Você está na página 1de 30

ANALISIS SENSITIVITAS ETIKA WAJIB PAJAK

TERHADAP TAX EVASION

Oleh:
Asep Kurniawan dan Daeng M. Nazier
(Dosen Tetap STIESA)

ABSTRAK
Penelitian ini melihat pengaruh persepsi setiap
individu terhadap perilaku melakukan Tax Evasion yang
dilihat dari perspektif Gender, Usia, Pendidikan,
Pekerjaan, dan Status Pernikahan. Pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling dengan responden wajib pajak orang pribadi di
Kabupaten Subang, Jawa Barat. Analisis data yang
digunakan menggunakan metode kualitatif dan
kuantitatif. Dimana metode kualitatif melihat apakah
persepsi atas perilaku tax evasion memiliki keterkaitan
dengan pencapaian target penerimaan pajak di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kabupaten Subang. Dan
metode kuantitatif melihat perbandingan dari tingkat
sensitivitas gender, usia, pendidikan, pekerjaan, dan
status pernikahan. Hasil dari penelitian ini melaporkan
bahwa terdapat beberapa faktor yang menunjukkan
adanya keterkaitan antara sensitivitas etika atas Tax
Evasion dengan pencapaian target penerimaan pajak di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kabupaten
Subang Jawa Barat.

Keywords: Tax Evasion, Sensitifitas, Etika, Perceptions.

Analisis Sensitivitas Etika Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap 1


Tax Evasion
Pendahuluan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
akhir-akhir ini sering disebut di kancah Internasional.
Baik di bidang politik, pendidikan, kesehatan, hukum,
dan perekonomian. Kekuatan perekonomian Indonesia
tidak diragukan lagi dengan masuknya Negara Indonesia
dalam G20 sebagai salah satu Negara dengan PDB
terbesar di dunia. Tak pelak, ketika krisis melanda dunia
di tahun 2007-2008 dengan jatuhnya perusahaan Lehman
Brother, Indonesia sendiri masih bisa bertahan diatas
melambatnya perekenomian dunia. Seiring dengan
perkembangan perekonomian Indonesia yang akan diikuti
dengan kebijakan-kebijakan di bidang pajak. Oleh karena
itu, pajak merupakan fenomena yang selalu berkembang
di masyarakat.
Perdagangan bebas (free trade) membawa
konsekuensi pula dalam kebijakan perpajakan. Dalam era
globalisasi atau era persaingan bebas inilah cepat atau
lambat tidak dapat ditolak dan harus menerima
keberadaan globalisasi ekonomi serta yang paling penting
yaitu mengambil kesempatan yang dapat timbul akibat
adanya perubahan ekonomi internasional. Sebagai salah
satu perangkat pendukung yang menunjang agar tercapai
keberhasilan ekonomi dalam meraih peluang adalah
hukum. Salah satu yang paling diperhatikan adalah
hukum pajak (Waluyo, 2011)
Hukum pajak yang sering disebut dengan hukum
fiskal, yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan yang

2 Dimensia Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 : 1-30


meliputi kewenangan pemerintah untuk memungut pajak.
Dengan kata memungut, terlihat adanya kegiatan
mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan
kembali kepada masyarakat melalui kas Negara. Oleh
karena itu, R Soemitro (Guru Besar Universitas
Padjadjaran), menyatakan bahwa pajak ditinjau dari segi
ekonomi sebagai peralihan uang dari sektor swasta atau
individu ke sektor masyarakat atau pemerintah tanpa
imbalan secara langsung dapat ditunjuk (Waluyo, 2011)
Pajak dipandang sebagai bagian yang sangat
penting dalam penerimaan Negara. Kondisi keuangan
Negara tidak lagi semata-mata dari penerimaan Negara
berupa minyak dan gas bumi, tetapi lebih berupaya untuk
menjadikan pajak sebagai primadona penerimaan Negara.
Oleh karena itu, struktur penerimaan Negara sudah
bergeser dalam beberapa dasawarsa terakhir ini. Dilihat
dari sudut pandang ekonomi, pajak merupakan
penerimaan Negara yang digunakan untuk mengarahkan
kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan dan pajak
juga sebagai motor penggerak kehidupan ekonomi
masyarakat (Waluyo, 2011)
Pajak merupakan salah satu sumber dana negara
yang memberikan kontribusi terbesar dalam membangun
negara. Dari tahun ke tahun telah banyak dilakukan
berbagai kebijakan untuk meningkatkan penerimaan
pajak sebagai sumber penerimaan Negara (Permita; dkk,
2012) Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui
penyempurnaan undang-undang, penerbitan peraturan

Analisis Sensitivitas Etika Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap 3


Tax Evasion
perundang-undangan baru di bidang perpajakan guna
meningkatkan kepatuhan wajib pajak maupun menggali
sumber pajak lainnya. Kebijakan ini memberikan hasil
yang positif dengan meningkatnya realisasi penerimaan
pajak penghasilan (PPh) tahun 2012 sebesar Rp. 464,66
triliun atau mencapai 90,46% dari target Rp. 513,65
triliun atau mengalami pertumbuhan 7,79% dibandingkan
dengan realisasi tahun 2011 (Direktorat Jenderal Pajak,
2014).
Namun belakangan ini penerimaan dari sektor
pajak itu meningkat akan tetapi tidak sesuai yang
ditargetkan oleh pemerintah. Sehingga pengeluaran
belanja Negara tidak maksimal yang berakibat tidak
lancarnya pembangunan Negara sesuai yang
direncanakan pemerintah. Hal ini menyebabkan peneliti
ingin melihat faktor faktor apa saja yang menyebabkan
tidak tercapainya target penerimaan pajak. Tax Evasion
merupakan bentuk perilaku ilegal yang melibatkan moral
(etika) keputusan dimana keuntungan pribadi datang
dengan mengorbankan orang lain impersonal atau
masyarakat secara keseluruhan (Kaplan dkk, 1997)
Tax Evasion seperti pengertian yang disampaikan
Kaplan dimuka memiliki arti bahwa adanya sensitivitas
dalam ketaatan membayar pajak. Hal ini bisa jadi
dikarenakan oleh wajib pajak mengutamakan kepentingan
pribadinya dan mengesampingkan kewajibannya sebagai
wajib pajak. Hal ini juga bisa kita tarik suatu
pengembangan jika kita lihat wajib pajak tersebut dari

4 Dimensia Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 : 1-30


perspektif gender, usia serta tingkat pendidikan. Dengan
melihat dengan sudut pandang etika dari perspektif diatas
atas perlakuan tax evasion kita bisa melihat dampak atau
akibat yang ditimbulkan dari hal tersebut terkait dengan
target penerimaan pajak.

Pengembangan Teori
Pajak
Ada beberapa kutipan yang terkait dengan
pengertian pajak (Waluyo, 2011) seperti yang
dikemukakan para ahli lainnya sebagai berikut seperti
dibawah ini:
1. Pengertian pajak menurut Mr. Dr. NJ. Feldmann
dalam buku De Over Heidsmiddelen Van Indonesia :
Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh
dan terutang kepada pengusaha (menurut nrma-
norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa
adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan
untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
2. Pengertian pajak menurut Philip E. Taylor dalam
buku The Economics Of Public Finance memberikan
batasan pajak seperti diatas hanya menggantikan
Without Reference dengan Little Refernce
3. Pengertian pajak menurut Prof. Edwin R.A.
Seligman dalam buku Essay in Taxation yang
diterbitkan di Amerika menyatakan bahwa pajak
adalah: ”Tax is compulsary contribution from
the person, to the government to depray the expenses

Analisis Sensitivitas Etika Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap 5


Tax Evasion
incurred in the common interest of all, without
reference to special benefit conferred”.
4. Pengertian pajak menurut Prof. Dr. MJH. Smeets
dalam buku De Economische Betekenis Belastingen
adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang
melalui norma-norma umum dan yang dapat
dipaksakannya, tanpa adanya kontraprestasi yang
dapat ditunjukkan dalam hal yang individual,
dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran
pemerintah.
5. Pengertian pajak menurur Prof. Dr. Rochmat.
Soemitro, S.H. dalam bukunya Dasar-dasar Hukum
Pajak dan Pajak Pendapatan (1990: 5) menyatakan
bahwa pajak adalah iuran kepada kas Negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi),
yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.
6. Pengertian pajak menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani
adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan)
yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat
prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan
yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara
yang menyelenggarakan pemerintah.

6 Dimensia Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 : 1-30


Tax Ratio
Masih rendahnya tax ratio Indonesia dapat
menjadi masalah serius karena pemerintah tidak cukup
mempunyai dana untuk belanja kegiatan pembangunan
pada periode mendatang. Masalah ini diperparah dengan
maraknya berbagai kasus korupsi pajak yang justru
banyak dilakukan otoritas pajak sendiri sehingga bisa
menyebabkan masyarakat enggan membayar pajak.
Pemerintah telah mencoba melakukan inovasi kebijakan
namun belum didukung studi empiris apakah kebijakan
tersebut efektif meningkatkan kepatuhan pajak sukarela.
Peneliti telah melakukan studi pendahuluan yang
menunjukkan kepatuhan wajib pajak di Indonesia masih
bersifat paksaan (enforced tax compliance) karena
ancaman denda dan pemeriksaan (Ratmono & Faisal,
2015)

Self Assessment System


Self Assessment System dikenal setelah terjadinya
reformasi perpajakan pada tahun 1983 dimana sistem
yang dipakai sebelumnya adalah official assessment
system. Menurut Ilyas dan Burton (2012) self assessment
system berarti kepada wajib pajak diberikan kepercayaan
sepenuhnya untuk melaksanakan pemenuhan kewajiban
perpajakannya dengan cara menghitung,
memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri
jumlah pajak yang harus dibayar ke Negara. Akan tetapi
hal ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan,

Analisis Sensitivitas Etika Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap 7


Tax Evasion
dikarenakan setiap individu memiliki sikap ketaatan
dalam membayar pajak yang berbeda serta kepentingan
pribadi yang tidak bisa mereka hindari.
Prinsip self assessment secara jelas tampak dalam
ketentuan Pasal 12 Undang-Undang No 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang
telah diubah dengan Undang-undang No 16 Tahun 2009
(Undang-undang KUP) pada dasarnya memiliki makna,
(Ilyas dan Burton, 2012) yaitu:
1. Agar semua Wajib Pajak bersifak aktif di dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya tanpa perlu
menunggu adanya surat ketetapan pajak yang akan
dikeluarkan oleh petugas pajak (fiskus),
2. Penghitungan jumlah pajak yang dibayar untuk
sementara dianggap sebagai perhitungan menurut
ketentuan yang berlaku,
3. Fiskus memiliki kewenangan untuk melakukan
penghitungan jumlah pajak yang telah dilaporkan
Wajib Pajak sepanjang fiskus memiliki data bahwa
Wajib Pajak belum melaksanakan penghitungan
dengan benar. Surat ketetapan pajak akan diterbitkan
setelah melalui proses pemeriksaan dengan cara-cara
yang diatur dalam undang-undang pajak.

Gender
Berdasarkan Coate dan Frey (2000), terdapat dua
pendekatan yang biasa digunakan untuk memberikan
pendapat mengenai pengaruh gender terhadap perilaku

8 Dimensia Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 : 1-30


etis maupun persepsi individu terhadap perilaku tidak
etis, yaitu pendekatan struktural dan pendekatan
sosialisasi. Pendekatan struktural, menyatakan bahwa
perbedaan antara pria dan wanita disebabkan oleh
sosialisasi awal terhadap pekerjaan dan kebutuhan-
kebutuhan peran lainnya. Sosialisasi awal dipengaruhi
oleh reward dan insentif yang diberikan kepada individu
di dalam suatu profesi. Karena sifat dan pekerjaan yang
sedang dijalani membentuk perilaku melalui sistem
reward dan insentif, maka pria dan wanita akan merespon
dan mengembangkan nilai etis dan moral secara sama
dilingkungan pekerjaan yang sama. Dengan kata lain,
pendekatan struktural memprediksi bahwa baik pria
maupun wanita di dalam profesi tersebut akan memiliki
perilaku etis yang sama.

Tax Planning
Adalah upaya wajib pajak untuk meminimalkan
pajak yang terutang melalui skema yang memang jelas
diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan
dan sifatnya tidak menimbulkan dispute antara wajib
pajak dan otoritas pajak. Perencanaan pajak adalah
langkah awal dalam manajemen pajak. Pada umumnya
penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah
untuk meminimumkan kewajiban pajak. Untuk
meminimumkan kewajiban pajak dapat dilakukan dengan
berbagai cara baik yang masih memenuhi ketentuan
perpajakan maupun yang melanggar aturan perpajakan.

Analisis Sensitivitas Etika Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap 9


Tax Evasion
Istilah yang digunakan adalah tax avoidance dan tax
evasion (Suandy, 2011).

Tax Avoidance
Brown, 2012 mengemukakan bahwa Tax
Avoidance adalah “Arrangement of a transaction in order
to obtain a tax advantage, benefit, or reduction in a
manner unintended by the tax law”. Skema penghindaran
pajak dapat dibedakan menjadi:
1. Acceptable Tax Avoidance/Defensice Tax
Planning
2. Unacceptable Tax Avoidance/Aggressive Tax
Planning
Diartikan sebagai suatu skema transaksi yang
ditujukan untuk meminimalkan beban pajak dengan
memanfaatkan kelemahan-kelemahan ketentuan
perpajakan suatu Negara.
Tax avoidance adalah suatu skema transaksi yang
ditujukan untuk meminimalkan beban pajak dengan
memanfaatkan kelemahan-kelemahan (loophole)
ketentuan perpajakan suatu negara. Sedangkan tax
evasion diartikan sebagai suatu skema memperkecil pajak
yang terutang dengan cara melanggar ketentuan
perpajakan seperti dengan cara tidak melaporkan
sebagian penjualan atau memeperbesar biaya dengan cara
fiktif (Suandy, 2011).

10 Dimensia Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 : 1-30


Tax Evasion (Penggelapan Pajak)
Suatu skema memperkecil pajak yang terutang
dengan cara melanggar ketentuan perpajakan (illegal)
seperti dengan cara tidak melaporkan sebagai penjualan
atau memperbesar biaya dengan cara yang fiktif.
pengertian ini sama seperti yang disampaikan dari
literatur lokal bahwa Tax Evasion merupakan usaha aktif
wajib pajak dalam hal mengurangi, menghapuskan,
manipulasi ilegal terhadap utang pajak atau meloloskan
diri untuk tidak membayar pajak sebagaimana yang telah
terutang menurut aturan perundang-undangan (Rahayu,
2010)
McGee (2006) menyatakan bahwa penggelapan
pajak dianggap suatu hal yang etis dikarenakan oleh
minimnya keadilan dalam penggunaan uang yang
bersumber dari pajak, korupsi pemerintah, dan tidak
mendapat imbalan/pengaruh atas pajak yang telah
dibayarkan, yang berakibat kurangnya tingkat
pendapatan penerimaan pajak Negara dan menimbulkan
krisis kepercayaan masyarakat kepada institusi terkait
dalam membayarkan pajaknya. Nickerson, et al (2009)
meneliti dimensi skala etis dalam penggelapan pajak,
salah satunya adalah dimensi sistem perpajakan. Peneliti
berargumen bahwa pengelolaan uang pajak yang dapat
dipertanggungjawabkan, petugas pajak yang kompeten
dan tidak korup, dan prosedur perpajakan yang tidak
berbelit-belit akan membuat wajib pajak enggan untuk
menggelapkan pajak. Akan tetapi, apabila pengelolaan

Analisis Sensitivitas Etika Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap 11


Tax Evasion
uang pajak tidak jelas, ditambah lagi petugas pajaknya
justru mengorupsi uang pajak, maka para wajib pajak
enggan untuk melaporkan kewajibannya dengan jujur,
mereka akan cenderung untuk menggelapkan pajak.
Fraud (Kecurangan)
Fraud atau kecurangan merupakan segala sesuatu
yang digunakan oleh seseorang untuk memperoleh
keuntungan secara tidak adil terhadap orang lain
(Romney & Steinbart, 2006). Fraud atau kecurangan
bisa juga didefinisikan sebagai tindakan kecurangan
meliputi kebohongan, penyembunyian kebenaran,
muslihat, dan kelicikan, dan tindakan tersebut sering
mencakup pelanggaran kepercayaan (Ridwan, 2014)
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) terdapat empat pasal yang mendefinisikan
kecurangan dalam dunia keuangan, yaitu:
1. Pasal 362 (Pencurian)
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain,
dengan maksud untuk dimiliki secara melawan
hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau pidana denda
paling banyak sembilan ratus rupiah.
2. Pasal 368 (Pemerasan dan Pengancaman)
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang

12 Dimensia Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 : 1-30


seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu
atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
3. Pasal 372 (Penggelapan)
Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum
memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang
ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan
diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara
paling lama empat tahun atau pidana denda paling
banyak sembilan ratus rupiah.
4. Pasal 378 (Perbuatan Curang)
Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
dengan memakai nama palsu atau martabat palsu,
dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian
kebohongan, menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya
memberi hutang maupun menghapuskan piutang
diancam karena penipuan dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.

Ethics (Etika)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998)
etika dirumuskan dalam pengertian sebagai berikut:

Analisis Sensitivitas Etika Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap 13


Tax Evasion
1. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa
yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(Akhlak).
2. Etika adalah kumpulan asas atau nilai yang
berkenaan dengan akhlak.
3. Etika adalah nilai mengenai benar dan salah yang
dianut suatu golongan dan masyarakat.
Etika pada intinya mempelajari perilaku atau
tindakan seseorang dan kelompok atau lembaga yang
dianggap baik dan tidak baik. Ukuran untuk menilai baik
atau tidak baiknya sesuatu tindakan bila dilihat dari
hakikat manusia utuh adalah dilihat manfaat atau
kerugiannya bagi orang lain; kemampuan tindakan
tersebut dalam meningkatkan keimanan atau kesadaran
spiritual seseorang (Ridwan 2014).

Hipotesis Penelitian
Slemrod (2007) menemukan bahwa tindakan
penggelapan pajak di Amerika Serikat dan beberapa
negara Eropa lainnya terjadi karena adanya
ketidakpatuhan wajib pajak pribadi maupun badan dan
rasa kecewa wajib pajak terhadap pelaksanaan sistem
perpajakan di negara mereka masing-masing. Mc Gee
dan Maranjyan (2006) menemukan hasil bahwa
masyarakat Negara Armenia meyakini bahwa tax evasion
adalah berkaitan dengan moral pajak dan dianggap tidak
etis. Penelitian tersebut sejalan dengan Cohn, 1998;
Smith & Kimball, 1988; Tamary, 1988 dalam Basri,

14 Dimensia Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 : 1-30


2014 yang menyatakan bahwa kecurangan pajak tidak
etis, karena hal ini didasarkan bahwa semua orang
memiliki tanggung jawab kepada pemerintah untuk
membayar pajak yang ditetapkan oleh pemerintah.
Disisi lain terdapat hasil yang sedikit berbeda
ditemukan oleh Mc Gee dan Noronha (2007) di Cina
Selatan dan Macau yaitu masyarakat meyakini bahwa tax
evasion adalah tidak etis, namun dapat dianggap etis
dalam kondisi tertentu dan terdapat perbedaan persepsi
berdasar usia dan pendidikan. Namun, tax evasion
dikenal sebagai pandangan anarkis oleh Block
(1989,1998) yang menyatakan bahwa individu tidak
berkewajiban dalam membayar pajak karena sebagian
besar pemerintah adalah tidak sah tanpa kekuatan moral
untuk mengambil apapun dari siapapun.
Usia dan pendidikan dianggap menjadi faktor
yang membedakan persepsi atas tax evasion. Hal tersebut
dikarenakan dengan bertambahnya usia dan informasi
pengetahuan serta pendidikan seharusnya memiliki
pemahaman yang berbeda pula atas tax evasion sesuai
pola pemikiran dan keyakinan serta budaya masing-
masing. Hal inilah yang menjadi menarik minat penulis
untuk meneliti dilakukan di Indonesia apakah hasilnya
akan sesuai dengan penelitian atau literatur sebelumnya
dikarenakan Indonesia merupakan Negara yang majemuk
serta diversifikasi dalam budaya masyarakatnya.
Sehingga, peneliti mengembangkan penelitian ini dengan
hipotesis:

Analisis Sensitivitas Etika Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap 15


Tax Evasion
H1: Terdapat perbedaan persepsi atas tax evasion
berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
dan Status pernikahan.

Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
untuk melihat adanya pengaruh sensitifitas etika wajib
pajak terhadap tax evation.
Populasi dan sample penelitian
Populasi dan Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang
terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Kabupaten Subang.
Jenis dan Sumber Data Penelitian
Adapun jenis data penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari
objek yang diteliti mengenai data-data yang
berhubungan langsung dengan Wajib Pajak Orang
Pribadi dengan penelitian di Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama Kabupaten Subang melalui
wawancara dan kuesioner yang merupakan adaptasi
dari penelitian sebelumnya.
2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak
langsung dari internet dan Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama Kabupaten Subang berupa data
tentang pencapaian target penerimaan pajak.

16 Dimensia Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 : 1-30


Adapun Sumber data penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Informan yaitu orang yang dipandang mengetahui
permasalahan yang akan dikaji dan bersedia
memberikan informasi. Informan dalam penelitian ini
terdiri dari pihak fiskus dan pihak wajib pajak.
2. Dokumen merupakan sumber data yang memiliki
posisi penting dalam penelitian kualitatif. Dokumen
merupakan bahan tertulis atau benda yang berkaitan
dengan suatu peristiwa atau aktivitas, tetapi juga
berupa gambaran atau benda peninggalan yang
berhubungan dengan suatu peristiwa tertentu.

Metode Pengumpulan Data


1. Angket (Kuisionere)
Peneliti menggunakan daftar pertanyaan yang
bersumber dari Mc. Gee dan Maranjyan (2006) yang
sebelumnya telah digunakan dalam penelitian
sebelumnya. Angket diberikan kepada responden
untuk menggali data sesuai dengan permasalahan
penelitian
2. Wawancara (Interview)
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik
wawancara mendalam dengan pertanyaan yang
bersifat terstruktur. Wawancara dilakukan oleh
peneliti kepada wajib pajak dan Account
Representative (AR).
3. Studi Pustaka

Analisis Sensitivitas Etika Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap 17


Tax Evasion
Pada tahap ini langkah yang dilakukan adalah
pengumpulan data lewat penalaahan kepustakaan
dengan cara mengumpulkan dan mempelajari
beberapa referensi. Referensi diperoleh dari data-data
tertulis dan tercetak yang relevan seperti buku-buku,
jurnal ilmiah, dan instansi terkait yang relevan da
nada kaitannya dengan objek penelitian.

Metode Analisis data


1. Data Kualitatif.
Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam
bentuk kata, kalimat, dan gambar.
2. Data Kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang dinyatakan dalam
bentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan.
Setelah data diangkakan kemudian dilakukan analisis
statistik sederhana berupa statistik deskriptif dengan
menggunakan Microsoft Excel (Min, Max, Mean,
Modus).

Hasil Penelitian
Wajib pajak khususnya orang pribadi melihat Tax
Evasion dari segi Kode Etik
Pembangunan suatu Negara akan berjalan dengan
lancar apabila dikelola dengan baik oleh pihak-pihak
yang berwenang. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah
sebagai pihak berwenang yang diberikan tugas untuk

18 Dimensia Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 : 1-30


menghimpun, mengelola, dan mengawasi pajak yang
telah disetor oleh wajib pajak.
Sejak terjadinya perubahan dalam ketentuan
perundang-undangan perpajakan tahun 1993 yang
merupakan awal mula reformasi sitem perpajakan di
Indonesia. Reformasi sitem perpajakan di Indonesia
ditandai dengan penerapan self assessment system, yaitu
system pemungutan pajak yang meberikan kepercayaan
penuh kepada wajib pajak untuk menghitung atau
memperhitunghkan, membayar, dan melaporkan sendiri
jumlah pajak yang terutang berdasarkan undang-undang.
Berdasarkan kenyataan yang diperoleh dilapangan
penerapan self assessment system terkadang
disalahgunakan oleh wajib pajak dalam melakukan
kewajiban perpajakannya, guna untuk memperkecil pajak
yang dibayarkan dengan melanggar ketentuan undang-
undang (tax evasion).
Setelah dilakukan penelitian lebih jauh mengenai
tax evasion yang dilihat dari segi kode etik oleh wajib
pajak yang berada diwilayah Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama Kabupaten Subang yang merupakan salah
satu wilayah Kanwil Jabar II, maka didapatkan hasil 39
responden mayoritas mengatakan bahwa tax evasion
tidak etis untuk dilakukan oleh wajib pajak.
Sensitifitas Etika atas perbedaan Gender, Usia,
Pendidikan, Pekerjaan, dan Status
Berdasarkan data yang telah didapatkan dari
responden yang berupa kuisioner yang telah dijawab

Analisis Sensitivitas Etika Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap 19


Tax Evasion
dengan pernyataan setuju, sangat setuju, tidak setuju, dan
sangat tidak setuju, dan kemudian masing-masing
pernyataan dinilai dengan menggunakan angka numerik.
Pernyataan sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat
tidak setuju dinilai dengan angka 1, 2, 3, dan 4. Analisis
selanjutnya menggunakan rumus statistik pada Microsoft
Excel dimulai dari nilai terendah (min), nilai tertinggi
(max), nilai yang sering muncul (modus) dan rata-rata
(mean) dari masing-masing nilai yang didapat dari
pernyataan yang tercantum dalam kuesioner.
Analisis tersebut bertujuan untuk mengetahui
tingkat sensitifitas responden terhadap tax evasion.
Tingkat sensitivitas responden dapat diketahui dengan
selisih rata-rata pada masing-masing kriteria dan
golongan.
Tabel 1. menunjukkan hasil analisis statistik
deskriptif mengenai data demografi responden yang telah
diolah di Microsoft Excel yang berkenaan dengan
gender, usia, pendidikan, pekerjaan,dan status
pernikahan.
1. Sensitivitas Etika atas Perbedaan Gender
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa
perbedaan gender berpengaruh terhadap sensitivitas
etika atas tax evasion, hal ini dibuktikan dengan
tingkat rata-rata (mean) atas pernyataan pada
kuesioner tax evasion antara laki-laki dan perempuan
dimana nilai mean responden laki laki (3,3450) lebih
besar daripada responden perempuan (3,3187). Selain

20 Dimensia Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 : 1-30


itu, nilai rata-rata responden laki-laki berada di atas
nilai rata-rata total (3,3248). Sementara nilai rata-rata
responden perempuan berada di bawah nilai rata-rata
total.
2. Sensitivitas Etika atas Perbedaan Usia
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa
perbedaan usia berpengaruh terhadap sensitivitas
etika atas tax evasion, hal ini dibuktikan dengan
tingkat rata-rata (mean) atas pernyataan pada
kuesioner tax evasion antara beberapa kelompok usia
adalah sebagai berikut: Pada kelompok usia kurang
dari 25 tahun, nilai rata-ratanya (3,3156) di bawah
nilai rata-rata total (3,3248). Untuk kelompok usia
26-35 tahun, nilai rata-ratanya (3,3210) di bawah
nilai rata-rata total (3,3248). Untuk kelompok usia
36-45 tahun, nilai rata-ratanya (3,3180) di bawah
nilai rata-rata total (3,3248). Untuk kelompok usia
46-55 tahun, nilai rata-ratanya (3,3302) di atas nilai
rata-rata total (3,3248). Untuk kelompok usia di atas
55 tahun, nilai rata-ratanya (3,5238) di atas nilai rata-
rata total (3,3248). Apabila kita lihat dari data
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pertambahan
usia seseorang akan meningkatkan tingkat
sensitivitas etika atas tax evasion.
3. Sensitivitas Etika atas Perbedaan Tingkat
Pendidikan
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa
perbedaan tingkat pendidikan tidak berpengaruh

Analisis Sensitivitas Etika Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap 21


Tax Evasion
terhadap sensitivitas etika atas tax evasion, hal ini
dibuktikan dengan tingkat rata-rata (mean) atas
pernyataan pada kuesioner tax evasion antara
beberapa kelompok tingkat pendidikan adalah
sebagai berikut: Pada kelompok tingkat pendidikan
SMU, nilai rata-ratanya (3,3238) di bawah nilai rata-
rata total (3,3248). Untuk kelompok tingkat
pendidikan Diploma, nilai rata-ratanya (3,1778) di
bawah nilai rata-rata total (3,3248). Untuk kelompok
tingkat pendidikan Sarjana (S1), nilai rata-ratanya
(3,3248) atau sama dengan nilai rata-rata total
(3,3248). Apabila kita lihat dari data tersebut, maka
dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang
akan belum tentu meningkatkan tingkat sensitivitas
etika.
4. Sensitivitas Etika atas Perbedaan Jenis
Pekerjaan
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa
perbedaan jenis pekerjaan berpengaruh terhadap
sensitivitas etika atas tax evasion, hal ini dibuktikan
dengan tingkat rata-rata (mean) atas pernyataan pada
kuesioner tax evasion antara beberapa kelompok
jenis pekerjaan adalah sebagai berikut: Pada
kelompok pegawai negeri sipil (PNS), nilai rata-
ratanya (3,3248) atau sama dengan nilai rata-rata
total (3,3248). Untuk kelompok pegawai swasta, nilai
rata-ratanya (3,3333) di atas nilai rata-rata total
(3,3248). Untuk kelompok wiraswasta (usaha

22 Dimensia Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 : 1-30


sendiri), nilai rata-ratanya (3,2925) di bawah nilai
rata-rata total (3,3248). Apabila kita lihat dari data
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa jenis pekerjaan
seseorang akan memengaruhi tingkat sensitivitas
etika. Seorang pekerja/ karyawan relative memiliki
tingkat sensitivitas etika yang lebih baik
dibandingkan dengan pemilik usaha sendiri.
5. Sensitivitas Etika atas Perbedaan Status
Pernikahan
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa
perbedaan status pernikahan berpengaruh terhadap
sensitivitas etika atas tax evasion, hal ini dibuktikan
dengan tingkat rata-rata (mean) atas pernyataan pada
kuesioner tax evasion antara yang sudah menikah dan
yang belum menikah dimana nilai mean responden
yang sudah menikah lebih besar daripada responden
yang belum menikah. Selain itu, nilai rata-rata
responden yang sudah menikah sama dengan nilai
rata-rata total. Sementara nilai rata-rata responden
yang belum menikah berada di bawah nilai rata-rata
total.

Kesimpulan dan saran


Setelah dilakukan penelitian mengenai tax
evasion yang dilihat dari segi kode etik oleh wajib pajak
orang pribadi yang berada diwilayah Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama Subang yang merupakan salah satu
wilayah kerja Kanwil Jabar II, maka didapatkan hasil

Analisis Sensitivitas Etika Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap 23


Tax Evasion
bahwa dari 39 responden mengatakan bahwa tax evasion
etis untuk dilakukan oleh wajib pajak dengan alasan-
alasan yang telah diungkapkan sebelumnya. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan terhadap para wajib
pajak orang pribadi di KPP Pratama Subang, gender,
tingkat usia, jenis pekerjaan, dan status pernikahan
menunjukkan adanya pengaruh terhadap persepsi atas
perilaku tax evasion. Sementara tingkat pendidikan tidak
menunjukkan adanya pengaruh.
Adapun saran untuk penelitian berikutnya agar
hasil penelitian menjadi lebih baik adalah sebagai berikut
ini. a. Pada penelitian selanjutnya dalam penyebaran
kuisioner lebih baik untuk ditujukan kepada wajib pajak
orang pribadi dengan ragam demografi yang lebih
beragam. b. Pada penelitian selanjutnya perlu adanya
pertanyaan didalam kuisioner lebih lanjut mengenai
status pekerjaan karyawan di perusahaannya. c.
Mengingat penelitian ini hanya bersifat analisis
sederhana untuk mengetahui gambaran umum dari
sampel yang kecil maka penambahan jumlah sampel
untuk penelitian selanjutnya harus dilakukan agar
informasi yang diperoleh dari hasil penelitian dapat lebih
digeneralisasi.

24 Dimensia Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 : 1-30


Daftar Pustaka
Allport, G, W. 1950. The Individual and Hits Religioni;
Newyork: McMillan
Basri, Mutia, Yesi,. 2014. “Efek Moderasi Religiusitas
Dan Gender Terhadap Hubungan Etika Uang
(Money Ethics) dan Kecurangan Pajak (Tax
Evasion)”. SimpOsium Nasional Akuntansi.
Coate, C & Frey, K. 2000. “Some Evidence on The
Ethical Disposition of Accounting Students:
Context and Gender Implication”. Teaching
Business Ethics. Vol 4 No. 4 pp, 379-404
Departemen Pendidikan Nasional. 1998. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai
Pustaka.
Ilyas, Wirawan B. dan Richard Burton. 2012.
Manajemen Sengketa Dalam Pungutan Pajak:
Analisis Yuridis Terhadap Teori dan Kasus.
Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
Glover, R. J. 1997. Relationships in Moral Reasoning
and Religion Among Members of Concervative,
Moderate, and Liberal Religious Groups. The
Journal Of Social Psychology, 137, 247-254
Grasmick, H. G., Kinsey, K., & Cochran, J. K. (1991).
Denomination, Religiosity and Compliance with
the Law: A Study of Adults. Journal for the
Scientific Study of Religion, 30(1), 99-107.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.2003.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.

Analisis Sensitivitas Etika Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap 25


Tax Evasion
McDaniel, S. W., & Burnet, J. J. 1990. Consumer
Religiosity and Retail Store Evaluative Criteria.
Journal of the Academyof Marketing Science,
18(2), 101-112
Mc Gee, Robert W. 2006. Three View on the Ethics of
tax Evasion, Journal Of Business Ethics 2006, pp.
15-35.
Mc Gee, R.W. dan T.B. Maranjyan. 2006. Tax Evasion
In Armenia: An Empirical Study. Presented at
the Fourth Annual Armenian International Policy
Research Group Conference, Washington, DC,
January14-15.
Mc Gee, R.W. dan Noronha, C. 2007. The Ethics of Tax
Evasion: A Comparative Study of Guangzhou
(Southern China) and Macau Opinion. Andreas
School of Business Working Paper Series, Barry
University, September.
Nickerson, Inge, Pleshko dan Mc Gee. 2009. Presenting
The Dimensionality of an Ethics Scales
Pertaining to Tax Evasion, Journal Of Legal,
Ethical and Regulatory Issues, Volume 12,
Number 1.
Rahayu, Siti Kurnia. 2010. Perpajakan Indonesia:
Konsep dan Aspek Formal. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Ratmono, D. & Faisal. 2014. Model Kepatuhan Pajak
Sukarela: Peran Denda, Keadilan Prosedural, dan

26 Dimensia Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 : 1-30


Kepercayaan Terhadap Otoritas Pajak.
Simposium Nasional Akuntansi
Ridwan, Ahmad. 2014. “Sensitivitas Etika Wajib Pajak
Atas Tax Evasion”. Simposium Nasional
Akuntansi.
Marshall, B. Romney, Paul John Steinbart, 2006.
Accounting Information System, Ninth Edition,
Prentice Hall.
Slemrod, Joel. 2007. Cheating Ourselves: The
Economics of Tax Evasion. Journal of
Economics Perspectives Volume 21 No.1: 25-48
Suandy, Erly. 2011. Perencanaan Pajak. Edisi Lima
Jakarta: Salemba Empat.

Analisis Sensitivitas Etika Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap 27


Tax Evasion
Lampiran Tabel

Table 1
Deskripsi Demografi Responden
KETERANGAN JUMLAH PROSENTASE
Jenis Kelamin
Laki-laki 22 56%
Perempuan 17 44%
Pendidikan
SMU 16 41%
Diploma 2 5%
Sarjana 21 54%
Usia
< 25 8 21%
26-35 9 23%
36-45 7 18%
46-55 13 33%
> 55 2 5%
Status Pernikahan
Menikah 33 85%
Belum Menikah 6 15%
Jenis Pekerjaan
PNS 16 41%
Pegawai Swasta 13 33%
Wiraswasta 10 26%

Table 2
Sensitivitas Etika Berdasarkan Perbedaan Gender
MEAN
KETERANGAN MIN MAKS MEAN MODUS
TOTAL
Laki-laki 1 4 3.3450 4
3.3248
Perempuan 1 4 3.3187 4

28 Dimensia Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 : 1-30


Table 3
Sensitivitas Etika Berdasarkan Perbedaan Usia
MEAN
KETERANGAN MIN MAKS MEAN MODUS
TOTAL
< 25 1 4 3.3156 4
26-35 1 4 3.3210 4
36-45 1 4 3.3180 4 3.3248
46-55 1 4 3.3302 4
>55 1 4 3.5238 4
Table 4
Sensitivitas Etika Berdasarkan Perbedaan Tingkat Pendidikan
MEAN
KETERANGAN MIN MAKS MEAN MODUS
TOTAL
SMU 1 4 3.3238 4
Diploma 1 4 3.1778 3 3.3248
Sarjana 1 4 3.3248 4

Table 5
Sensitivitas Etika Berdasarkan Perbedaan Jenis Pekerjaan
MEAN
KETERANGAN MIN MAKS MEAN MODUS
TOTAL
PNS 1 4 3.3248 4
Pegawai Swasta 1 4 3.3333 4 3.3248
Wiraswasta 1 4 3.2925 4

Table 6
Sensitivitas Etika Berdasarkan Perbedaan Status Pernikahan
MEAN
KETERANGAN MIN MAKS MEAN MODUS
TOTAL
Menikah 1 4 3.3248 4
3.3248
Belum Menikah 1 4 3.3156 4

Analisis Sensitivitas Etika Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap 29


Tax Evasion
30 Dimensia Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 : 1-30

Você também pode gostar