Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
AGUS SUSANTO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul “Strategi
Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Kota
Semarang yang Berkelanjutan” adalah merupakan tesis hasil penelitian saya
sendiri, dengan arahan Komisi Pembimbing. Tesis ini belum pernah diajukan
untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis di perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.
Agus Susanto
NRP. P052080171
ABSTRACT
Semarang as the capital of Central Java province and a metropolitan city exploits
increasing ground water. The volume of groundwater that was taken in 2004 is
6.3 x 106 m3, and in 2008 it was 9.6 x 106 m3. There are three sectors in the
utilization of groundwater in the which, is domestic, industry, and hotel. 56,1% of
domestic water needs are supplied by PDAM Tirta Moedal, which takes 19% of
groundwater. Meanwhile, industries and hotels take 90% of groundwater. As the
utilization of groundwater in the city in 2008 reached 5.59 x 106 m3, it will
experience groundwater deficit in 2030. To anticipate the deficit, eight are
proposed, namely (a) limiting the growth rate of the hotel to 1% per year and
reducing water consumption of hotel guest to 120 L/person/day, (b) limiting
industrial growth rate to 6% per year to 3% per year, (c) reducing the domestic
water consumption by limiting population growth to 1% per year and reducing
water consumption to 120 L/person/day, (d) increasing capacity of PDAM to
supply 70% of domestic sector need, while limiting ground water uptake to 15%,
(e) a combination of scenarios a and b, (f) a combination of scenarios a, b, and c,
(g) a combination of a, b, c, and d, and (h ) moratorium on utilization of
groundwater. However there are two applicable scenarios. (1) scenario (g) to
reach 6.97 x 106 m3 groundwater availability in 2050 without groundwater deficit
(2) moratorium as the use of groundwater to reach 13.33 x 106 m3 groundwater
available in 2050 with 15,82 meters MAT, as the availability of groundwater will
uncreased in 2020, and it will achieve safety level in 2030. The value of
groundwater at present is Rp. 229 514 063, - while in 2050 with a discount rate
of 10%, it is Rp. 335 343 581 206, -. The institutions serve as enforcers of
conservation of groundwater utilization are the government of Semarang, the
Office of Energy and Mineral Resources, and PDAM, while the activators are the
industry and hotels.
Pemanfaatan air sebagai sumber air bersih telah diatur dalam Undang-
undang No. 7 tahun 2004 yaitu tentang sumberdaya air, sedangkan pemanfaatan
air tanah khususnya air tanah dalam (confined aquifer) sebagai sumber air bersih
telah diatur melalui Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2008 tentang air tanah.
Kebutuhan air bersih untuk air minum dan rumah tangga di Kota
Semarang pada tahun 2008 dengan jumlah penduduk 1.481.644 jiwa adalah
222,25 x 106 liter/hari atau 80,0 x 106 m³/tahun. Apabila dari jumlah tersebut
sekitar 80% memanfaatkan air tanah maka jumlah air tanah yang disadap untuk
kebutuhan ini sekitar 64,0 x 106 m³/tahun. Pemakaian air tanah untuk keperluan
industri dan usaha komersial melalui sumur bor yang berlokasi di kota Semarang
selalu meningkat setiap tahun, yaitu pada tahun 2003 dari 543 sumur bor
pengambilannya tercatat 15,31 x 106 m3, dan pada tahun 2006 volume
pengambilan menjadi 20,98 x 106 m3 melalui 680 sumur bor.
Pemakaian air tanah yang intensif di dataran pantai kota Semarang
telah menunjukkan adanya dampak terhadap lingkungan air tanah, yaitu berupa
penurunan terhadap muka air tanah, penurunan permukaan tanah (amblesan
tanah), yang terukur selama 2000 - 2001 dengan laju kecepatan 2 – 8 cm/tahun.
Daerah yang mengalami penurunan dengan laju lebih dari 8 cm/tahun terbentang
di sepanjang pantai mulai dari Pelabuhan Tanjungmas ke arah timur hingga
wilayah Genuk, dan bahkan sampai ke pantai utara Demak. Pemafaatan air
tanah di kota Semarang yang melebihi kapasitasnya akibat PDAM yang belum
dapat menyediakan air bersih yang berasal dari sumber air permukaan seperti
sungai, mata air, danau dan lain-lain, disatu sisi PDAM masih kekurangan
sumber air baku sebagai sumber air bersih. sehingga diperlukan pengaturan
(kebijakan) pemanfaatamn air tanah dalam agar dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan.
Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) identifikasi kebijakan dan kinerja
kebijakan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih di kota Semarang,
(b) analisis kebutuhan air dan ketersediaan air tanah di kota Semarang, dan (c)
menyusun strategi kebijakan pemanfaatan air tanah di kota Semarang sebagai
sumber air bersih yang berkelanjutan.
Penelitian dilaksanakan di kota Semarang yang meliputi 16 kecamatan,
dan dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2010. Pendekatan
yang digunakan adalah verifikasi, dan analisis data meliputi:
1. Identifikasi potensi wilayah terdiri atas: analisis curah hujan bulanan,
identifikasi sumberdaya alam, sumberdaya air, sosial budaya, sarana dan
prasarana sanitasi,
2. Analisis kebutuhan dan ketersediaan air di kota Semarang
3. Analisis kelembagaan
4. Analisis nilai ekonomi air tanah
5. Membuat skenario kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah yang
berkelanjutan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan air di kota Semarang ada
3 sektor, yaitu: domestik yang terdiri dari penduduk dan fasilitas umum, industri,
dan hotel. Untuk kebutuhan air domestik 56,1% dilayani oleh PDAM Tirta
Moedal, sedangkan untuk industri dan hotel 90% memanfaatkan air tanah dalam.
Air tanah yang dapat dimanfaatkan adalah dari cekungan air tanah (CAT)
Semarang Demak dan Ungaran dengan volume 18,49 x 106 m3, namun yang
boleh dimanfaatkan (nilai aman) adalah setengahnya yaitu 9,245 x 106 m3.
Ketersediaan air tanah dalam untuk memenuhi kebutuhan 3 sektor tersebut pada
tahun 2010 sebesar 4,04 x 106 m3, dan pada tahun 2030 kota Semarang telah
mengalami defisit air tanah. Nilai ekonomi air tanah sebesar Rp.
229.514.063.820,- per tahun, dan apabila di hitung sampai dengan tahun 2050
dengan nilai diskon rate 10% (sesuai dengan suku bunga bank), maka mencapai
nilai Rp. 335.343.581.206,-. Pemerintah kota Semarang bersama-sama dengan
Dinas ESDM Propinsi dan PDAM Tirta Moedal sebagai pendorong yang besar
terhadap keberhasilan konservasi pemanfaatan air tanah, karena mempunyai
ketergantungan yang besar terhadap subelemen lain yaitu dari pemerintah.
Subelemen ini merupakan elemen kunci, sedangkan subelemen industri dan
hotel mempunyai kekuatan penggerak yang besar terhadap program ini. Selain
itu, subelemen ini juga mempunyai ketergantungan yang besar pula terhadap
subelemen lainnya terutama dari pemerintah.
Ada 8 (delapan) skenario kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah
yang dapat dikembangkan di kota Semarang, yaitu: (a) pembatasan laju
pertumbuhan hotel dan pengurangan satuan pemakaian air, (b) pembatasan laju
pertumbuhan industri, (c) mengurangi satuan pemakaian air domestik, (d)
peningkatan kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal, (e) Gabungan skenario a
dan b, (f) gabungan antara skenario a, b, dan c, (g) gabungan antara skenario a,
b, c, dan d, dan (h) skenario moratirium pemanfaatan air tanah dalam di kota
Semarang. Dari 8 skenario tersebut yang dapat dikembangkan di kota Semarang
adalah: (a) gabungan antara skenario a, b, c, dan d, karena hasilnya hingga
tahun 2050 kota Semarang tidak mengalami defisit air tanah, dan besarnya
ketersediaan air adalah 6,97 x 106 m3, serta tinggi MAT pada tahun 2050 adalah
3,3 meter, dan (b) moratorium pemanfaatan air tanah yaitu dengan menyetop ijin
pemanfatan air tanah air tanah dalam, dan hasilnya adalah ketersediaan air
tanah pada tahun 2018 telah mencapai nilai amannya dan pada tahun 2025
ketersediaan air tanahnya telah mulai stabil yaitu dengan kedudukan sebesar
18,27 x 106 m3, demikian juga muka air tanah juga sudah mulai stabil pada
tahun 2025 dengan kedudukan 15,82 m.
© Hak cipta milik IPB, Tahun 2010
Hak cipta dilindungi Udang-undang
1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah
b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagaian atau seluruh
karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
HALAMAN PENGESAHAN
NRP : P052080171
Menyetujui,
Komisi Pembimbing,
Diketahui,
AGUS SUSANTO
Tesis
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, oleh karena dan ijin dari Nya, sehingga
penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik dengan judul ”Strategi
Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang
yang Berkelanjutan” yang merupakan salah satu syarat yang diperlukan untuk
memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Kajian ini berawal dari pemikiran penulis melihat fenomena kota
Semarang yang setiap saat dilanda rob yang makin hari makin jauh
jangkauannya serta makin dalam genangannya, dan durasi genangan makin
lama. Dari hasil pemikiran ini juga penulis berharap dapat mengembangkan
konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang yang lebih berkembang dan
berkelanjutan. Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
perencanaan dan pengambilan kebijakan untuk pengelolaan air tanah khususnya
air tanah dalam, dan diharapkan dapat dikembangkan di daerah lain.
Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT
semata, masih banyak hal yang diluar kemampuan penulis dan “tiada gading
yang tidak retak”. Besar harapan penulis, saran, kritik dan sumbangan pemikiran
yang membangun untuk penyempurnaan tesis ini.
Halaman
I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Kerangka Berfikir ............................................................................................ 5
1.3 Perumusan Masalah ...................................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 9
1.5 Manfaat Penelitian.......................................................................................... 9
1.6 Ruang lingkup penelitian ................................................................................ 10
1.7 Strategi kebijakan yang akan disusun ............................................................. 10
xii
3.4.2 Analisis Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah ........................................ 26
3.4.3 Analisis Kebutuhan Air......................................................................... 33
3.4.4 Analisis Imbuh Air Tanah ..................................................................... 33
3.4.5 Penurunan Muka Air Tanah (MAT) ...................................................... 34
3.4.6 Hubungan antara Ketersediaan Air Tanah Dalam dan
Penurunan Muka Air Tanah (MAT) ...................................................... 34
3.5 Penyusunan Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah yang Berkelanjutan .. 35
xiii
5.2 Identifikasi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang .................. 65
5.3 Ketersediaan Air Tanah di Kota Semarang .................................................... 66
5.3.1 Kebutuhan Air Domestik ........................................................................ 66
5.3.2 Kebutuhan Air Industri ........................................................................... 71
5.3.3 Kebutuhan Air untuk Hotel..................................................................... 72
5.3.4 Ketersediaan Air Tanah ......................................................................... 73
5.4 Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah Kota Semarang ........................ 75
5.4.1 Indikator Keberlanjutan Pemanfaatan Air Tanah ................................... 75
5.4.2 Nilai Ekonomi ........................................................................................ 76
5.4.3 Kelembagaan ........................................................................................ 78
5.4.4 Skenario Kebijakan Konservasi Pemanfaatan Air Tanah ....................... 82
VI PEMBAHASAN ..................................................................................................... 88
6.1 Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Gabungan
Antara Skenario a dan b ................................................................................. 88
6.2 Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Gabungan
Antara Skenario a, b dan c ............................................................................. 89
6.3 Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Gabungan
Antara Skenario a, b, c dan d ......................................................................... 90
6.4 Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Moratorium ................. 91
6.5 Hubungan Komponen Konservasi dengan Pengguna Air Tanah ..................... 92
6.6 Jasa Lingkungan ............................................................................................ 94
LAMPIRAN-LAMPIRAN ..............................................................................................103
xiv
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
xvi
21 Tipikal Konsumsi Air untuk Fasilitas Umum ............................................................ 70
22 Kebutuhan Air Bersih Fasilitas Umum dan Domestik kota Semarang .................... 71
27 Nilai Ekonomi Air Tanah kota Semarang dengan Discont Rate 10% ...................... 77
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xviii
17 Ketersediaan Air Tanah dengan Mengurangi Satuan
Pemakaian Air Domestik.......................................................................................... 85
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
4 Kedudukan Kota Semarang terhadap CAT Semarang Demak dan Ungaran….. 107
xx
I. PENDAHULUAN
Manfaat
Faktor Ekologi
Air Tanah
EEkologi
Faktor Ekonomi
Air tanah Ekonomi
Strategi Kebijakan
bebas Strategi
Faktor Sosial Analisis Pemanfaatan Air
Pemanfaatan
Budaya Kebijakan Tanah yg
Kebijakan Air Tanah
berkelanjutan
Daerah Faktor
Pemanfaatan Teknologi
Air Tanah
Air tanah Kerusakan
tertekan Faktor Air Tanah
Kelembagaan
Feedbac
k
Gambar 1 Kerangka Berfikir Strategi Pemanfaatan Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang yang Berkelanjutan
7
8
Kegiatan pemanfaatan (ekstraksi) air tanah sebagai sumber air baku air
bersih selain memberikan manfaat ekonomi bagi pembangunan daerah juga
memberikan dampak negative. Dampak negatif terhadap lingkungan berupa
turunnya muka air tanah yang dapat diidentifikasi dari keringnya sumur-sumur
penduduk sekitar yang akhirnya menimbulkan konflik pemanfaatan air tanah, dan
kejadian ini apabila berlangsung terus menerus, akan mengakibatkan degradasi
sumberdaya air tanah yang akhirnya akan meningkatkan nilai kerusakan lingkungan.
Manfaat ekonomi tersebut ada yang bermanfaat langsung maupun tidak
langsung yang dapat dinikmati oleh penduduk. Manfaat ekonomi tersebut dapat
digunakan sebagai instrument untuk mengendalikan dampak negatif kegiatan
pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih dan sekaligus mendorong
terciptanya kegiatan pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan.
Kegiatan pemanfaatan air tanah dalam sebagai sumber air bersih
memerlukan ijin, sehingga masyarakat tidak dapat secara bebas mengambilnya,
karena disamping keberadaan muka air tanahnya dalam (antara 40 -150 meter) juga
membutuhkan biaya yang cukup besar. Pemanfaatan air tanah sebagai sumber air
bersih tersebut sesuai dengan Peratutan Perundangan yang ada yaitu UU No. 7
tahun 2004 dan PP No. 43 tahun 2008, serta SK Gubernur Jawa Tengah No. 5
tahun 2003, sehingga dapat dijumpai ratusan bahkan ribuan sumur air tanah dalam
di kota Semarang. Berdasarkan uraian tersebut, beberapa pertanyaan penelitian
yang mengemuka adalah sebagai berikut:
a. Seberapa banyak industri, PDAM, hotel dan restoran, mengekstrak atau
memanfaatkan air tanah, sebagai sember air bersih?
b. Sejauh mana dampak negatif pemanfaatan air tanah terhadap kelestarian air
tanah di darah penelitian?
c. Sejauh mana keberhasilan konservasi pemanfaatan air tanah di daerah
penelitian?
d. Seberapa jauh peran serta stakeholder dalam konservasi pemanfaatan air tanah
di kota Semarang
e. Bagaimana desain kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah dapat diterapkan
dalam kegiatan pemenuhan kebutuhan air bersih yang berkelanjutan?
9
Kebutuhan
air baku Resiko Lingkungan
No Antisipasi
T>B bila T< B
?
Y
a
Strategi Kebijakan Pemanfaatan
Air Tanah sebagai sumber air
bersih yang Berkelanjutan
x 109 m3. Dari potensi air tanah sebesar itu, sekitar 67% berada di Sumatra dan
Papua. Potensi air tanah yang besar tersebut keberadaannya merupakan cekungan
yang jumlahnya di Indonesia mencapai 391 buah, yang paling besar berada di Pulau
Jawa yaitu sekitar 80 buah dengan luasan 77.389 km2 atau sekitar 59% dari luas
total pulau Jaea dan Madura, dan yang potensi CAT yang paling kecil berada di
Pulau Bali yaitu sekitar 8 buah. Untuk lebih jelasnya sebaran dan potensi cekungan
air tanah di Indonesia disajikan dalam Tablel 1.
3. Propinsi Jawa Barat terdapat 27 (dua puluh tujuh) cekungan air tanah, dimana 15
(lima belas) cekungan berada pada lintas kabupaten/kota, 8 (delapan) berada
dalam wilayah kabupaten/kota, dan 4 (empat) berada pada lintas propinsi
4. Propinsi Jawa Tengah terdapat 31 (tiga puluh satu) cekungan air tanah, dimana 6
(enam) berada dalam satu wilayah kabupaten/kota, 19 (Sembilan belas) berada
pada lintas kabupaten/kota, dan 6 (enam) berada pada lintas propinsi
5. Propinsi Jawa Timur terdapat 23 (dua puluh tiga) cekungan air tanah, dimana 6
(enam) berada dalam satu wilayah kabupaten/kota, 13 (tiga belas) berada pada
lintas kabupaten/kota, dan 4 (empat) berada dalam lintas propinsi.
Pelaku
Kebijakan
Penegakan hokum
Instansi Pemerintah Kesejahteraan
Pemimpin Ekonomi
Anailis kebijakan
Lingkungan Kebijakan
Kebijakan Publik
Industri
Masyarakat
Pengusaha
pada kontribusi sebuah komoditas untuk mencapai tujuan tertentu. Nilai sebuah
komoditas tergantung dari tujuan spesifik dari nilai itu sendiri. Dalam pandangan
neoklasik, nilai sebuah komoditas terkait dengan tujuan maksimisasi
utilitas/kesejahteraan individu.
Dengan demikian apabila ada tujuan lain, maka ada “nilai” yang lain pula.
Berbeda dengan pandangan neoklasik, dalam pandangan ecological economics,
tujuan economic valuation tidak semata terkait dengan maksimisasi kesejahteraan
individu, melainkan juga terkait dengan tujuan keberlanjutan dan keadilan distribusi.
Economic valuation berbasis pada kesejahteraan individu semata tidak menjamin
tercapainya tujuan keberlanjutan dan keadilan distribusi tersebut. Dalam konteks ini,
menyatakan bahwa perlu ada ketiga nilai tersebut yang berasal dari tiga tujuan dari
penilaian itu sendiri, yaitu tujuan efisiensi, keadilan dan keberlanjutan.
Selanjutnya dikatakan bahwa Ilmu Ekonomi Lingkungan menerangkan bahwa
kerusakan lingkungan merupakan masalah ekternalitas yang akan mengarah pada
kegagalan pasar, karena tidak memungkinkan untuk membeli atau menjual aset
lingkungan dalam pasar karena tidak adanya harga pasar, sehingga barang dan jasa
lingkungan tidak diperdagangkan dalam pasar. Dengan demikian produser dan
konsumer mengesampingkan masalah lingkungan dalam membuat keputusannya.
Pengenyampingan aset lingkungan ini dalam keputusan mereka menyebabkan
terjadinya penggunaan sumberdaya lingkungan yang tidak efisien, sehingga
menimbulkan kerusakan. Untuk mengatasi tidak adanya nilai ini maka perlu adanya
valuasi melalui pemberian nilai moneter (monetizing), sehingga memiliki basis dalam
membandingkan antara perlindungan dan pemanfaatan lingkungan.
Nilai ekonomi suatu komoditas (good) atau jasa (service) lebih diartikan
sebagai ”berapa yang harus dibayar” dibanding ”berapa biaya yang harus ikeluarkan
untuk menyediakan barang/jasa tersebut”. Dengan demikian, apabila lingkungan dan
sumberdayanya eksis serta menyediakan barang dan jasa bagi manusia, maka
”kemampuan membayar” (willingness to pay) merupakan proxy bagi nilai
sumberdaya tersebut, tanpa memasalahkan apakah manusia secara nyata
melakukan proses pembayaran (payment) atau tidak.
Apa yang dinilai dalam ekonomi lingkungan terdiri dari dua kategori yang
berbeda, yakni:
23
Tabel 3 Jenis, Sumber Data dan Metode Analisis Strategi Pemanfaatan Air
Tanah sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang
Tujuan Jenis Output yang
No Bentuk Data Sumber Data Metode Analisis
Khusus Data Dihasilkan
Hasil
Identifikasi Primer
wawancara
potensi SDA Teridentifikasinya
Laporan Dinas/instansi
1. dan SDM Deskriptif potensi wilayah
tahunan terkait
wilayah Kota Sekunder Kota Semarang
dinas/instansi Responden terpilih
Semarang
terkait
Peraturan Teridentifikasinya
perundangan peraturan
Identifikasi
yang perundangan
kebijakan Deskriptif/konten
2. Sekunder berkaitan dg Dinas/instansi terkait yang mendukung
pemanfaatan analisis
air tanah konservasi
air tanah
pemanfaatan air
tanah
Analisis Hasil Teridentifikasinya
Primer
kebutuhan wawancara ketersediaan air
Dinas/instansi
dan Laporan Deskriptif, tanah dalam
terkait
3.. ketersediaan tahunan analisis sebagai sumber
Responden
air bersih Sekunder dinas/instansi kebutuhan air bersih dan
terpilih/Pendapat
Kota terkait kebutuhan air di
pakar
Semarang Kota Semarang
Analisis Hasil
Primer Model strategi
strategi wawancara
Dinas/instansi ISM kebijakan
kebijakan Laporan terkait Nilai Ekonomi pemanfaatan air
4. pemanfaatan tahunan
Responden Kebutuhan tanah yang
air tanah di Sekunder dinas/instansi
kota
terpilih/Pendapat Skenario berkelanjutan di
terkait kota Semarang
pakar kebijakan
Semarang
Sumber: Hasil identifikasi. 2010.
c. Memiliki kredibilitas yang tinggi, bersedia, dan atau berada pada lokasi
yang dikaji.
Masalah
Perubahan
Lembaga yang Kebutuhan yang
terkait dimungkinkan
Program yang
Msyarakat
Aktivitas yang dikerjakan
yang
dibutuhkan
terpengaruh
1. Kebutuhan program
2. Kendala utama
3. Tujuan program
4. Lembaga yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan
Keseluruhan proses tahapan teknik ISM dari mulai tahap penyusunan hirarki
sampai analisis dapat dilihat pada Gambar 5. Melalui teknik ISM, model yang tidak
jelas ditransformasikan menjadi sistem yang tampak (Eriyatno, 2002). Berdasarkan
pertimbangan hubungan kontekstual maka disusunlah Structural Self-interaction
Matrix (SSIM). Contoh matriks SSIM dapat dilihat pada Tabel 4.
Jika hubungan Ei terhadap Ej = V didalam SSIM, maka elemen Eij = 1 dan Eji = 0.
Jika hubungan Ei terhadap Ej = A didalam SSIM, maka elemen Eij = 0 dan Eji = 1
Jika hubungan Ei terhadap Ej = X didalam SSIM, maka elemen Eij = 1 dan Eji = 1
Jika hubungan Ei terhadap Ej = ) didalam SSIM, maka elemen Eij = 0 dan Eji = 0
Simbol 1 adalah terdapat atau ada hubungan kontekstual, sedangkan simbol
0 tidak terdapat atau tidak ada hubungan kontekstual antara elemen i dan j dan
sebaliknya. Setelah SSIM terbentuk, kemudian dibuat tabel Reachability Matrix
dengan mengganti simbol V, A, X, dan O menjadi bilangan 1 atau 0.
Klasifikasi sub elemen mengacu pada hasil olahan dari Reachability Matrix
(RM) yang telah memenuhi aturan transitivitas. Hasil olahan didapatkan nilai Driver-
Power (DP) dan nilai Dependence (D) untuk menentukan klasifikasi subelemen.
Secara garis besar klasifikasi subelemen digolongkan dalam empat sektor, yaitu :
a. Sektor 1; weak driver – weak dependence variables (AUTONOMUS).
Subelemen yang termasuk dalam sektor ini pada umumnya tidak berkaitan
dengan sistem, dan mungkin mempunyai hubungan sedikit, meskipun hubungan
tersebut bisa saja kuat. Subelemen yang masuk pada sektor 1 jika; nilai DP ≤
0.5X dan D ≤ 0.5X, X adalah jumlah subelemen.
b. Sektor 2; weak driver – strongly dependence variables (DEPENDENCE).
Umumnya subelemen yang masuk pada sector ini adalah subelemen yang
tindakan bebas. Subelemen yang masuk pada sektor 2; jika nilai DP ≤ 0.5X dan
D > 0.5X, X adalah jumlah subelemen.
c. Sector 3; strong driver – strongly dependent variables (LINGKAGE). Subelemen
yang termasuk dalam sector ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan
antara subelemen tidak stabil. Setiap tindakan pada subelemen akan
memberikan dampak terhadap subelemen lainnya dan pengaruh umpan baliknya
dapat memperbesar dampak. Subelemen yang masuk sektor 3; jika nilai DP >
0.5X dan D > 0.5X, X adalah jumlah subelemen.
d. Sektor 4; strong driver – weak dependence variables (INDEPENDENT).
Subelemen yang masuk dalam sector ini merupakan bagian sisa dari sistem dan
disebut peubah bebas. Subelemen yang masuk sektor 4 jika: nilai DP > 0.5X
dan D ≤ 0.5X, X adalah jumlah sub elemen.
30
Untuk mengetahui keterkaitan antara sub elemen pada teknik ISM dapat
dilihat pada Gambar 5, sedangkan tahapan teknik ISM dapat dilihat pada Gambar 6
Secara ringkas deskripsi tahapan-tahapan teknik ISM sebagai berikut.
a. Indentifikasi elemen; Elemen sistem diidentifikasi dan di daftar, yang diperoleh
melalui penelitian, brainstorming, dan sebagainya.
b. Hubungan kontekstual: sebuah hubungan kontekstual antar elemen dibangun,
tergantung pada tujuan pemodelan.
E2, E5, E6 9
Sektor IV 8
Sektor III
E9
6
0 1 2 3 4 4 5 6 7 8 9
3
1 Sektor II E4
Sektor I
0
Gambar 5 Koordinat hasil matriks reachability diplot kedalam matriks driver power
dependent
memberikan gambaran yang sangat jelas dari elemen-elemen sistem dan alur
hubungannya.
Struktur model yang dihasilkan dapat digunakan untuk memprediksi daya
dukung air tanah di kota Semarang dalam memenuhi kebutuhan sumber air baku
untuk air bersih, dengan mengasumsikan tingkat pertumbuhan penduduk pertahun
dalam jumlah tertentu. Sebaliknya juga dapat diketahui berapa umur ekonomis air
tanah di kota Semarang tidak dikonservasi pemanfaatannya secara terpadu (akan
terjadi krisis air tanah). Prediksi tersebut dihasilkan melalui simulasi model dengan
menggunakan atribut yang sudah dibangun sebelumnya. Adapun tujuan dari
penggunaan model ISM adalah: (a) Menentukan elemen-elemen kunci dalam
pemanfaatan air tanah di kota Semarang sebagai sumber air bersih yang
berkelanjutan, (b) Menentukan subelemen pada masing-masing elemen, (c)
Menentukan level dependen dan rangking driver power, (d) Merumuskan desain
struktur pemanafaatan air tanah di kota Semarang sebagai sumber air bersih yang
berkelanjutan.
PROGRAM
Ok ? Modifikasi SSIM
No
Yes
Ubah RM menjadi
format lower Tentukan Rank dan Hirarki
triangular RM dari subelemen
Gambar 6 Diagram alir deskriptif teknik ISM (Suxena, 1992 dalam Marimin,
2004).
33
VAt1
MATt = MAT x -------- ........................................ (4)
VAt
3.4.6. Hubungan antara Ketersediaan Air Tanah Dalam dan Penurunan Muka
Air Tanah (MAT)
Waktu
1 = baik
2 = sedang
3 = kurang baik
4 = buruk
Dikatakan berkelanjutan apabila bobot akhirnya pada skala antara 1 - 2
4. Potensi air tanah yang dapat dipompa secara berkelanjutan adalah 0.5 volume
air tanah.
PETA ADMINISTRASI
KOTA SEMARANG
Ketrangan
Laut Jawa 1. Semarang Tengah
2. Semarang Utara
3. Semarang Timur
4. Gayam sari
5. Genuk
6. Pedurungan
7. Semarang Selatan
8. Candisari
9.Gajah Mungkur
Kabupaten Demak
10. Tembalang
Kabupaten Kendal
11. Banyumanik
12. Gunung Pati
13. Semarang Barat
14. Ngaliyan
15. Mijen
16.Tugu
Kabupaten Semarang
b. Endapan vulkanik yang berasal dari hasil kegiatan gunung api muda yaitu
gunung Ungaran
c. Endapan permukaan: merupakan endapan batuan yang paling muda yaitu
endapan alluvium yang terdiri dari alluvium Delta Garang dan alluvium dataran
aliran, batuannya tersusun dari lempung, pasir, kerikildan kerakal.
Struktur geologi yang berkembang yakni: (a) struktur pelipatan yang terdiri
dari antiklinal, sinklinal dan sesar, dan (b) struktur patahan. Perkembangan struktur
geologi akan mempengaruhi hidrogeologi dan kandungan air tanah setempat.
Kemiringan lapisan kearah tertentu akan diikuti oleh aliran air tanah, dan ruang
antar celah akibat struktur geologi tersebut merupakan media yang cukup baik dan
dapat dialiri dan berfungsi sebagai akumulasi lapisan (Wahid, H. 1996). Secara
detail struktur geologi disajikan dalam Lampiran 1.
Jenis Tanah di Kota Semarang meliputi kelompok mediteran coklat tua,
latosol coklat tua kemerahan yang sangat cocok untuk tanaman tahunan,
holtikultura dan palawija, asosiai alluvial kelabu, Alluvial Hidromort yang cocok
untuk tanamahn pangan, Grumosol Kelabu Tua, Latosol Coklat dan Komplek
Regosol Kelabu Tua dan Grumosol Kelabu Tua yang cocok untuk tanaman tahunan
yang tidak produktif. Gambaran penyebaran jenis tanah beserta lokasi dan
kemampuannya disajikan dalam Tabel 7.
tahun berkisar antara 92 – 124 hari. Distribusi curah hujan bulanan Kota Semarang
disajikan dalam Tabel 8.
Hidrologi
1. Air Permukaan
Kota Semarang dalam suatu sistem hidrologi, merupakan kawasan yang
berada pada kaki bukit Gunung Ungaran, mengalir beberapa sungai yang tergolong
besar seperti yaitu Kali Besole, Kali Beringin, Kali Silandak, Kali Siangker, Kali Kreo,
Kali Kripik, Kali Garang, Kali Candi, Kali Bajak, Kali Kedungmundu, Kali Penggaron.
Sebagai Daerah Hilir, dengan sendirinya merupakan daerah limpasan debit air dari
sungai yang melintas dan mengakibatkan terjadinya banjir pada musim penghujan.
Kondisi ini diperparah oleh karakteristik kontur wilayah berbukit dengan perbedaan
ketinggian yang sangat curam sehingga curah hujan yang terjadi didaerah hulu akan
sangat cepat mengalir ke daerah hilir. Kesemua kali tersebut mempunyai sifat aliran
perenial yaitu sungai yang mempunyai aliran sepanjang tahun, dan mengalir ke arah
utara yang akhirnya bermuara di Laut Jawa. Pola aliran sungai-sungai yang ada
adalah pararel.
Kali Garang sebagai sungai utama yang membelah kota Semarang, bermata
air di gunung Ungaran, alur sungainya memanjang ke arah Utara hingga mencapai
Pengandaan tepatnya di Tugu Soeharto, bertemu dengan aliran kali Kreo dan kali
Kripik. Kali Garang sebagai sungai utama pembentuk kota Semarang bawah yang
mengalir membelah lembah-lembah Gunung Ungaran mengikuti alur yang berbelok-
belok dengan aliran yang cukup deras. Berdasarkan data yang ada debit Kali
Garang mempunyai debit 53,0 % dari debit total dan kali Kreo 34,7 % selanjutnya
kali Kripik 12,3 %. Oleh karena itu, kali Garang memberikan airnya yang cukup
dominan bagi kota Semarang, dan merupakan sumber air baku untuk memenuhi
kebutuhan air minum warga kota Semarang.
45
Sistem jaringan drainase kota Semarang dibagi menjadi 2 yakni Banjir Kanal
Barat, dan Banjir Kanal Timur. Banjir Kanal Barat merupakan gabungan dari
beberapa sungai yakni: sungai Garang, Kreo dan Kripik, yang berasal dari Gunung
Ungaran, merupakan sistem sungai terbesar di kota Semarang. Sedangkan Banjir
Kanal Timur merupakan gabungan dari sungai Babon, Kali Candi, Kali Bajak, Kali
Kedungmundu, Kali Penggaron.
2. Air Tanah
Air tanah di kota Semarang terdapat pada 2 (dua) lapisan pembawa air
(aquifer), yaitu air tanah bebas atau air tanah dangkal (unconfined aquifer), dan air
tanah dalam atau air tanah tertekan (confined aquifer). Keberadaan kedua lapisan
bembawa air tanah tersebut berdasarkan Undang-undang No.7 tahun 2004 tentang
sumberdaya air adalah Cekungan air tanah (CAT).
Berdasarkan pasal 1 ayat 12 CAT adalah: suatu wilayah yang dibatasi oleh
batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. Air tanah kota
Semarang berdasarkan Permen ESDM No. 13 Tahun 2009 berada pada CAT
Semarang – Demak, dan CAT Ungaran.
Untuk jenis air tanah pertama yaitu air tanah bebas atau air tanah dangkal
merupakan air tanah yang terdapat pada lapisan pembawa air (aquifer), dimana
bagian atasnya tidak tertutup oleh lapisan kedap air, tetapi bagian bawahnya dilapisi
oleh lapisan tanah yang kedapair, sehingga permukaan air tanah bebas (muka air
tanah) ini sangat dipengaruhi oleh musim dan keadaan lingkungan sekitarnya.
Penduduk Kota Semarang yang berada didataran rendah, banyak memanfaatkan air
tanah ini dengan membuat sumur-sumur gali (dangkal) dengan kedalaman rata-rata
3 - 18 m. Sedangkan untuk peduduk di dataran tinggi hanya dapat memanfaatkan
sumur gali pada musim penghujan dengan kedalaman berkisar antara 20 - 40 m.
Kedudukan muka air tanah dangkal (bebas) di kota Semarang bervariasi
antara 0 meter sampai 20 meter dibawah muka laut, ke arah Utara atau ke arah laut
kedudukan muka air tanahnya makin dalam yaitu ± 20 meter, dan makin ke arah
atas atau daerah perbukitan muka air tanah (mat) makin tinggi. Untuk lebih jelasnya
kedudukan muka air tanah dangkal (bebas) disajikan disajikan dalam Lampiran 2.
46
Air Tanah Tertekan adalah air yang terkandung di dalam suatu lapisan
pembawa air yang berada diantara 2 lapisan batuan kedap air, sehingga debitnya
hampir selalu tetap. Disamping itu, kualitasnya juga memenuhi syarat sebagai air
bersih. Debit air tanah dalam (tertekan) ini sedikit sekali dipengaruhi oleh musim dan
keadaan di sekelilingnya. Untuk daerah Semarang bawah lapisan aquifer di dapat
dari endapan alluvial dan delta sungai Garang. Kedalaman lapisan aquifer ini
berkisar antara 50 - 90 meter, terletak di ujung Timur laut Kota dan pada mulut
sungai Garang lama yang terletak di pertemuan antara lembah sungai Garang
dengan dataran pantai. Kelompok aquifer delta Garang ini disebut pula kelompok
aquifer utama karena merupakan sumber air tanah yang potensial dan bersifat
tawar. Untuk daerah Semarang yang berbatasan dengan kaki perbukitan terdapat air
tanah artesis yang terletak pada endapan pasir dan konglomerat formasi damar
yang mulai diketemukan pada kedalaman antara 50 - 90 m. Pada daerah perbukitan
kondisi artesis masih mungkin ditemukan karena adanya formasi damar yang
permeable dan sering mengandung sisipan-sisipan batuan lanau atau batu lempung.
Pengambilan air tanah baik air tanah bebas maupun air tanah tertekan
/dalam di kota Semarang mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pengambilan air
diakibatkan oleh:
1. Bagi penduduk: PDAM Tirta Moedal tidak mampu melayani kebutuhan air bersih
penduduk. Jangkauan pelayanan PDAM hanya mampu melayani 56,1%
2. Bagi industri:
a. Pajak pengambilan air tanah dalam lebih murah dibandingkan dengan tarif
PDAM (SK Gubernur Jawa Tengah No. 5 tahun 2003) yaitu sebesar Rp.
161,-/m3.
b. Monitoring dari pihak yang berwajib (Dinas ESDM Propinsi Jawa Tengah)
kurang ketat. Terbukti dengan inkonsistensi data tentang pengguna air tanah
dari industri maupun hotel per bulan.
Berdasarkan fenomena tersebut, maka jumlah sumur bor dalam dari tahun
ke tahun mengalami peningkatan yang cukup tajam. Pada periode tahun 1996
jumlah sumur bor sebanyak 230 buah, dan meningkat cukup tajam pada tahun 2003,
jumlah sumur bor mencapai 540 buah dengan volume pengambilan mencapai 15,31
x 106 m3/tahun, dan terus mengalami kenaikan hingga pada tahun 2005 yaitu
sebesar 8.315 sumur bor, namun jumlah pengambilan air tanahnya malah turun
47
yaitu 8,5 x 106 m3/tahun. Setelah periode tersebut yaitu mulai periode tahun 2006
hingga tahun 2008. Tercatat pada tahun 2008 jumlah sumur dalam sebanyak 544
buah dan volume pengambilan sebesar 9,6 x 106 m3/tahun. Perkembangan jumlah
sumur dan pengambilan pengambilan air tanah di kota Semarang disajikan dalam
Tabel 9, dan Gambar 9.
18.000
1
Vol. Pemompaan (1000 m /th)
10.000
15.000
3
terjadi karena pengambilan air tanah yang jauh melebihi kapasitas akuifernya, maka
terjadilah penurunan muka air tanah yang mencapai 15 hingga 22 m dbpts (1996).
Penurunan muka air tanah akan menyebabkan kenaikan tegangan efektif
pada tanah, dan apabila besarnya tegangan efektif melampaui tegangan yang
diterima tanah sebelumnya maka tanah akan mengalami konsolidasi dan kompaksi
yang mengakibatkan amblesan tanah pada daerah konsolidasi normal. Amblesan
tanah yang terjadi di dataran pantai Semarang diperkirakan disebabkan oleh dua
faktor, yaitu: (a) penurunan muka air tanah akibat pemompaan dan (b) peningkatan
beban karena pengurugan tanah. Penimbunan tanah urug untuk reklamasi daerah
pantai di daerah penelitian dimulai pada tahun 1980, yaitu meliputi kompleks PRPP,
Tanah Mas, Bandarharjo, pelabuhan Tanjung Mas dan Tambaklorog yang diikuti
oleh daerah - daerah lainnya secara tersebar pada tahun 1996. Ketebalan timbunan
tanah tersebut berkisar antara 1 - 5 m, dan diikuti pembangunan perkantoran atau
kompleks perumahan. Daerah-daerah yang mengalami penurunan muka air tanah
disajikan dalam Gambar 10.
Gambar 10 Laju penurunan permukaan tanah kota Semarang periode 2001- 2003
49
kondisi ini terjadi pada hampir seluruh Kecamatan yang ada. Kondisi kependudukan
4.3.3. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan
masyarakat. Pendidikan dapat berperan dalam meningkatkan kualitas hidup, dimana
semakin tinggi pendidikan suatu masyarakat, maka semakin baik kualitas
sumberdaya manusianya. Dan hal tersebut dapat tercapai melalui pembangunan
pendidikan.
Seperti tujuan pembangunan pendidikan di kota-kota lain di Indnesia,
pembangunan pendidikan di kota Semarang juga mempunyai tujuan untuk
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di kota Semarang yang cerdas dan
terampil yang kemudian diikuti oleh rasa percaya diri serta sikap dan perilaku yang
51
Petani
Pengusaha
Buruh industri
12,42 7,32 8,5
5,32 Buruh bangunan
14,1 Pedagang
24,7
3,6 Angkutan
11,9 11,78
PNS & ABRI
Pensiunan
Lain-lain
4.3.4. Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu komponen utama dalam index
pembangunan manusia (IPM) yang dapat mendukung terciptanya SDM yang sehat,
cerdas, terampil dan ahli menuju keberhasilan pembangunan kesehatan.
Pembangunan kesehatan merupakan salah satu hak dasar masyarakat untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang sesuai dan dapat terpenuhi. Oleh sebab itu
dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan telah dilakukan perubahan cara
pandang dari paradigma sakit menuju paradigma sehat sejalan dengan Visi
Indonesia Sehat 2010. Untuk itu diperlukan sarana dan prasarana yang memadahi.
Sarana dan prasarana kesehatan kota Semarang disajikan dalam Tabel 14.
Sub sektor ini mencakup komoditi tanaman bahan makanan seperti, padi,
jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah sayur-sayuran, buah-buahan,
kacang hijau, tanaman pangan lainnya, dan hasil-hasil produk ikutannya. Data
produksi diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan, sedangkan data harga
seluruhnya bersumber pada data harga yang dikumpulkan oleh Badan Pusat
Statistik Tanaman Perkebunan Besar Sub sektor ini mencakup semua jenis kegiatan
yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan yang berbentuk badan hukum.
Komoditi yang dihasilkan adalah karet Baik data produksi maupun harga diperoleh
dari Dinas Perkebunan dan Badan Pusat Statistik. Sub sektor ini mencakup produksi
temak besar, ternak kecil, unggas maupun hasil-hasil temak, seperti sapi, kerbau,
babi, kuda, kambing, domba, telur dan susu segar. Produksi temak diperkirakan
sama dengan jumlah ternak yang dipotong ditambah perubahan stok populasi temak
dan ekspor temak neto. Data mengenai jumlah temak yang dipotong, populasi
ternak, produksi susu dan telur serta hasil-hasil temak diperoleh dari Dinas
Peternakan
Sub Sektor ini mencakupn produksi ternak besar, ternak kecil, unggas
maupun hasil -hasil ternak, seperti sapi, kerbau, babi, kuda, kambing, domba, telur
dan susu segar. Produksi ternak diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang
dipotong ditambah perubahan stok populasi ternak dan ekspor ternak neto. Data
mengenai jumlah ternak yang dipotong, populasi ternak, produksi susu dan telor
serta hasil-hasil ternak diperoleh dari Dinas Peternakan
54
3. Kehutanan
4. Perikanan
Komoditi yang dicakup adalah semua hasil kegiatan perikanan laut, perairan
umum, tambak, kolam, sawah dan karamba. Data mengenai produksi, dan nilai
produksi diperoleh dari laporan Dinas Perikanan Kotamadya Semarang
dan Tanah Urug, sedangkan bahan mineral logam kota Semarang tidak ditemukan
deposit.
Tabel 15 Kapasitas dan Debit Rata-Rata Sumber Produksi PDAM Tirta Moedal
Kapasitas
Sumber Jml. Kontribusi Debit rata-rata
No. terpasang
Produksi Lokasi (%) (lt/det)
(lt/det)
1. Mata air 11 15,55 512,00 382,58
2. Air tanah dalam
a. sumur kota 21 1,47 59,75 22,15
b. sumur peg. 28 15,13 769,00 305,33
3. Air permukaan 6 67,85 2.430,00 1.733,16
Total 66 100 3.770,75 2.272,53
Sumber: PDAM Kota Semarang, 2009
Air terjual pada tahun 2008 sebanyak 50.336.603 m3, dengan nilai penjualan
total sebesar Rp 27.572.278.000,00. Jumlah sambungan rumah sebanyak 111.324
sambungan. Jumlah sambungan terbanyak adalah sambungan rumah tangga
sebanyak 102.707 pelanggan. Berikut ini adalah tabel jumlah sambungan rumah,
jumlah air terjual dan nilai penjualan dari setiap kategori pelanggan.
Tabel 16 Jumlah Pelanggan Air Minum Di Kota Semarang Selama Tahun 2008
Jml Air Minum yang disalurkan
No. Katagori pelanggan
pelanggan Volume (m3) Nilai (Rp)
1. Sosial 2.253 1.239.590 792.118.000
2. Rumah tangga 102.707 26.101.918 20.231.567.000
3. Niaga 5.406 1.832.247 4.162.241.000
4. Industri 171 165.849 605.361.000
5. Lembaga pendidikan 0 0 0
6. Warung air 0 0 0
7. Instansi pemerintah 785 1.183.476 1.703.848.000
8. Pelabuhan 2 17.734 77.143.000
9. Lain-lain 0 0 0
10. Susut/hilang - 19.795.789 -
JUmlah 111.324 50.336.603 27.572.278.000
Sumber: PDAM Kota Semarang, Semarang Kota dalam Angka 2008
Sesuai dengan standar kota Metropolitan, yaitu kebutuhan air bersih 150
liter/orang/hari, Kota Semarang dengan jumlah penduduk 1.481.644 jiwa,
membutuhkan 222.246.600 liter/hari.Namun PDAM Kota Semarang baru dapat
memproduksi sebanyak 196.346.592 liter/hari, sehingga masih dibutuhkan kapasitas
produksi sebanyak 26.900.008 liter/hari.
TPA Jatibarang memiliki daya tampung sebanyak 4,15 juta m3, dengan
kedalaman rata-rata 40 m. Jarak dari pusat kota ± 11,4 km, dan jarak terdekat dan
terjauh dengan TPS masing-masing ± 4 km dan ± 25 km. Kondisi topografi TPA
Jatibarang adalah: daerah berbukit dan bergelombang dengan kemiringan lereng
sangat curam (lebih dari 24%), dengan ketinggian bervariasi antara 63 sampai 200
meter dari permukaan air laut, dan bagian bawah (terendah mengalir Sungai Kreo).
Sampai dengan tahun 2005, timbunan sampah sudah mencapai 5,75 juta m3
sampah, padahal daya tampung TPA hanya 4,15 juta m3 sampah. Dengan demikian
sudah melebihi daya tampung TPA sekitar 1,6 juta m3 sampah. Dengan kondisi
tersebut menyebabkan air lindi sulit dikendalikan, sarana penanganan sampah (alat
berat, dump truck) semakin kurang mencukupi (tidak imbang), Sanitary Landfill sulit
dilaksanakan, akibatnya terjadi pencemaran udara dan bau sampah semakin
meluas. Hal ini mengundang protes masyarakat akibat pencemaran yang pada
akhirnya dapat berakibat ditutupnya TPA Jatibarang. Selain itu dapat terjadi sampah
longsor yang kemungkinan akan masuk Sungai Kreo dan menyebabkan
pencemaran air.
Keberadaan TPA Jatibarang yang kondisinya sekarang sudah dianggap
mengkhawatirkan karena sudah mulai penuh, perlu dicarikan alternatif lain. Dan
sekarang sudah diadakan studi untuk mencari alternatif lokasi baru. Namun untuk
mencari calon TPA yang baru sekarang ini Pemerintah Kota mengalami kendala,
karena cukup sulit dan mahalnya mencari lokasi baru, maka upaya yang ditempuh
adalah mengoptimalkan TPA yang ada, dengan cara membuat tanggul, menambah
jumlah sarana dan prasarana yang kurang, dan bekerjasama dengan Pihak Swasta
dalam pengelolaan sampah TPA, misalnya sampah diolah menjadi pupuk cair dan
padat. Teknologi Pembuangan akhir adalah Teknologi Open Dumping (1992-1993)
Namun karena teknologi ini tidak dianjurkan karena tidak ramah lingkungan dan
dapat menimbulkan berbagai macam penyakit maka pada tahun 1993/1994
ditingkatkan menjadi Controlled Land fill. Kemudian pada bulan Maret 1995 sistem
Sanitary Landfill diterapkan untuk TPA Jatibarang. Pelapisan tanah dilakukan setiap
hari pada setiap akhir hari operasi.
59
7. Pengolahan sistem air limbah terpisah yang lengkap di daerah pilot project
seluas 59 Ha.
8. Pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan fasilitas sanitasi on site melalui
pemberian kredit.
9. Consultancy Services for Initial Community Consultation Works and Preparation
for Pilot Sanitation Project in City of Semarang, yang langsung dilaksanakan
dengan konstruksi sistem sanitasi off site di kelurahan Panggung Kidul dan
Kelurahan Kuningan.
10. Peningkatan kapasitas SDM untuk operasi dan pemeliharaan.
4.4.4. Drainase
Banjir yang terjadi di Kota Semarang pada umumnya disebabkan karena
tidak terkendalinya aliran sungai, akibat kenaikan debit, pendangkalan dasar badan
sungai dan penyempitan sungai karena sedimentasi, adanya kerusakan lingkungan
pada daerah hulu (wilayah atas kota Semarang) atau daerah tangkapan air
(recharge area) serta diakibatkan pula oleh ketidakseimbangan input – output pada
saluran drainase kota. Cakupan banjir saat ini telah meluas di beberapa kawasan di
Kota Semarang, yang mencakup sekitar muara Kali Plumbon, Kali Siangker sekitar
Bandara Achmad Yani, Karangayu, Krobokan, Bandarharjo, sepanjang jalan di
Mangkang, kawasan Tugu Muda – Simpang Lima sampai Kali Semarang, di Genuk
dari Kaligawe sampai perbatasan Demak
Persoalan yang sering muncul adalah terjadi air pasang laut (rob) di
beberapa bagian di wilayah penelitian yang menjadi langganan genangan akibat rob.
Saluran drainase yang mestinya menjadi saluran pembuangan air ke laut berfungsi
sebaliknya (terjadi Backwater), sehingga sistem drainase yang ada tidak dapat
berjalan dengan semestinya. Hal ini menjadi lebih parah bila terjadi hujan pada
daerah tangkapan dari saluran-saluran drainase yang ada. Sehingga terjadi luas
genangan yang semakin besar dan semakin tinggi.
V. HASIL DAN ANALISIS
muka tanah), dan sistem akuifer tertekan dengan kedalaman antara 30 - 150 m
bmt.
Daerah imbuhan air tanah tidak tertekan meliputi seluruh wilayah
cekungan. Sedangkan daerah imbuhan air tanah tertekan menempati daerah
kaki Gunung Ungaran yang terletak dibagian barat daya cekungan pada
ketinggian antara 50 – 300 m dpl (diatas permukaan laut), meliputi daerah
Sumberejo, Kecamatan Kaliwungu (Kabupaten Kendal), daerah Manyaran di
Kecamatan Semarang Barat, daerah-daerah di Kecamatan Ngalian, Kecamatan
Mijen, Kecamatan Candisari, Kecamatan Tembalang, dan Kecamatan
Banyumanik serta Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang. Jumlah imbuhan
air tanah ke dalam sistem akuifer tidak tertekan (bebas) yang diprediksikan
secara kumulitatif dengan metode prosentase curah hujan di cekungan ini
terhitung 783 x 106 m3, sedangkan jumlah aliran air tanah pada sistem akuifer
tertekan dihitung dengan jejaring aliran (flow net) dan melalui persamaan Darcy
terhitung sebanyak 91,00 x 106 m3.
Berdasarkan hasil perhitungan, menunjukkan bahwa nilai aman air tanah (safety
yield) di kota Semarang adalah sebesar 18,49 x 106 m3 x 0,5 = 9,245 x 106 m3.
150 L/orang/hari, sehingga kebutuhan air untuk domestik pada tahun 2008
sebesar 80,01 x 106 m3/th. Berdasarkan hasil proyeksi eksponensial, maka
jumlah penduduk pada tahun 2010 adalah sebesar 1.520.417 jiwa dengan
tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,68%, sedangkan besarnya jumlah
penduduk pada tahun 2050 sebesar 2.548.828 jiwa, sehingga besarnya
kebutuhan air bersih warga kota Semarang sebesar 137,64 x 106 m3/tahun.
Untuk mengetahui proyeksi pertumbuhan penduduk beserta kebutuahn air bersih
kota Semarang disajikan dalam tabel 20.
Untuk memenuhi kebutuhan domestik air bersih kota Semarang,
disamping memanfaatkan air tanah, juga memanfaatkan air permukaan melalui
sungai Garang, sungai Babon, dan bendung Kudu.
1. Pemanfaatan air tanah dalam yaitu dengan membuat sumur bor yang
jumlahnya mencapai 30 buah yang terletak di Kecamatan Candisari. Dari 30
buah sumur dalam tersebut, 6 sumur tidak beroperasi karena kualitas airnya
kurang memenuhi syarat sebagai sumber air bersih (kandungan Fe melebihi
standar kualitas). Debit pengambilan air tanah masing-masing sumur adalah
10 L/dt atau volume mencapai 62.208 m3/tahun dengan lama pemompaan ±
24 jam. Kontribusi air tanah untuk memasok sumber air baku PDAM Tirta
Moedal adalah 19%.
2. Kali Garang: selain memanfaatkan air tanah, PDAM juga memanfaatkan air
kali Garang yang membelah kota Semarang dengan alirannya sepanjang
tahun. Kali Garang dibagi menjadi 4 unit produksi (IPA) dengan total
kapasitas terpasang 1.130 L/dt, dan debit rata-rata 915,79 L/dt,
3. Kali Babon; pengambilan air kali Babon melalui intake Pucang Gading yaitu
pada waktu musim kemarau intake yang digunakan berkapasitas 50 L/dt,
sedangkan pada waktu musimpenghujan digunakan intake berkapasitas 70
L/dt,
4. Instalasi Pengolah Air (IPA) Kudu yang terletak di kelurahan Kudu,
Kecamatan Genuk. Air IPA Kudu sumber airnya dari bendungan Kedung
Ombo yang dialirkan melalui saluran terbuka (sungai Klambu). Kapsitas IPA
ini adalah 1.250 L/dt dan masih bisa ditingkatkan lagi, dengan debit rata-rata
759,29 L/dt,
5. Mata air yang terletak di kecamatan Candisari, dan Banyumanik, dengan
volume pengambilan 382,58 L/dt, dengan jumlah mata air adalah 11 buah.
hotel, rumah sakit, dan sekolah, Fasilitas tersebut tentunya membutuhkan air
bersih. Menurut Sarwoto, dalam Setyanto, Oky. 2006, menyebutkan bahwa
kebutuhan air bersih untuk fasilitas umum dihitung dengan pendekatan jumlah
KK.
Diperkirakan rata-rata penggunaan air untuk fasilitas umum sekitar 10 –
15% dari penggunaan air untuk satu rumah tangga (KK) (Oky Setyanto. 2006).
Berdasarkan hasil perhitungan Dinas Kesehatan kota Semarang (2009), bahwa
rata-rata dalam 1 KK terdiri dari 4 jiwa, sehingga besarnya penggunaan air untuk
fasilitas umum diambil rata-rata tertimbang yaitu sebesar 12,5 % dari
penggunaan satu rumah tangga. Tipikal konsumsi air untuk fasilitas umum
disajikan dalam Tabel 21.
Berdasarkan tabel 5.4. terlihat bahwa kebutuhan air untuk fasilitas umum
pada tahun 2008 sebanyak 10,00 x 106 m3/tahun, dan berdasarkan proyeksi
eksponensial, maka kebutuhan air bersih fasilitas umum pada tahun 2050
sebanyak 17,20 x 106 m3/tahun. Sedangkan kebutuhan air domestik pada tahun
2008 sebesar 74,01 x 106 m3/tahun, dan pada tahun 2050 sebesar 127,31 x 106
71
m3/tahun. Hasil perhitungan jumah kebutuhan air bersih fasilitas umum dan
domestik disajikan dalam Tabel 22.
Kawasan Industri yang siap huni juga insentif lainnya baik dari faktor keamanan,
kelancaran distribusi, maupun kemudahan dalam perijinan dan lain-lain.
Berdasarkan hasil perhitungan (proyeksi) eksponensial, untuk tahun
2010, jumlah industri di kota Semarang adalah 17.514 unit.dengan tingkat
pertumbuhan 6%, dan jumlah industri untuk tahun 2050 adalah 177.777 unit.
Kebutuhan air untuk industri besar/sedang adalah sebesar 222.5 m3/unit/tahun,
sedangkan untuk industri kecil sebesar 180 m3/unit/tahun. Dalam analisa
penelitian ini tidak dibedakan kebutuhan air antara industri besar/sedang dan
industri kecil, karena air digunakan sebagai bahan proses industri, bukan
sebagai bahan baku industri, sehingga kebutuhan akan air hampir sama.
Kebutuhan air untuk industri ditentukan berdasarkan rata-rata timbang kebutuhan
air antara kedua jenis industri tersebut dan berdasarkan hasil wawancara dengan
pelaku industri yaitu sebesar 201,25 m3/unit/tahun, sehingga kebutuhan air
bersih untuk industri pada tahun 2008 sebesar 3,33 x 106 m3/unit/tahun, dan
pada tahun 2050 sebesar 35,78 x 106 m3/unit/tahun. Untuk lebih jelasnya
kebutuhan air industri beserta proyeksinya disajikan dalam Tabel 23.
Kebutuhan air
No. Tahun Jml Industri 6 3
(10 m /th)
1. 2008 16.528 3,33
2. 2010 17.514 3,52
3. 2015 23.399 4,71
4. 2020 31.262 6,29
5. 2025 41.766 8,41
6. 2030 55.800 11,23
7. 2035 74.549 15,00
8. 2040 99.599 20,04
9. 2045 133.065 26,78
10. 2050 177.777 35,78
Sumber: Hasil analisis. 2010
Dalam pemakaian air bersih hotel, diasumsikan bahwa hotel terisi 75%,
dan tiap kamar memiliki 2 tempat tidur. Jumlah kebutuhan air bersih untuk
penghuni hotel dianggap sama dengan kebutuhan air bersih penduduk yaitu
sebesar 150 L/orang/hari, sehingga kebutuhan air bersih hotel pada tahun 2008
sebesar 253.044 m3/tahun. Untuk perencanaan selanjutnya diasumsikan bahwa
perkembangan tingkat pertumbuhan hotel di kota Semarang adalah 2% per
tahun, maka berdasarkan hasil proyeksi eksponensial jumlah hotel pada tahun
2010 sebesar 86, dan pada tahun 2050 sebesar 191 buah, sehingga kebutuhan
air pada tahun 2010 adalah sebesar 263.267 m3/th, dan pada tahun 2050
sebesar 581.304 m3/th. Hasil analisa disajikan dalam Tabel 24.
Kebutuhan air bersih total kota Semarang ditentukan oleh tiga sektor
(pelaku), yaitu: sektor domestik, industri, dan hotel seperti terlihat dalam
Lampiran 3. Apabila kebutuhan air tanah dari setiap pelaku tersebut seluruhnya
disuplai dari air tanah dalam, maka kota Semarang sudah mengalami kekeringan
sejak tahun 2008, karena kebutuhan air tanah setiap tahun terus meningkat,
namun kenyataan di lapangan (eksisting) menunjukkan bahwa kebutuhan air
bersih untuk domestik tidak ada yang memanfaatkan air tanah dalam karena
disamping biayanya terlalu tinggi juga pengambilannya sangat sulit, dan untuk
memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat kota Semarang dapat
memanfaatkan air tanah dangkal melalui sumur gali maupun sumur pantek, air
permukaan dalam hal ini air sungai Garang, dan dari PDAM Tirta Moedal.
74
Penggunaan air tanah dalam dilakukan oleh industri dan hotel, yang masing-
masing pemanfaatannya sebesar 90%. Akibatnya adalah terjadi penurunan
muka air tanah (MAT), yang setiap tahun terus mengalami penurunan, hingga
saat ini telah mencapai 8,0 – 9,5 meter, dan apabila hal ini diteruskan, maka
akan terjadi kerusakan lingkungan yang berupa turunnya tanah (subsident).
Subsiden di kota Semarang menunjukan selama 2000 - 2001 dengan
kecepatan 2 – 8 cm/tahun. Daerah yang mengalami penurunan dengan laju lebih
dari 8 cm/tahun terbentang di sepanjang pantai mulai dari pelabuhan
Tanjungmas ke arah timur hingga wilayah pantai utara Demak (Mamlucky
Susana, 2008). Disamping itu, dengan turunnya muka tanah, maka air laut akan
mudah masuk ke daratan (rob), dan intrusi air laut. Kerusakan lingkungan
tersebut tentunya akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar, sehingga
apabila tidak diikuti dengan konservasi pemanfaatannya akan terjadi defisit air air
tanah. Kondisi tersebut apabila dibiarkan, maka akan terjadi penurunan muka air
tanah. Hasil perhitungan kebutuhan air total di Kota Semarang disajikan dalam
Lampiran 5, sedangkan hasil analisis ketersediaan air tanah di kota Semarang
disajikan dalam Lampiran 6 dan Gambar 12.
Dalam perhitungan ketersediaan air untuk domestik digunakan asumsi
bahwa layanan PDAM untuk sumber air bersih domestik hanya 56.1%, dan
menggunakan air tanah dalam hanya 19%, sedangkan untuk kebutuhan air
bersih industri dan hotel menggunakan 90% dari air tanah.
Berdasarkan hasil perhitungan terlihat bahwa ketersediaan air tanah secara
keseluruhan pada tahun 2030 telah mengalami defisit air tanah dalam, karena
ketersediaan air tanah telah melampaui volume air tanahnya, sedangkan sejak
tahun 2010 pemanfaatan air tanah dalam telah melampai nilai amannya,
seharusnya sejak tahun 2010 pemerintah kota Semarang sudah harus
membatasi pengambilan air tanah dalam yaitu dengan jalan ijin pengambilan air
tanah dihentikan, dan pajak air tanah dinaikkan agar dapat dikembalikan pada air
tanah, karena telah melampaui kapasitasnya. Dengan adanya pegambilan air
tanah yang melebihi kapasitas tersebut secara terus menerus juga akan
berdampak pada penurunan muka air tanah (MAT), yang terlihat dari tahun ke
tahun turun semakin besar. Pada tahun 2008 kedudukan muka air tanah dalam
berkisar antara 7,68 meter dari dasar akuifer, dan berdasarkan hasil perhitungan
menunjukkan bahwa pada tahun 2030 MAT dalam sudah sampai dasar akuaifer,
75
Tabel 27 Nilai Ekonomi Air Tanah kota Semarang dengan Discont Rate10%
Pengguna Air Nilai Ekonomi Air Diskon rate 10%
No. Tahun
Tanah (KK) Tanah (Rp) (Rp)
1. 2008 370.411 229.514.063.820 206.562.657.438
2. 2010 380.104 235.520.040.480 211.968.036.432
3. 2015 405.461 251.231.744.820 226.108.570.338
4. 2020 432.511 267.992.465.820 241.193.219.238
5. 2025 461.365 285.870.981.300 257.283.883.170
6. 2030 492.143 304.941.645.660 274.447.481.094
7. 2035 524.975 325.285.009.500 292.756.508.550
8. 2040 559.997 346.985.341.140 312.286.807.026
9. 2045 597.356 370.133.724.720 333.120.352.248
10 2050 637.207 394.826.201.340 355.343.581.206
Sumber: Hasil perhitungan. 2010.
5.4.3. Kelembagaan
Analisa kelembagaan yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode Interpretatif structural Model (ISM), karena merupakan
suatu proses pengkajian kelompok (group learning process) dimana model-
model struktural dihasilkan guna memotret perihal kompleks dari suatu sistem,
melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafik dan
kalimat (Eriyatno. 2007). Disamping itu, sesuai dengan salah satu tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menyusun strategi kebijakan konservasi pemanfaatan
air tanah, maka elemen yang dipilih adalah elemen Lembaga yang terkait
dengan konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang.
Berdasarkan pendapat pakar, dan tupoksi masing-masing subelemen
ditemukan 12 sub elemen, yaitu: (1) Pemerintah Pusat, (2) Pemerintah Propinsi,
(3) Pemerintah Kota, (4) Dinas ESDM Propinsi, (5) PDAM, (6) Industri, (7) Hotel,
(8) Masyarakat pemakai air tanah, (9) Dispenda, (10) Dinas Tata kota, (11) LSM,
dan Perguruan Tinggi (12). Hasil analisis lembaga yang terkait dengan
konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang disajikan dalam Lampiran 7,
dan posisi setiap subelemen hasil analisis dengan menggunakan ISM seperti
terlihat pada Gambar 13.
Pada Gambar 13 terlihat bahwa subelemen Lembaga pemerintah kota
Semarang (3), Dinas ESDM propinsi Semarang (4), dan PDAM (5) terletak pada
sector III (Linkage) yang merupakan subelemen pengait (linkage) dari subelemen
lainnya. Subelemen pada sektor ini memiliki kekuatan pendorong (driver power)
yang besar terhadap suksesnya program konservasasi pemanfaatan air tanah
79
• E 1,2,8,9,10,11,12
Sektor I Sektor II
Automous Dependence
Dependence
Gambar 13 Driver Power dari Lembaga yang terkait dalam Konservasi
Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang.
Dinas Tata Kota (11), dan Perguruan Tinggi (12), terletakdi Sektor I (Automous).
Subelemen ini mempunyai keterkaitan dengan konservasi pemanfaatan air tanah
yang sangat kecil, keterlibatan Lembaga Swadaya Masyarakat, dan perguruan
tinggi bisa penting karena dapat berperan dalam memberikan pengawasan
perjalanan kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang.
Struktur hierarkhi hubungan subelemen lembaga yang terkait dalam konservasi
pemanfaatan air tanah d kota Semarang secara rinci disajikan dalam Gambar 14.
Dalam strategi konservasi pemanfaatan air tanah ini, ada dua jalan yang
dapat dilakukan, yaitu: cara pertama adalah dengan membatasi pertumbuhan
hotel. Laju pertumbuhan hotel yang tadinya 2% per tahun, diturunkan menjadi
1% per tahun, sedangkan cara yang ke dua adalah dengan mengurangi satuan
pemakaian air tamu hotel (hemat air). Pemakaian air untuk tamu hotel diturunkan
yang tadinya 1 orang 150 L/hari diturunkan menjadi 120 L/orang/hari (sesuai
dengan penggunaan air bersih untuk penduduk).
Berdasarkan hasil analisa dan dibandingkan dengan Gambar 12 terlihat
bahwa pembatasan pertumbuhan hotel dan hemat air tidak signifikan terhadap
ketersediaan air tanah secara keseluruhan, dimana pada tahun 2030 sudah
mengalami defisit air tanah, karena ketersediaan air tanah telah melampaui
volume air tanahnya, dan apabila dihubungkan dengan kondisi eksisting
(Gambar 5.1), dimana pada tahun 2030 juga sudah mengalami defisit air tanah.
Kondisi ini bisa terjadi karena konservasi pemanfaatan air tanah tidak dibarengi
dengan konservasi dari dua sektor (domestik, dan industri). Penurunan
ketersediaan air tanah diikuti juga oleh penurunan muka air tanahnya (MAT)
yang pada tahun 2030 juga sudah sampai pada dasar akuifernya. Hasil
analisis/simulasi dengan pembatasan pertumbuhan hotel dan hemat air disajikan
dalam Lampiran 8, dan Gambar 15.
83
pemakaian air domestik sampai pada tahun 2032 kota Semarang sudah
mengalami devisit air tanah dan bahkan kekeringan air tanah dalam.
Apabila hasil simulasi ini (Gambar 17) dibandingkan dengan pemanfaatan
air tanah total (Gambar 12), dimana pada tahun 2030 kota Semarang sudah
mengalami defisit air akibat eksploitasi yang besar-besaran, maka dengan
mengurangi satuan pemakaian air domestik kurang berpengaruh secara
signifikan terhadap ketersediaan air tanah secara keseluruhan, karena pada
tahun 2032 volume air tanah sudahmengalami defisit air tanah, dan kebutuhan
air tanah mencapai nilai aman pada tahun 2015. Selain itu, terjadi juga
penurunan muka air tanah (MAT) akibat pengambilan air tanah yang melebihi
kapasitasnya, yaitu pada tahun 2035 muka air tanah sudah sampai dasar akuifer
artinya akuifer mengalami kekeringan.
adalah dengan mengurangi pemanfaatan air tanah sebagai sumber bahan baku
air bersih, dimana yang dahulu pemanfaatan air tanah dalam sebesar 19%,
dikurangi menjadi 15%, sisanya dengan meningkatkan pemanfaatan air
permukaan melalui kali Garang, kali Babon melalui IPA Pucang Gading, dan
bendung Kudu yang sumber airnya dari bendungan Kedung Ombo.
Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa pada tahun 2008
pemanfaatan air tanah total berkurang menjadi 7,35 x 106 m3/th, dan pada tahun
2010 turun menjadi 7,64 x 106 m3/th, serta pada tahun 2050 pemanfaatan air
tanahnya menjadi 39,64 x 106 m3/th. Hasil perhitungan/simulasi dengan
peningkatan kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal disajikan dalam Lampiran
11, dan Gambar 18.
Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa eksploitasi air tanah
untuk memenuhi kebutuhan total air bersih dengan meningkatkan kapasitas
produksi PDAM Tirta Moedal sampai pada tahun 2038 kota Semarang baru
mengalami defisit air tanah dalam dan bahkan kekeringan air tanah dalam.
Apabila hasil simulasi ini (Gambar 18) dibandingkan dengan pemanfaatan air
tanah total (Gambar 12), dimana pada tahun 2030 kota Semarang sudah
mengalami defisit air akibat eksploitasi yang besar-besaran, maka dengan
meningkatkan kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal berpengaruh sangat
signifikan terhadap ketersediaan air tanah secara keseluruhan, karena baru pada
tahun 2038 volume air tanah baru terlampaui.
Hal lain yang bisa digambarkan adalah dengan pengambilan air tanah
yang melebihi kapasitasnya terlihat juga terjadi penurunan muka air tanah, yaitu
penurunan muka air tanah terus menurun sesuai dengan penggunaannya yang
akhirnya pada tahun 2040 akan mencapai dasar akuifer, artinya akuifer
mengalami kekeringan, dan hal ini akan berdampak pada penurunan muka tanah
(subsiden).
87
Berdasarkan hasil simulasi terlihat bahwa: pada awalnya yaitu pada tahun
2010 ketersediaan air tanah terlihat turun, tetapi pada awal diberlakukan
moratorium, ketersediaan air tanah mulai naik, dan pada tahun 2012
ketersediaan air tanah telah mencapai nilai aman. Demikian juga dengan MAT
sejak tahun 2008 hingga tahun 2010 mengalami penurunan, tetapi tidak drastis,
dan pada tahun 2012 mulai mengalami kenaikan dan pada tahun 2025
kedudukan MAT telah mencapai angka stabil yakni 15,6 meter dari dasar,
sehingga skenario model moratorium ini sangat signifikan untuk dilaksanakan
untuk konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang. Untuk mengetahui
hasil simulasi ketersediaan air tanah dengan moratorium disajikan dalam
Lampiran 15, dan Gambar 22.
Seperti telah disebutkan diatas bahwa pengguna air tanah dalam di kota
Semarang meliputi 3 sektor yakni: PDAM, industri, dan hotel. Disamping ketiga
sektor tersebut, masyarakat (domestik) juga ikut berperan dalam konservasi
pemanfaatan air tanah, karena masyarakat disamping sebagai obyek juga dapat
berperan sebagai subyek dalam konservasi pemanfaatan air tanah dalam.
Hubungan komponen konservasi pemanfaatan air tanah dengan pengguna air
tanah meliputi:
93
a. Hotel
Konservasi pemanfaatan air tanah dari sektor hotel selain dapat dilakukan
dengan penerapan kebijakan yang berupa penerapan skenario yang telah dibuat,
dapat juga dilakukan dengan menerapkan komponen-komponen konservasi
yang meliputi: reuse, reduce, recycle, dan recharge (4R) yaitu dengan jalan:
1. pemakaian kembali air kamar mandi dan wastafle untuk menyirami tanaman,
mencuci mobil dan peralatan hotel (reuse)
2. tidak menggunakan air tanah sebagai sumber air bersih tetapi dengan
memanfaatkan PDAM Tirta Moedal (reduce)
4. mengolah kembali sisa air bersih untuk digunakan sebagai sumber air bersih
(recycle)
b. Industri
1. memanfaatkan kembali air limbah dari bahan baku industri yang selama ini
dibuang, maka digunakan sebagai air baku untuk proses industri, seperti
untuk cuci alat-alat industri, dan lain sebagainya (reuse)
3. bahan baku industri maupun proses industri menggunakan air PDAM Tirta
Moedal (reduce)
4. mengolah kembali air sisa produksi menjadi bahan baku industri (recycle)
c. PDAM
1. memanfaatkan air permukaan dan bahkan kalau mungkin air laut sebagai
sumber air baku,
2. mengurangi bahkan menghentikan (moratorium) pemanfaatan air tanah
dalam sebagai sumber air baku
94
d. Domestik
Berdasarkan hasil analisis nilai ekonomi air tanah di kota Semarang yang
menunjukkan angka Rp. 229.514.063.820,- setiap tahunnya, sedangkan
berdasarkan hasil perolehan pajak air bawah tanah (ABT) yang hanya sebesar
Rp. 26.412.586.708,- (11,51%), dan apabila dihubungkan dengan SK Gubernur
Jawa Tengah No. 5 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa pajak air tanah
sebesar Rp 116,- per m3, maka penarikan pajak air tanah yang dilakukan di kota
Semarang hanya berorientasi pada pendapatan asli daerah (PAD), belum
berorientasi pada upaya pemulihan air tanah (konservasi). Konservasi
pemanfaatan air tanah di kota Semarang selain dapat dilaksanakan dengan
skenario, dapat dilakukan dengan menerapkan konsep jasa lingkungan, yaitu:
95
Komponen Konservasi
Sektor
No.
Kegiatan
Reuse Reduce Recycle Recharge
2. Pajak tersebut selain untuk peningkatan PAD juga digunakan untuk jasa
lingkungan
7.1. Kesimpulan
1. Eksploitasi air tanah pada tahun 2008 sebanyak 9,62 x 106 m3 dengan
memanfaatkan 544 sumur bor. Wilayah yang pemanfaatan air tanahnya
terlalu ekstraktif terjadi di sepanjang pantai utara Semarang yang dimulai dari
Tanjung Mas, Tambak Lorog hingga ke Genuk, sehingga mengakibatkan
penurunan muka tanah (subsiden) dengan kecepatan 2 – 5 cm/tahun.
2. Kebutuhan air bersih kota Semarang meliputi 3 sektor, yaitu kebutuhan
domestik, hotel, dan industri:
a. Kebutuhan domestik (penduduk + fasilitas umum) adalah sebesar 90,01 x
106 m3 untuk tahun 2008, dan untuk tahun 2050 sebesar 154,84 x 106 m3.
b. Kebutuhan air untuk industri, sebesar 3,33 x 106 m3 pada tahun 2008,
dan pada tahun 2050 adalah 35,78 x 106 m3.
c. Kebutuhan air bersih untuk hotel pada tahun 2008 adalah sebesar
253.044 m3, mengingat laju perkembangan hotel adalah 2% per tahun,
maka kebutuhan air bersih pada tahun 2050 adalah 581.304 m3
Dengan kebutuhan air dari 3 sektor tersebut, maka ketersediaan air tanah di
kota Semarang pada tahun 2025 sudah mengalami defisit air tanah sebesar
1,39 x 106 m3.
3. Strategi kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang
meliputi 8 skenario, yang berhasil memenuhi keberlanjutan adalah:
a. Gabungan antara pembatasan pertumbuhan hotel, pertumbuhan industri,
mengurangi semua pemakaian air tanah baik untuk dometik, industri,
maupun hotel, dan peningkatan kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal,
hasilnya adalah pada hingga tahun 2050 ketersediaan air tanah dalam
kota Semarang tidak akan mengalami kekeringan, namun yang perlu
diperhatikan adalah nilai batas aman (safety yield) sudah terlampaui
pada tahun 2025.
98
7.2. Saran
Ahmad EY. 2009. Ekonomi Politik Kajian Teoritis dan Analisis Empiris. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta
[BPS] Badan Statistik. 2008. Statistik Air Minum Jawa Tengah 2008. Badan
Pusat Statristik Jawa Tengah. Semarang
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Semarang Kota dalam Angka 2008. Badan
Pusat Statistik Kota Semarang. Semarang
[Dep ESDM] Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2006. Evaluasi
Cekungan Air Tanah Semarang Jawa Tengah. Laporan Tahunan.
Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan. Bandung.
[Dep ESDM] Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2009. Peraturan
Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No. 13 tahun 2009. tentang
Rancangan penyusunan CAT. Departemen ESDM. Jakarta
[Dep ESDM] Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2009. Laporan Akhir
Intensifikasi Perhitungan Produksi dan Pajak Pengambilan Air Bawah
Tanah. Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral Propinsi Jawa Tengah.
Semarang.
[Dep PU] Departemen Pekerjaan Umum. 2002. Profil Kota Semarang. Ditjen
Cipta Karya. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.
[Dep PU] Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Bantek Penyehatan PDAM Kota
Semarang. Ditjen Cipta Karya. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.
[Din Kes] Dinas Kesehatan. 2009. Profil Kesehatan Kota Semarang 2008. Dinas
Kesehatan Kota Semarang tahun 2009.
Dunn WN. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta. Cetakan Kedua.
101
Fauzi A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
[PDAM] PDAM. 2008. Selayang Pandang PDAM Semarang. PDAM Tirta Moedal
Kota Semarang. Semarang.
[PDAM] PDAM. 2008. Statistik PDAM kota Semarang. PDAM Tirta Moedal Kota
Semarang. Semarang.
[Pem Prov] Pemerintah Propinsi Jawa Tengah. 2003. Keputusan Gubernur Jawa
Tengah No. 5 tahun 2003 tentang Nilai perolehan dan harga dasar untuk
menghitung pajak pengambilan air bawah tanah. Pem Propinsi Jateng.
Semarang
Purnama S. 2002. Hasil Aman Eksploitasi Air Tanah di Kota Semarang Propinsi
Jawa Tengah. Majalah Geografi Indonesia. Vol. 16.No. 2 Septempber
2002. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta.
Sarwoto. 2005. Penyediaan Air Bersih Volume 1. Ditjen Cipta Karya. Departemen
Pekerjaan Umum. Jakarta
Subastaryo. 2003. Model Pengelolaan Air Bawah Tanah pada Daerah Resapan
di Cekungan Semarang Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Tesis.
Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
Suxena JP. et. al. 1992. Hierarchy and Classification of Program Plan Element
Using Interpretative Structural Modelling. System Practice, Vol 12.
Tietenberg TH. 1994. Environment Economic and Policy. Harper Collins College.
New York
nd
Todd DK. 1980. Ground Water Hydrology. 2 edition, John Willey & Sons Inc.
New York.
Wahid H. 1996. Survei Konservasi Air Tanah Daerah Semarang Demak Jawa
Tengah. Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan, Dirjen Geologi dan
Sumberdaya Mineral. Bandung.
Yin RK. 2002. Studi Kasus Desain dan Metode. PT. Raja Grafindo Perkasa.
Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Geologi daerah Semarang dan sekitarnya
104
104
105
105
Lampiran 2
Kedudukan Muka Air Tanah Dangkal Kota Semarang
Lampiran 3
Peta CAT Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta
106
106
107
107
Lampiran 4
PETA KEDUDUKAN KOTA
SEMARANG TERHADAP CAT
SEMARANG DEMAK DAN
UNGARAN
Keterangan
CAT Ungaran
Kedudukan Air Tanah Dalam Kota Semarang terhadap CAT Seamarang Demak dan CAT Ungaran
108
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 A A O O O O O O O O O
2 X X A A A A X A O O
3 A X X X X X X A O
4 X X X O X A O A
5 A A X A O A A
6 O O X X A A
7 O O X A A
8 O O O O
9 O O O
10 A A
11 A
12
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0
3 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0
4 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0
5 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0
6 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0
7 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0
8 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0
9 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0
10 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0
11 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 0
12 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1
111
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 DP R
1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 5
2 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 6 3
3 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 8 1
4 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 6 3
5 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 6 3
6 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 5 4
7 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 5 4
8 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 6 3
9 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 5 4
10 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 5 4
11 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 6 3
12 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 7 2
DEP 3 9 9 10 8 5 5 2 4 7 3 1
L 7 2 2 1 3 5 5 9 6 4 7 9
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
O O O
1 A A O O O O O O
2 X X A A A A X X O O
3 A X X X A A X A O
4 X A X O X A O A
5 V A X V O A A
6 O A X X A A
7 O X X A A
8 O O O O
9 O O O
10 A A
11 A
12
112
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 DP
1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
2 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 4
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 11
4 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 6
5 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 6
6 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 6
7 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 5
8 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 4
9 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 5
10 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 5
11 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 6
12 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 6
DEP 3 9 9 10 8 6 4 3 3 6 3 1
113
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
Lampiran 13
Kebut air Keb air tanah Keb air tanah Keb air tanah Penurunan
Tahun Keter air tanah
tanah hotel industri domestik total Muka Air Tanah
2008 273.574,80 2.921.184,00 6.577.888,02 9.772.646,82 11.995.874,18 10,3804
2010 279.073,65 3.099.084,11 6.725.478,08 10.103.635,84 11.664.885,16 10,0940
2015 293.309,21 3.592.687,86 7.158.281,93 11.044.278,98 10.724.242,02 9,2800
2020 308.270,93 4.164.909,89 7.639.373,71 12.112.554,53 9.655.966,47 8,3556
2025 323.995,85 4.828.272,06 8.179.751,37 13.332.019,28 8.436.501,72 7,3004
2030 340.522,89 5.597.290,62 8.793.823,04 14.731.636,56 7.036.884,44 6,0892
2035 357.892,98 6.488.793,90 9.500.535,25 16.347.222,14 5.421.298,86 4,6912
2040 395.336,51 7.522.290,54 10.324.884,85 18.242.511,90 3.526.009,10 3,0512
2045 415.502,64 8.720.396,41 11.299.929,37 20.435.828,42 1.332.692,58 1,1532
2050 436.697,45 10.109.329,47 12.469.478,67 23.0155.05,59 -1.246.984,59 -1,0791
119
Lampiran 14
Lampiran 15