Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Abstract
This study aimed to analyze the cultural theory as an alternative paradigm in disaster risk
reduction. In this case, the focus of the study of cultural theory lies in the perception of public
knowledge about the disaster. Modern rational society will assess disaster is a day-to-day issues
that have an adequate knowledge of disaster while traditional societies tend to view disasters as
divine punishment and despair when disasters come. Applications of cultural theory have become
DQLPSRUWDQWDQGVLJQL¿FDQWWRDQDO\]HWKHULVNFKDUDFWHULVWLFVRIWKHUHJLPHLQHDFKFRXQWU\(DFK
regime has its own risk model of disaster management are different depending on the geography
and spatial. The birth of the idea of risk regulatory regime is a manifestation of cultural theory by
placing the state as the dominant actor in disaster issues. The consequence is that the state has
a different orientation in view of the disaster that spans the hierarchy in disaster risk reduction
policies.
Analisis Penanggulangan Bencana Berbasis Perspektif Cultural Theory ... (Wasisto Raharjo Jati) 1
“cultural theory” yang digunakan dalam tulisan Paradigma risiko muncul sebagai wujud dari
ini adalah suatu cara bagaimana dan mengapa perkembangan lanjutan modernisasi kehidupan
individu memberikan penilaian terhadap manusia di dunia. Istilah risiko sendiri diartikan
bencana begitu juga potensi kerusakan yang sebagai sebuah kemungkinan serangan
ditimbulkannya. Hal ini terkait dengan upaya fisik yang diakibatkan dari perkembangan
pemenuhan hak keadilan sosial kepada teknologi dan prosesnya. Artinya, risiko
masyarakat untuk mengetahui informasi bencana sendiri terjadi dari sebuah proses
kebencanaan secara akurat dan mendetail. perkembangan manusia di dunia dan bukan
Pemenuhan hak tersebut menjadi penting disebabkan oleh faktor alamiah bencana alam.
utamanya dalam mengkonstruksikan bencana Pemahaman risiko menarik dicermati untuk
tersebut karena isu penanggulangan bencana melihat keseimbangan relasi antar manusia
sendiri tidak terlepas dari tiga premis utama dan alam selama ini yang menunjukkan gejala
yakni kekuasaan (power), keadilan (justice), yang tidak seimbang. Peristiwa mutakhir yang
dan legitimasi kekuasaan (legitimacy). Relasi terjadi seperti pemanasan global, efek gas
kekuasaan terhadap penanggulangan bencana rumah kaca, bencana radiasi nuklir di Jepang
adalah melihat bagaimana respons negara tahun 2011 lalu merupakan bencana yang
dalam menanggulangi dampak destruktif disebabkan oleh berkembangnya modernitas
bencana baik dari segi sosial maupun ekologis manusia (manufactured risk). Meskipun ada
dan konstruksi informasi publik yang dihadirkan juga bencana yang disebabkan murni oleh
negara terhadap bencana dan dampaknya faktor alam (natural risk) seperti gempabumi
kepada masyarakat. Isu keadilan berkaitan dan gunung meletus. Namun pemahaman
dengan pemenuhan kebutuhan sosial bagi risiko sendiri lebih mengarah pada faktor
masyarakat dan legitimasi sendiri terkait ketidakseimbangan relasi antara manusia
dengan tingkat kepercayaan publik terhadap dengan alam.
pemerintah dalam menanggulangi bencana Salah satu faktor riil yang bisa menjelaskan
(Douglas, 2001 : 34). premis tersebut adalah tragedy of the commons
Ketiga hal tersebut dikristalkan dalam (tragedi kebersamaan). Tragedi ini merujuk
bentuk pemahaman risk regulatory regime pada suatu peristiwa dimana lingkungan alam
yakni karakteristik rezim suatu negara menjadi rusak karena ulah kerakusan manusia.
dalam menanggulangi bencana. Adapun risk Manusia adalah individu yang rasional yang
regulatory regime ini menempatkan negara senantiasa untuk mengeruk keuntungan
sebagai aktor tunggal dalam penanggulangan sebesar-besarnya. Maka implikasi yang timbul
bencana. Konsepsi ini terkait dengan kemudian adalah adanya kavlingisasi alam
karakteristik penanggulangan bencana menjadi komoditas ekonomi. Akibatnya yang
yang dilakukan oleh negara yang berbeda terjadi adalah tatanan ekologi menjadi rusak
disesuaikan dengan keadaan ekologis, karena ulah eksplorasi dan eksploitasi alam
geologis, maupun morfologis negara tersebut. secara masif.
Secara lebih lanjut, tulisan ini akan dibagi Faktor riil lainnya adalah menguatnya
dalam beberapa bagian. Pertama, menjelaskan market way (cara pasar) dalam mengelola
terlebih dahulu mengenai desain utama aspek alam yang menjadi dominan ketimbang state
penanggulangan bencana dari kacamata way (cara negara) dan common pool resources
sosiologi bencana. Kedua, menjelaskan (cara masyarakat) yang lebih memandang
konteks risiko dalam studi bencana. Ketiga alam sebagai sumber kemakmuran. Maka
mengelola risiko bencana dan keempat ketika kemakmuran yang dikeruk dari alam
membahas mengenai rezim penanggulangan itu habis, alam menciptakan faktor laten
bencana. terjadinya bencana alam. Sebenarnya dari
ketiga cara tersebut, mekanisme masyarakat
2. KONTEKS RISIKO DALAM STUDI berbasis common pool resources sebenarnya
BENCANA merupakan bentuk kesadaran menghargai
Analisis Penanggulangan Bencana Berbasis Perspektif Cultural Theory ... (Wasisto Raharjo Jati) 3
Bencana Tidak Ya Tidak, terutama mengkaitkan relasi antara bencana
sebagai Bencana Bencana bencana itu dengan struktur sosial kemasyarakatan. Hal
bagian tersebut merupakan hadir dalam LQL PHQMDGL SHQWLQJ GDQ VLJQL¿NDQ XWDPDQ\D
fungsi dari merupakan hasil dari bentuk dalam melihat isu bencana menjadi bagian dari
kebijakan bentuk industrialisa- kolektif rutinitas kehidupan masyarakat modern. Dalam
individu kuasa dari si dan yakni dari
hal ini, kaitan antara bencana dan masyarakat
Tuhan penggunaan proses alam
teknologisasi dan proses
dapat ditinjau dari formulasi bencana sebagai
perkembang sebuah kejadian (events) yang kemudian
an teknologi menghasilkan dampak (impact) kepada
masyarakat (social units) yang kemudian
Skope Masyarakat, Dibatasi Tidak menghasilkan respon (response) balik atas
Kerusakan Kota, oleh ruang, terbatas, kejadian tersebut. seperti ini (Kreps, 1985 :51).
Bencana Negara, waktu, dan risiko
dan semuanya bencana
wilayah telah tidak bisa
spasial diperkirakan ditanggula-
lainnya dan ngi
dikontrol melainkan
oleh direduksi
asuransi karena
risiko
bencana
sifatnya
menurun
antar
generasi
Kalkulasi Tidak tentu Dapat Tidak bisa Gambar 1. Skope Kausalitas Risiko Bencana
Bencana dan tidak diprediksi dijadikan
pasti dan dapat standar yang Lebih lanjut, makna bencana sebagai
karena dikalkulasi pasti untuk
kejadian (events) diartikan sebagai kejadian
bencana level mengukur
sendiri bencana tingkat luar biasa (extraordinary events) yang
merupakan dan tingkat kerusakan memiliki pengaruh terhadap instabilitas
bentuk kerusakan dan level manusia. Bencana sendiri dapat dikategorikan
penghakim ya. bencana PHQMDGL WLJD PDFDP \DNQL ¿VLN (physical),
an dan waktu (temporal), dan sosial (social). Artinya
hukuman
penanganan kasus bencana sendiri tidak bisa
Tuhan
terhadap diseragamkan dalam satu pola saja. Misalnya
manusia saja dalam berbagai kasus penanganan di
Indonesia sendiri, pola penanganan bencana
Letak Tidak Ada Ada dan
berbasis kebutuhan ad hoc selalu menjadi pilihan
Pertang- Ada, tergantung Tidak, utama seperti pemberian bantuan makanan
gungjawab- karena itu dari tergantung siap saji, perlengkapan tidur, maupun pakaian
an menjadi kesepakatan dari tingkat siap pakai. Dalam konteks ini, penanggulangan
bagian antar kerusakan bencana perlu melihat pola dasar pemantik
takdir dan pemangku yang terjadinya sebuah bencana. Penanggulangan
merupakan kepentingan ditimbulkan
kekuatan dari bencana
bencana juga perlu melihat waktu periode
supranatural tersebut. berlangsungnya bencana tersebut supaya
dari Tuhan upaya cepat melakukan evakuasi menjadi
OHELK H¿VLHQ GDQ HIHNWLI 3HUVHSVL SXEOLN
Sumber: Smith, 1996 : 307 yang menjadi lokus utama dalam tulisan
ini menjadi penting melihat penilaian publik
dalam penanggulangan bencana. Perspektif
Analisis Penanggulangan Bencana Berbasis Perspektif Cultural Theory ... (Wasisto Raharjo Jati) 5
bisa datang sewaktu-waktu. Komunitas memiliki memadai tentang bencana terutama kaitannya
pengetahuan yang berasal dari kearifan lokal di GHQJDQLOPXJHRORJLVYXONDQRORJLRVHDQRJUD¿
OLQJNXQJDQQ\DPDPSXEHUJHUDNVHFDUDÀHNVLEHO maupun cabang ilmu kebencanaan lainnya.
dalam melakukan upaya tanggap darurat. Relase model sendiri lebih mengarah pada
Kearifan lokal dalam bencana tersebut membuat kebiasaan-kebiasaan yang biasanya diwariskan
masyarakat lebih paham dalam konteks riil melalui sistem tradisi kemasyarakatan. Hal
terhadap pemetaan masalah yang terjadi dalam inilah yang kemudian membuat dilema antara
bencana. pengetahuan rasional dan tradisional (Blaikie,
Model kedua yakni release model, model 1994 : 35). Namun demikian, dalam kondisi riil
ini berkebalikan dengan model crunch yang kebencanaan keduanya saling bahu-membahu
memposisikan manusia harus beradaptasi dalam aksi penanggulangan risiko bencana
dengan bencana sehingga dapat mereduksi dimana pengetahuan rasional berperan besar
bahaya kerentanan terhadap bencana. Model ini dalam mengurusi hal-hal yang sifatnya teknis
lebih mengedepankan pada pola aktif masyarakat dalam penangggulangan risiko bencana
dalam pencegahan bencana seperti halnya sedangkan pengetahuan tradisional lebih
ajakan tidak membuang sampah sembarangan berperan dalam meredam gejolak sosial yang
sehingga mengakibatkan banjir, larangan terjadi di masyarakat dalam masa tanggap
menebang pohon karena rawan terjadinya tanah darurat.
longsor, maupun gerakan reboisasi penghijauan
kota desa. 3. MENGELOLA RISIKO BENCANA
Oleh karena itulah, derajat kerentanan
(vulberability) yang meletakkan manusia dalam Yang dimaksudkan dengan mengelola risiko
kondisi yang bersifat unsafe condition dalam bencana dalam konteks ini adalah mengatur
model crunch. Sebisa mungkin dalam model dampak bencana seminimal mungkin agar tidak
release ini, terjadi konversi dari unsafe menjadi menimbulkan dampak destruktif yang lebih besar
safe. Adapun konteks kerentanan (vulnerability) lagi. Dalam pemahaman perspektif cultural
yang dicari dalam analisa penanggulangan risiko theory yang menjadi tema utama dalam makalah
bencana sendiri bukanlah mencari akar penyebab ini, terdapat dua hal utama yakni pengetahuan
terjadinya bencana. Namun lebih kepada tradisional dan pengetahuan modern. Dua hal
penyebab gejolak sosial yang ditengarai sebagai tersebut sebenarnya sudah dibahas dalam sub
penyebab terjadinya kerentanan tersebut. bab sebelumnya dimana terdapat titik singgung
Perilaku seperti halnya krisis ideologi, krisis politik, antara tradisional yang berorientasi pada hal-hal
krisis ekonomi, maupun krisis budaya. Berbagai bersifat sosial sedangkan pengetahuan modern
hal itulah yang menempatkan manusia sendiri berorientasi pada penanganan hal teknis.
dalam posisi rentan dalam bencana. Bencana Pengetahuan modern lebih mengarah kepada
sendiri sebenarnya dapat ditanggulangi asalkan pembentukan formulasi risiko/risk (R) merupakan
ikatan sosial kemasyarakatan sendiri menjadi bentuk dari gabungan eskalasi/exposure (E)
kuat dan terikat antar sesama anggota. Hanya dan besaran bencana/magnitude (M) sehingga
saja, terkadang baik sebelum dan sesudah membentuk format (R=EM) (Tansey, 1999 : 78).
bencana sendiri, ikatan sosial kemasyarakatan Adapun mekanisme penanggulangan risiko
kemudian menjadi kacau karena semua orang bencana yang ditawarkan dalam pendekatan ini
sendiri merasa berhak untuk diselamatkan PHQJDUDKSDGDSHQJJXQDDQLQIUDVWUXNWXU¿VLN
terlebih dahulu dari potensi mara bahaya seperti halnya pembangunan sistem peringatan
bencana yang berpotensi menimbulkan korban dini tentang bahaya bencana yang dianggap
lebih banyak lagi. lebih rasional dan ilmiah bagi masyarakat untuk
Dalam kasus di Indonesia, sebenarnya menghadapi bencana. Sedangkan, pengetahuan
dimensi risiko penanggulangan bencana berbasis tradisional menolak unsur rasionalitas yang
release ini sebenarnya sudah ada dan sedang terdapat pada pengetahuan modern dimana
digalakkan oleh komunitas masyarakat lokal. konsentrasi pendekatan ini lebih mengarah
Hanya saja, terbentur dengan informasi yang analisa psikometris seperti halnya kecemasan,
Analisis Penanggulangan Bencana Berbasis Perspektif Cultural Theory ... (Wasisto Raharjo Jati) 7
melihat bahwa setiap kotak tentang persepsi
Individualistik Egalitarian pengetahuan publik terhadap bencana tersebut
memiliki berbagai variasi yang berbeda.
Masyarakat dan Masyarakat dan Sebut saja, dalam model kolektif, praktik
Alam terpisah Alam terpisah
berjejaringnya kuat namun solidaritasnya kurang.
Relasi keduanya Relasi keduanya
Hal ini dikarenakan model penanggulangan
adalah positif adalah negatif
Bencana bukanlah Bencana bukanlah risiko bencana berbasis kolektif sendiri lebih
isu publik, namun isu publik, namun mengutamakan keselamatan dan keamanan
merupakan isu merupakan isu pribadi dalam bencana. Sebaliknya dalam
pribadi yang pribadi yang model egalitarian, praktik berjejaringnya lemah,
sifatnya privat sifatnya privat namun solidaritasnya kuat karena egalitarian
Penanggulangan Bencana telah memandang kesetaraan antar korban yang
risiko bencana lebih menjadi rutinitas sama-sama merupakan korban bencana tanpa
mengarah kepada dan menjadi isu
melihat berat-kecil kerugian yang diterima
egosentrisme politik sehari-hari
korban.
(daily politic)
bagi masyarakat Adapun model penanggulangan risiko
bencana yang saling bertolak belakang
adalah model individualistic dan hierarki.
Model individualistic sendiri menempatkan
kemampuan pribadi mampu untuk mereduksi
High Grid Low Grid GDPSDNEHQFDQDNDUHQDOHELKÀHNVLEHOGDODP
Low Group mengerjakan berbagai sesuatu tanpa menunggu
High Group
perintah komando. Sedangkan hierarki sendiri
lebih tepatnya sebagai cara negara yang dominan
Sumber: Tansey, 1999 : 80 dalam penanggulangan risiko bencana. Negara
dipandang mampu untuk mengendalikan situasi
dalam bencana karena mempunyai sumber daya
Yang dimaksudkan dengan grid maupun
yang lebih lengkap daripada individu sehingga
group yang terletak pada bagian bawah
mampu menjamin keselamatan semua warga
dari empat kotak tersebut sebenarnya untuk
negara.
menunjukkan derajat berjejaring (grid) dan
solidaritas (group).
4. REZIM PENGELOLAAN BENCANA
Dari pemaparan gambar tersebut, kita bisa
Gagasan rezim pengelolaan bencana
sebenarnya merupakan jalan tengah dalam
Kolektif Hierarki alur pikir pengetahuan publik terhadap
penanggulangan risiko bencana. Dua varian
lainnya adalah masyarakat risiko (risk society)
High dan pengaturan negara (regulatory states).
Adapun gagasan masyarakat risiko lebih
mengarah kepada pembentukan kesadaran
Grid
baru terhadap mayarakat dalam kehidupan
Individualistik Egalitarian modernisasi lanjutan (advance modernization)
akan bahaya bencana yang ditimbulkan
dari konskuensi berkembangnya peradaban
Low manusia (manufactured risks). Bencana itu
ELVDEHUEHQWXNNUHDVLDUWL¿VLDOPDQXVLDVHSHUWL
bocornya gas nuklir, hujan asam, lubang ozon
yang semakin membesar, hingga pemanasan
Gambar 3. Derajat Vulnerabilitas Rezim Bencana global lebih tepatnya terjadi karena berkembang
Analisis Penanggulangan Bencana Berbasis Perspektif Cultural Theory ... (Wasisto Raharjo Jati) 9
Gagasan rezim pengelolaan bencana Tabel 3. Karakteristik Penanganan Risiko
(risk regulatory states) sebenarnya merupakan dalam Setiap Rezim Bencana
bentuk institusionalisasi ide dari cultural theory
tentang persepsi pengetahuan bencana oleh Indikator Fatalis Hierarkis
publik dengan menempatkan negara sebagai
aktor tunggal dalam isu bencana tersebut. Persepsi Bencana Potensi
Penempatan negara sebagai rezim dalam isu Bencana adalah bencana dapat
sesuatu yang diprediksi dan
penanggulangan risiko bencana ini tidak terlepas
tak diperkirakan
dari kegagalan pasar dan masyarakat dalam terkontrol
mengelola isu tersebut. Dalam teori governance tak
memang terjadi desentralisasi kekuasaan dikendalikan
antara negara, pasar, dan masyarakat yang
memiliki fungsi penyeimbang dan pengontrol Peran Sangat Bersikap dini
satu sama lain. Namun dalam teori cultural Pemerintah minimal mengantisipasi
theory, governance menjadi tidak berhasil dalam dalam munculnya
mengurus penanggulangan risiko bencana antisipasi bencana
dikarenakan limitasi sumber daya yang dimiliki bencana sedini
pasar dan masyarakat. mungkin
Kegagalan pasar dalam mengelola isu
bencana karena mekanisme untung rugi (pay- Tipe Ad Hoc Teknokratis
off) yang dirasa menciderai semangat solidaritas Kebijakan
dalam bencana. Adanya perlakuan istimewa
bagi yang bermodal untuk diselamatkan terlebih Prioritas Spekulatif Semuanya
Diselamatkan tergantung
dahulu dan diperlakukan secara istimewa
dampak
menimbulkan kecemburuan sosial di tengah iklim bencana
stabilitas yang belum mereda. Penanggulangan
bencana model pasar tidaklah memikirkan Indikator Individualis Egalitarian
risiko sebagai faktor penting, yang ada pasar
menilai kehidupan serba normal dan linier. Persepsi Bencana Bencana
Oleh karena itulah, ketika bencana itu datang Bencana ditanggulangi ditanggulangi
sebagai wujud dari abnormalitas, maka yang individu komunitas
terjadi pasar kalang kabut dalam menghadapi
bencana. Penanggulangan risiko bencana ala Peran Minimalis Mendukung
masyarakat terbentur pada kendala terbatasnya Pemerintah
infrastruktur yang memadai sehingga terkadang
Tipe Asuransi Partisipatoris
aksi penyelamatan bencana menjadi tidak cepat
Kebijakan
GDQLQH¿VLHQ$OH[DQGHU
Pemahaman risk regulatory regime
mengambil bentuk adaptasi dari cultural theory Prioritas Diri Sendiri Masyarakat
untuk diinstitutisionalkan dalam kebijakan suatu Diselamatkan
negara terhadap penanggulangan risiko bencana.
Tentunya ada berbagai ragam kebijakan negara Sumber : Hood, 2001 : 13
–negara dunia dalam menghadapi bencana ini
yang tentunya tidak dapat diseragamkan satu Dalam hal ini, negara yang fatalis cenderung
persatu. Setiap negara memiliki potensi risiko melihat bencana sebagai kejadian yang tak
bencana dan cara menanggulanginya secara terduga-duga sehingga penanggulangan risiko
berbeda-berbeda. Berikut ini merupakan bentuk bencana bersifatnya sporadis karena tidak
analisis cultural theory dalam melihat bentuk ada perencanaan terhadap kebencanaan
rezim pengelolaan bencana sebagaimana dalam sebelumnya. Pada akhirnya, negara fatalis
tabel berikut ini. sendiri dalam melakukan manajemen bencana
Analisis Penanggulangan Bencana Berbasis Perspektif Cultural Theory ... (Wasisto Raharjo Jati) 11
Analisa cultural theory ini setidaknya dapat
dijadikan gambaran bagi pemangku kebijakan
negara, LSM, maupun masyarakat tentang
bagaimana merumuskan kebijakan yang tepat
dalam penanggulangan risiko bencana karena
persepsi publik ternyata turut mempengaruhi
detail keseluruhan dari desain kebijakan
publik tentang bencana. Pemetaan tersebut
setidaknya membantu bagaimana menangani
bencana dalam masyarakat yang heterogen
dan bagaimana cara penyelesaiannya. Pada
intinya, cultural theory ingin berkata bahwa
risiko bencana mungkin bisa diturunkan jika
terjadi proses deliberasi publik dalam studi
kebencanaan.
DAFTAR PUSTAKA