Você está na página 1de 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Belerang atau Sulfur adalah unsur kimia dalam sistem priodik unsur yang
memiliki lambang S dan nomor atom 16. Belerang merupakan unsur non-logam yang
tidak berasa. Belerang dalam bentuk aslinya adalah sebuah zat padat kristalin kuning.
Belerang dapat ditemukan sebagai unsur murni atau sebagai mineral-mineral sulfida dan
sulfat. Belerang adalah unsur penting untuk kehidupan dan ditemukan dalam 2 asam
amino yaitu sebagai senyawa sulfida dan sebagai belerang alam. Sebagai senyawa
sulfida didapatkan dalam bentuk Galena (PbS), Kalkopirit (CuFeS2) dan Pirit (FeS)
terbentuk akibat proses hidrothermal dan sedimenasi dalam kondisi tertentu. Sedang
belerang alam membentuk kristal bercampur lumpur atau merupakan hasil sublimasi.
Endapan belerang terbentuk sebagai akibat dari gas dan larutan yang
mengandung belerang keluar dari dalam bumi melalui rekahan-rekahan serta selalu
berkaitan dengan rangkaian gunung api aktif. Dengan demikian belerang alam dapat
dikelompokkan menjadi tipe sublimasi dan tipe lumpur. Belerang berrvarna kuning
kekerasan adalah 1,5 sampai 2,5 dengan berat jenis adalah 2,05 berwarna biru kekita
dibakar dan menghasilkan gas SO2 yang berbau.
Belerang di Indonesia banyak terdapat di daerah gunung berapi. Selain terdapat
sebagai unsur bebas juga terdapat dalam bentuk senyawa logam dalam bijih belerang.
Belerang digunakan terutama untuk membuat asam sulfat. Pada industri ban belerang
digunakan untuk vulkanisasi karet yang bertujuan agar ban bertambah ketegangannya
serta kekuatannya.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana teknik eksplorasi belerang?
2. Bagaimana teknik penambangan belerang?
3. Bagaimana cara pengolahan belerang?
4. Bagaimana pemanfaatan dan pemasaran belerang?
1.3 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui teknik eksplorasi belerang
1
2. Mengetahui teknik penambangan belerang
3. Mengetahui cara pengolahan belerang
4. Mengetahui pemanfaatan dan pemasaran belerang.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keterdapatan Belerang


Endapan belerang berkaitan dengan gunung api yang masih aktif. Tempat
diketemukan endapan belerang antara lain:
1. Daerah Istimewa Aceh: G. Lamo Mete, P. We, Kab. Aceh besar (merupakan
endapan fumarola, kadar S = 30%); Meluak Gayolestan, Kec. Blangkejeraen,
Kab. Aceh Tenggara (merupakan endapan solfatara): G. Seulawah, Kab. Aceh
Barat (kadar S = 45-50%);Bumiteulong, Kab. Aceh Tengah.
2. Sumatera Utara: G. Sorik Merapi, Kab. Taput (enis danau kawah kadar S=20-
93%).
3. Sumatara Barat: Lembang Jaya Kab. Solok.
4. Jambi: Sungai Tutung, Air Hangat, Kec. Air Hangat Kab. Kerinci (terdapat sekitar
mata air panas, umumya menempel pada batuan lempung tufaan); G. Kunyit,
Kec. Gunungraya Kab. Kerinci (terdapat disekitar mata air panas pada umumnya
menempel pada batuan lempung tufaan).

Gambar 01. Peta Persebaran Belerang.

1. Jawa Barat: G. Papandayan (tipe sublimasi, kadar S = 9O-95%); G.Kraha (tipe


sublimasi, kadar S = 25-60%): G. Galunggung (tipe endapan lumpur), G. Putri
(tipe endapan lumpur, telah digunakan untuk industri kimia dan pupuk); G.
Ciremai, G. Tangkuban Prahu;G. Wayang. G. Matang, Kawah Saat, Kawah Mas.

3
2. Jawa Tengah: G. Dieng (tipe danau kawah dan endapan lumpur,kadar S =32%):
G. Telaga Terus Jawa Timur: G. Arjuna, G. Welirang, K. Ijen (tipe sublimasi,
kadar S=2080%); G.Ijen.
3. Sulawesi Utara: G. Soputan, Kawah Masem (tipe sublimasi, kadar S= 4656%)
Ronasui, Tomboan (tipe sublimasi kadar S = 70%): G.Ambang (tipe sublimasi
kadar S =70%); G. Ambang (tipe sublimasi,kadar S = 83-99%); G. Mahawu (tipe
danau kawah dan endapan lumpur, kadar S =70%.
4. Maluku: Wuslah, P. Damar (tipe sublimasi dan endapan lumpur kadar S =
5579%).
2.2 Genesa Belerang
Deskripsi Mineral Belerang
Nama Mineral : Belerang
Rumus kimia :S
Berat Jenis (BD) : 2,1
Sistim Kristal : Ortorombik
Belahan : Tidak sempurna
Warna : Kuning belerang sampai coklat kekuningan
Goresan : Putih
Kekerasan : 1,5-2,5 Skala Mosh
Di Indonesia semua endapan belerang mempunyai hubungan erat
dengan kegiatan gunung berapi. Endapan tersebut dapat merupakan endapan
sedimen, kerak belerang, atau endapan hidrothermal-metasomatik. Mengenai
asal mula belerang ada beberapa pendapat yang membahasnya diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Menurut Bischof, belerang berasal dari H2S yang merupakan hasil reduksi CaSO4
oleh karbon dan methan. Reaksinya adalah sebagai berikut :
CaSO4 + 2C → CaS + 2CO2
CaSO4 + CH4 → CaS + CO2 + 2H2O
CaS + CO2 + H2O → CaCO3 + H2S
2H2S + O2 → 2H2O + 2S
Terbentuknya H2S menjadi belerang bisa dengan 2 cara yaitu oksidasi
oleh air tanah dan reaksi antara H2S dengan CaSO4.
2H2S + O2 → 2H2O + 2S (O2 dan air tanah)
3H2S + CaSO4 → 4S + Ca(OH)2 + 2H2O
4
1. Pendapat yang mengatakan bahwa belerang berasal dari dome. Belerangdisini
dibentuk oleh bakteri de sulpho vibrio desulfuricans umpamanya sulfat oleh
bakteri diubah menjadi sulfit. Selanjutnya sulfid diubah lagi menjadi belerang
contohnya seperti yang terdapat di Gulf-Coast di Amerika Serikat.
2. Pendapat yang menerangkan bagaimana terdapatnya belerang pada gipsum,
dikatakan bahwa belerang pada gipsum diendapkan langsung dari poly sulfit
(suatu solut yang mengandung sangat banyak belerang).

Gambar 02. Endapan Belerang.

Endapan belerang ini terbentuk oleh kegiatan solfatara, fumarola atau


sebagaiakibat dari gas dan larutan yang mengandung belerang keluar dari dalam bumi
melalui rekahan-rekahan, serta selalu berkaitan dengan rangkaian gunung api aktif.
Dengan demikian belerang alam dapat dikelompokkan menjadi:
1. Tipe sublimasi yang di dapatkan dari hasil sublimasi uap solfatara dengan kadar
belerang (S) adalah sekitar 70 - 99,9 %.
2. Tipe lumpur, terdapat di dekat danau kawah dengan kadar belerang (S) adalah
sekitar 40 - 60%.
3. Tipe kerak, terdapat di sekitar kawah dengan kadar belerang (S) antara 20 - 50
%.

5
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Eksplorasi
Menurut Sukandarrumidi (1999) Eksplorasi merupakan penyelidikan lapangan
untuk mengumpulkan data/ informasi selengkap mungkin tentang keberadaan sumber
daya alam di suatu tempat. Menurut SNI, eksplorasi adalah kegiatan penyelidikan geologi
yang dilakukan untuk mengidentifikasi,menetukan lokasi, ukuran, bentuk, letak,
sebaran, kuantitas dan kualitas suatu endapan bahan galian untuk kemudian dapat
dilakukan analisis/kajian kemungkinan dilakukanya penambangan. Penyelidikan
terhadap deposit belerang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut
(Sukandarrumidi, 1999):
1. Penyelidikan geologi daerah belerang
2. Pengeboran dan sumur eksplorasi
3. Sampel diperiksa di laboratorium secara analisa kimia untuk menentukan kadar
belerang dan diadakan mikroskopi bijih.
3.2 Teknik Penambangan
Teknik penambangan belerang antara lain sebagai berikut (Sukandarrumidi:
1) Tambang Terbuka, 2) Tambang Manual, dan 3) Metode Frasch.
Berikut dijelaskan tentang teknik penambangan bahan galian belerang, seperti
yang telah disebutkan diatas.
3.2.1 Tambang Terbuka (Open Pit)
Penambangan endapan belerang dapat dikerjakan dengan cara tambang terbuka
(Open Pit), dimana penggalian endapan belerangnya dapat dilakukan dengan alat
shovel, dragline, excavator, atau dapat pula dengan cara tambang semprot.

Gambar 03. Shovel dan dragline.


6
Gambar 04. Dump Truck.

3.2.2 Tambang Manual


Bila jumlah endapan belerang sedikit maka penambangannya dapat dilakukan
dengan cara manual dengan menggunakan peralatan antara lain berupa cangkul, linggis,
ganco dan keranjang serta dilaksanakan dengan sistem padat karya.

Gambar 05. Sekop dan Cangkul.

Gambar 06. Keranjamg Pikul.


3.2.3 Metode Frasch
Sedangakan untuk endapan belerang yang ditutupi oloh lapisan tanah penutup
yang sangat tebal. Maka cara penambanganya dapat dilakukan dengan cara Frasch

7
yaitu dengan pemboran kemudian dimasukkan air 3350 F ke dalam endapan belerang,
untuk kemudian melalui pipa-pipa kondensasi dipompakann keluardan ditampung dan
diendapkan. Tahap berikutnya disublimasi untuk mendapatkan belerang yang bersih
(Juliantara, 2013).
Pengambilan sulfur sendiri memiliki beberapa proses, tergantung sumber dari
sulfur itu sendiri. Berikut adalah beberapa cara pengambilan sulfur antara lain
(Juliantara, 2013):
1. Proses Frasch
Sulfur yang diperoleh dari proses ini dilakukan dengan pencairan sulfur di bawah
tanah/laut dengan air panas, lalu memompanya ke atas permukaan bumi. Pada proses
ini digunakan 3 buah pipa konsentris 6’, 3’, dan 1’. Air panas dengan suhu 3250C
dipompakan ke dalam batuan sulfur melalui bagian pipa 6’, sehingga sulfur akan meleleh
(2350F). Lelehan sulfur yang lebih berat dari air akan masuk ke bagian bawah antara
pipa 3’ dan 1’, dan dengan tekanan udara yang dipompakan melalui pipa 1’, air yang
bercampur dengan sulfur akan naik ke atas sebagai crude S, kemudian diolah menjadi
crude bright atau refined S.

Gambar 07. Diagram Frasch.

2. Pengambilan dari gunung berapi


Deposit Sulfur di gunung berapi dapat berupa batuan, lumpur sedimen atau
lumpur sublimasi, kadarnya tidak begitu tinggi (30-60%) dan jumlahnya tidak begitu
banyak (600-1000 juta ton). Di gunung Talaga Bodas di dapat dalam bentuk lumpur
dengan kadar S (30 - 70%) dan jumlah deposit 300 juta ton. Tempat – tempat lainnya
adalah : kawah Ijen, Gunung Welirang, Gunung Dieng dan Gunung Tangkuban Perahu.
Pemanfaatan sulfur melalui cara ini diperlukan adanya peningkatan kadar sulfur terlebih
dahulu dengan cara flotasi dan benefication.
8
Cara flotasi yaitu dengan cara menambahkan air dan frother yang nantinya akan
membuat sulfur terapung dan dapat dipisahkan. Cara benefication lebih rumit
dibandingkan dengan flotasi yaitu awalnya sulfur ditambahkan dengan air dan reagen,
kemudian reagen dipanaskan dalam autoklaf selama 1/2-3/4 jam pada tekanan 3 atm.
Nantinya setiap partikel kecil dari sulfur akan terkumpul, lalu dilakukan pencucian
dengan air untuk menghilangkan tanah. Setelah itu dipanaskan kembali dalam autoklaf
sehingga sulfur akan terpisah sebagai lapisan S dengan kadar 80-90%.
Salah satu yang paling menarik yaitu di Kawah Ijen. Beberapa penambang
mengambil belerang dengan cara melinggis bongkahan belerang di kaldera Gunung Ijen
di Desa Ampelgading, Kecamatan Licin, Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa (20/10).
Berdasar data di Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jatim, kapasitas
produksi belerang Gunung Ijen mencapai 1.736,318 ton. Belerang ini muncul dari perut
bumi karena aktivitas magma yang mendorong air dari sumber mata air keluar ke
permukaan bumi dengan membawa belerang.

Gambar 08. Penyemprotan Belerang dan Reduksi Ukuran.

Gambar 09. Pemuatan Belerang dan Pengangkutan Belerang.

Penambang menggunakan cara yang sangat sederhana untuk menangkap


belerang. Mereka memasang pipa yang terbuat dari besi (pawon) berdiameter 16 – 20
cm. Setiap pipa panjangnya 1 m. agar mudah memasang dan menggantinya jika rusak.
9
Pipa tersebut dipasang sambung menyambung mulai dari tebing atas dimana titik
solfatara yang suhunya mencapai 200o C sekaligus sebagai sumber belerang hingga
dasar tebing yang jauhnya antara 50 - 150 m. Melalui pipa tersebut gas belerang
dialirkan kemudian tersublimasi di ujung pipa bagian bawah dan siap ditambang. Apabila
salah satu pipa rusak karena korosif, maka uap belerang tidak mengalir sempurna dan
terlepas ke udara bebas dan tidak sempat tersublimasi. Kendala lainnya adalah ketika
suhu solfatara naik melampaui 200o C, maka uap belerang tidak sempat tersublimasi
karena terbakar.
3. Pengambilan Sulfur dari Gas Buang
Tak dapat dipungkiri bahwa saat ini Indonesia memiliki banyak industri yang
semakin berkembang. Semakin banyak industri tersebut maka semakin banyak pabrik
pengolahan dan tentu semakin banyak gas buang yang dihasilkan. Sulfur adalah salah
satu unsur yang dapat diperoleh dari gas buang tersebut. Sulfur diperoleh dari flue gas
asal pembakaran batu bara atau pengilangan minyak bumi. Sulfur ini tidak boleh dibuang
langsung ke udara karena dapat menimbulkan pencemaran. Oleh karena itu gas buang
tersebut terlebih dahulu harus diabsorpsi dengan menggunakan etanolamin dan
sebagainya, kemudian dipanaskan kembali untuk mendapatkan gasnya dan kemudian
diproses lebih lanjut.
3.3 Pengolahan dan Pemanfaatan
Pengelolaan dan Pemanfaatan belerang di Indonesia telah dilakukan dalam
waktu yang lama tepatnya sejak jaman kolonial Belanda. Pengelolaan masih dilakukan
dengan bentuk dan cara kerja yang sederhana tanpa didukung oleh teknologi yang
memadai dan tepat guna. Berdasarkan beberapa artikel yang serupa tentang
penambangan belerang di Kawah Ijen menunjukan bahwa proses penambangan
belerang dan sumber daya manusia yang berproses didalamnya masih sangat minim dan
tradisional. Sumber daya manusia berasal dari masyarakat sekitar yang tentunya
mayoritas berekonomi lemah dan kurangnya pengetahuan dan pendidikan yang
memadai.
Cara pengolahan belerang tergantung dari jenis endapannya dan hasil yang
diinginkan.
1. Untuk belerang yang berbentuk kristal dapat langsung dimasukkan kedalam
autiklat dimasukkan/ditambahkan solar, air dan NaOH, kemudian dipanaskan
dengan memasukkan uap air panas dengan tekanan 3 atmosfer selama 30-60
menit. Pemisahan akan terjadi karena belerang mempunyai titik lebur yang lebih
10
rendah dibandingkan dengan mineral-mineral pengotornya. Hasilnya yang
berupa belerang cair dialirkan melalui filter dan kemudian dicetak.

Gambar 10. Belerang Cair.


2. Untuk belerang jenis lumpur, pengolahannnya perlu dilakukan secara floatasi
terlebih dahulu sebelum dimasukkan kedalam autoklaf. Tujuan dari floatasi
adalah untuk meningkatkan kadar belerang dan memisahkan senyawa-senyawa
besi sulfat dan silikat dari larutan. Cara pengolahan lain untuk belerang jenis ini
dengan cara pelarutan dan penghabluran dengan menggunakan pelarut karbon
disulfida, dimethyl disulfit atau larutan hidrokarbon berat lainnya.

Gambar 11. Pengolahan Belerang Dengan Teknik Autoclaving.

3. Untuk pengolahan belerang secara sederhana dapat dilakukan dengan jalan


memanaskan bongkah-bongkah belerang didalam wajan besi atau alumunium
yang berdiameter 80-100 cm diatas tungku sederhana yang terbuat dari tanah
liat/andesit. Pemanasan dilakukan dengan kayu atau kompor minyak tanah

11
sambil diaduk-aduk, sesudah belerang mencair kemudian disaring dengan
kantong-kantong yang terbuat dari kain. Selanjutnya ditampung dalam tabung-
tabung bambu sebagai alat cetaknya.

Gambar 12. Pengolahan Belerang Secara Sederhana.

3.4. Dampak Penambangan Belerang


Usaha di bidang pertambangan adakalanya menimbulkan sebuah dampak.
Dampak pertambangan tidak saja merupakan masalah pada sektor tambangnya, akan
tetapi juga menyangkut mengenai masalah lingkungan hidup dan masyarakat
disekitarnya. Di dalam pengelolaan lingkungan berasaskan pelestarian kemampuan agar
hubungan manusia dengan lingkungannya selalu berada pada kondisi optimum, dalam
arti manusia dapat memanfaatkan sumber daya dengan dilakukan secara terkendali dan
lingkungannya mampu menciptakan sumbernya untuk dibudidayakan. Sebagai contoh
kita berbicara mengenai dampak penambangan belerang di Gunung Ijen Desa
Tamansari, Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi maka dapat dikaji dari sisi yaitu
dampak positif dan dampak negatif.
3.4.1. Dampak Positif
1. Terserapnya tenaga kerja, yakni masyarakat sekitar Kawah Ijen sebagai
penambang belerang maupun tenaga tehnis di perusahaan penambangan
belerang tersebut. Dengan ini juga mengurangi tingkat pengangguran yang ada
di sekitar daerah tersebut.

12
2. Menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan kewajiban pengusaha
penambang belerang dalam hal ini PT. Candi Ngrimbi untuk membayar retribusi
dan iuran-iuran lain.
3. Kualitas lingkungan di tempat penambangan meningkat dengan tajam dan alam
sekitar menjadi tertata lebih baik, dengan kelengkapan infrastruktur dari
penambangan. Karena itu kegiatan penambangan dapat menjadi daya tarik,
sehingga penduduk banyak yang berpindah mendekati lokasi penambangan
tersebut. Sering pula dikatakan bahwa bahwa kegiatan penambangan telah
menjadi lokomotif ekonomi bagi masyarakat
4. Tamansari.
5. Memperlancar transportasi, karena yang tadinya jalan penduduk setempat hanya
merupakan jalan setapak, maka diupayakan pengusaha untuk membuat jalan
aspal agar dapat dilewati alat berat dan dump truck yang mengangkut belerang.
6. Bagi para penambang, pekerjaan rutin mereka sebagai penambang belerang
yang setiap hari bergelut dengan asap belerang telah merubah
7. Memudahkan para wisatawan Ijen, karena para penambang belerang selain
sebagai penambang terkadang juga ikut memandu jalan para turis naik ke Kawah
Ijen.
3.4.2. Dampak Negatif
1. Berkurangnya sumber daya alam belerang.
2. Resiko akibat penambangan belerang bagi penambang yakni para penambang
belerang rawan terserang infeksi saluran pernafasan atas (ISPA). "Sifat dari
belerang atau sulfida itu adalah racun atau toksik. Karena itu sulfida yang
berbentuk gas juga beracun karena menyerang saluran pernafasan dan paru-
paru.
3. Berubahnya organ paru-paru para penambang yakni lebih bertambah besar dari
ukuran organ paru-paru manusia biasanya, akibat sering menghirup asap
belerang.
4. Pencemaran udara atau polusi bagi masyarakat di sekitar tempat pengolahan
belerang.
5. Adanya para pendatang dan wisatawan telah mengakibatkan terjadinya
akulturasi kebudayaan yang mengancam eksistensi kebudayaan asli daerah
setempat.

13
3.5 Reklamasi
Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan
lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat
berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya. Dalam hal ini yaitu reklamasi
tambang belerang dimanfaatkan sebagai kawasan tempat wisata, dimana reklamasi
dapat berupa pemandian air panas yang berada di Obyek Wisata Belerang Baturraden,
Kab. Purwokerto, juga dapat berupa pemandangan alam seperti yang ada di Obyek
Wisata Kawah Belerang Garuda Jaya Kec. Dukupuntang Kab. Cirebon, dan obyek wisata
lainnya.

Gambar 13. Reklamasi Tambang Belerang.


3.6 Pemanfaatan
Belerang banyak digunakan dalam industri kimia yaitu untuk pembuatan asam
sulfat (H2SO4) yang diperlukan untuk pembuatan pupuk, penghalusan minyak bahan-
bahan kimia berat dan keperluan lain untuk metalurgi. Di samping belerang
dimanfaatkan dalam industri cat, industri karet, industri tekstil, industri korek api, bahan
peledak, industri ban, pabrik kertas, industri gula yang digunakan dalam proses sulfinasi,
industri rayon, film celulosa, ebonit, cairan sulfida, CS2, bahan anti seranggaltikus,bahan
pengawet kayu, obat-obatan dan lain-lain. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
yaitu:
1. Komponen Produksi Pupuk (Kadar S : 99,88%)
Belerang yang ditemukan secara langsung dari sumber alam memang tidak dapat
digunakan secara langsung. Belerang harus dirubah dalam bentuk asam sulfat dengan
metode proses pembakaran khusus. Setelah itu asam sulfat bisa menjadi campuran
pembuatan beberapa jenis pupuk pertanian seperti ammonium sulfat dan fosfat.

14
Gambar 14. Pupuk ZA.
2. Bahan Pembuatan Korek Api (kadar S :98%)
Bubuk belerang yang mengandung asam sulfat ternyata menjadi bahan pokok
dalam pembuatan korek api. Proses ini akan membuat lapisan bubuk belerang memiliki
warna yang lebih gelap dan mengkilap serta bisa memicu panas tinggi yang
menyebabkan munculnya api. Kemudian, manfaat hutan yang menghasilkan kayu pinus,
digunakan sebagai batang korek apinya.

Gambar 15. Korek Api

3. Belerang dalam Proses Industri ban (S =99,997)


Proses pengolahan karet murni membutuhkan belerang untuk membentuk karet
agar mudah dibentuk. Pembakaran yang dihasilkan dari belerang mampu membuat
panas yang cukup tinggi sehingga karet hitam yang diproduksi bisa menjadi lebih elastis
dan mudah dibentuk. Proses ini bahkan sudah dilakukan dengan bahan belerang murni
tanpa pengolahan.

15
Gambar 16. Ban Kendaraan.
4. Belerang untuk Produksi Asam Sulfat (99.8%)
Produksi asam sulfat biasanya mempergunakan manfaat oksigen, untuk proses
pemberian lapisan pada tambang belerang. Hal ini akan membuat belerang bisa diolah
menjadi bahan khusus yang bisa dimanfaatkan untuk komponen bahan kimia pada
beberapa industri seperti tekstil, produk kimia dan bahan peledak.

Gambar 17. Asam Sulfat.


Proses pembuatan asam sulfat akan dilakukan dengan cara proses kontak,
dengan digunakan katalisator vanadium (V )oksida, V2O5. Tiga langkah utama dalam
proses kontak, yaitu:
1. Pembakaran belerang menajdi belerang dioksida.
Proses produksi asam sulfat di awali dengan peleburan sulfur (S) yang
digunakan sebagai bahan baku utama dengan menggunakan steam yang
dialirkan pada coil-coil di Sulfur Melter pada tekanan 4 Kg/cm2. Kemudian sulfur

16
cair dipompakan dari Sulfur Melter melalui pipa-pipa dan disemprotkan ke dalam
Furnace. Di dalam Furnace terjadi pembakaran belerang dengan udara.
Reaksi: S(s) + O2(g) → SO2(g)
Udara yang digunakan disuplai oleh Main Blower yang sudah mengalami
proses pengeringan. Proses pengeringan udara dilakukan di Drying Tower
dengan menggunakan asam sulfat sirkulasi dengan konsentrasi 93%-98%.
Proses pengeringan udara tersebut dimaksudkan untuk mencegah korosi oleh
gas pada pembakaran dan untuk menghilangkan kandungan air dalam udara.
Proses pembakaran belerang cair menjadi SO2 dengan temperature
pembakaran kurang lebih 750-770oC. Gas hasil pembakaran di Furnace kemudian
dialirkan ke Boiler melalui tube-tube untuk diambil panasnya guna menghasilkan
steam yang digunakan untuk mencairkan belerang di Sulfur Melter, sebagian gas
yang lain dialirkan ke Heat Exchanger bersama dengan gas keluar dari Boiler
yang telah diambil panasnya. Di dalam Heat Exchanger gas didinginkan dengan
menggunakan udara yang di suplai oleh Blower. Setelah itu aliran gas mengalami
proses penyaringan dan penstabilan suhu gas di Hot Gas Filter.
2. Oksidasi SO2 menjadi SO3.
Dari Hot Gas Filter aliran gas masuk ke Converter. Converter ini terdiri
dari empat bed katalis V2O5. Aliran gas masuk ke setiap bed diatur pada
temperature 425-440oC. Dengan bantuan katalis ini aliran gas tersebut (SO2)
diubah menjadi gas SO3. Reaksi ini merupakan reaksi eksoterm sehingga gas
tersebut harus didinginkan pada tahap-tahap katalis.
Aliran gas keluar bed I dan bed II didinginkan dalam 1st and 2nd Heat
Exchanger. Sedangkan aliran gas dari bed III langsung masuk ke bed IV karena
perbedaan temperature gas keluar dan bed III dan bed IV sudah kecil.
Reaksi: 2SO2(g) + O2(g) ↔ 2SO3(g) ∆H = -196,6 kJ/mol
Dari converter aliran gas SO3 masuk ke dalam SO3 Cooler A untuk
didinginkan. Kemudian didinginkan lebih lanjut ke SO3 Cooler B setelah itu aliran
gas tersebut masuk ke Absorbing Tower.
3. Reaksi SO3 dengan air menjadi H2SO4.
Di Absorbing Tower terjadi proses penyerapan gas SO3 dengan
menggunakan sirkulasi asam sulfat dengan konsentrasi 98-99% yang diatur di
AT Pump Tank. Asam resirkulasi tersebut kemudian diencerkan dengan
menambahkan air dan setelah itu baru dialirkan kembali ke dalam AT Pump Tank.
17
Asam sulfat yang dihasilkan pada AT Pump Tank setelah mencapai level
maksimum yang ditentukan, kemudian ditransfer dan ditampung di Sulphuric
Acid Storage Tank.
Reaksi: SO3(g) + H2O(l) → H2SO4(aq).

Gambar 18. Diagram Alir Pembuatan Asam Sulfat cara Kontak.

Untuk meningkatkan produksi, laju pembentukan gas SO3 merupakan hal yang
penting. Oleh karena itu, perlu ditinjau asas Le Chatelier dari reaksi kesetimbangan
tersebut. Reaksi (2) merupakan reaksi eksoterm yang menyangkut perubahan 2 mol gas
SO2 dengan 1 mol gas O2 menjadi 3 mol SO3 sehingga hasilnya akan maksimum jika:
1. Tekanan diperbesar
Reaksi akan bergeser ke kanan jika tekanannya dinaikkan. Pada
kenyataannya reaksi ini dapat berlangsung dengan baik pada tekanan 1 atmosfer
(1 atm). Kenaikan tekanan menyebabkan kenaikan jumlah produk yang kurang
berarti dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Oleh karena itu, proses
kontak dilakukan pada tekanan 1 atm.
2. Reaksi berlangsung pada suhu rendah
Reaksi (2) akan bergeser ke kanan jika suhu diturunkan. Akan tetapi, jika
suhu diturunkan reaksi akan berjalan lambat. Hal ini sesuai dengan azas laju
reaksi, ketika suhu semakin turun, reaksi akan berlangsung semakin lambat.
Untuk mengatasi hal ini, maka ditambahkan katalis V2O5. Penambahan katalis
menyebabkan jalannya reaksi berubah, tetapi dengan energi pengaktifan lebih
rendah.
Tahap 1: SO2(g) + V2O5(s) → SO3(g) + V2O4(s)
Tahap 2: V2O4(s) + ½ O2(g) → V2O5(s)
18
Reaksi total : SO2(g) + ½ O2(g) → SO3(g)
Proses reaksi SO3 dengan air berlangsung eksoterm sehingga suhu
dalam proses reaksi akan naik. Kenaikan suhu mengakibatkan gas SO3 terurai
kembali menjadi SO2 dan O2. Untuk mencegah hal tersebut, proses reaksi SO3
dengan H2O tidak dilakukan secara langsung, tetapi melalui pengenceran SO3
dalam H2SO4. Larutan uap SO3 dalam H2SO4 encer ini dikenal dengan H2SO4
pekat atau oleum. Kadar asam sulfat dalam oleum ini mencapai 98% dan lebih
dikenal sebagai asam sulfat berasap.
Kegunaan Asam Sulfat
Secara umum asam sulfat digunakan untuk:
1. Industri pupuk (ZA, SP 36, SP 18)
2. Bahan kimia (Asam Fosfat, Tawas, PAC, Serat Rayon, Alkohol, Detergen)
3. Industri makanan (bumbu masak (MSG), Lysine, dll)
4. Industri Tekstil, spiritus, utilitas pabrik, dan pertambangan
Asam sulfat merupakan komoditas kimia yang sangat penting, produksi
asam sulfat suatu negara merupakan indikator yang baik terhadap kekuatan
industri negara tersebut. Kegunaan asam sulfat, yaitu:
1. Penggunaan utama (60% dari total produksi di seluruh dunia) asam sulfat
adalah dalam "metode basah" produksi asam fosfat, yang digunakan untuk
membuat pupuk fosfat dan juga trinatrium fosfat untuk deterjen.
2. Asam sulfat digunakan dalam jumlah yang besar oleh industri besi dan baja
untuk menghilangkan oksidasi, karat, dan kerak air sebelum dijual ke industri
otomobil.
3. Kegunaan asam sulfat lainnya yang penting adalah untuk pembuatan
aluminium sulfat. Alumunium sulfat dapat bereaksi dengan sejumlah kecil
sabun pada serat pulp kertas untuk menghasilkan aluminium karboksilat yang
membantu mengentalkan serat pulp menjadi permukaan kertas yang keras.
Aluminium sulfat juga digunakan untuk membuat aluminium hidroksida.
Aluminium sulfat dibuat dengan mereaksikan bauksit dengan asam sulfat:
Al2O3 + 3 H2SO4 → Al2(SO4)3 + 3 H2O
4. Asam sulfat juga memiliki berbagai kegunaan di industri kimia. Sebagai
contoh, asam sulfat merupakan katalis asam yang umumnya digunakan
untuk mengubah sikloheksanonoksim menjadi kaprolaktam, yang digunakan
untuk membuat nilon.
19
3.7 Pemasaran
1. Belerang
Belerang murni hasil pengolahan dari PT. Candi Ngrimbi berupa belerang
dalam bentuk bubuk, bongkahan, dan cake dengan kemurnian mencapai 99,8%
dan spesifikasi yang berbeda-beda. Belerang ini kemudian dipasarkan di pasar
domestik maupun ekspor melalui distributor yang telah bekerja sama dengan
perusahaan ini. Belerang dari kawah ijen termasuk belerang yang memiliki
kwalitas terbaik di dunia sehingga dalam pemasarannya PT. Candi Ngrimbi tidak
mengalami kesulitan. Negara pengimpor belerang dari Indonesia antara lain
Jepang, Thailand, Korea, Filipina, dan Vietnam. Belerang yang diimpor oleh
negara-negara tersebut terutama digunakan dalam industri pupuk dan kosmetik.

Gambar 19. Kemasan Bongkahan dan Kemasan Bubuk.


Untuk belerang yang di jual untuk masyarakat umum biasanya digunakan
sebagai perawatan kulit untuk menghilangkan jerawat, panu, kudis, kurap, juga untuk
berbagai masalah kulit lainnya seperti ketombe, alergi, dan mengurangi jumlah minyak
berlebihan. Dengan harga Bongkah Rp. 4500/kg dan Bubuk Rp. 5000/kg.
2. Asam Sulfat
Pemasaran Asam sulfat :
a. Asam sulfat (H2SO4) analis/liter Rp. 825.000
b. Asam sulfat (H2SO4) teknis/100ml Rp.13.000

Gambar 20. Asam Sulfat Analis dan Asam Sulfat Teknis.

20
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Eksplorasi Belerang dijalankan dengan tahapan penyelidikan Geologi daerah
keterdapatan Belerang, pengeboran dari sumur eksplorasi dan pengujian sampel
di laboratorium.
2. Penambangan endapan belerang dapat dikerjakan dengan cara tambang
terbuka, tambang semprot, tambang manual, proses frasch. Menurut Juliantara
(2013), pengambilan sulfur sendiri memiliki beberapa proses yaitu; frasch,
pengambilan dari gunung api, pengambilan sulfur dari gas buang.
3. Untuk pengolahan belerang tergantung dari jenis endapannya dan hasil yang
diinginkan seperti, Untuk belerang yang berbentuk Kristal, Untuk belerang jenis
lumpur, Untuk pengolahan belerang secara sederhana.
4. Belerang banyak digunakan dalam industri kimia yaitu untuk pembuatan asam
sulfat (H2SO4) yang diperlukan untuk pembuatan pupuk, larutan asam sulfat,
bahan pembuat korek api, dan campuran dalam pembuatan ban.
5.2 Saran
Kegunaan belerang yang pokok dalam pencampuran industri kimia di indonesia
sangat tidak di dukung dengan keamanan dan keselamatan kerja dalam
penambangannya. Mestinya pemerintah dan perusahaan terkait melengkapi K3 dan
memperhatikan K3 untuk pekerjanya, mengenai perundang undangan pun masih belum
jelas.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Hiskia. 2001. Kimia Unsur dan Radiokimia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Cotton dan Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: UI.
PressKeenan, C. W, et al. 1980. Kimia Untuk Universitas Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Ismunandar. 1996. Kimia Anorganik. Jakarta: Erlangga.
Kuswadi, Didi. 1985. Kimia Anorganik. Bandung: Torsito.
Tim Kimia Anorganik. 2013. Petunjuk Praktikum Kimia Anorganik. Jember: FMIPA
Universitas Jember.

22

Você também pode gostar