Kota Semarang setiap harinya mencapai 4.274 m3 yang
berasal dari rumah-rumah penduduk, pasar maupun fasilitas lainnya. Berikut ini
adalah tabel timbulan sampah yang dirinci menurut sumbernya.

Tabel 18 Timbulan Sampah Di Kota Semarang Tahun 2009


Jml. Timbunan Prosentase
No. Sumber 3
per hari (m ) (%)
1. Rumah tangga 2.850 66,69
2. Pasar 482 11,27
3. Komersial 198 4,63
4. Fasilitas umum 98 2,24
5. Sapuan jalan 179 4,18
6. Kawasan industri 376 8,81
7. Saluran 93 2,18
Jumlah 4.274 100,00
DPU Kota Semarang Subdinas Kebersihan dan Pertamanan. 2009.

Sarana pengumpulan dan pengangkutan sampah di Kota Semarang, secara


umum dalam kondisi baik dan layak pakai. Hanya ada beberapa alat angkut yang
kondisinya rusak dan tidak bisa dipergunakan, yaitu 1 unit backhoe dan 1 unit
bulldozer.
Pemusnahan sampah Kota Semarang saat ini berada di TPA Jatibarang,
yang berlokasi di Kelurahan Kedungpane, Kecamatan Mijen, Kota Semarang. Yang
beroperasi mulai bulan Maret 1992. Luas area TPA Jatibarang adalah 46,18 hektar,
dengan rincian 27,71 ha (60%) untuk lahan buang dan 18,47 ha (40%) untuk
infrastruktur kolam lindi (leachate) sabuk hijau dan lahan cover.
58

TPA Jatibarang memiliki daya tampung sebanyak 4,15 juta m3, dengan
kedalaman rata-rata 40 m. Jarak dari pusat kota ± 11,4 km, dan jarak terdekat dan
terjauh dengan TPS masing-masing ± 4 km dan ± 25 km. Kondisi topografi TPA
Jatibarang adalah: daerah berbukit dan bergelombang dengan kemiringan lereng
sangat curam (lebih dari 24%), dengan ketinggian bervariasi antara 63 sampai 200
meter dari permukaan air laut, dan bagian bawah (terendah mengalir Sungai Kreo).
Sampai dengan tahun 2005, timbunan sampah sudah mencapai 5,75 juta m3
sampah, padahal daya tampung TPA hanya 4,15 juta m3 sampah. Dengan demikian
sudah melebihi daya tampung TPA sekitar 1,6 juta m3 sampah. Dengan kondisi
tersebut menyebabkan air lindi sulit dikendalikan, sarana penanganan sampah (alat
berat, dump truck) semakin kurang mencukupi (tidak imbang), Sanitary Landfill sulit
dilaksanakan, akibatnya terjadi pencemaran udara dan bau sampah semakin
meluas. Hal ini mengundang protes masyarakat akibat pencemaran yang pada
akhirnya dapat berakibat ditutupnya TPA Jatibarang. Selain itu dapat terjadi sampah
longsor yang kemungkinan akan masuk Sungai Kreo dan menyebabkan
pencemaran air.
Keberadaan TPA Jatibarang yang kondisinya sekarang sudah dianggap
mengkhawatirkan karena sudah mulai penuh, perlu dicarikan alternatif lain. Dan
sekarang sudah diadakan studi untuk mencari alternatif lokasi baru. Namun untuk
mencari calon TPA yang baru sekarang ini Pemerintah Kota mengalami kendala,
karena cukup sulit dan mahalnya mencari lokasi baru, maka upaya yang ditempuh
adalah mengoptimalkan TPA yang ada, dengan cara membuat tanggul, menambah
jumlah sarana dan prasarana yang kurang, dan bekerjasama dengan Pihak Swasta
dalam pengelolaan sampah TPA, misalnya sampah diolah menjadi pupuk cair dan
padat. Teknologi Pembuangan akhir adalah Teknologi Open Dumping (1992-1993)
Namun karena teknologi ini tidak dianjurkan karena tidak ramah lingkungan dan
dapat menimbulkan berbagai macam penyakit maka pada tahun 1993/1994
ditingkatkan menjadi Controlled Land fill. Kemudian pada bulan Maret 1995 sistem
Sanitary Landfill diterapkan untuk TPA Jatibarang. Pelapisan tanah dilakukan setiap
hari pada setiap akhir hari operasi.
59

4.4.3. Sanitasi Lingkungan


Institusi yang terlibat dalam penyediaan dan pengelolaan sistem sanitasi
antara lain PDAM, sebagai pengelola sistem jaringan sanitasi, Pembentukan badan
otoritas di daerah (PMO dan PMU) serta Bapedalda Kota. Permasalahan utama
sistem sanitasi di Kota Semarang adalah belum adanya sistem perpipaan air limbah
sebagai sistem gabungan yang mengumpulkan baik air hujan dan air limbah.
Pembuangan limbah industri cair ke Sungai Tapak oleh beberapa perusahaan yang
berada di daerah aliran Sungai Tapak telah menyebabkan air sungai tercemar,
begitu juga air sumur milik penduduk. Sungai Tapak bukan satu-satunya sungai di
Kota Semarang yang airnya tercemar. Data Bapedal Kota Semarang, ada enam
sungai lain yang juga tercemar limbah industri, yaitu Sungai Tenggang, Sungai
Banger, Sungai Karanganyar, Sungai Plumbon, Sungai Sedari, dan Sungai Bringin.
Kondisi ini menyebabkan keadaan sanitasi dan pencemaran sungai dan air tanah
menimbulkan bahaya bagi kesehatan umum.
Permasalahan lainnya berkaitan dengan sistem sanitasi kota adalah
tingginya tingkat kepadatan penduduk serta kondisi tanah dan air yang tidak cocok
untuk penggunaan septic tank, karena muka air tanah yang tinggi dan tanah kedap
air. Kondisi ini menyebabkan sistem sanitasi on site tidak begitu cocok. Sedangkan
pada daerah lain dengan tingkat kepadatan penduduk yang rendah maka akan lebih
cocok menggunakan sistem on site.
Sejauh ini penanganan yang sudah ada di Kota Semarang yaitu:
1. Waste Water Master Plan for City of Semarang, Burns and Mc Donel, 1976
2. Pekerjaan pengembangan Sistem Perencanaan Pembuangan Air Limbah di
Kota Semarang , PT Yodya Karya, 1988 dan berbagai studi mengenai Sistem
Sanitasi Kota Semarang.
3. Pembangunan sistem sanitasi off site pada permukiman-permukiman padat dan
kumuh.
4. Pengadaan tempat pengolahan air limbah seluas 15 Ha (kolam oksidasi) di
Kelurahan Genuk, termasuk pengadaan tanah.
5. Pembangunan inseptor air limbah di Kali Semarang Timur.
6. Pembangunan pipa air limbah untuk mengangkut limbah dari interseptor Kali
Semarang ke tempat pengolahan
60

7. Pengolahan sistem air limbah terpisah yang lengkap di daerah pilot project
seluas 59 Ha.
8. Pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan fasilitas sanitasi on site melalui
pemberian kredit.
9. Consultancy Services for Initial Community Consultation Works and Preparation
for Pilot Sanitation Project in City of Semarang, yang langsung dilaksanakan
dengan konstruksi sistem sanitasi off site di kelurahan Panggung Kidul dan
Kelurahan Kuningan.
10. Peningkatan kapasitas SDM untuk operasi dan pemeliharaan.

4.4.4. Drainase
Banjir yang terjadi di Kota Semarang pada umumnya disebabkan karena
tidak terkendalinya aliran sungai, akibat kenaikan debit, pendangkalan dasar badan
sungai dan penyempitan sungai karena sedimentasi, adanya kerusakan lingkungan
pada daerah hulu (wilayah atas kota Semarang) atau daerah tangkapan air
(recharge area) serta diakibatkan pula oleh ketidakseimbangan input – output pada
saluran drainase kota. Cakupan banjir saat ini telah meluas di beberapa kawasan di
Kota Semarang, yang mencakup sekitar muara Kali Plumbon, Kali Siangker sekitar
Bandara Achmad Yani, Karangayu, Krobokan, Bandarharjo, sepanjang jalan di
Mangkang, kawasan Tugu Muda – Simpang Lima sampai Kali Semarang, di Genuk
dari Kaligawe sampai perbatasan Demak
Persoalan yang sering muncul adalah terjadi air pasang laut (rob) di
beberapa bagian di wilayah penelitian yang menjadi langganan genangan akibat rob.
Saluran drainase yang mestinya menjadi saluran pembuangan air ke laut berfungsi
sebaliknya (terjadi Backwater), sehingga sistem drainase yang ada tidak dapat
berjalan dengan semestinya. Hal ini menjadi lebih parah bila terjadi hujan pada
daerah tangkapan dari saluran-saluran drainase yang ada. Sehingga terjadi luas
genangan yang semakin besar dan semakin tinggi.
V. HASIL DAN ANALISIS

5.1. Potensi Air Tanah Kota Semarang


Ketersediaan air tanah di kota Semarang ditentukan oleh laju
pemanfaatan air tanah dan laju imbuhan. Laju pemanfaatan air tanah meliputi:
penggunaan untuk domestik, industri, dan hotel, sedangkan laju imbuhan
meliputi imbuhan dari air hujan. Namun hal yang perlu diketahui bahwa air hujan
yang jatuh di daerah imbuhan (recharge) tidak semuanya akan menjadi air tanah,
tetapi ada yang kembali ke atmosfer melalui evaporasi, dan sebagian lagi
mengalir di permukaan sebagai run-off dan langsung mengalir ke laut.
Keberadaan air tanah berdasarkan UU No. 7 tahun 2004 berada dalam suatu
Cekungan Air Tanah (CAT), dan berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan
Sumberdaya Mineral No. 13 tahun 2009 tentang pedoman penyusunan
rancangan penetapan CAT, air tanah kota Semarang tersusun atas 2 CAT yakni:
(a) CAT Semarang Demak, dan (b) CAT Ungaran.

5.1.1. Cekungan Air Tanah (CAT) Semarang Demak


Air hujan yang jatuh diatas permukaan tanah, kemudian masuk ke tanah
melalui infiltrasi, dan perkolasi, akhirnya berkumpul membentuk air tanah.
Keberadaan air tanah disebut Cekungan Air Tanah (CAT) (PP No. 43 tahun
2008). Pasal 1 ayat 3 PP No. 43 tahun 2008 menyebutkan bahwa CAT adalah
suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrologis seperti proses pengimbuhan,
pengaliran, dan pelepasdan air tanah berlangsung.
CAT Semarang Demak berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 13
tahun 2009, merupakan salah satu cekungan air tanah lintas Kabupaten di Jawa
Tengah yang secara geografis terletak pada koordinat antara 110013’35" dan
111021’50" Bujur Timur serta 06046’18” dan 07014’33" Lintang Selatan, dengan
luas kurang lebih 1.915 km2. Wilayahnya meliputi 7 (tujuh) daerah administratif,
yaitu: Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kendal, Demak, Grobogan, Blora,
dan Kudus. Letak CAT Semarang Demak disajikan dalam Lampiran 3.
CAT Semarang Demak merupakan salah satu dari 4 (empat) CAT yang
ditetapkan sebagai CAT kritis, yang meliputi: CAT Jakarta Tangerang, Bandung,
Semarang Demak, dan CAT Pasuruan (Ditjen Minerba. 2003). CAT Semarang
Demak dijumpai 2 (dua) sistem akuifer yakni sistem akuifer tidak tertekan atau
akuifer bebas (unconfined aquifer) dan sistem akuifer tertekan (confined aquifer).
Kedudukan sistem akuifer tidak tertekan umumnya kurang dari 30 m bmt (bawah
62

muka tanah), dan sistem akuifer tertekan dengan kedalaman antara 30 - 150 m
bmt.
Daerah imbuhan air tanah tidak tertekan meliputi seluruh wilayah
cekungan. Sedangkan daerah imbuhan air tanah tertekan menempati daerah
kaki Gunung Ungaran yang terletak dibagian barat daya cekungan pada
ketinggian antara 50 – 300 m dpl (diatas permukaan laut), meliputi daerah
Sumberejo, Kecamatan Kaliwungu (Kabupaten Kendal), daerah Manyaran di
Kecamatan Semarang Barat, daerah-daerah di Kecamatan Ngalian, Kecamatan
Mijen, Kecamatan Candisari, Kecamatan Tembalang, dan Kecamatan
Banyumanik serta Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang. Jumlah imbuhan
air tanah ke dalam sistem akuifer tidak tertekan (bebas) yang diprediksikan
secara kumulitatif dengan metode prosentase curah hujan di cekungan ini
terhitung 783 x 106 m3, sedangkan jumlah aliran air tanah pada sistem akuifer
tertekan dihitung dengan jejaring aliran (flow net) dan melalui persamaan Darcy
terhitung sebanyak 91,00 x 106 m3.

5.1.2. CAT Ungaran


CAT Ungaran wilayahnya lebih kecil dibandingkan dengan CAT
Semarang Demak. Wilayahnya meliputi: Boja, Cangkiran, Gunung Pati, dan
Genuk, dengan luas 340 km2. Seperti CAT Semarang Demak, CAT Ungaran juga
terdiri dari 2 akuifer, yakni akuifer bebas atau air tanah bebas, dan akuaifer
tertekan atau air tanah dalam. Berdasarkan peta cekungan air tanah propinsi
jawa tengah dan daerah istimewa Yogyakarta (2006), volume air tanah bebas
sebesar 145 x106 m3, sedangkan volume air tanah tertekan atau air tanah dalam
sebesar 8,00 x 106 m3.
Akuifer bebas (air tanah dangkal) kedalamannya kurang dari 10 m bmt,
kualitas airnya umumnya baik dan layak digunakan sebagai sumber air bersih,
sedangkan akuifer dalam (air tanah tertekan) kedalamannya antara 75 – 100 m
bmt, dan bahkan lebih dari 100 m bmt, kualitas airnya umumnya baik dan layak
digunakan sebagai sumber air bersih (Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan
Departemen ESDM. 2006). Kedudukan CAT Ungaran disajikan dalam Lampiran
4.
Konservasi di air tanah di kota Semarang bertumpu pada aspek teknis
antara lain dapat dilakukan dengan membatasi daerah pengambilan. Konservasi
air tanah di daerah Semarang dan sekitarnya dapat dibagi menjadi 6 (enam)
zonasi konservasi air tanah yaitu (Wahid, H. 1996):
63

a. Zona konservasi air tanah I (Zona I)


Pada zona ini kedudukan muka air tanah statis lebih dari 10 m dml (dari
muka laut). Penyebarannya terutama pada Semaang Utara mulai dari muara
kali Garang sampai ke sebelah barat kali Ongko Rawe berbentuk melingkar
kearah selatan. Umumnya pada daerah pusat perdagangan, perkantoran,
industri. Akuifer yang disadap dari endapan delta Garang dengan kedudukan
muka air tanah 10 – 20 meter dml. Terdapat indikasi penurunan tanah (land
subsident), intrusi air laut yang sudah sampai pada Tanah Mas,Tugu muda,
Jl. Pandanaran, dan Simpang Lima. Untuk zona ini dilarang melakukan
pemboran baru bagi sumur produksi bagi keperluan industri.
b. Zona konservasi air tanah II (Zona II)
Pada zona ini kedudukan muka air tanah statis bervariasi, umumnya kurang
dari 10 meter dml. Penurunan muka air tanah cukup bervariasi, umumnya
kurang dari 1 meter setiap tahun. Penyebarannya dari zona I kearah timur
sepanjang pantai utara dan menyempit di bagian tengah sekitar selatan
Simpang Lima, dan melebar kearah timur sampai ke Demak. Akuifer yang
diijinkan untuk disadap pada kedalaman > 75 m dengan debit pengambilan
maksimum 216 m3/hari untuk 1 sumur bor produksi.
c. Zona konservasi air tanah III (zona III)
Pada zona ini kedudukan muka air tanah statis umumnya cukup dalam
sekitar 50 meter dari muka tanah setempat dan pada daerah-daerah yang
serasi dijumpai pemunculan mata air berdebit cukup besar. Penyebarannya
meluas kearah timur dan barat dari zona I, dan menyempit di bagian tengah
atau selatan kota Semarang. Pemanfaatan air tanah dalam dengan membuat
sumur bor produksi dengan kedalaman > 60 m debit maksimal 200 L/menit
atau 216 m3/hari (pemompaan selama 18 jam/hari) setiap1 sumur bor dan
berjarak minimal 1 km antar sumur bor.
d. Zona konservasi air tanah IV (zona IV)
Pada zona ini mempunyai kandungan air tanah bebas maupun tertekan
dengan kualitas yang kurang baik karena akuifer berasal dari endapan tersier
yang berupa lempung napalan yang banyak mengandung cangkang kerang
yang mencerminkan lingkungan pengendapan marin, sehingga airnya payau
sampai asin. Penyebarannya bagian tengah dan timur dari zona I, atau timur
kali Blorong, pertemuan kali Kripik dan Paranasan atau barat Jatingaleh, dan
sepanjang kali Garang.
64

e. Zona konservasi air tanah V (Zona V)


Pada zona ini penyebarannya meliputi daerah puncak dan lereng bagian
utara gunung Ungaran, dengan ketinggian umumnya lebih dari 225 m dpl. Di
beberapa tempat banyak dijumpai mata air dengan debit cukup besar (± 280
L/dt atau 24.192 m3/hari). Secara hidrogeologi zona ini merupakan wilayah
resapan (imbuhan) dari air tanah, sehingga dihimbau tidak dilakukan
pembuatan sumur bor baru.
f. Zona konservasi air tanah VI (zona VI)
Pada zona ini penyebarannya di bagian selatan yang tersusun atas batuan
tufa (tersier). Secara hidrogeologi zona ini termasuk wilayah dengan air tanah
produktivitas kecil sampai langka, dan mutu air tanah kurang baik, sehingga
perlu dipertimbangkan sebagai wilayah resapan (imbuhan) dan tidak dapat
dikembangkan.

5.1.3. Volume Air Tanah Dalam Kota Semarang


Volume air tanah dalam di kota Semarang dihitung berdasarkan hasil
penelitian dari Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan Bandung (Peta Cekungan
Air Tanah Jawa Tengah 2006), menunjukkan bahwa potensi air tanah dalam di
kota Semarang tersusun atas 2 CAT yaitu CAT Semarang Demak dan CAT
Ungaran. Volume CAT Semarang Demak adalah 91,00 x 106 m3, sedangkan
kedudukan kota Semarang terhadap CAT Semarang Demak adalah 19%,
sehingga berdasarkan interpolasi, maka potensi atau volume air tanah dalam
(tertekan) di kota Semarang hasil sumbangan dari CAT Semarang Demak adalah
sebesar 17,29 x 106 m3.
Volume CAT Ungaran adalah 8,00 x 106 m3, sedangkan kedudukan kota
Semarang terhadap CAT Ungaran adalah 15%, sehingga berdasarkan
interpolasi, maka volume air tanah dalamnya adalah 1,20 x 106 m3. Jadi total
volume air tanah dalam kota Semarang adalah 17,29 x 106 m3 + 1,20 x 106 m3 =
18,49 x 106 m3.

5.1.4. Nilai Aman (Safety Yield) Pemanfaatan Air Tanah


Nilai aman air tanah dalam (Safety yield) adalah angka yang
menunjukkan batas maksimum pengambilan air tanah dalam disuatu daerah,
sehingga tidak semua cadangan air tanah dalam di kota Semarang bisa
dieksploitasi, agar supaya tidak menimbulkan dampak yang sangat luas, antara
lain: amblesan tanah (subsident), intrusi air laut, dan rob, yang kesemuanya akan
65

mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar, maka diperlukan aturan


atau tata cara agar pemanfaatannya dapat berkelanjutan. Menurut David K.Todd
(1980), menyebutkan bahwa batas maksimum air tanah yang dapat diambil
(Safety yield) adalah: 0.5 dikalikan volume air tanah atau dengan formula:

Nilai aman (SY) = 0.5 x (volume air tanah).

Berdasarkan hasil perhitungan, menunjukkan bahwa nilai aman air tanah (safety
yield) di kota Semarang adalah sebesar 18,49 x 106 m3 x 0,5 = 9,245 x 106 m3.

5.1.5. Imbuh Air tanah


Ketersediaan air tanah dalam kota Semarang berasal dari daerah
imbuhan air tanah yaitu air hujan yang jatuh di atas daerah lereng utara
pegunungan Ungaran. Berdasarkan PP No. 43 tahun 2008, pasal 1 ayat 4
disebutkan bahwa daerah imbuhan adalah daerah resapan air yang mampu
menambah air tanah secara alamiah pada cekungan air tanah (CAT).
Sumber utama imbuhan air tanah adalah curah hujan. Daerah tangkapan
hujan untuk daerah penelitian tidak berada diatas kota Semarang, melainkan dari
air hujan yang jatuh di daerah Ungaran. Oleh karena itu dalam perhitungan
volume air tanah dan ketersediaan air tanah faktor imbuh air tanah sangat
diperhitungkan, dan berdasarkan formula 3 (tiga) diketahui besarnya imbuh air
tanah dalam di kota Semarang adalah 3,28 x 106 m3.

5.2. Identifikasi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah Kota Semarang


Dalam pemanfaatan air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih
seperti di kota-kota lain di Indonesia yaitu dengan memanfaatkan potensi air
tanah melalui Cekungan Air Tanah, demikian juga pemanfaatan air tanah di kota
Semarang melalui potensi cekungan air tanah Semarang Demak dan CAT
Ungaran.
Dalam pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih telah diatur
dalam peraturan perundangan, mulai dari Undang-undang, Peraturan
Pemerintah, sampai ke Surat Keputusan Gubernur, dan bahkan Peraturan Wali
Kota Semarang. Banyak peraturan perundangan yang berhubungan dengan
pengelolaan sumberdaya air, namun yang berkaitan dengan konservasi
pemanfaatan air khususnya air tanah di kota Semarang hanya ada 5 (lima)
peraturan perundangan yang digunakan sebagai acuan, yaitu:
66

1. Undang undang No. 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air,


2. Undang undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi daerah,
3. Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2008 tentang Air Tanah,
4. SK Gubernur Jawa Tengah No. 5 tahun 2003 tentang nilai perolehan dan
harga dasar untuk menghitung pajak pengambilan air bawah tanah, dan
5. Peraturan Wali Kota Semarang No. 32 tahun 2008 tentang penjabaran tugas
dan fungsi dinas pengelolaan sumberdaya air dan energi sumberdaya
mineral kota Semarang.
Untuk mengetahui kaitan antara peraturan perundangan dengan
konservasi pemanfaatan air tanah disajikan dalam Tabel 19.

5.3. Ketersediaan Air Tanah di Kota Semarang


Air tanah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat kota Semarang
bersumber dari 2 (dua) air tanah, yaitu: air tanah bebas atau tanah dangkal, dan
air tanah tertekan atau air tanah dalam. Air tanah dalam kota Semarang berasal
dari imbuhan (recharge) dari pegunungan Ungaran di sebelah barat yang
mengalir mengikuti pola aliran DAS Garang dan sebelah timur yang mengalir
mengikuti pola aliran DAS Babon. Sedangkan air tanah bebas atau air tanah
dangkal imbuhannya berasal dari curah hujan yang jatuh di atas kota Semarang,
sehingga potensinya lebih besar, dan sebagian besar (80%) masyarakat kota
Semarang memanfaatkan jenis air tanah bebas ini, karena disamping mudah dan
murah untuk memperolehnya juga kualitasnya lebih baik. Penggunaan air tanah
di kota Semarang meliputi: penggunaan untuk domestik (penduduk dan fasilitas
umum), industri, dan hotel.

5.3.1. Kebutuhan Air untuk Domestik


Penggunaan air tanah untuk kebutuhan domestik sangat dipengaruhi oleh
jumlah penduduk dan fasilitas umum.

a. Kebutuhan Air Penduduk


Jumlah penduduk di kota Semarang yang meliputi 16 Kecamatan pada
tahun 2008 adalah sebesar 1.481.644 jiwa. Kota Semarang dengan jumlah
penduduk > 1,4 juta jiwa adalah termasuk kategori Kota metropolitan, dengan
syarat kebutuhan air bersih sebesar 150 - 200 liter per orang per hari
(Kimpraswil, 2003) dan berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk
diketahui bahwa kebutuhan air bersih penduduk kota Semarang adalah sebesar :
67

Tabel 19 Penerapan Indikator Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dalam


Peraturan Perundangan
Indikator Konservasi
Peraturan Pemanfaatan
No. Pasal Komponen Komponen
Perundangan Aspek Konservasi Jenis
Konservasi Kebutuhan
Ayat (1) Air tanah - penghematan Reduce Domestik
keberadaannya - muka air Industri
sangat terbatas dan tanah Hotel
kerusakannya dpt
mengakibatkan
dampak yg luas
dan pemulihannya
UU No.7 th.
sulit dilakukan
2004,
37 ayat 1 Ayat (2) Ayat (2) - penghematan Reduce Domestik
1. tentang
&2 pengemb air tanah - muka air Industri
sumberdaya
di CAT tanah Hotel
air
dilaksanakan
secara terpadu dlm
pengemb. SDA
dlm wilayah sungai
dlm upaya
pencegahan thd
kerusakan air tanah
UU No. 28 th NPA
2009, mempertimbangkan
Industri
2. tentang pajak 69 ayat 2 tingkat kerusakan Penghematan Reduce
Hotel
dan retribusi yang diakibatkan
daerah oleh pengambilan
PP No.43 th - perlindungan dan
2008, pengawetan
Industri
3. tentang air 35 - pengelolaan Penghematan Reduce
Domestik
tanah kualitas dan
pencemaran
SK Gub
Jateng No. 5
th 2003,
tentang nilai
perolehan & Industri
4. Lampiran Pengenaan pajak Penghematan Reduce
harga dasar Hotel
unt
menghitung
pengambilan
air tanah
Peraturan Pembagian bidang
Wali Kota dan seksi, dimana
Semarang terdapt seksi
No. 32 th konservasi dan
Bab 2,
2008, eksploitasi SDA. Industri
pasal 2
5. tentang: Terdapat kasi Penghematan Reduce Hotel
dan
penjabaran monitoring Domestik
pasal 8
tupoksi Dinas sumberdaya air
SDA dan
SDM kota
Semarang
Sumber: Hasil analisis 2010.
68

150 L/orang/hari, sehingga kebutuhan air untuk domestik pada tahun 2008
sebesar 80,01 x 106 m3/th. Berdasarkan hasil proyeksi eksponensial, maka
jumlah penduduk pada tahun 2010 adalah sebesar 1.520.417 jiwa dengan
tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,68%, sedangkan besarnya jumlah
penduduk pada tahun 2050 sebesar 2.548.828 jiwa, sehingga besarnya
kebutuhan air bersih warga kota Semarang sebesar 137,64 x 106 m3/tahun.
Untuk mengetahui proyeksi pertumbuhan penduduk beserta kebutuahn air bersih
kota Semarang disajikan dalam tabel 20.
Untuk memenuhi kebutuhan domestik air bersih kota Semarang,
disamping memanfaatkan air tanah, juga memanfaatkan air permukaan melalui
sungai Garang, sungai Babon, dan bendung Kudu.

Tabel 20 Proyeksi Jumlah Penduduk beserta Kebutuhan Air


Kota Semarang
Kebutuhan air
No. Tahun Jml Penduduk 6 3
( 10 m /th)
1. 2008 1.481.644 80,01
2. 2010 1.520.417 82,10
3. 2015 1.621.847 87,58
4. 2020 1.730.044 93,42
5. 2025 1.845.459 99,65
6. 2030 1.968.574 106,30
7. 2035 2.099.901 113,39
8. 2040 2.239.990 120,96
9. 2045 2.389.425 129,03
10. 2050 2.548.828 137,64
Sumber: Hasil analisa. 2010
Selain itu, pemerinah telah membangun PDAM Tirta Moedal. PDAM Kota
Semarang mentargetkan jumlah pelanggan 185.000 di tahun 2007, namun baru
dapat terealisasi 153.000 pelanggan, dengan cakupan pelayanan saat ini
56,10% (Selayang Pandang PDAM Kota Semarang, 2008) Tidak tercapainya
target jumlah pelanggan disebabkan terjadi penurunan pasokan air produksi di
beberapa IPA, dari 900 liter per detik saat musim hujan hanya 600 liter per detik
saat kemarau, diantaranya IPA Kudu, dan IPA Pucang Gading, sedangkan
penurunan produksi pada IPA Gajah Mungkur disebabkan karena faktor usia
(PDAM kota Semarang, 2008).
Dalam melayani kebutuhan air bersih kota Semarang, PDAM Tirta
Moedal telah memanfaatkan air tanah dalam, air kali Garang, kali Babon, sungai
Klambu dengan bendung Kudu, dan mata air (Ditjen Cipta Karya. 2007) dengan
perincian:
69

1. Pemanfaatan air tanah dalam yaitu dengan membuat sumur bor yang
jumlahnya mencapai 30 buah yang terletak di Kecamatan Candisari. Dari 30
buah sumur dalam tersebut, 6 sumur tidak beroperasi karena kualitas airnya
kurang memenuhi syarat sebagai sumber air bersih (kandungan Fe melebihi
standar kualitas). Debit pengambilan air tanah masing-masing sumur adalah
10 L/dt atau volume mencapai 62.208 m3/tahun dengan lama pemompaan ±
24 jam. Kontribusi air tanah untuk memasok sumber air baku PDAM Tirta
Moedal adalah 19%.
2. Kali Garang: selain memanfaatkan air tanah, PDAM juga memanfaatkan air
kali Garang yang membelah kota Semarang dengan alirannya sepanjang
tahun. Kali Garang dibagi menjadi 4 unit produksi (IPA) dengan total
kapasitas terpasang 1.130 L/dt, dan debit rata-rata 915,79 L/dt,
3. Kali Babon; pengambilan air kali Babon melalui intake Pucang Gading yaitu
pada waktu musim kemarau intake yang digunakan berkapasitas 50 L/dt,
sedangkan pada waktu musimpenghujan digunakan intake berkapasitas 70
L/dt,
4. Instalasi Pengolah Air (IPA) Kudu yang terletak di kelurahan Kudu,
Kecamatan Genuk. Air IPA Kudu sumber airnya dari bendungan Kedung
Ombo yang dialirkan melalui saluran terbuka (sungai Klambu). Kapsitas IPA
ini adalah 1.250 L/dt dan masih bisa ditingkatkan lagi, dengan debit rata-rata
759,29 L/dt,
5. Mata air yang terletak di kecamatan Candisari, dan Banyumanik, dengan
volume pengambilan 382,58 L/dt, dengan jumlah mata air adalah 11 buah.

b. Kebutuhan Air untuk Fasilitas Umum


Kota Semarang disamping menjadi ibu kota propinsi Jawa Tengah, juga
menjadi kota metropolitan, maka kota Semarang fungsi kotanya menjadi pusat
pemerintahan, kegiatan industri, perdagangan, transportasi, pendidikan,
pariwisata dan lingkungan permukiman. Perkembangan kota tersebut perlu
ditunjang dengan tersedianya sarana dan prasarana seperti pelabuhan udara,
pelabuhan laut, dan terminal bus antar kota, sehingga arus barang maupun
orang yang keluar dan masuk kota Semarang sangat lancar.
Disamping sarana dan prasarana taransportasi, untuk memperlancar
kegiatan perekonomian kota Semarang diperlukan fasilitas-fasilitas lainnya, yang
meliputi: tempat ibadah, pendidikan, fasilitas umum, komersial, dan institusional,
70

hotel, rumah sakit, dan sekolah, Fasilitas tersebut tentunya membutuhkan air
bersih. Menurut Sarwoto, dalam Setyanto, Oky. 2006, menyebutkan bahwa
kebutuhan air bersih untuk fasilitas umum dihitung dengan pendekatan jumlah
KK.
Diperkirakan rata-rata penggunaan air untuk fasilitas umum sekitar 10 –
15% dari penggunaan air untuk satu rumah tangga (KK) (Oky Setyanto. 2006).
Berdasarkan hasil perhitungan Dinas Kesehatan kota Semarang (2009), bahwa
rata-rata dalam 1 KK terdiri dari 4 jiwa, sehingga besarnya penggunaan air untuk
fasilitas umum diambil rata-rata tertimbang yaitu sebesar 12,5 % dari
penggunaan satu rumah tangga. Tipikal konsumsi air untuk fasilitas umum
disajikan dalam Tabel 21.

Tabel 21 Tipikal Konsumsi Air untuk Fasilitas Umum


No. Katagori Kebutuhan Air Jumlah Air
1. Tempat Ibadah
Masjid/Musolla 30 L/kapita/hari 200 Orang
Gereja 10 L/kapita/hari 150 Orang
Vihara 10 L/kapita/hari 50 Orang
Pura 10 L/kapita/hari 50 Orang
2. Pendidikan
SD 10 L/kapita/hari 250 Orang
SMP 20 L/kapita/hari 150 Orang
SMU 25 L/kapita/hari 250 Orang
Perguruan Tinggi 50 L/kapita/hari 500 Orang
3. Umum
Terminal 15 L/kapita/hari 100 Orang
Rumah Sakit 250 L/kapita/hari 100 Orang
Bank 25 L/kapita/hari 500 Orang
Puskesmas 1.000 L/kapita/hari -
4. Komersial
Bioskup 15 L/kapita/hari 100 Orang
Restoran 70 L/kapita/hari 100 Orang
Toko 20 L/kapita/hari 20 Orang
Pasar 1.000 L/kapita/hari -
5. Institusional
Kantor 30 L/kapita/hari -
LP 50 L/kapita/hari 100 Orang
Sumber: Sarwoto, dalam Oky Setyanto. 2006

Berdasarkan tabel 5.4. terlihat bahwa kebutuhan air untuk fasilitas umum
pada tahun 2008 sebanyak 10,00 x 106 m3/tahun, dan berdasarkan proyeksi
eksponensial, maka kebutuhan air bersih fasilitas umum pada tahun 2050
sebanyak 17,20 x 106 m3/tahun. Sedangkan kebutuhan air domestik pada tahun
2008 sebesar 74,01 x 106 m3/tahun, dan pada tahun 2050 sebesar 127,31 x 106
71

m3/tahun. Hasil perhitungan jumah kebutuhan air bersih fasilitas umum dan
domestik disajikan dalam Tabel 22.

Tabel 22 Kebutuhan Air Fasilitas Umum dan Domestik di kota Semarang


Keb.Air Kebutuhan air Kebutuhan air
No. Tahun Fas.Umum penduduk Domestik (106
(106 m3/th) ( 106 m3/th) m3/th)
1. 2008 10,00 80,01 90,01
2. 2010 10,26 82,10 92,37
3. 2015 10,95 87,58 98,53
4. 2020 11,68 93,42 105,10
5. 2025 12,46 99,65 112,11
6. 2030 13,29 106,30 119,59
7. 2035 14,17 113,39 127,57
8. 2040 15,12 120,96 136,08
9. 2045 16,13 129,03 145,16
10. 2050 17,20 137,64 154,84
Sumber : Hasil Analisis. 2010

5.3.2. Kebutuhan Air untuk Industri


Sesuai dengan visi kota Semarang yaitu sebagai kota investasi, maka
perdagangan dan industri pengolahan berperan amat dominan dalam
perekonomian Kota Semarang. Kontribusi kedua sektor tersebut terhadap PDRB
lebih dari 65 persen. Kota Semarang merupakan pusat industri besar dan
sedang terbesar di Propinsi Jawa Tengah.
Klasifikasi Industri di Kota Semarang menurut bidang usahanya pada
tahun 2008 didominasi industri yang bergerak dibidang usaha pengolahan yang
beragam jenisnya. Begitu pula halnya dalam penyerapan atau jumlah tenaga
kerja. baik untuk industri besar, sedang maupun kecil pada tahun 2008. Pada
tahun 2009 keadaannya hampir tidak berubah dimana industri pengolahan masih
mendominasi baik ditinjau dari jumlah unit usahanya maupun penyerapan tenaga
kerjanya.
Industri di kota Semarang dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu
industri besar/sedang dan industri kecil. Berdasarkan Laporan tahunan Dinas
Perindustrian dan Perdagangan kota Semarang (2009) diketahui bahwa jumlah
industri besar/sedang adalah sebesar 781 unit, sedangkan jumlah industri kecil
adalah 15.347 unit, namun dalam analisa penelitian ini penggunaan air bersihnya
tidak dibedakan antara industri besar/sedang dan industri kecil.
Perkembangan jumlah unit usaha atau industri ini tentu tidak lepas dari
adanya berbagai insentif yang ada di Kota Semarang, selain memilki beberapa
72

Kawasan Industri yang siap huni juga insentif lainnya baik dari faktor keamanan,
kelancaran distribusi, maupun kemudahan dalam perijinan dan lain-lain.
Berdasarkan hasil perhitungan (proyeksi) eksponensial, untuk tahun
2010, jumlah industri di kota Semarang adalah 17.514 unit.dengan tingkat
pertumbuhan 6%, dan jumlah industri untuk tahun 2050 adalah 177.777 unit.
Kebutuhan air untuk industri besar/sedang adalah sebesar 222.5 m3/unit/tahun,
sedangkan untuk industri kecil sebesar 180 m3/unit/tahun. Dalam analisa
penelitian ini tidak dibedakan kebutuhan air antara industri besar/sedang dan
industri kecil, karena air digunakan sebagai bahan proses industri, bukan
sebagai bahan baku industri, sehingga kebutuhan akan air hampir sama.
Kebutuhan air untuk industri ditentukan berdasarkan rata-rata timbang kebutuhan
air antara kedua jenis industri tersebut dan berdasarkan hasil wawancara dengan
pelaku industri yaitu sebesar 201,25 m3/unit/tahun, sehingga kebutuhan air
bersih untuk industri pada tahun 2008 sebesar 3,33 x 106 m3/unit/tahun, dan
pada tahun 2050 sebesar 35,78 x 106 m3/unit/tahun. Untuk lebih jelasnya
kebutuhan air industri beserta proyeksinya disajikan dalam Tabel 23.

Tabel 23 Kebutuhan Air untuk Industri di Kota Semarang

Kebutuhan air
No. Tahun Jml Industri 6 3
(10 m /th)
1. 2008 16.528 3,33
2. 2010 17.514 3,52
3. 2015 23.399 4,71
4. 2020 31.262 6,29
5. 2025 41.766 8,41
6. 2030 55.800 11,23
7. 2035 74.549 15,00
8. 2040 99.599 20,04
9. 2045 133.065 26,78
10. 2050 177.777 35,78
Sumber: Hasil analisis. 2010

5.3.3. Kebutuhan Air untuk Hotel


Untuk memperlancar kegiatan perekonomian kota Semarang yang telah
dicanangkan sebagai kota investasi, diperlukan fasilitas-fasilitas yang memadai,
yang salah satunya adalah hotel. Berdasarkan data yang ada, jumlah hotel di
kota Semarang pada tahun 2008 adalah 83 buah dengan klasifikasi 27
berbintang dan 56 kelas melati. Jumlah kamar adalah 3.280, dan jumlah tempat
tidur adalah 6.248 buah.
73

Dalam pemakaian air bersih hotel, diasumsikan bahwa hotel terisi 75%,
dan tiap kamar memiliki 2 tempat tidur. Jumlah kebutuhan air bersih untuk
penghuni hotel dianggap sama dengan kebutuhan air bersih penduduk yaitu
sebesar 150 L/orang/hari, sehingga kebutuhan air bersih hotel pada tahun 2008
sebesar 253.044 m3/tahun. Untuk perencanaan selanjutnya diasumsikan bahwa
perkembangan tingkat pertumbuhan hotel di kota Semarang adalah 2% per
tahun, maka berdasarkan hasil proyeksi eksponensial jumlah hotel pada tahun
2010 sebesar 86, dan pada tahun 2050 sebesar 191 buah, sehingga kebutuhan
air pada tahun 2010 adalah sebesar 263.267 m3/th, dan pada tahun 2050
sebesar 581.304 m3/th. Hasil analisa disajikan dalam Tabel 24.

Tabel 24 Kebutuhan air bersih hotel di kota Semarang


Jml Jml Jml Tempat Kebutuhan air
No. Tahun 3
Hotel Kamar Tidur (m /th)
1. 2008 83 3.124 6.248 253.044
2. 2010 86 3.187 6.374 263.267
3. 2015 95 3.280 6.699 290.668
4. 2020 105 3.520 7.040 320.921
5. 2025 116 3.700 7.400 354.323
6. 2030 128 3.889 7.777 391.201
7. 2035 142 4.087 8.174 431.917
8. 2040 156 4.296 8.591 476.872
9. 2045 173 4.515 9.029 526.505
10. 2050 191 4.745 9.489 581.304
Sumber:Hasil analisis. 2010

5.3.4. Ketersediaan Air Tanah


Asumsi Kebutuhan Air Domestik disupali dari PDAM (19% dari air
tanah), dan hotel maupun industri 90% dari Air Tanah.

Kebutuhan air bersih total kota Semarang ditentukan oleh tiga sektor
(pelaku), yaitu: sektor domestik, industri, dan hotel seperti terlihat dalam
Lampiran 3. Apabila kebutuhan air tanah dari setiap pelaku tersebut seluruhnya
disuplai dari air tanah dalam, maka kota Semarang sudah mengalami kekeringan
sejak tahun 2008, karena kebutuhan air tanah setiap tahun terus meningkat,
namun kenyataan di lapangan (eksisting) menunjukkan bahwa kebutuhan air
bersih untuk domestik tidak ada yang memanfaatkan air tanah dalam karena
disamping biayanya terlalu tinggi juga pengambilannya sangat sulit, dan untuk
memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat kota Semarang dapat
memanfaatkan air tanah dangkal melalui sumur gali maupun sumur pantek, air
permukaan dalam hal ini air sungai Garang, dan dari PDAM Tirta Moedal.
74

Penggunaan air tanah dalam dilakukan oleh industri dan hotel, yang masing-
masing pemanfaatannya sebesar 90%. Akibatnya adalah terjadi penurunan
muka air tanah (MAT), yang setiap tahun terus mengalami penurunan, hingga
saat ini telah mencapai 8,0 – 9,5 meter, dan apabila hal ini diteruskan, maka
akan terjadi kerusakan lingkungan yang berupa turunnya tanah (subsident).
Subsiden di kota Semarang menunjukan selama 2000 - 2001 dengan
kecepatan 2 – 8 cm/tahun. Daerah yang mengalami penurunan dengan laju lebih
dari 8 cm/tahun terbentang di sepanjang pantai mulai dari pelabuhan
Tanjungmas ke arah timur hingga wilayah pantai utara Demak (Mamlucky
Susana, 2008). Disamping itu, dengan turunnya muka tanah, maka air laut akan
mudah masuk ke daratan (rob), dan intrusi air laut. Kerusakan lingkungan
tersebut tentunya akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar, sehingga
apabila tidak diikuti dengan konservasi pemanfaatannya akan terjadi defisit air air
tanah. Kondisi tersebut apabila dibiarkan, maka akan terjadi penurunan muka air
tanah. Hasil perhitungan kebutuhan air total di Kota Semarang disajikan dalam
Lampiran 5, sedangkan hasil analisis ketersediaan air tanah di kota Semarang
disajikan dalam Lampiran 6 dan Gambar 12.
Dalam perhitungan ketersediaan air untuk domestik digunakan asumsi
bahwa layanan PDAM untuk sumber air bersih domestik hanya 56.1%, dan
menggunakan air tanah dalam hanya 19%, sedangkan untuk kebutuhan air
bersih industri dan hotel menggunakan 90% dari air tanah.
Berdasarkan hasil perhitungan terlihat bahwa ketersediaan air tanah secara
keseluruhan pada tahun 2030 telah mengalami defisit air tanah dalam, karena
ketersediaan air tanah telah melampaui volume air tanahnya, sedangkan sejak
tahun 2010 pemanfaatan air tanah dalam telah melampai nilai amannya,
seharusnya sejak tahun 2010 pemerintah kota Semarang sudah harus
membatasi pengambilan air tanah dalam yaitu dengan jalan ijin pengambilan air
tanah dihentikan, dan pajak air tanah dinaikkan agar dapat dikembalikan pada air
tanah, karena telah melampaui kapasitasnya. Dengan adanya pegambilan air
tanah yang melebihi kapasitas tersebut secara terus menerus juga akan
berdampak pada penurunan muka air tanah (MAT), yang terlihat dari tahun ke
tahun turun semakin besar. Pada tahun 2008 kedudukan muka air tanah dalam
berkisar antara 7,68 meter dari dasar akuifer, dan berdasarkan hasil perhitungan
menunjukkan bahwa pada tahun 2030 MAT dalam sudah sampai dasar akuaifer,
75

artinya daerah kota Semarang cadangan air tanahnya betul-betul sudah


mempunyai dasar akuifer, tidak ada air sama sekali yang ada hanyalah lumpur.

Gambar 12 Ketersediaan Air Tanah Dalam dengan kebutuhan domestik 56,1%


dari PDAM, dan industri serta Hotel 90% dari Air Tanah

5.4. Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang


5.4.1. Indikator Keberlanjutan Pemanfaatan Air Tanah
Dalam penilaian air tanah dalam di kota Semarang apakah masih layak
untuk diekstrak/dieksploitasi sebagai sumber air bersih atau tidak, dilakukan
analisis kualitatif diskritif keberlanjutan pemanfaatan air tanah yaitu dengan
menguraikan elemen-elemen/indikator penting dalam pemanfaatan air tanah.
Penilaian tersebut berdasarkan pertimbangan pakar, yaitu dengan menggunakan
skoring antara 1 – 4. Angka 1 menunjukkan air tanah tidak baik, 2 menunjukkan
kurang baik, 3 menunjukkan sedang, dan 4 menunjukkan baik. Untuk
mengetahui keberlanjutan pemanfaatan air tanah digunakan indikator: 1 baik, 2
rusak ringan, dan 3 rusak berat. Penilaian masing-masing indikator disajikan
dalam Tabel 25.
Berdasarkan analisis keberlanjutan pemanfaatan air tanah menunjukan
bahwa air tanah di kota Semarang telah mengalami kerusakan berat (skor 3)
akibat eksploitasi yang melampuai daya dukungnya yaitu sebesar 12,12 x 106
m3/tahun dengan jumlah sumur 5.409 buah, sehingga diperlukan konservasi baik
konservasi untuk daerah tangkapan (recharge area) maupun konservasi dalam
pemanfaatannya.
76

Tabel 25 Indikator Keberlanjutan Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang


No. Indkator Nilai Skor
1 Debit pengambilan masing- > 10 L/dt 4
masing sumur pompa
2. Lama pemompaan 18 jam/hari 3
3. Jarak antar sumur pompa 500 meter 3
4. Volume 3
3
5. WTP Rp. 2.750/m 3
6. Kebutuhan air bersih dari 81% 3
air tanah
7. Penuruan muka air tanah < 12 m 3
8. Penuruan tanah (amblesan) 3 cm/tahun 3
9. Sumur resapan - 4
10. Sumur pantau - 4
Jumlah 33
Sumber: Hasil analisis.2010.

5.4.2. Nilai Ekonomi


Manfaat atau nilai air tanah kota Semarang dapat dihitung dengan
pendekatan produktivitas yaitu dengan menghitung volume air yang digunakan
oleh masyarakat kota Semarang dengan subsitusi nilai harga pasar air
sesungguhnya yaitu dari PDAM Tirta Moedal kota Semarang.
Berdasarkan data sebaran penduduk dari 16 kecamatan secara
keseluruhan terdapat 370.411 KK. Rata-rata pemanfaatan air apabila mengacu
pada kota metropolitan bahwa pemakaian air adalah 150 L/orang/hari
(Kimpraswil. 2003), maka dalam 1 KK adalah 600 L/hari atau 18.0 m3/bulan dan
216 m3/tahun yang digunakan untuk memasak, minum, mandi, mencuci dan lain-
lain. Apabila pemanfaatan air tersebut dilakukan pendekatan dengan tarif harga
air yang bertlaku di PDAM Tirta Moedal kota Semarang, serta berdasarkan hasil
wawancara dengan penduduk, maka kesediaan membayar (WTP) penduduk
terhadap air termasuk kedalam golongan II A yaitu klasifikasi langganan rumah
tangga II, dan hasil perhitungannya disajikan dalam Tabel 26.
Berdasarkan Tabel 5.8. terlihat bahwa, jumlah nilai air yang dirasakan
oleh masyarakat kota Semarang adalah sebesar Rp. 229.514.063.820,- per
tahun, dan apabila di hitung sampai dengan tahun 2050 dengan nilai diskon rate
10% (sesuai dengan suku bunga bank), maka mencapai nilai Rp.
335.343.581.206,-. Hasil analisanya disajikan dalam Table 27.
77

Tabel 26 Nilai Ekonomi Air Tanah dalam 1 tahun kota Semarang


3
GOL Klasifikasi Jumlah Rata-Rata Tingkat Pemakaian (m )
3
Langganan Penggunaan m 0 -1 11-20 Jumlah
II NON NIAGA
3
A Rumah Tangga I 18,00 m /Bulan 2.165 49.470 51.635
Nilai Ekonomi Air Per Bulan 51.635
3
Penggunaan Air Selama 1 tahun 216 m /Thn 619.620
JUMLAH PENGGUNA AIR SEBANYAK 370.411 KK 229.514.063.820
Sumber: Hasil Laporan tahunan PDAM Moedal. 2010, dan hasil perhitungan 2010
Asumsi :
1) Penduduk yang memanfaatkan air adalah 370.411 KK
3
2) Harga Air 0 – 1 m = Rp. 2.165,-
3
3) Harga Air 11 – 20 m = Rp. 2.910,-
3
4) Harga Air > 30 m = Rp. 4.125,-

Apabila nilai ekonomi tersebut dikonversikan dengan nilai perolehan air


(NPA) dari Dinas ESDM Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2008 sebesar Rp.
26.412.586.708,- dengan volume pengambilan sebesar 9.617.198 m3/tahun
(Nilai NPA tersebut berdasarkan pada SK Gubernur Jawa Tengah No. 5 tahun
2003), maka NPA tersebut masih jauh lebih kecil dari pada nilai ekonomi air
tanah. Hal ini menunjukkan bahwa perhitungan pajak pengambilan air bawah
tanah di kota Semarang belum memikirkan jasa lingkungan, tetapi hanya untuk
kepentingan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Tabel 27 Nilai Ekonomi Air Tanah kota Semarang dengan Discont Rate10%
Pengguna Air Nilai Ekonomi Air Diskon rate 10%
No. Tahun
Tanah (KK) Tanah (Rp) (Rp)
1. 2008 370.411 229.514.063.820 206.562.657.438
2. 2010 380.104 235.520.040.480 211.968.036.432
3. 2015 405.461 251.231.744.820 226.108.570.338
4. 2020 432.511 267.992.465.820 241.193.219.238
5. 2025 461.365 285.870.981.300 257.283.883.170
6. 2030 492.143 304.941.645.660 274.447.481.094
7. 2035 524.975 325.285.009.500 292.756.508.550
8. 2040 559.997 346.985.341.140 312.286.807.026
9. 2045 597.356 370.133.724.720 333.120.352.248
10 2050 637.207 394.826.201.340 355.343.581.206
Sumber: Hasil perhitungan. 2010.

Disamping mempunyai manfaat ekonomi, pemanfaatan air tanah yang


berlebihan seperti kota Semarang yang mencapai 80%, akan mengakibatkan
kerusakan lingkungan, dan akhirnya akan mengakibatkan dampak ekonomi yang
besar. Menurut Neher (1990) dalam Ahmad Fauzi (2006) melihat deplesi air
tanah akibat eksploitasi yang berlebihan akan mengakibatkan dampak ekonomi,
yaitu:
78

1. Air tanah akan menjadi langka (extind) melalui pemanfaatan yang


berlebihan (overuse) yang pada gilirannya akan mengakibatkan keringnya
sumur-sumur penduduk dan aliran air sungai yang bisa berakibat pada
biaya ekonomi yang sangat mahal.
2. Air tanah dapat diibaratkan uang di bank yang dapat dijadikan cadangan
pada saat curah hujan menurun (kecil) akibat musim kemarau. Jika
cadangan ini habis karena deplesi, hal ini akan mengakibatkan bencana
yang menimbulkan biaya ekonomi yang sangat mahal.
3. Ketika ketersediaan air tanah habis, biaya ekstraksi akan meningkat. Dalam
rejim pengelolaan yang tidak terkendali, biaya ini sangat mahal, sehingga
salah satu tujuan utama konservasi pemanfaatan air tanah adalah
bagaimana mengendalikan biaya tersebut.

5.4.3. Kelembagaan
Analisa kelembagaan yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode Interpretatif structural Model (ISM), karena merupakan
suatu proses pengkajian kelompok (group learning process) dimana model-
model struktural dihasilkan guna memotret perihal kompleks dari suatu sistem,
melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafik dan
kalimat (Eriyatno. 2007). Disamping itu, sesuai dengan salah satu tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menyusun strategi kebijakan konservasi pemanfaatan
air tanah, maka elemen yang dipilih adalah elemen Lembaga yang terkait
dengan konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang.
Berdasarkan pendapat pakar, dan tupoksi masing-masing subelemen
ditemukan 12 sub elemen, yaitu: (1) Pemerintah Pusat, (2) Pemerintah Propinsi,
(3) Pemerintah Kota, (4) Dinas ESDM Propinsi, (5) PDAM, (6) Industri, (7) Hotel,
(8) Masyarakat pemakai air tanah, (9) Dispenda, (10) Dinas Tata kota, (11) LSM,
dan Perguruan Tinggi (12). Hasil analisis lembaga yang terkait dengan
konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang disajikan dalam Lampiran 7,
dan posisi setiap subelemen hasil analisis dengan menggunakan ISM seperti
terlihat pada Gambar 13.
Pada Gambar 13 terlihat bahwa subelemen Lembaga pemerintah kota
Semarang (3), Dinas ESDM propinsi Semarang (4), dan PDAM (5) terletak pada
sector III (Linkage) yang merupakan subelemen pengait (linkage) dari subelemen
lainnya. Subelemen pada sektor ini memiliki kekuatan pendorong (driver power)
yang besar terhadap suksesnya program konservasasi pemanfaatan air tanah
79

kota Semarang, dan memiliki ketergantungan (dependent) yang besar pula


terhadap lembaga lainnya terutama terhadap lembaga pemerintah.

Sektor IV Sektor III


Independence Linkage
• E 3,4,5
• E 6,7
Driver Power

• E 1,2,8,9,10,11,12

Sektor I Sektor II
Automous Dependence

Dependence
Gambar 13 Driver Power dari Lembaga yang terkait dalam Konservasi
Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang.

Namun demikian, setiap perubahan terhadap tujuan pada subelemen ini


akan mempengaruhi suksesnya program konservasi pemanfaatan air tanah, dan
sebaliknya apabila subelemen ini mendapat perhatian yang kurang, maka dapat
berpengaruh terhadap kegagalan program konservasi pemanfaatan air tanah
yang berkelanjutan.
Kedua lembaga ini merupakan obyek dan sekaligus subyek dalam
konservasi pemanfaatan air tanah. PDAM merupakan pemanfaat terbesar
dibandingkan 2 sektor lain (industri dan hotel), sedangkan ESDM merupakan
lembaga yang mengeluarkan ijin pengambilan air tanah, dan Pemkot Semarang
merupakan penerima dampak dan sekaligus pengontrol dari pemanfaat air
tanah, sehingga sub elemen ini merupakan subelemen kunci terhadap lembaga
yang terkait dalam konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang.
Sedangkan subelemen Industri (6), hotel (7) terletak pada sector IV
(independence). Subelemen ini mempunyai kekuatan penggerak (driven power)
yang besar dalam konservasi pemanfaatan air tanah, tetapi memiliki
ketergantungan (dependent) yang besar terhadap lembaga lainnya terutama
terhadap pemerintah baik pemerintah propinsimaupun kota. Dan subelemen
Pemerintah Pusat (1), Pemerintah Propinsi (8), masyarakat (9), Dispenda (10),
80

Dinas Tata Kota (11), dan Perguruan Tinggi (12), terletakdi Sektor I (Automous).
Subelemen ini mempunyai keterkaitan dengan konservasi pemanfaatan air tanah
yang sangat kecil, keterlibatan Lembaga Swadaya Masyarakat, dan perguruan
tinggi bisa penting karena dapat berperan dalam memberikan pengawasan
perjalanan kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang.
Struktur hierarkhi hubungan subelemen lembaga yang terkait dalam konservasi
pemanfaatan air tanah d kota Semarang secara rinci disajikan dalam Gambar 14.

Level 5 E8 E9 E10 E11 E12


Keterangan:
E1 = Pemerintah Pusat
E2 = Pemerintah Propinsi
Level 4 E1 E2 E3 = Pemerintah Kota
E4 = Dinas ESDM
E5 = PDAM
E6 = Industri
Level 3 E6 E7 E7 = Hotel
E8 = Masyarakat
pemakai air tanah
E9 = Dispenda
Level 2 E3 E5 E10 = Dinas Tata Kota
E11 = LSM
E12 = Perguruan Tinggi
Level 1
E4

Gambar 14 Struktur Hierarkhi Subelemen Lembaga yang Terkait dalam


Konservasi Pemanfaatan Air Tanah yang Berkelanjutan di Kota
Semarang.

Pada Gambar 14 terlihat bahwa terdapat lima tahap atau level


keterlibatan setiap lembaga dalam konservasi pemanfaatan air tanah di kota
Semarang. Lembaga yang diharapkan sangat berperan dalam konservasi
pemanfaatan air tanah adalah pemerintah Kota yang kemudian disusul Dinas
ESDM, dan PDAM. Ketiga subelemen tersebut merupakan elelem kunci yang
sangat diharapkan perannya untuk mendukung keberhasilan konservasi
pemanfaatan air tanah. Peran yang diharapkan adalah komitmen yang kuat dari
pemerintah propinsi melalui penerapan kebijakan pemanfaatan air tanah, melalui
penerapan pajak air tanah yang tinggi, memperketat ijin pembuatan sumur
pompa, pengawasan pengambilan air tanah yang ketat, dan mengusulkan
kepada Bappeda dan Dinas Tata Ruang bahwa zona kritis untuk pemanfaatan
air tanah menjadi kawasan konservasi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) kota Semarang untuk periode 2010 - 2020, karena hal ini sesuai dengan
81

bunyi pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penatataan


Ruang yang berbunyi ”Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang
laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan mahluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya”, sehingga sangat tepat untuk memasukkan
zona konservasi air tanah ke dalam kawasan konservasi. Peran masing-masing
subelemen tersebut dalam konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang
apabila dihubungkan dengan komponen konservasi yaitu reuse, reduse, recycle,
dan recharge (4 R) dapat dijelaskan dalam Tabel 28.

Tabel 28 Peran masing-masing subelemen dalam konservasi pemanfaatan air


tanah dalam di kota Semarang
Komponen konservasi
No. Subelemen
Reuse Reduse Recycle Recharge
Pemerintah Penerbitan regulasi
1.
Pusat
Pemerintah -Pembatasan ijin
2.
Propinsi -Penerbitan regulasi
- Pengawasan sumur
3. Pemerintah Kota
- Zonasi daerah kritis
- Pengawasan sumur
4. Dinas ESDM
- Pembatasan ijin
Pemanfaatan air Sumur
5. PDAM permukaan sbg resapan
sumber air baku
Pemakaian Memakai PDAM Pengolah Sumur
6. Industri kembali air sebagai sumber air an air resapan
produksi baku limbah
Pemakaian Memakai PDAM Sumur
kembali sisa sebagai sumber air resapan
7. Hotel air untuk bersih
siram
tanaman
Sumur
8. Masyarakat Pengawasan sumur
resapan
9. Dispenda Pajak air tanah
Zonasi air tanah dlm
10. Dinas Tata Kota
RTRW (daerah kritis)
Pengemb.
Teknologi
11. LSM Pengawasan Sumur
sumur
resapan
Pengemb Pengemb Pengemb.
12. Perguruan Tinggi teknologi teknologi Tek. sumur
reuse recycling resapan
Sumber: Hasil Analisis 2010.
82

5.4.4. Skenario Kebijakan Konservasi Pemanfaatan Air Tanah


Untuk meminimalisir dampak yang sangat luas akibat pemanfaatan air
tanah dalam di kota Semarang yang melampaui ambang batasnya, maka
dibuatlah strategi konservasi pemanfaatan, dengan tujuan agar dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk konservasi
sumberdaya air tanah di kota Semarang. Ada 4 (empat) strategi konservasi
pemanfaatan air tanah yaitu: (a) strategi pembatasan pertumbuhan hotel dan
hemat air, (b) strategi dengan pembatasan pertumbuhan industri yang
menggunakan air tanah dalam, (c) strategi dengan mengurangi satuan
pemakaian air domestik, dan (d) startegi dengan peningkatan kapasitas produksi
PDAM. Uraian dari masing-masing skenario adalah:

a Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan pembatasan


pertumbuhan hotel dan hemat air

Dalam strategi konservasi pemanfaatan air tanah ini, ada dua jalan yang
dapat dilakukan, yaitu: cara pertama adalah dengan membatasi pertumbuhan
hotel. Laju pertumbuhan hotel yang tadinya 2% per tahun, diturunkan menjadi
1% per tahun, sedangkan cara yang ke dua adalah dengan mengurangi satuan
pemakaian air tamu hotel (hemat air). Pemakaian air untuk tamu hotel diturunkan
yang tadinya 1 orang 150 L/hari diturunkan menjadi 120 L/orang/hari (sesuai
dengan penggunaan air bersih untuk penduduk).
Berdasarkan hasil analisa dan dibandingkan dengan Gambar 12 terlihat
bahwa pembatasan pertumbuhan hotel dan hemat air tidak signifikan terhadap
ketersediaan air tanah secara keseluruhan, dimana pada tahun 2030 sudah
mengalami defisit air tanah, karena ketersediaan air tanah telah melampaui
volume air tanahnya, dan apabila dihubungkan dengan kondisi eksisting
(Gambar 5.1), dimana pada tahun 2030 juga sudah mengalami defisit air tanah.
Kondisi ini bisa terjadi karena konservasi pemanfaatan air tanah tidak dibarengi
dengan konservasi dari dua sektor (domestik, dan industri). Penurunan
ketersediaan air tanah diikuti juga oleh penurunan muka air tanahnya (MAT)
yang pada tahun 2030 juga sudah sampai pada dasar akuifernya. Hasil
analisis/simulasi dengan pembatasan pertumbuhan hotel dan hemat air disajikan
dalam Lampiran 8, dan Gambar 15.
83

Gambar 15 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan Pembatasan


pertumbuhan hotel dan hemat air

b. Strategi Konservasi pemanfaatan air tanah dengan pembatasan laju


pertumbuhan industri

Setelah dicanangkan kota Semarang menjadi kota investasi, maka


pertumbuhan industri kota Semarang terus mengalami peningkatan, dan saat ini
telah mencapai 6% per tahun, selain itu, juga ditunjang dengan berbagai insentif,
yang salah satunya adalah kemudahan ijin, dan tersedianya sarana dan
prasarana industri. Industri-industri tersebut hampir semua (90%) dalam
mengolah dan penunjang industri menggunakan air tanah, maka berpengaruh
sangat besar terhadap ketersediaan air tanah, sehingga diperlukan strategi
dalam pemanfaatan air tanah agar tidak terjadi over exploited air tanah.
Salah satu skenario untuk konservasi pemanfaatan air tanah adalah
dengan pembatasan pertumbuhan industri. Pertumbuhan industri di kota
Semarang yang semula 6% per tahun, diturunkan menjadi 3% pertahun. Dengan
asumsi pembatasan pertumbuhan industri akan terjadi pengurangan (hemat)
terhadap penggunaan air tanah. Berdasarkan hasil simulasi dan dibandingkan
dengan Gambar 12 menunjukkan: Secara keseluruhan ternyata berpengaruh
secara signifikan terhadap ketersediaan air tanah, karena defisit air tanah baru
akan terjadi pada tahun 2042. Kondisi seperti ini bisa terjadi, karena pemakaian
air baik untuk domestik, maupun hotel tetap. Kondisi ketersediaan air tanah
tersebut diikuti juga oleh turunnya muka air tanah. MAT akan mencapai dasar
akuifer pada tahun 2042. Hasil simulasi konservasi pemanfaatan air tanah
84

dengan pembatasan pertumbuhan industri yang menggunakan air tanah


disajikan dalam Lampiran 9 dan Gambar 16.

Gambar 16 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan Pembatasan


pertumbuhan industri yang menggunakan air tanah

c. Strategi dengan mengurangi satuan pemakaian air domestik


Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan mengurangi satuan
pemakaian air domestik ada dua cara yang dapat dilakukan, yaitu cara pertama
adalah dengan mengurangi tingkat pertumbuhan penduduk, dan cara yang ke
dua adalah dengan mengurangi satuan pemakaian air atau hemat air. Kedua
cara ini dilakukan dalam scenario yaitu dengan mengurangi tingkat pertumbuhan
penduduk yang semula 1,68% per tahun diturunkan menjadi 1% per tahun, dan
dengan mengurangi satuan pemakaian air (hemat air), yaitu dengan mengurangi
pemakaian air yang semula 150 L/orang/hari diturunkan menjadi 120
L/orang/hari. Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa pada tahun 2008
pemanfaatan air tanah total berkurang menjadi 9,80 x 106 m3/th, dan pada tahun
2010 turun menjadi 10,13 x 106 m3/th, serta pada tahun 2050 pemanfaatan air
tanahnya menjadi 45,19 x 106 m3/th. Hasil perhitungan/simulasi dengan
mengurangi satuan pemakaian air domestik disajikan dalam Lampiran 10.
Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa eksploitasi air tanah
untuk memenuhi kebutuhan total air bersih dengan mengurangi satuan
85

pemakaian air domestik sampai pada tahun 2032 kota Semarang sudah
mengalami devisit air tanah dan bahkan kekeringan air tanah dalam.
Apabila hasil simulasi ini (Gambar 17) dibandingkan dengan pemanfaatan
air tanah total (Gambar 12), dimana pada tahun 2030 kota Semarang sudah
mengalami defisit air akibat eksploitasi yang besar-besaran, maka dengan
mengurangi satuan pemakaian air domestik kurang berpengaruh secara
signifikan terhadap ketersediaan air tanah secara keseluruhan, karena pada
tahun 2032 volume air tanah sudahmengalami defisit air tanah, dan kebutuhan
air tanah mencapai nilai aman pada tahun 2015. Selain itu, terjadi juga
penurunan muka air tanah (MAT) akibat pengambilan air tanah yang melebihi
kapasitasnya, yaitu pada tahun 2035 muka air tanah sudah sampai dasar akuifer
artinya akuifer mengalami kekeringan.

Gambar 17 Ketersediaan Air Tanah dengan mengurangi satuan pemakaian air


domestik

d. Strategi peningkatan kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal


Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dalam dengan meningkatkan
kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu:
cara pertama dengan meningkatkan layanan, dan cara yang kedua adalah
dengan mengurangi pemanfaatan air tanah dalam. Kedua cara tersebut
dilakukan dalam skenario ini dengan tujuan untuk meminimalisir pemanfaatan air
tanah dalam yang sudah merupakan barang langka. Kedua cara yang dilakukan
tersebut yaitu: pertama meningkatkan layanan pelayanan kepada pelanggan
yang dahulu 56,1% ditingkatkan menjadi 70%, sedangkan cara yang kedua
86

adalah dengan mengurangi pemanfaatan air tanah sebagai sumber bahan baku
air bersih, dimana yang dahulu pemanfaatan air tanah dalam sebesar 19%,
dikurangi menjadi 15%, sisanya dengan meningkatkan pemanfaatan air
permukaan melalui kali Garang, kali Babon melalui IPA Pucang Gading, dan
bendung Kudu yang sumber airnya dari bendungan Kedung Ombo.
Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa pada tahun 2008
pemanfaatan air tanah total berkurang menjadi 7,35 x 106 m3/th, dan pada tahun
2010 turun menjadi 7,64 x 106 m3/th, serta pada tahun 2050 pemanfaatan air
tanahnya menjadi 39,64 x 106 m3/th. Hasil perhitungan/simulasi dengan
peningkatan kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal disajikan dalam Lampiran
11, dan Gambar 18.
Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa eksploitasi air tanah
untuk memenuhi kebutuhan total air bersih dengan meningkatkan kapasitas
produksi PDAM Tirta Moedal sampai pada tahun 2038 kota Semarang baru
mengalami defisit air tanah dalam dan bahkan kekeringan air tanah dalam.
Apabila hasil simulasi ini (Gambar 18) dibandingkan dengan pemanfaatan air
tanah total (Gambar 12), dimana pada tahun 2030 kota Semarang sudah
mengalami defisit air akibat eksploitasi yang besar-besaran, maka dengan
meningkatkan kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal berpengaruh sangat
signifikan terhadap ketersediaan air tanah secara keseluruhan, karena baru pada
tahun 2038 volume air tanah baru terlampaui.
Hal lain yang bisa digambarkan adalah dengan pengambilan air tanah
yang melebihi kapasitasnya terlihat juga terjadi penurunan muka air tanah, yaitu
penurunan muka air tanah terus menurun sesuai dengan penggunaannya yang
akhirnya pada tahun 2040 akan mencapai dasar akuifer, artinya akuifer
mengalami kekeringan, dan hal ini akan berdampak pada penurunan muka tanah
(subsiden).
87

Gambar 18 Ketersediaan Air Tanah dengan meningkatkan kapasitas produksi


PDAM Tirta Moedal
VI. PEMBAHASAN
Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan skenario pembatasan
dan peningkatan sektor-sektor pemanfaatan air tanah yaitu sektor domestik,
industri, hotel, dan PDAM, seperti diuraikan dalam sub bab 5.4.4, namun dari ke
empat sektor tersebut belum menunjukkan adanya pemanfaatan air tanah yang
keberlanjutan, karena sampai tahun 2050 kota Semarang masih mengalami
defisit air tanah, sehingga diperlukan lagi skenario agar dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan, yaitu: 1) Strategi dengan gabungan skenario a, dan b, 2)
Strategi dengan gabungan skenario a, b, dan c, 3) Strategi gabungan skenario a,
b, c, dan d, dan 4) Strategi moratorium pemanfaatan air tanah.

6.1. Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Gabungan antara


Skenario a dan b

Dalam strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan skenario ini,


pendekatan yang digunakan adalah dengan pembatasan pertumbuhan hotel dari
2% menjadi 1% per tahun, dan mengurangi pemakaian air tamu hotel dari 150
L/orang/hari menjadi 120 L/orang/hari, serta membatasi pertumbuhan industridari
6% per tahun menjadi 3% per tahun.

Berdasarkan hasil simulasi dan dibandingkan dengan Gambar 12 (kondisi


eksisting) terlihat bahwa pembatasan pertumbuhan hotel dan industri sangat
signifikan terhadap ketersediaan air tanah secara keseluruhan, dimana pada
tahun 2040 baru mengalami defisit air tanah, karena ketersediaan air tanah telah
melampaui volume air tanahnya, kondisi tersebut tentunya diikuti dengan
penurunan MAT yaitu pada tahun 2040 MAT sudah mencapai dasar akuifer,
sehingga sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi. Dan apabila dilihat dari segi
pemanfaatan air tanah yang keberlanjutan, maka skenario tersebut kurang
signifikan, karena masih mengalami defisit air tanah yaitu pada tahun 2040. Hasil
analisis/simulasi dengan gabungan antara skenario a dan b dalam Lampiran 12,
dan Gambar 19.
89

Gambar 19 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan gabungan


antara skenario a dan b.

6.2. Startegi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Gabungan antara


skenario a, b, dan c

Dalam strategi konservasi pemanfaatan air tanah ini, pendekatan yang


digunakan adalah dengan pembatasan pertumbuhan hotel dari 2% menjadi 1%
per tahun, mengurangi pemakaian air tamu hotel dari 150 L/orang/hari menjadi
120 L/orang/hari, dan membatasi pertumbuhan industri menjadi 3%, serta
mengurangi pemakaian air oleh penduduk yaitu dengan jalan pengendalian
pertumbuhan penduduk dari 1,68% per tahun menjadi 1% per tahun, dan
mengurangi pemakian air dari 150 L/orang/hari menjadi 120 L/orang/hari.

Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa: apabila dibandingkan


dengan kondisi eksisting (gambar 12), maka sangat signifikan terhadap
ketersediaan air tanah dalam secara total, karena volume air tanah baru akan
habis (defisit) pada tahun 2050, sedangkan MAT pada tahun 2045 masih 2.5
meter, tetapi pada tahun 2050 sudah minus, sehingga apabila dilihat dari segi
pemanfaatan yang berkelanjjutan, skenario ini kurang signifikan, karena pada
tahun 2050 masih mengalami defisit air tanah, namun demikian pada tahun 2020
ijin pengambilan air tanah dari 3 sektor tersebut harus dihentikan agar terjadi
recovery, karena ketersediaan air tanah telah mencapai nilai aman (safety yield).
Untuk mengetahui hasil analisa ketersediaan air tanah dalam dengan skenario
gabungan antara skenario a, b, dan c disajikan dalam Lampiran 13, dan Gambar
20.
90

Gambar 20 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan gabungan


antara skenario a, b, dan c.

6.3. Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Gabungan antara


Skenario a, b, c, dan d

Dalam strategi konservasi pemanfaatan air tanah ini, semua parameter


yang mempengaruhi ketersediaan air tanah di kota Semarang diturunkan
nilainya, yaitu dengan cara semua jenis pemakaian air tanah (domestik, hotel,
dan industri), diturunkan nilainya, sedangkan kapasitas produksi PDAM di
tingkatkan

Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa terjadi penurunan


kebutuhan air yang sangat signifikan. Pada tahun 2008 kebutuahn air turun
menjadi 6,37 x 106 m3/tahun, dan pada tahun 2050 juga terjadi penurunan
sebesar 16,40 x 106 m3/tahun.

Dengan memperhatikan hasil simulasi tersebut terlihat bahwa eksploitasi


air tanah di kota Semarang sangat signifikan terhadap ketersediaan air tanah
secara keseluruhan, karena air tanah dalam tidak akan mengalami defisit sampai
pada tahun 2050, namun hal yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan air bersih
kota Semarang yang bersumber dari air tanah dalam telah melampaui ambang
batasnya (safety yield) pada tahun 2025, sehingga diperlukan pembatasan-
91

pembatasan dalam pemanfaatan air yang dituangkan dalam Perda atau SK


Gubernur. Hasil simulasi ini apabila dihubungkan dengan pemanfaatan air tanah
yang berkelanjutan, maka sangat signifikan untuk dilaksanakan, karena sampai
tahun 2050 ketersediaan air tanah tidak akan mengalami defisit. Hasil konservasi
pemanfaatan air tanah dengan menurunkan semua parameter yang
mempengaruhi ketersediaan air tanah dalam dan menaikkan kapasitas produksi
disajikan dalam Lampiran 14, dan Gambar 21 Seperti juga dengan skenario-
skenario yang lain, dalam skenario ini juga terjadi penurunan muka air tanah
(MAT), namun penurunannya tidak drastis, dan dari tahun 2008 hingga tahun
2050 hanya mengalami penurunan 10 meter.

Gambar 21 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan Gabungan


antara Skenario a, b, c, dan d

6.4. Skenario Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah dengan


Moratorium

Strategi kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah dengan moratorium


pemanfaatan air tanah adalah dengan menyetop pengambilan air tanah dalam
untuk semua sektor. Artinya tidak boleh ada lagi ijin pengambilan air tanah,
sedangkan yang sudah terlanjur mempunyai ijin bisa dilanjutkan, tetapi dengan
pengawasan yang ketat. Dalam simulasi ini, moratorium dilakukan mulai tahun
2015. Untuk pelaksanaan moratorium diperlukan sosialisasi, sehingga program
moratorium efektif berjalan pada tahun 2020.
92

Berdasarkan hasil simulasi terlihat bahwa: pada awalnya yaitu pada tahun
2010 ketersediaan air tanah terlihat turun, tetapi pada awal diberlakukan
moratorium, ketersediaan air tanah mulai naik, dan pada tahun 2012
ketersediaan air tanah telah mencapai nilai aman. Demikian juga dengan MAT
sejak tahun 2008 hingga tahun 2010 mengalami penurunan, tetapi tidak drastis,
dan pada tahun 2012 mulai mengalami kenaikan dan pada tahun 2025
kedudukan MAT telah mencapai angka stabil yakni 15,6 meter dari dasar,
sehingga skenario model moratorium ini sangat signifikan untuk dilaksanakan
untuk konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang. Untuk mengetahui
hasil simulasi ketersediaan air tanah dengan moratorium disajikan dalam
Lampiran 15, dan Gambar 22.

Gambar 22 Hasil Simulasi Konservasi pemanfaatan air tanah dengan


Moratorium

6.5. Hubungan Komponen Konservasi dengan Pengguna Air Tanah

Seperti telah disebutkan diatas bahwa pengguna air tanah dalam di kota
Semarang meliputi 3 sektor yakni: PDAM, industri, dan hotel. Disamping ketiga
sektor tersebut, masyarakat (domestik) juga ikut berperan dalam konservasi
pemanfaatan air tanah, karena masyarakat disamping sebagai obyek juga dapat
berperan sebagai subyek dalam konservasi pemanfaatan air tanah dalam.
Hubungan komponen konservasi pemanfaatan air tanah dengan pengguna air
tanah meliputi:
93

a. Hotel

Konservasi pemanfaatan air tanah dari sektor hotel selain dapat dilakukan
dengan penerapan kebijakan yang berupa penerapan skenario yang telah dibuat,
dapat juga dilakukan dengan menerapkan komponen-komponen konservasi
yang meliputi: reuse, reduce, recycle, dan recharge (4R) yaitu dengan jalan:

1. pemakaian kembali air kamar mandi dan wastafle untuk menyirami tanaman,
mencuci mobil dan peralatan hotel (reuse)
2. tidak menggunakan air tanah sebagai sumber air bersih tetapi dengan
memanfaatkan PDAM Tirta Moedal (reduce)

3. membuat sumur resapan dan biopori (recharge)

4. mengolah kembali sisa air bersih untuk digunakan sebagai sumber air bersih
(recycle)

b. Industri

Peran industri kaitannya dengan komponen konservasi adalah dengan


jalan:

1. memanfaatkan kembali air limbah dari bahan baku industri yang selama ini
dibuang, maka digunakan sebagai air baku untuk proses industri, seperti
untuk cuci alat-alat industri, dan lain sebagainya (reuse)

2. membuat sumur resapan dan biopori disekitar industri (recharge)

3. bahan baku industri maupun proses industri menggunakan air PDAM Tirta
Moedal (reduce)

4. mengolah kembali air sisa produksi menjadi bahan baku industri (recycle)

c. PDAM

Peran PDAM terhadap komponen konservasi (4 R) adalah dengan jalan:

1. memanfaatkan air permukaan dan bahkan kalau mungkin air laut sebagai
sumber air baku,
2. mengurangi bahkan menghentikan (moratorium) pemanfaatan air tanah
dalam sebagai sumber air baku
94

3. membuat sumur resapan di sekitar IPA dan sumur pompa


4. meningkatkan layanan kepada penduduk (90%)

d. Domestik

Selain konservasi pemanfaatan air tanah dengan mengurangi satuan


pemakaian air domestik, penduduk dapat juga melakukan kegiatan yang
kaitannya dengan konservasi yang meliputi 4 R terhadap air tanah dalam.
Komponen konservasi yang dapat dilakukan adalah: reduce, recharge dan reuse
serta recycle, yaitu dengan:

1. membuat sumur resapan di tiap-tiap rumah baik di daerah resapan


(recharge) maupun di kota Semarang (recharge)
2. membuat unit pengolah air rumah tangga yang sifatnya komunal, sehingga
air hasil pengolahan dapat digunakan kembali, seperti untuk mandi, dan
mencuci, mencuci mobil, dan lain-lain (reuse)
3. memanfaatkan PDAM Tirta Moedal sebaik-baiknya, tidak menggunakan air
tanah baik air tanah dangkal maupun air tanah dalam sebagai sumber air
bersihnya (reduce).
Untuk mengetahui peran masing-masing pengguna air tanah terhadap
komponen konservasi disajikan dalam Tabel 29.

6.6. Jasa Lingkungan

Berdasarkan hasil analisis nilai ekonomi air tanah di kota Semarang yang
menunjukkan angka Rp. 229.514.063.820,- setiap tahunnya, sedangkan
berdasarkan hasil perolehan pajak air bawah tanah (ABT) yang hanya sebesar
Rp. 26.412.586.708,- (11,51%), dan apabila dihubungkan dengan SK Gubernur
Jawa Tengah No. 5 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa pajak air tanah
sebesar Rp 116,- per m3, maka penarikan pajak air tanah yang dilakukan di kota
Semarang hanya berorientasi pada pendapatan asli daerah (PAD), belum
berorientasi pada upaya pemulihan air tanah (konservasi). Konservasi
pemanfaatan air tanah di kota Semarang selain dapat dilaksanakan dengan
skenario, dapat dilakukan dengan menerapkan konsep jasa lingkungan, yaitu:
95

Tabel 29 Hubungan Konsenservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Komponen


Konservasi antar sektor pengguna air tanah

Komponen Konservasi
Sektor
No.
Kegiatan
Reuse Reduce Recycle Recharge

Air dari Menggnakan Membuat


wastafle & PDAM sebagai sumur resapan
kamar mandi sumber air di sekitar hotel
1. Hotel digunakan baku
untuk
menyiram
tanaman

Menggunakan Menggnakan Mengolah air Membuat


kembali air air PDAM limbah menjadi sumur resapan
baku industri sebagai air bersih di sekitar
2. Industri
sbg air baku sumber air industri
untuk proses baku produksi
industri

Menggunakan Membuat unit Membuat


air PDAM pengolah air sumur resapan
dalam dari wastafle di sekitar
3. Domestik pemenuhan air dan kamar rumah
bersih mandi unt.
Mandi dan
mencuci

Meningkatkan Mengolah air Membuat


penggunaan air laut menjadi sumur resapan
permukaan sumber air
sebagai bersih
4. PDAM sumber air (desalinasi)
baku dan
mengurangi
penggunaan air
tanah dalam

Sumber: Hasil analisis. 2010

1. menaikkan pajak ABT mengikuti WTP (Willingness to Pay) penduduk yaitu


sekitar Rp. 6.000,-

2. Pajak tersebut selain untuk peningkatan PAD juga digunakan untuk jasa
lingkungan

3. Jasa lingkungan yang dapat diterapkan di kota Semarang adalah dengan:


96

- Hasil pajak ABT dikembalikan ke lingkungan yaitu untuk pemulihan


lingkungan yang rusak baik di daerah recharge (hulu) maupun di kota
Semarang

- Pemberian insentif kepada penduduk yang telah melaksanakan konservasi,


baik konservasi secara ekologi maupun konservasi pemanfaatannya

Pemberian finalty (disinsentif) bagi pelanggar peraturan perundangan baik yang


tertulis maupun hukum-hukum adat yang berfungsi sebagai penyelamat
lingkunag hidup
VII. KESIMPULAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis strategi konservasi pemanfaatan air tanah yang


berkelanjutan di kota Semarang, maka dapat disimpulkan;

1. Eksploitasi air tanah pada tahun 2008 sebanyak 9,62 x 106 m3 dengan
memanfaatkan 544 sumur bor. Wilayah yang pemanfaatan air tanahnya
terlalu ekstraktif terjadi di sepanjang pantai utara Semarang yang dimulai dari
Tanjung Mas, Tambak Lorog hingga ke Genuk, sehingga mengakibatkan
penurunan muka tanah (subsiden) dengan kecepatan 2 – 5 cm/tahun.
2. Kebutuhan air bersih kota Semarang meliputi 3 sektor, yaitu kebutuhan
domestik, hotel, dan industri:
a. Kebutuhan domestik (penduduk + fasilitas umum) adalah sebesar 90,01 x
106 m3 untuk tahun 2008, dan untuk tahun 2050 sebesar 154,84 x 106 m3.
b. Kebutuhan air untuk industri, sebesar 3,33 x 106 m3 pada tahun 2008,
dan pada tahun 2050 adalah 35,78 x 106 m3.
c. Kebutuhan air bersih untuk hotel pada tahun 2008 adalah sebesar
253.044 m3, mengingat laju perkembangan hotel adalah 2% per tahun,
maka kebutuhan air bersih pada tahun 2050 adalah 581.304 m3
Dengan kebutuhan air dari 3 sektor tersebut, maka ketersediaan air tanah di
kota Semarang pada tahun 2025 sudah mengalami defisit air tanah sebesar
1,39 x 106 m3.
3. Strategi kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang
meliputi 8 skenario, yang berhasil memenuhi keberlanjutan adalah:
a. Gabungan antara pembatasan pertumbuhan hotel, pertumbuhan industri,
mengurangi semua pemakaian air tanah baik untuk dometik, industri,
maupun hotel, dan peningkatan kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal,
hasilnya adalah pada hingga tahun 2050 ketersediaan air tanah dalam
kota Semarang tidak akan mengalami kekeringan, namun yang perlu
diperhatikan adalah nilai batas aman (safety yield) sudah terlampaui
pada tahun 2025.
98

b. Moratorium pemanfaatan air tanah, yaitu menghentikan ijin pemanfaatan


air tanah dalam, hasilnya sangat signifikan, karena ketersediaan air tanah
naik, yaitu pada tahun 2018 ketersediaan air tanah sudah mencapai nilai
aman, dan pada tahun 2025 sudah mulai stabil yaitu sebesar 18,27 x 106
m3, demikian juga kedudukan muka air tanah (MAT) telah stabil pada
tahun 2025 setinggi 15,82 m dari dasar akuifer.
4. Nilai ekonomi air tanah kota Semarang adalah sebesar Rp.
229.514.063.823,- untuk tahun 2008, sedangkan pada tahun 2050 dengan
diskon rate sebesar 10% (sesuai dengan suku bunga bank), diperkirakan
sebesar Rp. 355.343.581.206,-. Nilai ini mempunyai potensi untuk jasa
lingkungan khususnya dari sektor industri dan hotel.
5. Lembaga pemerintah (Pemerintah propinsi, Kota, Dinas ESDM, Tata Kota,
dan Dispenda) sebagai elemen kunci, serta mempunyai kekuatan penggerak
yang besar, sedangkan PDAM, industri, hotel, dan masyarakat merupakan
elemen pengait dan mempunyai kekuatan pendodrong yang besar terhadap
konservasi pemanfaatan air tanah

7.2. Saran

1. Skenario kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah dalam yang dapat


diterapkan di kota Semarang adalah:

a. dengan menurunkan semua nilai parameter yang mempengaruhi


ketersediaan air tanah di kota Semarang, yaitu dengan cara semua
jenis pemakaian air tanah (domestik, hotel, dan industri), diturunkan
nilainya, sedangkan kapasitas produksi PDAM di tingkatkan

b. Moratorium pemanfaatan air tanah dalam

2. Memasukkan zona kritis pemanfaatan air tanah di kota Semarang


kedalam kawasan konservasi dalam RTRW kota Semarang pada periode
2010 – 2015, karena hal ini sesuai dengan pasal 1 ayat 1 UU No. 26
tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa ruang tidak hanya ruang di
darat, laut dan udara tetapi termasuk ruang di dalam bumi,
99

3. Pengawasan eksploitasi air tanah oleh Dinas ESDM lebih diperketat,


mengingat banyak sumur-sumur bor ilegal
4. Pajak tentang air tanah agar dinaikkan sebesar Rp. 20.000,- hingga Rp.
30.000,- per m3, agar dapat dikembalikan kepada jasa lingkungan air
tanah dalam.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad EY. 2009. Ekonomi Politik Kajian Teoritis dan Analisis Empiris. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta

Askary M, Laksmi W. 2001. Panduan Umum Valuasi Ekonomi Dampak


Lingkungan untuk Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Pusat Pengembangan dan Penerapan AMDAL. Bapedal. Jakarta.

Barrow CJ. 2006. Environment Management for Sustainable Development.


Routlet Taylor & Francis Group.New York.

[BPS] Badan Statistik. 2008. Statistik Air Minum Jawa Tengah 2008. Badan
Pusat Statristik Jawa Tengah. Semarang

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Semarang Kota dalam Angka 2008. Badan
Pusat Statistik Kota Semarang. Semarang

Darusman DW. 2004. Konservasi dan Perspektif Ekonomi Pembangunan.


Direktorat Konservasi Kawasan – Ditjen PHKA Japan International
Coorporation Agency (JICA). Laboratorium Politik Sosial Ekonomi
Kehutanan IPB. Bogor.

[Dep ESDM] Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2006. Evaluasi
Cekungan Air Tanah Semarang Jawa Tengah. Laporan Tahunan.
Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan. Bandung.

[Dep ESDM] Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2009. Peraturan
Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No. 13 tahun 2009. tentang
Rancangan penyusunan CAT. Departemen ESDM. Jakarta

[Dep ESDM] Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2009. Laporan Akhir
Intensifikasi Perhitungan Produksi dan Pajak Pengambilan Air Bawah
Tanah. Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral Propinsi Jawa Tengah.
Semarang.

[Dep PU] Departemen Pekerjaan Umum. 2002. Profil Kota Semarang. Ditjen
Cipta Karya. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.

[Dep Kimpraswil] Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2003.


Standar Penggunaan Air Bersih. Ditjen Cipta Karya. Departemen
Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Jakarta.

[Dep PU] Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Bantek Penyehatan PDAM Kota
Semarang. Ditjen Cipta Karya. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.

[Din Kes] Dinas Kesehatan. 2009. Profil Kesehatan Kota Semarang 2008. Dinas
Kesehatan Kota Semarang tahun 2009.

Dunn WN. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta. Cetakan Kedua.
101

Eriyatno, Sofyar F. 2007. Riset Kebijakan Metode Penelitian untuk Pasca


Sarjana, IPB Press, Bogor.

Fauzi A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.

Kartodiharjo H, Jhamtani H. 2006, Politik Lingkungan dan Kekuasaan di


Indonesia, PT. Equinox Publishing Indonesia, Jakarta.

Kodoatie RJ. 1996. Pengantar Hidrogeologi. Penerbit ANDI. Yogyakarta

Kodoatie RJ, Sjarief R. 2005. Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu. Penerbit


Andi. Yogyakarta.

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.


Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

[PDAM] PDAM. 2008. Selayang Pandang PDAM Semarang. PDAM Tirta Moedal
Kota Semarang. Semarang.

[PDAM] PDAM. 2008. Statistik PDAM kota Semarang. PDAM Tirta Moedal Kota
Semarang. Semarang.

[Pem Prov] Pemerintah Propinsi Jawa Tengah. 2003. Keputusan Gubernur Jawa
Tengah No. 5 tahun 2003 tentang Nilai perolehan dan harga dasar untuk
menghitung pajak pengambilan air bawah tanah. Pem Propinsi Jateng.
Semarang

Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2008 tentang Air Tanah

Purnama S. 2002. Hasil Aman Eksploitasi Air Tanah di Kota Semarang Propinsi
Jawa Tengah. Majalah Geografi Indonesia. Vol. 16.No. 2 Septempber
2002. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta.

Purnama S, Kurniawan A, Sudaryatno. 2006. Model Konservasi Air Tanah di


Dataran Pantai Kota Semarang. Forum Geografi. Vol. 20 No. 2
Desember 2006. Fakultas Geografi. UGM. Yogyakarta.

Sarwoto. 2005. Penyediaan Air Bersih Volume 1. Ditjen Cipta Karya. Departemen
Pekerjaan Umum. Jakarta

Setyandito O, Wijayanti Y, Setyawan A. 2006. Rencana Tindak (Action Plan) dan


Analisa Penyediaan Air Bersih di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal
Teknik Sipil. Vol. 6 No. 2 April 2006. Fakultas Teknik Universitas
Mataram. NTB.

Sihwanto, Sukirno. 2000. Konservasi Air Tanah Daerah Semarang. Direktorat


Geologi Tata Lingkunga. Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral.
Jakarta.

Siradj M. 1992. Metodologi Prakiraan Dampak Pada Air Tanah. Seminar


Nasional Metodologi Prakiraan Dampak dalam AMDAL. PPLH-LP IPB
dan BK-PSL dan BAPPEDAL. Bogor.
102

Subastaryo. 2003. Model Pengelolaan Air Bawah Tanah pada Daerah Resapan
di Cekungan Semarang Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Tesis.
Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Susana M, Harnandi D. 2008. Penelitian Hidrogeologi daerah imbuhan air tanah


dengan metode Isotop dan hidrokimia di CAT Semarang Demak.
Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral. Jakarta

Suxena JP. et. al. 1992. Hierarchy and Classification of Program Plan Element
Using Interpretative Structural Modelling. System Practice, Vol 12.

Thamrin. 2009. Model Pengembangan Kawasan Agropilitan Secara


Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat (Studi Kasus
Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang-Sarawak). Desertasi.
Sekolah Pasca Sarjana IPB.

Tietenberg TH. 1994. Environment Economic and Policy. Harper Collins College.
New York
nd
Todd DK. 1980. Ground Water Hydrology. 2 edition, John Willey & Sons Inc.
New York.

Undang-undang No. 7 tahun 204 tentang Sumberdaya Air.

Undang-undang No.26 tahun 2007, tentang Penataan Ruang

Undang-undang No. 28 tahun 2009, tentang Pajak dan Retribusi Daerah.

Wahid H. 1996. Survei Konservasi Air Tanah Daerah Semarang Demak Jawa
Tengah. Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan, Dirjen Geologi dan
Sumberdaya Mineral. Bandung.

Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke 3. PT.Gramedia Pustaka


Utama. Jakarta.

Yakin A. 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Teori dan Kebijaksanaan


Pembangunan Berkelanjutan. CV. Akademika Presindo. Jakarta

Yin RK. 2002. Studi Kasus Desain dan Metode. PT. Raja Grafindo Perkasa.
Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Geologi daerah Semarang dan sekitarnya

104
104
105
105

Lampiran 2
Kedudukan Muka Air Tanah Dangkal Kota Semarang
Lampiran 3
Peta CAT Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta

106
106
107
107

Lampiran 4
PETA KEDUDUKAN KOTA
SEMARANG TERHADAP CAT
SEMARANG DEMAK DAN
UNGARAN

Keterangan

CAT Semarang Demak

CAT Ungaran

Kedudukan Air Tanah Dalam Kota Semarang terhadap CAT Seamarang Demak dan CAT Ungaran
108

Lampiran 5

Kebutuhan Air Bersih di Kota Semarang


Keb.Air Kebutuhan air Kebutuhan Kebutuhan air
No. Tahun Industri Domestik Air Hotel Total (m3/th)
(m3/th) (m3/th) (m3/th)
1. 2008 3.326.329,55 90.009.873,00 253.044 93.589.246,55
2. 2010 3.524.742,19 92.365.340,41 263.267 96.153.349,60
3. 2015 4.709.098,45 98.527.225,89 290.668 103.526.992,34
4. 2020 6.291.412,82 105.100.186,40 320.921 111.712.520,22
5. 2025 8.405.404,07 112.111.642,70 354.323 120.871.369,77
6. 2030 11.229.722,10 119.590.850,90 391.201 131.211.774,00
7. 2035 15.003.045,35 127.569.004,30 431.917 143.003.966,65
8. 2040 20.044.251,12 136.079.403,30 476.872 156.600.526,42
9. 2045 26.779.363,37 145.157.551,50 526.505 172.463.419,87
10. 2050 35.777.555,27 154.841.314,40 581.304 191.200.173,67
109

Lampiran 6

Kebutuhan dan ketersediaan air tanah dengan pemanfaatan domestik dari


PDAM (19%), dan industri serta hotel 90%

Kebutuhan Tanah (m3/th) Kebutuhan Ketersediaan


No. Tahun Industri Air Tanah Air Tanah
Domestik Hotel (90%)
(90%) (m3/th)
1. 2008 9.594.152,36 307.870,20 2.993.696,595 12.895.719,16 5.594.280,84
2. 2010 9.845.221,63 314.078,85 3.172.267,97 13.331.568,46 5.158.431,54
3. 2015 10.502.017,01 330.093,22 4.238.188,60 15.070.298,84 3.419.701,16
4. 2020 11.202.628,87 346.896,00 5.662.271,54 17.211.796,41 1.278.203,59

5. 2025 11.949.980,00 364.635,00 7.564.863,66 19.879.478,66 -1.389.478,66

6. 2030 12.747.188,80 383.211,67 10.106.749,89 23.237.150,36 -4.747.150,36

7. 2035 13.597.580,17 402.773,85 13.502.740,82 27.503.094,83 -9.013.094,83

8. 2040 14.504.703,60 423.321,52 18.039.826,01 32.967.851,13 -14.477.851,13

9. 2045 15.472.343,41 444.903,97 24.101.427,03 40.018.674,42 -21.528.674,42

10. 2050 16.504.535,70 467.570,47 32.199.799,74 49.171.905,92 -30.681.905,92


110

Lampiran 7

Analisis Kebijakandengan Metode ISM

Structural Self Interaction Matrix (SSIM) elemen


Lembaga yang Terkait dengan Konservasi Pemanfaatan Air
Tanah di Kota Semarang

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 A A O O O O O O O O O
2 X X A A A A X A O O
3 A X X X X X X A O
4 X X X O X A O A
5 A A X A O A A
6 O O X X A A
7 O O X A A
8 O O O O
9 O O O
10 A A
11 A
12

Reachability Matrix (RM) Lembaga yang Terkait dengan


Konservasi Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0
3 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0
4 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0
5 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0
6 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0
7 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0
8 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0
9 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0
10 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0
11 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 0
12 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1
111

Revisi Reachability Matrix Hasil Lembaga yang Terkait dengan


Konservasi Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 DP R
1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 5
2 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 6 3
3 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 8 1
4 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 6 3
5 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 6 3
6 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 5 4
7 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 5 4
8 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 6 3
9 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 5 4
10 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 5 4
11 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 6 3
12 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 7 2
DEP 3 9 9 10 8 5 5 2 4 7 3 1
L 7 2 2 1 3 5 5 9 6 4 7 9

Ket: DP = Driver Pover, R = Rangking


DEP = Dependensi, L = Level

SSIM Final yang telah memenuhi Aturan Transitivisme Elemen


Lembaga yang Terkait dengan Konservasi Pemanfaatan Air Tanah
di Kota Semarang

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
O O O
1 A A O O O O O O
2 X X A A A A X X O O
3 A X X X A A X A O
4 X A X O X A O A
5 V A X V O A A
6 O A X X A A
7 O X X A A
8 O O O O
9 O O O
10 A A
11 A
12
112

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 DP
1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
2 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 4
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 11
4 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 6
5 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 6
6 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 6
7 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 5
8 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 4
9 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 5
10 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 5
11 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 6
12 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 6
DEP 3 9 9 10 8 6 4 3 3 6 3 1
113

Lampiran 8

Skenario 1 Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Pembatasan


Laju Pertumbuhan Hotel dan Hemat Air

Konst. Air Penurunan


Kebutuah air Kebuthan air
Th Keb. Air hotel tanah tuk Keb. Air total Keter.air tanah Muka Air
domestic industri
Hotel Tanah
2008 749.60,00 273.574,80 9.594.152,36 2.993.696,60 12861423,76 8.907.097,24 7,7076
2010 764.30,18 279.073,65 9.845.221,63 3.172.267,97 13296563,26 8.471.957,74 7,3311
2015 803.844,20 293.309,21 10.502.017,01 4.238.188,61 15033514,83 6.735.006,17 5,8280
2020 844.848,33 308.270,93 11.202.628,87 5.662.271,54 17173171,34 4.595.349,66 3,9765
2025 887.944,09 323.995,85 11.949.980,00 7.564.863,66 19838839,51 1.929.681,49 1,6698
2030 933.238,16 340.522,89 12.747.188,80 10.106.749,89 23194461,58 -1.425.940,58 -1,2339
2035 980.842,69 357.892,98 13.597.580,17 13.502.740,82 27458213,97 -5.689.692,97 -4,9235
2040 1.030.875,52 395.336,51 14.504.703,60 18.039.826,01 32939866,11 -11.171.345,11 -9,6669
2045 1.083.460,55 415.502,64 15.472.343,41 24.101.427,03 39989273,09 -18.220.752,09 -15,7670
2050 1.138.727,91 436.697,45 16.504.535,70 32.199.799,74 49141032,90 -27.372.511,90 -23,6863
114

Lampiran 9

Skenario 2 Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Pembatasan


Laju Pertumbuhan Industri

Keb.air Konst air Kebut.air Kebut air Keter air Penurunan


Thn Keb air Total
industri tanah Domestik Hotel tanah dalam MAT
2008 2.921.184,00 2.629.065,60 9.594.152,36 273.574,80 12.531.088,16 9.237.432,84 7,9934
2010 3.099.084,11 2.789.175,70 9.845.221,63 279.073,65 12.948.476,18 8.820.044,82 7,6323
2015 3.592.687,86 3.233.419,07 10.502.017,01 293.309,21 14.065.529,30 7.702.991,70 6,6656
2020 4.164.909,89 3.748.418,90 11.202.628,87 308.270,93 15.297.943,77 6.470.577,23 5,5992
2025 4.828.272,06 4.345.444,85 11.949.980,00 323.995,85 16.660.059,85 5.108.461,15 4,4205
2030 5.597.290,62 5.037.561,56 12.747.188,80 340.522,89 18.167.962,03 3.600.558,97 3,1157
2035 6.488.793,90 5.839.914,51 13.597.580,17 357.892,98 19.840.268,53 1.928.252,47 1,6686
2040 7.522.290,55 6.770.061,49 14.504.703,60 395.336,51 21.698.086,61 70.434,39 0,0609
2045 8.720.396,41 7.848.356,76 15.472.343,41 415.502,64 23.765.604,16 -1.997.083,16 0
2050 10.109.329,47 9.098.396,52 16.504.535,70 436.697,45 26.070.502,70 -4.301.981,70 0
115

Lampiran 10

Skenario 3 Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Mengurangi


Satuan Pemakaian Air

Pengurangan Layanan Konstribusi Keb. Air tanah Penurunan MAT


Thn Keter. Air tanah
pem air PDAM 56,1% thd Air Tanah Total
2008 61.712.055,73 34.620.463,26 6.577.888,02 9.879.454,81 11.889.066,18 10,2880
2010 63.096.707,77 35.397.253,06 6.725.478,08 10.211.824,90 11.556.696,10 10,0004
2015 67.157.162,14 37.675.167,96 7.158.281,91 11.726.563,74 10.041.957,26 8,6896
2020 71.670.641,79 40.207.230,04 7.639.373,71 13.648.541,25 8.119.979,75 7,0265
2025 76.740.326,25 43.051.323,03 8.179.751,38 16.109.250,04 5.659.270,96 4,8971
2030 82.501.388,91 46.283.279,18 8.793.823,04 19.283.784,61 2.484.736,39 2,1501
2035 89.131.581,34 50.002.817,13 9.500.535,25 23.406.049,93 -1.637.528,93 -1,4170
2040 96.865.417,47 54.341.499,20 10.324.884,85 28.788.032,38 -7.019.511,38 -6,0742
2045 106.013.034,70 59.473.312,47 11.299.929,37 35.846.260,37 -14.077.739,37 -12,1819
2050 116.985.445,80 65.628.835,09 12.469.478,67 45.136.848,88 -23.368.327,88 -20,22137621
116

Lampiran 11

Skenario 4 Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Peningkatan


Kapasitas Produksi PDAM Tirta Moedal

Keb. Air Layanan Kontribusi Keters Air Penurunan


Tahun Keb air total
domestic PDAM 70% Air Tanah Tanah MAT
2008 63.006.911,10 27.002.961,90 4.050.444,28 7.352.011,08 11.137.988,92
5,00
2010 64.655.738,29 27.709.602,12 4.156.440,32 7.642.787,14 10.847.212,86
4,60
2015 68.969.058,12 29.558.167,77 4.433.725,16 9.002.006,99 9.487.993,01
3,75
2020 73.570.130,48 31.530.055,92 4.729.508,39 10.738.675,93 7.751.324,07
3,00
2025 78.478.149,89 33.633.492,81 5.045.023,92 12.974.522,58 5.515.477,42
2,25
2030 83.713.595,63 35.877.255,27 5.381.588,29 15.871.549,86 2.618.450,15
1,50
2035 89.298.303,01 38.270.701,29 5.740.605,19 19.646.119,86 -1.156.119,86
0,75
2040 95.255.582,31 40.823.820,99 6.123.573,15 24.586.720,68 -6.096.720,68
0,10
2045 101.610.286,10 43.547.265,45 6.532.089,82 31.078.420,82 -12.588.420,82
0
2050 108.388.920,10 46.452.394,32 6.967.859,15 39.635.229,36 -21.145.229,36
0
117

Lampiran 12

Skenario 5 Strategi Kebijakan Pemanfaatan air tanah dengan


Gabungan antara Skenario1dan 2

Konst. Air Konst air Keb air tanah Ketersediaan Penurunan


Tahun Domestik
tanah hotel tanah industri total Air Tanah Muka Air Tanah
2008 9.594.152,36 273.574,80 2.921.184,00 12.788.911,16 8.979.609,84 7,7703
2010 9.845.221,63 279.073,65 3.099.084,11 13.223.379,39 8.545.141,61 7,3944
2015 10.502.017,01 293.309,21 3.592687,86 14.388.014,08 7.380.506,92 6,3866
2020 11.202.628,87 308.270,93 4.164.909,89 15.675.809,69 6.092.711,31 5,2722
2025 11.949.980,00 323.995,85 4.828.272,06 17.102.247,91 4.666.273,09 4,0379
2030 12.747.188,80 340.522,89 5.597.290,62 18.685.002,31 3.083.518,69 2,6683
2035 13.597.580,17 357.892,98 6.488.793,90 20.444.267,06 1.324.253,95 1,1459
2040 14.504.703,60 395.336,51 7.522.290,54 22.422.330,65 -653.809,65 -0,5658
2045 15.472.343,41 415.502,64 8.720.396,41 24.608.242,46 -2.839.721,46 -2,4573
2050 16.504.535,70 436.697,45 10.109.329,47 27.050.562,62 -5.282.041,62 -4,5707
118

Lampiran 13

Skenario 6 Strategi kebijakan pemanfaatan air tanah dengan


gabungan antara skenario 1, 2, dan 3

Kebut air Keb air tanah Keb air tanah Keb air tanah Penurunan
Tahun Keter air tanah
tanah hotel industri domestik total Muka Air Tanah
2008 273.574,80 2.921.184,00 6.577.888,02 9.772.646,82 11.995.874,18 10,3804
2010 279.073,65 3.099.084,11 6.725.478,08 10.103.635,84 11.664.885,16 10,0940
2015 293.309,21 3.592.687,86 7.158.281,93 11.044.278,98 10.724.242,02 9,2800
2020 308.270,93 4.164.909,89 7.639.373,71 12.112.554,53 9.655.966,47 8,3556
2025 323.995,85 4.828.272,06 8.179.751,37 13.332.019,28 8.436.501,72 7,3004
2030 340.522,89 5.597.290,62 8.793.823,04 14.731.636,56 7.036.884,44 6,0892
2035 357.892,98 6.488.793,90 9.500.535,25 16.347.222,14 5.421.298,86 4,6912
2040 395.336,51 7.522.290,54 10.324.884,85 18.242.511,90 3.526.009,10 3,0512
2045 415.502,64 8.720.396,41 11.299.929,37 20.435.828,42 1.332.692,58 1,1532
2050 436.697,45 10.109.329,47 12.469.478,67 23.0155.05,59 -1.246.984,59 -1,0791
119

Lampiran 14

Skenario 7 Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Gabungan


antara skenario 1, 2, 3, dan 4

Konser.air tanah dg Konsrv. dg Penurunan


Konserv. Dg
pening. kapasitas & pembatasan Keb. Air tanah Keter air Muka Air Tanah
Thn pemb pertumb.
pengurangan pertumb Hotel Total tanah
Industri
satuan pemakaian & hemat air
2008 2.777.042,51 2.629.065,60 273.574,80 5.679.682,91 16.088.838,09 7,8312
2010 2.839.351,85 2.789.175,69 279.073,65 5.907.601,20 15.860.919,80 7,7203
2015 3.022.072,30 3.233.419,07 293.309,21 6.548.800,58 15.219.720,42 7,4082
2020 3.225.178,88 3.748.418,90 308.270,93 7.281.868,71 14.486.652,29 7,0514
2025 3.453.314,68 4.345.444,85 323.995,85 8.122.755,38 13.645.765,62 6,6421
2030 3.712.562,50 5.037.561,56 340.522,89 9.090.646,95 12.677.874,05 6,1710
2035 4.010.921,16 5.839.914,51 357.892,98 10.208.728,66 11.559.792,34 5,6267
2040 4.358.943,79 6.770.061,49 395.336,51 11.524.341,78 10.244.179,22 4,9864
2045 4.770.586,56 7.848.356,77 415.502,64 13.034.445,97 8.734.075,03 4,2513
2050 5.264.345,06 9.098.396,52 436.697,45 14.799.439,04 6.969.081,96 3,3922
120

Lampiran 15

Senario 8 Strategi kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah


dengan moratorium

Kebut air Nilai aman air Penurunan


Keters.air tanah
Tahun tanah 3 tanah muka air tanah
3 3 (10 m3) 3 3
(10 m /th) (10 m ) (m)
2008 12.895.719,16 8.872.801,84 9,245 7,6779
2010 13.331.568,46 8.436.952,54 9,245 7,3007
2015 13.331.568,46 11.715.473,54 9,245 10,1378
2020 13.331.568,46 14.993.994,54 9,245 12,9748
2025 13.331.568,46 18.272.515,54 9,245 15,8118
2030 13.331.568,46 18.272.515,54 9,245 15,8118
2035 13.331.568,46 18.272.515,54 9,245 15,8118
2040 13.331.568,46 18.272.515,54 9,245 15,8118
2045 13.331.568,46 18.272.515,54 9,245 15,8118
2050 13.331.568,46 18.272.515,54 9,245 15,8118

Você também pode gostar