Você está na página 1de 133

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Asuhan kebidanan pada keluarga merupakan asuhan kebidanan

komunitas yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan

keluarga.Dalam sebuah keluarga biasanya dijumpai lebih dari satu

permasalahan kesehatan. Misalnya adalah keluarga Tn.H di dalam keluarga

ini terdapat tiga masalah kesehatan yaitu dropout imunisasi pada bayi,

kurangnya pengetahuan ibu pada KB terutama pada KB metode kalender, dan

resiko DM pada Tn.H karena penyakit turunan dan pola hidup .

Keluarga Tn.H terdiri dari empat anggota keluarga dengan

permasalahan kesehatan yang terdapat pada anak,istri dan Tn.H.

Dari masalah- masalah tersebut nantinya akan dipilih satu yang

menjadi prioritas dan harus segera mendapatkan penanganan, di samping juga

masalah lainnya yang harus tetap dicari solusinya.

B. RUMUSAN MASALAH

Asuhan Kebidanan Komunitas dalam konteks keluarga ini memiliki masalah

yaitu:

1. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang imunisasi.

2. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang KB.

3. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang pencegahan DM


C. TUJUAN

1. TUJUAN UMUM

Untuk meningkatkan derajat kesehatan dalam keluarga sehingga terwujud

keluarga sehat dan sejahtera.

2. TUJUAN KHUSUS

a. Untuk memberikan pengetahuan pada keluarga Tn.H tentang

Imunisasi.

b. Untuk memberikan pengetahuan pada keluarga Tn.H tentang KB.

c. Untuk memberikan pengetahuan pada keluarga Tn.H tentang

pencegahan DM

D. WAKTU DAN TEMPAT

Jam 09.00 WITA. Wilayah Lempake


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP KELUARGA

1. Pengertian Keluarga

Effendy (1995) mengutip dari Departemen Kesehatan (1988)

menyebutkan bahwa keluarga adalah unit terkecil di masyarakat yang terdiri

dari atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di

suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Dalam Friedman (1998), Bailon dan Maglaya (1989) menyatakan bahwa

keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hidup dalam

suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya

masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.

Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang terdiri dari 2 orang atau

lebih dengan adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah dan hidup dalam

satu rumah tangga serta di bawah asuhan seorang kepala rumah tangga yang

mana berinteraksi di antara sesama anggota keluarga dan setiap anggota

keluarga mempunyai peran masing-masing untuk menciptakan dan

mempertahankan suatu kebudayaan.

Menurut Freeman (1981), dalam Effendy (1995) salah satu alasan

keluarga dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan

keluarga saling berkaitan dan saling mempengaruhi antar sesama anggota

keluarga dan akan mempengaruhi pula keluarga-keluarga disekitarnya atau


masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa

keluarga adalah sebagai pasien yang perlu dirawat.

Dalam melihat keluarga sebagai pasien ada beberapa karakteristik yang

perlu diperhatikan oleh perawat diantaranya adalah:

a. Setiap keluarga mempunyai cara yang unik dalam menghadapi masalah

kesehatan para anggotanya.

b. Memperhatikan perbedaan dari tiap-tiap keluarga.

c. Keluarga daerah perkotaan akan berbeda dengan keluarga di daerah

pedesaan.

d. Kemandirian dari tiap-tiap keluarga.

Untuk dapat meningkatkan status kesehatan keluarga, keluarga

mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan

saling memelihara. Freeman (1981) membagi 5 tugas kesehatan yang harus

dilakukan oleh keluarga yaitu:

a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya.

b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.

c. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, dan

yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya

yang terlalu muda.

d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan

perkembangan kepribadian anggota keluarga.


e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga

kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas-fasilitas

kesehatan yang ada.

Dalam melaksanakan asuhan perawatan kesehatan keluarga yang

menjadi prioritas utama adalah keluarga–keluarga yang tergolong resiko

tinggi dalam bidang kesehatan, meliputi:

a. Keluarga dengan anggota keluarga dalam masa usia subur, dengan

masalah seperti tingkat sosial ekonomi keluarga rendah.

b. Keluarga dengan ibu dengan resiko tinggi kebidanan.

c. Keluarga dimana anak menjadi resiko tinggi, misalnya anak yang lahir

prematur/BBLR.

d. Keluarga mempunyai masalah dalam hubungan antara anggota.

2. Struktur Keluarga

Struktur keluarga menurut Effendy (1995) terdiri dari bermacam-

macam, diantaranya adalah:

a. Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara dan

sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui

jalur garis ayah.

b. Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara

sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui

jalur garis ibu.


c. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga

sedarah istri.

d. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga

sedarah suami.

e. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi

pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian

keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

3. Bentuk Keluarga

Dalam Friedman (1998) mengutip dari Sussman (1974) dan Macklin

(1988) membagi bentuk-bentuk keluarga menjadi dua yaitu:

a. Bentuk Keluarga Tradisional

1) Keluarga Inti

Karier ganda, suami, istri, dan anak hidup dalam rumah tangga yang

sama.

a) Keluarga-keluarga yang melakukan perkawinan yang pertama.

b) Keluarga-keluarga orang tua campuran atau orang tua tiri.

2) Pasangan Inti

Suami dan Istri saja tanpa anak, atau tidak ada anak yang tinggal

bersama mereka.
a) Karier tunggal.

b) Keduanya berkarier.

(1) Karier istri terus berlangsung.

(2) Karier istri terganggu.

3) Keluarga dengan orang tua tunggal.

Satu yang mengepalai sebagai konsekuensi dari perceraian,

ditinggalkan atau pisah.

a) Bekerja/berkarier.

b) Tidak bekerja.

4) Bujangan dewasa yang tinggal sendirian.

5) Keluarga besar tiga generasi.

Mungkin menjadi ciri dari bentuk keluarga tertentu (1, 2, atau nomor

3 di atas) hidup dalam sebuah rumah tangga biasa.

6) Pasangan usia pertengahan atau lansia.

Suami sebagai pencari nafkah, istri tinggal di rumah (anak sudah

kuliah, bekerja ).

7) Jaringan keluarga besar, dua keluarga inti atau lebih dari kerabat

primer atau anggota keluarga yang tidak menikah hidup berdekatan

dalam daerah geografis dan dalam sistem tukar-menukar barang dan

jasa.

b. Bentuk Kelurga Non Tradisional .


1) Keluarga dengan orang tua beranak tanpa menikah, biasanya ibu dan

anak.

2) Pasangan yang memiliki anak tapi tidak menikah, perkawinan atas

dasar hukum umum.

3) Pasangan kumpul kebo, pasangan yang hidup bersama tanpa menikah.

4) Keluarga gay/lesbian, orang-orang yang berjenis kelamin sama yang

hidup bersama sebagai “pasangan yang menikah”.

5) Keluarga komuni, rumah tangga yang terdiri dari lebih dari satu

pasangan monogami dengan anak-anak, secara sama-sama

menggunakan fasilitas, sumber-sumber, dan memiliki pengalaman

yang sama; sosialisasi dari anak merupakan aktivitas kelompok.

Effendy (1995) menyatakan bahwa tipe/bentuk keluarga adalah sebagai

berikut :

a. Keluarga inti (Nuclear family), adalah keluarga yang terdiri dari ayah,

ibu dan anak-anak.

b. Keluarga besar (Extended family), adalah keluarga inti ditambah dengan

sanak saudara.

c. Keluarga berantai (Serial family), adalah keluarga yang terdiri dari

wanita dan pria yang menikah lebih dari 1 kali, dan merupakan satu

keluarga inti.

d. Keluarga berkomposisi, adalah keluarga yang perkawinannya

berpoligami dan hidup secara bersama.


e. Keluarga duda/janda (Single family), adalah keluarga yang terjadi karena

perceraian atau kematian.

f. Keluarga kabitas (Cahabitation), adalah 2 orang menjadi 1 tanpa

pernikahan tapi membentuk suatu keluarga.

4. Peran keluarga

Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal,

sifat, kegiatan, yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi

tertentu.

Berbagai peranan yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut:

a. Peranan ayah: ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperanan

sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman,

sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta

sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

b. Peranan ibu: sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai

peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik

anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan

sosial serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, di samping

itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam

keluarganya.

c. Peranan anak: anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai

dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.


Friedman (1998) membagi struktur peran ke dalam 2 bagian yaitu peran

formal dan peran informal. Peran formal bersifat eksplisif yang berkaitan

dengan setiap posisi formal keluarga yang merupakan sejumlah perilaku

yang kurang lebih bersifat homogen. Keluarga membagi peran secara

merata kepada para anggota keluarga. Peran formal yang standar terdapat

dalam keluarga adalah pencari nafkah, ibu rumah tangga, tukang perbaiki

rumah, sopir, pengasuh anak, manajer keuangan dan tukang masak.

Sedangkan peran informal adalah sebagai berikut:

a. Pendorong

Pendorong memuji, setuju dengan, dan menerima kontribusi dari orang lain.

Akibatnya ia dapat merangkul orang lain dan membuat mereka merasa

bahwa pemikiran mereka penting dan bernilai untuk didengar.

b. Pengharmonis

Pengharmonis menengahi perbedaan yang terdapat di antara para anggota

menghibur menyatukan kembali perbedaan pendapat.

c. Inisiator-Kontributor

Inisiator-kontributor mengemukakan dan mengajukan ide-ide baru atau

cara-cara mengingat masalah-masalah atau tujuan-tujuan kelompok. Kantor

dan Lehr (1975), dalam Friedman (1998) menyatakan tipe peran ini sebagai

“penggerak” peran yang dicirikan oleh inisiasi tindakan.

d. Pendamai
Pendamai (compromiser) merupakan salah satu bagian dari konflik dan

ketidaksepakatan. Pendamai menyatakan posisinya dan mengakui

kesalahannya, atau menawarkan penyelesaian “setengah jalan”.

e. Penghalang

Penghalang cenderung negatif terhadap semua ide yang ditolak tanpa

alasan. Kantor dan Lehr (1975), dalam Friedman (1998) memberikan label

kepada peran ini sebagai oposan.

f. Dominator

Dominator cenderung memaksakan kekuasaan atau superioritas dengan

memanipulasi anggota kelompok tertentu dan membanggakan

kekuasaannya dan bertindak seakan-akan ia mengetahui segala-galanya dan

tampil sempurna.

g. Penyalah

Peran ini sebagai penghalang dan dominator. Penyalah adalah seorang yang

suka memberitahu kesalahan, diktator, dan seorang bos yang mengetahui

semuanya.

h. Pengikut

Seorang pengikut terus mengikuti dari gerakan kelompok, menerima ide-ide

dari orang lain kurang lebih secara pasif, tampil sebagai pendengar dalam

diskusi kelompok dan keputusan kelompok.

i. Pencari pengakuan

Pencari pengakuan berupaya mencari cara apa saja untuk menarik perhatian

kepada dirinya sendiri, perbuatannya, prestasi, dan masalah-masalahnya.


j. Martir

Martir tidak menginginkan apa saja untuk dirinya, ia hanya berkorban

anggota keluarga.

k. Keras hati

Orang yang memainkan peran ini mengumbar secara terus-menerus dan

aktif tentang semua hal yang “benar”, tidak bedanya dengan komputer. Satir

(1975), dalam Friedman (1998) menamakan peran informal ini super

reasonable.

l. Sahabat

Sahabat seorang teman bermain keluarga yang mengikuti kehendak pribadi

dan memaafkan perilaku keluarga tingkah lakunya sendiri tanpa melihat

konsekuensinya. Nampak ia tidak selalu relevan.

m. Kambing hitam keluarga

Kambing hitam keluarga adalah masalah anggota keluarga yang

diidentifikasi dalam keluarga. Sebagai korban atau tempat pelampiasan

ketegangan dan rasa bermusuhan, baik secara jelas maupun tidak. Kambing

hitam berfungsi sebagai tempat penyaluran.

n. Penghibur

Penghibur senantiasa mengagungkan dan mencoba menyenangkan, tidak

pernah tidak setuju, ia termasuk “yang selalu mengiyakan.”

o. Perawat Keluarga
Perawat keluarga adalah orang yang terpanggil untuk merawat dan

mengasuh anggota keluarga lain yang membutuhkannya.

p. Pioner keluarga

Pioner keluarga membawa keluarga pindah ke suatu wilayah asing, dan

dalam pengalaman baru.

q. Distraktor

Distraktor bersifat tidak relevan dengan menunjukkan perilaku yang

menarik perhatian, ia membantu keluarga menghindari atau melupakan

persoalan-persoalan yang menyedihkan dan sulit.

r. Koordinator keluarga

Koordinator keluarga mengorganisasi dan merencanakan kegiatan-kegiatan

keluarga, yang berfungsi mengangkat keterikatan/ keakraban dan

memerangi kepedihan.

s. Penghubung keluarga

Perantara keluarga adalah penghubung, ia (biasanya ibu) mengirim dan

memonitor komunikasi dalam keluarga.

t. Saksi

Peran dari saksi sama dengan “pengikut” kecuali dalam beberapa hal, saksi

lebih pasif. Saksi hanya mengamati, tidak melibatkan dirinya.

5. Fungsi keluarga

Fungsi keluarga adalah hasil atau konseksuensi dari struktur keluarga.

Menurut Friedman (1998) fungsi keluarga antara lain:


a. Fungsi afektif (fungsi pemeliharaan kepribadian)

Fungsi afektif ditujukan untuk stabilitas kepribadian kaum dewasa,

memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya. Keluarga harus

memenuhi kebutuhan-kebutuhan afeksi/kasih sayang dari anggotanya

karena respon afektif dari seorang anggota keluarga memberikan

penghargaan terhadap kehidupan keluarga.

b. Fungsi Sosialisasi

Fungsi sosialisasi menyatakan begitu banyak pengalaman belajar yang

ada dalam keluarga dengan tujuan untuk mengajar anak-anak agar

bagaimana berfungsi dan menerima peran-peran sosial dewasa seperti

suami-ayah dan istri-ibu serta membuat mereka menjadi anggota

masyarakat yang produktif dan juga sebagai penganugerahaan status

anggota keluarga.

c. Fungsi perawatan kesehatan

Menyediakan kebutuhan fisik keluarga yang dipenuhi oleh orang tua

dengan menyediakan pangan, papan dan sandang, perlindungan terhadap

bahaya, perawatan kesehatan dan praktik-praktik sehat (yang

mempengaruhi status kesehatan anggota keluarga secara individual).

d. Fungsi Reproduksi
Menurut Leslie dan Horman (1989), dalam Friedman (1998) menyatakan

salah satu dasar dari keluarga adalah untuk menjamin kontinuitas

keluarga antar generasi dan masyarakat yaitu menyediakan tenaga kerja

(rekruit) bagi masyarakat.

e. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi meliputi tersedianya sumber-sumber dari keluarga

secara cukup (finansial, ruang gerak dan materi) dan pengalokasian

sumber-sumber tersebut yang sesuai melalui proses pengambilan

keputusan.

6. Tugas Perkembangan Keluarga

Teori perkembangan keluarga menguraikan perkembangan keluarga dari

waktu ke waktu dengan membaginya ke dalam satu seri tahap

perkembangan yang diskrit.

Empat asumsi dasar tentang teori perkembangan keluarga, seperti yang

diuraikan oelh Aldous (1978) dalam Friedman (1998) adalah:

a. Keluarga berkembang dan berubah dari waktu ke waktu dengan cara-cara

yang sama dan dapat diprediksi.

b. Karena manusia menjadi matang dan berinteraksi orang lain, mereka

memulai tindakan-tindakan dan juga reaksi-reaksi terhadap tuntutan

lingkungan.
c. Keluarga dan anggotanya melakukan tugas-tugas tertentu yang

ditetapkan oleh mereka sendiri atau oleh konteks budaya dan masyarakat.

d. Terdapat kecenderungan pada keluarga untuk memulai dengan sebuah

awal dan akhir yang kelihatan jelas.

Dalam siklus kehidupan setiap keluarga terdapat tahap-tahap yang dapat

diprediksi. Dalam Friedman (1998), Carter dan McGoldrick (1988)

membuat model enam tahap perkembangan siklus kehidupan keluarga,

yaitu:

Tahap I Keluarga antara (dewasa muda yang belum kawin)

Tahap II Penyatuan keluarga melalui perkawinan (pasangan yang

baru menikah)

Tahap III Keluarga dengan anak kecil (masa bayi hingga usia

sekolah)

Tahap IV Keluarga dengan anak remaja

Tahap V Keluarga melepaskan anak dan pindah

Tahap VI Keluarga dalam kehidupan terakhir

Friedman (1998) menyatakan bahwa formulasi tahap-tahap

perkembangan kehidupan keluarga yang paling banyak digunakan adalah 8


tahap siklus kehidupan keluarga dari Duvall (1977). Dalam Friedman

(1998) yang diadaptasi dari Duvall (1977), Duval dan Miller (1985)

menyebutkan 8 tahap kehidupan keluarga:

Tahap I Keluarga pemula (juga menunjuk pasangan menikah atau

tahap pernikahan)

Tahap II Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua adalah bayi

sampai 30 bulan)

Tahap III Keluarga dengan anak usia prasekolah (anak tertua berumur

2 tahun hingga 6 tahun)

Tahap IV Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua 6 tahun

hingga 13 tahun)

Tahap V Keluarga dengan anak remaja (anak berumur 13 tahun

hingga 20 tahun)

Tahap VI Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda (mencakup

anak pertama sampai anak terakhir yang meninggalkan

rumah)

Tahap VII Orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan, pensiunan)

Tahap VIII Keluarga dalam masa pensiun dan lansia (juga menunjuk

kepada anggota keluarga yang berusia lanjut atau pensiun

hingga pasangan yang sudah meninggal dunia.


“Tahap antara” dari tipologi Carter dan McGoldrich ditambahkan pada

model siklus kehidupan 8 tahap dari Duvall dan Miller untuk memberikan

gambaran yang komprehensif tentang perubahan kehidupan keluarga. Tahap

ini menunjuk ke masa di mana individu berumur 20 tahunan yang telah

mandiri secara finansial dan secara fisik telah meninggalkan keluarganya

namun belum berkeluarga. Tugas perkembangan pada tahap ini bersifat

individual bukan berorientasi pada keluarga.(Feidman, 1998)

Tiga tugas perkembangan keluarga dalam tahap antara yang

dicantumkan oleh Carter dan McGoldrich (1988), dalam Fiedman (1998)

yaitu:

1. Pembedaan diri dalam hubungannya dengan keluarga asalnya.

2. Menjalin hubungan dengan teman sebaya yang akrab.

3. Pembentukan diri yang berhubungan dengan kemandirian pekerjaan dan

finansial.

Tahap I: Keluarga pemula.

Perkawinan dari sepasang insan menandai bermulanya sebuah keluarga baru

dan perpindahan dari keluarga asal atau status lajang ke hubungan baru yang

intim. Membangun perkawinan yang saling memuaskan, menghubungkan

jaringan persaudaraan secara harmonis, dan keluarga berencana merupakan

tiga tugas perkembangan yang penting dalam masa ini. (Friedman, 1998

yang mengutip dari Carter dan McGoldrick, 1988)


Tahap II: Keluarga yang sedang mengasuh anak.

Tahap kedua dimulai dengan kelahiran anak pertama hingga bayi berusia 30

tahun. Setelah lahir anak pertama, keluarga mempunyai beberapa tugas

perkembangan yang penting, yaitu membentuk keluarga muda sebagai

sebuah unit yang mantap (mengintegrasikan bayi baru kedalam keluarga),

rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan

anggota keluarga. (Friedman, 1998 yang mengutip dari Carter dan

McGoldrick, 1988)

Tahap III: keluarga dengan anak usia prasekolah

Siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama berusia 2½ tahun

dan berakhir ketika anak berusia 5 tahun. Tugas perkembangan pada tahap

ini adalah:

a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang bermain,

privasi, keamanan.

b. Mensosialisasikan anak.

c. Mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi kebutuhan

anak-anak yang lain.

d. Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga (hubungan

perkawinan dan hubungan orang tua dan anak) di luar keluarga (keluarga
besar dan komunitas) (Friedman, 1998 yang mengutip dari Carter dan

McGoldrick, 1988).

Tahap IV: Keluarga dengan anak usia sekolah

Tahap ini dimulai ketika anak pertama telah berusia 6 tahun dan mulai

masuk sekolah dasar dan berakhir pada usia 13 tahun, awal dari masa

remaja. Mensosialisasikan anak-anak (termasuk meningkatkan prestasi

sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sehat,

mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan, memenuhi

kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga, termasuk tugas perkembangan

dalam tahap ini. (Friedman, 1998 yang mengutip dari Carter dan

McGoldrick, 1988)

Tahap V: Keluarga dengan anak remaja

Ketika anak pertama melewati umur 13 tahun, tahap kelima dari siklus

kehidupan keluarga dimulai. Tahap ini berlangsung selama 6 hingga 7 tahun

dengan tugas perkembangan antara lain menyeimbangkan kebebasan

dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan semakin

mandiri, memfokuskan kembali hubungan perkawinan, berkomunikasi

secara terbuka antara orang tua dan anak-anak. (Friedman, 1998 yang

mengutip dari Carter dan McGoldrick, 1988)


Tahap VI: Keluarga yang melepaskan anak usia muda

Permulaan dari tahap kehidupan keluarga ini ditandai oleh anak pertama

meninggalkan rumah orang tua dan berakhir dengan “rumah kosong”, ketika

anak terakhir meninggalkan rumah.Tugas perkembangan tahap ini adalah

memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru

yang didapatkan melalui perkawinan anak-anak, melanjutkan untuk

memperbaharui dan menyesuaikan kembali hubungan perkawinan,

membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari istri maupun suami.

(Friedman, 1998 yang mengutip dari Carter dan McGoldrick, 1988)

Tahap VII: Orang tua usia pertengahan

Tahap ini dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir

pada saat pensiun atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini memiliki

tugas perkembangan yaitu menyediakan lingkungan yang meningkatkan

kesehatan, mempertahankan hubungan-hubungan yang memuaskan dan

penuh arti dengan para orang tua, memperkokoh hubungan perkawinan.

(Friedman, 1998 yang mengutip dari Carter dan McGoldrick, 1988)


Tahap VIII: Keluarga dalam masa pensiun dan lansia

Dalam Friedman (1998), yang mengutip dari Duvall dan Miller (1985)

menyatakan bahwa tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan

salah satu atau kedua pasangan memasuki masa pensiun, terus berlangsung

hingga salah satu pasangan meninggal dan berakhir dengan pasangan lain

meninggal. Tugas perkembangan dalam tahap ini adalah:

a. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.

b. Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun.

c. Mempertahankan hubungan perkawinan.

d. Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan.

e. Mempertahankan ikatan keluarga antar generasi.

f. Meneruskan untuk memahami eksistensi mereka (penelaahan dan

integrasi hidup) (Friedman, 1998 yang mengutip dari Carter dan

McGoldrick, 1988).

7. Model Konseptual Asuhan Keperawatan Keluarga

Meleis (1985), dalam Friedman (1998) menyatakan bahwa keperawatan

telah beranjak dari suatu bidang pekerjaan yang didasarkan pada teknik ke

disiplin ilmu dengan paradigma-paradigma atau kumpulan teori yang

bersaing. Meskipun semua teori keperawatan diawali dengan teori-teori

yang berorientasi pada individu dan menganggap keluarga hanya sebagai

bagian dari konteks pasien, para ahli dan teori lainnya telah menguraikan
dan mendefinisikan ulang teori keperawatan yang utama mereka cenderung

meningkatkan fokus mereka pada keluarga (Friedman, 1998 yang mengutip

dari Whall, 1986).

Friedman (1998) menyebutkan bahwa lima dari teori dan model

keperawatan yang utama secara singkat diuraikan berkenaan dengan

bagaimana keluarga dimasukkan dalam model tersebut dan relevansi model

terhadap keperawatan keluarga.

a. Model Sistem dari Neuman

Pada publikasi Neuman tahun 1970-an tentang model sistemnya, ia tidak

membahas keluarga. Dalam kompilasi akhir dari bab tentang model

Neuman, disunting oleh Neuman (1982), model tersebut diperluas yang

berhubungan dengan keluarga sehingga penerima asuhan keperawatan

termasuk keluarga. Dua bab dari naskah yang terakhir ini menerapkan

model dari Neuman untuk sistem. Keluarga dan terapi keluarga . Dalam

bab ini keluarga diuraikan sebagai target yang tepat baik untuk

pengkajian dan intervensi primer, sekunder dan tertier. Proses

keperawatan digunakan sebagai penghubung antara teori keluarga dan

praktik keperawatan (Fawcett, 1984 yang dikutip oleh Friedman, 1998)

b. Model perawatan diri dari Orem

Teori Orem tentang perawatan diri, kurangnya perawatan diri. Sistem

keperawatan berorentasi pada individu. Individu (klien) dianggap sebagai


penerima asuhan keperawatan yang terutama. Keluarga dipandang

sebagai faktor syarat dasar bagi anggota keluarga (klien), atau sebagai

konteks utama dimana individu berfungsi. Perawat juga membantu

pemberi perawatan yang tidak mandiri (anggota keluarga dewasa yang

merawat individu yang tidak mandiri) dan dalam melaksanakan tugas ini

mereka dianggap sebagai individu dari pada keluarga atau subsistem

keluarga (Orem, 1983, yang dikutip oleh Friedman, 1998)

Dalam Friedman (1998), Chin (1985) mengatakan bahwa satu alasan

mengapa terhadap kekurangan dari kemampuan penerapan model dan

Orem pada keluarga sebagai unit adalah syarat-syarat perawatan diri bagi

keluarga berbeda dengan untuk individu. Ia menyatakan bahwa fungsi

universal dari keluarga menjadi dasar untuk syarat perawatan diri

keluarga.

c. Model sistem terbuka dari King

Friedman (1998) yang mengutip dari Whall (1986) menyebutkan bahwa

dalam buku King tahun 1981, keluarga sudah dibahas secara luas, King

memandang keluarga sebagai sistem sosial dan konsep utama dalam

modelnya. Keluarga diperlakukan baik sebagai konteks maupun klien.

Dijelaskan bahwa “Teori pencapaian tujuan bermanfaat bagi perawat bila

terpanggil untuk membantu keluarga dalam memelihara kesehatan

mereka atau mengatasi masalah atau keadaan sulit”. King terus


menguraikan modelnya sebagai perawat untuk membantu anggota

keluarga menyusun tujuan untuk mengatasi masalah dan mengambil

keputusan karena model tersebut berorientasi pada sistem dan interaksi

dengan perluasan isi keluarga yang lebih jauh.

d. Model Adaptasi dari Roy

Dengan menguraikan model adapatasinya dan bagaimana keluarga

dimasukkan, Roy menjelaskan bahwa keluarga dan juga individu,

kelompok, organisasi sosial, serta komunitas dapat dijadikan unit analisis

dan fokus perawatan , karena para perawat mengkaji orang sebagai

sistem yang adaptif, mereka perlu mengkaji keluarga bila keluarga

merupakan fokus perawatan “Intervensi keperawatan mempertinggi

stimuli (fokal, kontekstual dan residual) untuk meningkatkan adaptasi

dari sistem keluarga “ (Roy, 1983, hal 275 dikutip oleh Friedman, 1998)

Dalam Friedman (1998), menurut Mc Cubbin dan Figley (1983), Roy

mengatakan bahwa masalah keperawatan melibatkan mekanisme koping

yang tidak efektif, yang menyebabkan respons yang tidak efektif,

merusak integritas individu tersebut, gagasan ini dapat diperluas hingga

ke unit keluarga, dimana pola koping keluarga yang tidak efektif

menimbulkan masalah-masalah yang berhubungan dengan fungsi

keluarga.
e. Model Proses Kehidupan dari Roger

Dalam teori Roger fokus dari keperawatan adalah pada proses kehidupan

umat manusia. Pada tahun 1983, ia menegaskan bahwa model

konseptualnya dapat diterapkan pada keluarga sama seperti pada

individu. Bagi Roger, keluarga dikonseptualisasikan sebagai suatu

bidang energi keluarga yang tidak bisa dikurangi, bersifat 4 dimensi,

negentropik yang menjadi fokus studi dalam keperawatan. (Friedman,

1998)

Dalam Friedman (1998), menurut Whall (1981) secara jelas

memperlihatkan kongruensi dan aplikabilitas teori Roger untuk

pengkajian keluarga yang mengilustrasikan hal ini dengan menggunakan

konsep Roger tentang saling melengkapi, resonasi dan helicy untuk

menguraikan sistem keluarga.

B. KEPERAWATAN KESEHATAN KELUARGA

Menurut Bailon dan Maglaya (1978), dalam Friedman (1998),

perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan

masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau

kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagai tujuan melalui perawatan

sebagai saran/penyalur.
1. Keluarga sebagai unit pelayanan yang dirawat

Keluarga dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan

keluarga saling berkaitan dan saling mempengaruhi antara sesama anggota

keluarga dan akan mempengaruhi antara sesama anggota keluarga dan akan

mempengaruhi pula keluarga-keluarga disekitarnya atau masyarakat secara

keseluruhan.(Effendy, 1995)

2. Alasan keluarga sebagai unit pelayanan

Dalam Effendy (1995), yang mengutip dari Freeman (1981) menyatakan

alasan keluarga sebagai unit pelayanan adalah:

a. Keluarga sebagai unit utama masyarakat dan merupakan lembaga yang

menyangkut kehidupan masyarakat.

b. Keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan, mencegah,

mengabaikan atau memperbaiki masalah masalah kesehatan dalam

kelompoknya.

c. Masalah-masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan, dan apabila

salah satu anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan akan

berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.

d. Dalam memelihara kesehatan anggota keluarga sebagai individu (pasien)

keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan dalam memelihara

kesehatan para anggotanya.


e. Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk berbagai

upaya kesehatan masyarakat.

3. Keluarga sebagai pasien

Effendy (1995) menyebutkan bahwa dalam melihat keluarga sebagai

pasien ada beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan oleh perawat,

diantaranya adalah:

a. Setiap keluarga mempunyai cara unik dalam menghadapi masalah

kesehatan para anggotanya.

b. Memperhatikan perbedaan dari tiap-tiap keluarga, dari berbagai segi;

1) Pola komunikasi.

2) Pengambilan keputusan.

3) Sikap dan nilai-nilai dalam keluarga.

4) Kebudayaan.

5) Gaya hidup.

c. Keluarga daerah perkotaan akan berbeda dengan keluarga di daerah

pedesaan.

d. Kemandirian dari tiap-tiap keluarga.

4. Penyakit dan kemiskinan dalam keluarga

Dalam memberikan asuhan perawat terhadap keluarga, lebih ditekankan

kepada keluarga-keluarga dengan keadaan sosial perekonomian yang


rendah. Keadaan sosial ekonomi yang rendah pada umumnya berkaitan erat

dengan berbagai masalah kesehatan yang mereka hadapi disebabkan karena

ketidakmampuan dan ketidaktahuan dalam mengatasi berbagai masalah

yang mereka hadapi. Masalah kemiskinan akan sangat mengurangi

kebutuhan-kebutuhan keluarga mereka terhadap gizi, perumahan, dan

lingkungan yang sehat, pendidikan dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Jelas

kesemuanya itu akan dengan mudah dapat menimbulkan penyakit (Effendy,

1995).

5. Pengambilan Keputusan dalam Perawatan Kesehatan Keluarga

Effendy (1995) menyebutkan bahwa dalam mengatasi masalah

kesehatan yang terjadi pada keluarga, yang mengambil keputusan dalam

pemecahannya adalah tetap kepala keluarga atau anggota keluarga yang

dituakan. Merekalah yang menentukan masalah dan kebutuhan keluarga.

Dasar pengambil keputusan tersebut adalah :

a. Hak dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga.

b. Kewenangan dan otoritas yang telah diakui oleh masing-masing anggota

keluarga.

c. Hak dalam menentukan masalah dan kebutuhan pelayanan terhadap

keluarga/anggota keluarga yang bermasalah.

6. Beban Kasus Dalam Asuhan Keperawatan Kesehatan Keluarga


Effendy (1995) menyebutkan bahwa beban kasus keluarga (family case

load) adalah jumlah dan macam kasus dalam keluarga yang dibina oleh

seorang perawat dalam jangka waktu tertentu. Jumlah dan macam kasus

dalam keluarga dapat berubah setiap saat, apakah itu kasus keluarga baru

atau keluarga lama berkurang, keadaan ini sangat tergantung kepada

masalah dan kebutuhan keluarga akan asuhan keperawatan yang diberikan

oleh perawat yang melakukan asuhan perawatan kesehatan keluarga di suatu

wilayah yang menjadi tanggung jawabnya.

7. Keluarga Kelompok Resiko Tinggi

Effendy (1995) menyebutkan bahwa dalam melaksanakan asuhan

perawatan kesehatan keluarga, yang menjadi prioritas utama adalah

keluarga-keluarga yang tergolong resiko tinggi dalam bidang kesehatan,

meliputi:

a. Keluarga dengan anggota keluarga dalam masa usia subur dengan

masalah sebagai berikut:

1) Tingkat sosial ekonomi keluarga rendah.

2) Keluarga kurang atau tidak mampu mengatasi masalah kesehatan

sendiri.

3) Keluarga dengan keturunan yang kurang baik/keluarga dengan

penyakit keturunan.

b. Keluarga dengan ibu dengan risiko tinggi kebidanan. Waktu hamil:

1) Umur ibu (16 tahun atau lebih 35 tahun).


2) Menderita kekurangan gizi/anemia.

3) Menderita hipertensi.

4) Primipara atau multipara.

5) Riwayat persalinan dengan komplikasi.

c. Keluarga dimana anak menjadi risiko tinggi, karena:

1) Lahir prematur/BBLR.

2) Berat badan sukar naik.

3) Lahir dengan cacat bawaan.

4) ASI ibu kurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi.

5) Ibu menderita penyakit menular yang dapat mengancam bayi atau

anaknya.

d. Keluarga mempunyai masalah dalam hubungan antara anggota keluarga:

1) Anak yang tidak dikehendaki dan pernah dicoba untuk digugurkan.

2) Tidak ada kesesuaian pendapat antara anggota keluarga dan sering

timbul cekcok dan ketegangan.

3) Ada anggota keluarga yang sering sakit.

4) Salah satu orangtua (suami/istri) meninggal, cerai, atau lari

meninggalkan keluarga.

8. Kesehatan Keluarga Sebagai Tujuan Keperawatan Kesehatan

Keluarga

Peningkatan status kesehatan keluarga merupakan tujuan yang ingin

dicapai dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, agar


keluarga tersebut dapat meningkatkan produktivitasnya, bila produktivitas

keluarga meningkat diharapkan kesejahteraan keluarga akan meningkat

pula.(Effendy, 1995)

9. Tujuan Perawatan Kesehatan Keluarga

Effendy (1995) tujuan utama dalam memberikan asuhan perawatan

kesehatan keluarga adalah:

a. Tujuan umum:

Untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam memelihara kesehatan

keluarga mereka sehingga dapat meningkatkan status kesehatan

keluarganya.

b. Tujuan khusus:

1) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi masalah

kesehatan yang dihadapi oleh keluarga.

2) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam menanggulangi masalah-

masalah kesehatan dasar dalam keluarga.

3) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan yang

tepat dalam mengatasi masalah kesehatan para anggotanya.

4) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan

keperawatan terhadap anggota keluarga yang sakit dan dalam

mengatasi masalah kesehatan anggota keluarganya.

5) Meningkatkan produktivitas keluarga dalam meningkatkan mutu

hidupnya.
10. Tugas-Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan

Untuk dapat mencapai tujuan asuhan keperawatan kesehatan keluarga,

keluarga mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan para

anggotanya dan saling memelihara. Freeman (1981) membagi tugas

kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga, yaitu:

a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya.

b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.

c. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, dan

yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya

terlalu muda.

d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan

dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.

e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-

lembaga kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik

fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada. (Effendy, 1995)

11. Perawatan Sebagai Sarana

Untuk dapat mencapai tujuan perawatan kesehatan keluarga, asuhan

keperawatan yang diberikan merupakan sarana yang digunakan untuk

mencapai tujuan tersebut. Hal itu sangat tergantung kepada perawat yang

memberikan asuhan keperawatan yang bermutu kepada keluarga dalam

mempengaruhi keluarga untuk lebih dapat mengenal dan melaksanakan

tugas-tugasnya dalam bidang kesehatan.


Dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap keluarga, perawat

tidak dapat bekerja sendiri, melainkan bekerja secara tim dan bekerja

sama dengan profesi lain untuk dapat mencapai tujuan asuhan perawatan

keluarga. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat bekerjasama

dengan dokter, penilik kesehatan, ahli gizi, pekerja sosial dan sebagainya

yang bekerja sebagai tim untuk meningkatkan kesehatan keluarga.

(Effendy, 1995)

12. Peranan Perawat Dalam Memberikan Asuhan Perawatan Kesehatan

Keluarga

Effendy (1995) menyebutkan bahwa dalam memberikan asuhan

perawatan kesehatan keluarga, ada beberapa peranan yang dapat dilakukan

oleh perawat antara lain adalah:

a. Memberikan asuhan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit.

b. Pengenal/pengamat masalah dan kebutuhan kesehatah keluarga.

c. Koordinator Pelayanan kesehatan dan keperawatan kesehatan keluarga.

d. Fasilitator, menjadikan pelayanan kesehatan itu mudah dijangkau dan

perawat dengan mudah menampung permasalahan yang dihadapi

keluarga dan membantu mencarikan jalan pemecahannya.

e. Pendidik kesehatan, perawat dapat berperan sebagai pendidik untuk

merubah perilaku keluarga dari perilaku tidak sehat menjadi perilaku

sehat.
f. Penyuluh dan konsultan, perawat dan berperan dalam memberikan

petunjuk tentang asuhan perawatan dasar terhadap keluarga di samping

menjadi penasehat dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan

keluarga.

13. Hambatan–Hambatan yang Sering Dihadapi dalam Memecahkan

Masalah Kesehatan Keluarga

Hambatan yang paling besar dihadapi perawat dalam memberikan

asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah:

a. Hambatan dari keluarga

1) Pendidikan keluarga yang rendah.

2) Keterbatasan sumber daya keluarga.

3) Kebiasaan yang melekat.

4) Sosial budaya yang tidak menunjang.

b. Hambatan dari perawat

1) Sarana dan prasarana yang tidak menunjang dan mencukupi.

2) Kondisi alam.

3) Kesulitan dalam berkomunikasi.

4) Keterbatasan pengetahuan perawat tentang kultur keluarga (Effendy,

1995).
14. Prinsip-Prinsip Perawatan Keluarga

Menurut Effendy (1995) ada beberapa prinsip penting yang perlu

diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga,

adalah:

a. Keluarga sebagai unit atau satu kesatuan dalam pelayanan kesehatan.

b. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, sehat

sebagai tujuan utama.

c. Asuhan keperawatan yang diberikan sebagai sarana dalam mencapai

peningkatan kesehatan keluarga.

d. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, perawat

melibatkan peran serta aktif seluruh keluarga dalam merumuskan

masalah dan kebutuhan keluarga dalam mengatasi masalah dan

kebutuhan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatannya.

e. Lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bersifat promotif dan

preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.

f. Dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga

memanfaatkan sumber daya keluarga semaksimal mungkin untuk

kepentingan kesehatan keluarga.

g. Sasaran asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah keluarga secara

keseluruhan.

h. Pendekatan yang dipergunakan dalam memberikan asuhan perawatan

kesehatan keluarga adalah pendekatan pemecahan masalah dengan

menggunakan proses keperawatan.


i. Kegiatan utama dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan

keluarga adalah penyuluhan kesehatan dan asuhan perawatan kesehatan

dasar/perawatan di rumah.

j. Diutamakan terhadap keluarga yang termasuk risiko tinggi.

15. Langkah-Langkah Dalam Perawatan Kesehatan Keluarga

Dalam melaksanakan asuhan perawatan kesehatan keluarga ada

beberapa langkah yang harus dilakukan oleh perawat, sebagai berikut:

a. Membina hubungan kerja sama yang baik dengan keluarga dengan cara:

a. Mengadakan kontak dengan keluarga.

b. Menyampaikan maksud dan tujuan serta minat untuk membantu

keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan mereka.

c. Menyatakan kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan-

kebutuhan kesehatan yang dirasakan keluarga.

d. Membina komunikasi dua arah dengan keluarga.

b. Melaksanakan pengkajian untuk menentukan adanya masalah kesehatan

keluarga.

c. Menganalisa data keluaga untuk menentukan masalah-masalah

kesehatan keluarga.

d. Menggolongkan masalah kesehatan keluarga, berdasarkan sifat masalah

kesehatan keluarga;

a. Ancaman kesehatan.

b. Keadaan sakit atau kurang sehat.


c. Situasi krisis.

e. Menentukan sifat dan luasnya masalah dan kesanggupan keluarga untuk

melaksanakan tugas-tugas keluarga dalam bidang kesehatan.

f. Menentukan/menyusun skala prioritas masalah kesehatan dan

keperawatan keluarga dengan mempertimbangkan:

a. Sifat masalah.

b. Kemungkinan masalah untuk diubah.

c. Potensi menghindari masalah.

d. Persepsi keluarga terhadap masalah.

g. Menyusun rencana asuhan perawatan kesehatan dan perawatan keluarga

sesuai dengan urutan prioritas

a. Menentukan tujuan yang realistis.

b. Merencanakan pendekatan dan tindakan.

c. Menyusun standar dan kriteria avaluasi.

h. Melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan keluarga sesuai dengan

rencana yang disusun.

i. Melaksanakan evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang

dilakukan.

j. Meninjau kembali masalah keperawatan dan kesehatan yang belum

dapat teratasi dan merumuskan kembali rencana asuhan keperawatan

yang baru. (Effendy, 1995)


C. KONSEP DASAR TEORI IMUNISASI

a. Pengertian

Imunisasi berasal dari kata imunne yang artinya kebal, sehingga

imunisasi dapat di definisikan sebagai suatu pencegahan dengan cara

sengaja memberikan perlindungan (kekebalan) kepada seseorang dengan

cara memasukkan vaksin kedalam tubuh. Dengan pemberian vaksin ini

diharapkan bila orang tersebut terpapar dengan kuman atau agen penyakit

akan membrikan reaksi sehingga orang tersebut tidak menjadi sakit atau

sakitnya ringan sehingga tidak sampai menimbulkan kecacatan atau tidak

sampai meninggal.

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan

seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia

terkena antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit (Ranuh,2008).

Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja

memasukkan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga

tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu. Sistem imun tubuh

mempunyai suatu sistem memori (daya ingat), ketika vaksin masuk

kedalam tubuh, maka akan dibentuk antibodi untuk melawan vaksin

tersebut dan sistem memori akan menyimpannya sebagai suatu

pengalaman. Jika nantinya tubuh terpapar dua atau tiga kali oleh antigen

yang sama dengan vaksin maka antibodi akan tercipta lebih kuat dari

vaksin yang pernah dihadapi sebelumnya (Atikah,2010).


Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja

memasukkan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga

tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu. (Proverawati, 2010).

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan

anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat

anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. (Alimul, 2009).

b. Tujuan Imunisasi

1) Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi

agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang

disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit. (Proverawati, 2010

2) Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal

terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan

mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang

dapat dicegah dengan imunisasi. (Alimul, 2009).

c. Manfaat Imunisasi

1) Untuk Anak

Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan

kemungkinan cacat atau kematian.

2) Untuk Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.

Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa

anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.

3) Untuk Negara

Memperbaiki tingkat kesehatan, mrnciptakan bangsa yang kuat dan

berakal untuk melanjutkan pembangunan negara. (Proverawati, 2010).

d. Jenis-jenis Imunisasi

Imunisasi telah dipersiapkan sedemikian rupa agar tidak menimbulkan

efek-efek yang merugikan. Imunisasi ada 2 macam, yaitu:

1) Imunisasi aktif

Merupakan suatu pemberian bibit penyakit yang telah dilemahkan

(vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan

memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika

terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan merespon.

2) Imunisasi pasif

Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara

pemberian zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui

suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia

(kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui placenta) atau binatang

yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam

tubuh yang terinfeksi (Atikah,2010).


e. Macam-macam Imunisasi

1) Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin)

Bacillus Calmette Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari

Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga

didapatkan hasil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai

imunogenitas. Vaksinasi BCGmenimbulkan sensitivitas terhadap

tuberkulin, tidak mencegah infeksi tuberkulosis tetapi mengurangi

risiko terjadi tuberkulosis berat seperti meningitis TB dan tuberkulosis

milier (Ranuh,2008).

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya

penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer

atau yang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi

BCG, pencegahan imunisasi BCG untuk TBC yang berat seperti TBC

selaput otak, TBC Milier (pada seluruh lapangan paru) atau TBC

tulang. Imunisasi BCG ini merupakan vaksin yang mengandung

kuman TBC yang telah dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi

BCG adalah satu kali dan pemberian imunisasi BCG pada umur 0-11

bulan, akan tetapi pada umumnya diberikan pada bayi umur 2 atau 3

bulan, kemudian cara pemberian imunisasi BCG melalui intrdermal,

efek samping pada BCG dapat terjadi ulkus pada daerah suntikan dan

dapat terjadi limfadenitis regional, dan reaksi panas.

Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan

kuman Micobacterium Tuberculosis yang mempunyai sifat tahan


terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut Basil Tahan Asam

(BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi

dapat bertahan hidup beberapa jam di temapat gelap dan lembab

(RSPI, 2003). Tuberkulosis (TB) di Indonesia menduduki urutan

ketiga sebagai penyebab kematian setelah jantung dan saluran

pernafasan (Bambang Supriatno, dkk, 2002).

Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi

karena terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC.

Kuman ini dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru

(paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati,

atau selaput otak (yang terberat) (Theophilus, 2000).

Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang

baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya

dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup

diberikan satu kali saja. Bila pemberian imunisasi ini “berhasil,” maka

setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul benjolan

kecil. Karena luka suntikan meninggalkan bekas, maka pada bayi

perempuan, suntikan sebaiknya dilakukan di paha kanan atas. Biasanya

setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita demam

(Theophilus, 2000).

Vaksin BCG berbentuk bubuk kering harus dilarutkn dengan 4 cc

NaCl 0,9%. Setelah dilarutkan harus segera diapakai dalam waktu 3


jam, sisanya dibuang. Penyimpana pada suhu < 5ºC terhidar dari sinar

matahari.

a) Jumlah Pemberian:

Cukup 1 kali saja, tak perlu diulang (booster). Sebab, vaksin BCG

berisi kuman hidup sehingga antibodi yang dihasilkannya tinggi

terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, hingga

memerlukan pengulangan.

b) Usia Pemberian:

Di bawah 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan,

disarankan tes Mantoux (tuberkulin) dahulu untuk mengetahui

apakah si bayi sudah kemasukan kuman Mycobacterium

tuberculosis atau belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil tesnya

negatif. Jika ada penderita TB yang tinggal serumah atau sering

bertandang ke rumah, segera setelah lahir si kecil diimunisasi BCG

c) Lokasi Penyuntikan:

Lengan kanan atas, sesuai anjuran WHO. Meski ada juga petugas

medis yang melakukan penyuntikan di paha.

d) Efek Samping:

Umumnya tidak ada. Namun pada beberapa anak timbul

pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak atau leher bagian

bawah (atau di selangkangan bila penyuntikan dilakukan di paha).

Biasanya akan sembuh sendiri.


e) Tanda Keberhasilan:

Muncul bisul kecil dan bernanah di daerah bekas suntikan setelah

4-6 minggu. Tidak menimbulkan nyeri dan tak diiringi panas. Bisul

akan sembuh sendiri dan meninggalkan luka parut.Jikapun bisul

tak muncul, tak usah cemas. Bisa saja dikarenakan cara

penyuntikan yang salah, mengingat cara menyuntikkannya perlu

keahlian khusus karena vaksin harus masuk ke dalam kulit.

Apalagi bila dilakukan di paha, proses menyuntikkannya lebih sulit

karena lapisan lemak di bawah kulit paha umumnya lebih

tebal.Jadi, meski bisul tak muncul, antibodi tetap terbentuk, hanya

saja dalam kadar rendah. Imunisasi pun tak perlu diulang, karena di

daerah endemis TB, infeksi alamiah akan selalu ada. Dengan kata

lain, anak akan mendapat vaksinasi alamiah.

f) Indikasi Kontra:

Tak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau

menunjukkan Mantoux positif.

g) Cara penyuntikan BCG

 Bersihkan lengan dengan kapas air

 Letakkan jarum hampir sejajar dengan lengan anak dengan

ujung jarum yang berluban menghadap keatas.

 Suntikan 0,05 ml intra kutan


2) Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus)

Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus) adalah vaksin yang terdiri

dari toxoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertusis

yang telah diinaktivasi (Departemen Kesehatan RI,2006)

Imunisasi DPT adalah suatu vaksin yang melindungi terhadap

difteri, pertusis, dan tetanus. Difteri disebabkan bakteri yang

menyerang temggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang

serius atau fatal. Penyakit ini mudah menular melalui batuk atau

bersin. Pertusis (batuk rejan) adalah infeksi bakteri pada saluran udara

yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan

yang melengking. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius,

seperti peneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi

bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang.

Vaksin ini diberikan 5 kali pada usia 2,4,6,18, bulan dan 5 tahun.

Cara pemberian imunisasi DPT melalui intramuscular. Efek

samping pada DPT mempunyai efek ringan dan efek berat, efek ringan

seperti pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan, demam.

Sedangkan efek berat dapat menangis hebat kesakitan kurang lebih 4

jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati, dan shock.

Terdiri dari :

a) Toxoid difteri raccun yang dilemahkan Bordittela pertusis

bakteri yang dilemahkan.


b) Toxoid tetanus racun yang lemahkan (+) aluminium fosfat

dan mertiolat.

Merupakan vaksin cair, jika didiamkan sdikit berkabut, dan terdapat

endapan putih di dasarnya. Dosis 0,5 ml secara intramuscular di bagian

luar paha. Vaksin mengandung Alumunium fosfat, jika diberika

subkutan menimbulkan peradangan dan nekrosis setempat.

a) Usia & Jumlah Pemberian

Sebanyak 5 kali; 3 kali di usia bayi (2, 4, 6 bulan), 1 kali di usia

18 bulan, dan 1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun,

diberikan imunisasi TT

b) Efek Samping

Umumnya muncul demam yang dapat diatasi dengan obat

penurun panas. Jika demamnya tinggi dan tak kunjung reda

setelah 2 hari, segera bawa si kecil ke dokter. Namun jika demam

tak muncul, bukan berarti imunisasinya gagal, bisa saja karena

kualitas vaksinnya jelek, misal.

Untuk anak yang memiliki riwayat kejang demam, imunisasi

DTP tetap aman. Kejang demam tak membahayakan, karena si

kecil mengalami kejang hanya ketika demam dan tak akan

mengalami kejang lagi setelah demamnya hilang. Jikapun

orangtua tetap khawatir, si kecil dapat diberikan vaksin DTP

asesular yang tak menimbulkan demam. Kalaupun terjadi demam,

umumnya sangat ringan, hanya sekadar sumeng.


c) Indikasi Kontra

Tak dapat diberikan kepada mereka yang kejangnya

disebabkan suatu penyakit seperti epilepsi, menderita kelainan

saraf yang betul-betul berat atau habis dirawat karena infeksi otak,

dan yang alergi terhadap DTP. Mereka hanya boleh menerima

vaksin DT tanpa P karena antigen P inilah yang menyebabkan

panas.

Penyakit DPT yang Berbahaya

a) Difteri

Penyakit difteri disebabkan oleh Corynebacterium Diphtheriae

yaitu bakteri gram-positif yang mengeluarkan toksin (racun) yang

bisa menimbulkan gejala lokal maupun umum. Kuman difteri

sangat ganas dan mudah menular. Gejalanya adalah demam tinggi

dan tampak adanya selaput putih kotor pada tonsil (amandel) yang

dengan cepat meluas dan menutupi jalan napas. Selain itu racun

yang dihasilkan kuman difteri dapat menyerang otot jantung,

ginjal, dan beberapa serabut saraf (Theophilus, 2002; RSPI, 2003).

Penyakit difteri terdapat di seluruh dunia dan masih menjadi

endemik di sejumlah negara berkembang termasuk Indonesia,

kendati jumlahnya makin berkurang. Bakteri disebarkan melalui

batuk, bersin, dan bicara. Jika sudah masuk ke hidung atau mulut,
maka bakteri akan diisolasi di selaput lendir saluran nafas atas.

Dalam masa inkubasi (2 – 4 hari), bakteri akan mengeluarkan

toksin yang menyebabkan nekrosis (kematian sel) pada jaringan

sekitar (Gloria Cyber Ministries, 2001).

Masa inkubasi penyakit ini tergolong cepat yaitu antara 1-6 hari.

Gejala klinisnya tergantung dari tempat terjadinya infeksi, status

imun dan penyebaran toksin. Dilihat secara klinis, difteri bisa

terjadi di hidung, tonsil, laring, faring, laringotrakea, konjungtiva,

kulit, dan genital.

Infeksi difteri bisa menimbulkan kematian jika sudah

komplikasi pada laring dan trakea. Komplikasi biasanya juga

merusak jantung, sistem syaraf dan ginjal. Sebelum hal itu terjadi,

pasien harus segera mendapatkan obat antitoksin difteri dan

antibiotika penisilin dan eritromisin. Selain itu, perlu diberikan

pengobatan suportif dengan istirahat total 2-3 minggu.

Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan

dengan tetanus dan pertusis sebanyak tiga kali sejak bayi berumur

dua bulan dengan selang penyuntikan satu – dua bulan. Imunisasi

ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap difteri, pertusis dan

tetanus secara bersamaan.

b) Pertusis
Pertusis adalah radang pernafasan (paru) disebut juga batuk

rejan atau batuk 100 hari karena lamanya sakit bisa mencapai 3

bulan lebih atau 100 hari. Gejala penyakit ini sangat khas, batuk

yang bertahap, panjang dan lama, disertai bunyi dan diakhiri

dengan muntah. Penyakit ini cukup berbahaya bila menyerang

anak balita, karena mata dapat bengkak dan berdarah atau bahkan

dapat menyebabkan kematian karena kesulitan bernafas(RSUD.

DR. Saiful Anwar, 2002).

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertussis, tetapi

di beberapa daerah kadang-kadang juga oleh Bordetella

Parapertusis (Gloria Cyber Ministries, 2001).

Penyakit ini sangat menular (melalui kontak langsung) pada

populasi yang tidak diimunisasi, bahkan dikatakan penularannya

mencapai 100%. Risiko tertinggi menyerang pada bayi usia enam

bulan ke bawah. Masa inkubasi penyakit ini antara 6-20 hari.

Gejala umumnya dibagi dalam tiga fase yaitu (1) fase kataral

(gejala infeksi saluran nafas), (2) fase serangan (batuk berat

disertai nafas berbunyi) serta (3) fase penyembuhan (batuk

berkurang dan nafas membaik). Jika sudah parah, penyakit ini

menimbulkan komplikasi radang paru (pneumonia) yang menjadi

penyebab sekitar 90% kematian anak usia di bawah tiga tahun.

Selain pneumonia, komplikasi juga menimbulkan kejang dan

turunnya kesadaran akibat berkurangnya oksigen yang masuk ke


otak. Dapat juga timbul komplikasi akibat batuk yang hebat,

seperti: epistaksis, pendarahan sub konjungtiva, ulserasi frenulum.

Mungkin terjadi prolapsus recti dan hernia karena meningginya

tekanan intraabdominal. Muntah-muntah yang hebat menimbulkan

emasiasi (kurus) dan gangguan keseimbangan elektrolit, enfisema

dan bronkiektas.

Untuk mencegah timbulnya penyakit, anak perlu mendapat

vaksinasi pertusis. Vaksin ini dikembangkan sejak 60 tahun lalu

dan mulai dipakai efektif di dunia tahun 1960-an bersama dengan

vaksin tetanus dan difteri. Ketiga vaksin itu akhirnya disatukan

menjadi vaksin DPT.

c) Tetanus

Penyakit ini disebabkan oleh baksil Clostridium Tetani yaitu

bakteri gram-positif dan bersifat anaerob (bisa berbiak di dalam

lingkungan tanpa oksigen). Clostridium Tetani yang memproduksi

toksin yang yang disebut dengan tetanospamin. Tetanospasmin

menempel pada urat saraf disekitar area luka dan dibawa ke system

saraf otak serta saraf tulng belakang, sehingga terjadi gangguan

pada aktivitas normal urat saraf.

Masa inkubasi penyakit ini antara 3-14 hari dengan gejala yang

timbul di ahri ke tujuh,. Dalam neonatal tetanus gejla mulai pada 2

minggu pertama kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus


merupakan penyakit yang berbahaya, jika dapat didiagnosa dan

mendapatkan perawatan yang benar maka penderita dapat

disembuhkan. Penyembuhan umum terjadi selama 4-6 minggu.

Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebgai bagian

dari imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi

dapat terus dilanjutkan walaupun telah dewsa, di anjurkan setiap

interval 5 tahun: 25, 30, 35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya

diimmunisasi juga dan melahirkan di tempat yang terjaga

kebersihannya.

Pengobatan tetanus dilakukan dengan jalan menetralisasi toksin,

membersihkan luka, memberikan antibiotika penisilin atau

tetrasiklin dan memperkuat nutrisi, cairan serta kalori. Sebagai

pencegahan, anak perlu mendapat imunisasi aktif dan pasif.

Imunisasi aktif merupakan vaksinasi dasar dalam bentuk toksoid

yang diberikan bersama vaksin pertusis dan difteri. Sedangkan

imunisasi pasif diberikan dalam bentuk serum antitetanus (ATS

profilaksis) pada penderita luka yang berisiko terinfeksi tetanus.

Di Indonesia vaksin terhadap Difteri, Pertusis, dan Tetanus

terdapat dalam 3 jenis kemasan, yaitu: kemasan tunggal khusus

untuk tetanus, bentuk kombinasi DT, dan kombinasi DPT.

Imunisasi dasar DPT diberikan 3 kali, sejak bayi berumur 2 bulan

dengan selang waktu penyuntikan minimal selama 4 minggu

sampai 5 minggu (DPT1, DPT2, dan DPT3). Suntikan pertama


tidak memberikan perlindungan apa-apa, sebabnya suntikan ini

harus diberikan sebanyak 3 kali. Imunisasi ulang pertama

dilakukan pada usia 1 – 2 tahun atau kurang lebih 1 tahun setelah

suntikan imunisasi dasar ke-3. Imunisasi ulang berikutnya

dilakukan pada usia 6 tahun atau kelas 1 SD. Pada saat kelas 6 SD

diberikan lagi imunisasi ulang dengan vaksin DT (tanpa P)

(Theophilus, 2000).

3) Vaksin hepatitis B

Vaksin hepatitis B adalah vaksin virus rekombinan yang telah

diinaktivasikan dan bersifat in infectious, berasal dari HBsAg yang

dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorph) menggunakan

teknologi DNA rekombinan.

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinyha

penyakit hepatitis yang kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk

cair, HBsAg (hepatitis B surface antigen) adalah protein yang

dilepaskan oleh virus hepatitis B yang sedang menginfeksi tubuh.

Karena itu, protein ini dapat digunakan sebagai penanda atau marker

terjadinya infeksi hepatitis B Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis

3 kali, waktu pemberian hepatitis B pada umur 0-11 bulan. Cara

pemberian imunisasi hepatitis ini adalah intra muskular.

Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapat kekebalan aktif terhadap

penyakit Hepatitis B. vaksin terbuat dari bagian virus bepatitis B yang


dinamakan HbsAg, yang dapat menimbulkan kekebalan tetapi tidak

menimbulkan penyakit (Markum, 2002).

Vaksin hepatitis akan rusak karena pembekuan, juga karena

pemanasan. Vaksin hepatitis paling baik di simpan pada temperatur

dua sampai delapan derajat celcius. Imunisasi hepatitis B diberikan

sebanyak tiga kali, dengan jarak antar suntikan empat minggu,

diberikan dengan suntikan intramusculer pada paha bagian luar dengan

dosis 0,5 ml (Dirjen PPM dan PL, 2000).

Efek samping pemberian imunisasi Hepatitis B diantaranya rasa

sakit pada area suntikan yang berlangsung satu atau dua hari, demam

ringan dan reaksi alergi yang serius termasuk ruam (Cave & Mitchell,

2003).

a) Jumlah Pemberian

Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama

dan kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.

b) Usia Pemberian

Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi

bayi stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan jantung.

Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia antara 3-6 bulan. Khusus

bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi yang

dilakukan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan


imunisasi tambahan dengan imunoglobulin antihepatitis B dalam

waktu sebelum berusia 24 jam.

c) Lokasi Penyuntikan

Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada

bayi di paha lewat anterolateral (antero = otot-otot di bagian depan;

lateral=otot bagian luar). Penyuntikan di bokong tak dianjurkan

karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.

d) Efek Samping

Berupa keluhan nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam

ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang

dalam waktu dua hari.

e) Tanda Keberhasilan

Tak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Namun dapat

dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah

dengan mengecek kadar hepatitis B-nya setelah anak berusia

setahun. Bila kadarnya di atas 1000, berarti daya tahannya 8 tahun;

di atas 500, tahan 5 tahun; di atas 200, tahan 3 tahun. Tetapi kalau

angkanya cuma 100, maka dalam setahun akan hilang. Sementara

bila angkanya nol berarti si bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi.
f) Tingkat Kekebalan

Cukup tinggi, antara 94-96%. Umumnya, setelah 3 kali suntikan,

lebih dari 95% bayi mengalami respons imun yang cukup.

g) Indikasi Kontra

Tak dapat diberikan pada anak yang menderita sakit berat.

 Vaksin berisi HBsAg murni

 Diberikn sedini mungkin setelah lahir

 Suntikan secara intramuscular di daerah deltoid, dosis 0,5 ml.

 Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8ºC

 Bayi lahir dari ibu HBsAg (+) diberikan immunoglobulin

hepatitis B 12 jam setelah lahir + hepatitis B

4) Vaksin Polio (Oral Polio Vaccine)

Imunisasi polio memberikan kekebalan terhadap penyakit polio.

Penykit ini disebabkan virus, menyebar melalui tinja/kotoran orang

yang terinfeksi. Anak yang terkena polio dapat menjadi lumpuh layu.

Vaksin Oral Polio adalah vaksin yang terdiri dari suspense virus

poliomyelitis tipe 1,2,3 (Strain Sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat

dibiakkan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.

Jenis vaksin Virus Polio Oral atau Oral Polio Vaccine (OPV) ini

paling sering dipakai di Indonesia. Vaksin OPV pemberiannya dengan


cara meneteskan cairan melalui mulut. Vaksin ini terbuat dari virus liar

(wild) hidup yang dilemahkan. OPV di Indonesia dibuat oleh PT

Biofarma Bandung. Komposisi vaksin tersebut terdiri dari virus Polio

tipe 1, 2 dan 3 adalah suku Sabin yang masih hidup tetapi sudah

dilemahkan (attenuated). Vaksin ini dibuat dalam biakan jaringan

ginjal kera dan distabilkan dalam sucrosa. Tiap dosis sebanyak 2 tetes

mengandung virus tipe 1, tipe 2, dan tipe 3 serta antibiotika eritromisin

tidak lebih dari 2 mcg dan kanamisin tidak lebih dari 10 mcg.

Virus dalam vaksin ini setelah diberikan 2 tetes akan menempatkan

diri di usus dan memacu pembentukan antibodi baik dalam darah

maupun dalam dinding luar lapisan usus yang m engakibatkan pertahan

lokal terhadap virus polio liar yang akan masuk. Pemberian Air susu

ibu tidak berpengaruh pada respon antibodi terhadap OPV dan

imunisasi tidak bioleh ditunda karena hal ini. Setelah diberikan dosis

pertama dapat terlindungi secara cepat, sedangkan pada dosis

berikutnya akan memberikan perlindungan jangka panjang. Vaksin ini

diberikan pada bayi baru lahir, 2,4,6,18, bulan, dan 5 tahun.

Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak

mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam

selama 2-5 hari. Terdapat 2 jenis vaksin yang yang beredar, dan di

Indonesia yang umum diberikan adalah vaksin sabin (kuman yang

dilemahkan). Cara pemberiannya melalui mulut. Dibeberapa Negara

dikenal pula Tetravaccine, yaitu kombinasi DPT dan polio. Imunisasi


dasar diberika sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari atau

selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu. Pemberian vaksin polio dapat

dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT.

Imunisasi ulang diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT,

pmberian imunisasi polio dapat menimbulkan kekebalan aktif terhadap

penyakit poliomyelitis.

Imunisasi ulang dapat diberikan sebelum anak masuk sekolah (5-6

tahun) dan saat meninggalkan sekolah dasar (12 thun). Cara

memberikan imunisasi polio adalah dengan meneteskan vaksin polio

sebanyak dua tetes langsung ke dalam mulut anak. Imunisasi ini

jangan diberika pada anak yang sedang diare berat, efek samping yng

terjai sangat minimal dapat berupa kejang.

a) Jumlah Pemberian

Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya

imunisasi polio massal. Namun jumlah yang berlebihan ini tak

akan berdampak buruk. Ingat, tak ada istilah overdosis dalam

imunisasi.

b) Usia Pemberian

Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan.

Dilanjutkan pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir,

pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DTP.

c) Cara Pemberian
Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau

lewat mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di tanah air, yang

digunakan adalah OPV.

d) Efek Samping

Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami

pusing, diare ringan, dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang.

e) Tingkat Kekebalan

Dapat mencekal hingga 90%.

f) Indikasi Kontra

Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau

demam tinggi (di atas 380C); muntah atau diare; penyakit kanker

atau keganasan; HIV/AIDS; sedang menjalani pengobatan steroid

dan pengobatan radiasi umum; serta anak dengan mekanisme

kekebalan terganggu.

5) Vaksin Campak

Vaksin Campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan.

Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 inektive unit

virus strain dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg

residu erythromycin.
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya

penyakit campak pada anak karena penyakit ini sangat menular.

Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi

pemberian imunisasi campak adalah satu kali. Waktu pemberian

imunisasi campak pada umur 9 – 11 bulan. Cara pemberian imunisasi

campak melalui subkutan kemudian efek sampingnya adalah dapat

terjadi ruam pada tempat suntikan dan panas.

Imunisasi campak diberikan untuk mendapat kekebalan terhadap

penyakit campak secara aktif. Vaksin campak mengandung virus

campak hidup yang telah dilemahkan. Vaksin campak diberikan pada

umur sembilan bulan, dalam satu dosis 0,5 ml subkutan dalam (IDAI,

2001).

Vaksin campak harus didinginkan. pada suhu yang sesuai (dua

sampai delapan derajat celcius) karena sinar matahari atau panas dapat

membunuh virus vaksin campak. Bila virus vaksin mati sebelum

disuntikkan, vaksin tersebut tidak akan mampu menginduksi respon

imun (Wahab dan Julia, 2002).

Imunisasi campak hanya diberikan satu kali suntikan, dimana tubuh

anak dirangsang untuk membuat antibody yang menimbulkan

kekebalan (Dirjen PPM dan PL, 2000). Biasanya tidak terdapat reaksi

akibat imunisasi, mungkin terjadi demam ringan dan tampak sedikit

bercak merah pada pipi dibawah telinga pada hari ke tujuh sampai hari

ke delapan setelah penyuntikan. Mungkin pula terdapat pembengkakan


pada tempat suntikan. Efek samping imunisasi campak diantaranya

adalah demam tinggi (suhu lebih dari 39,4ºC) yang terjadi delapan

sampai sepuluh hari setelah vaksinasi dan berlangsung selama sekitar

24 48 jam (insidens sekitar dua persen), dan ruam selama sekitar satu

sampai dua hari (insidens sekitar dua persen) (Wahab dan Julia, 2002).

Kontra indikasi pemberian imunisasi campak adalah anak yang

sakit parah, menderita TBC tanpa pengobatan, defisiensi gizi, penyakit

gangguan kekebalan, riwayat kejang demam, panas lebih dari 38ºC

(Markum, 2002).

a) Usia & Jumlah Pemberian

Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun.

Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena

antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak

umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum

mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus

diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).

b) Efek Samping

Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan

demam dan diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam

berlangsung seminggu. Kadang juga terdapat efek kemerahan

mirip campak selama 3 hari.


f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Imunisasi

1) Status imun penjamu

a) Adanya antibodi spesifik pada penjamu keberhasilan vaksinasi,

misalnya: (1.Campak pada bayi; 2.Kolostrum ASI – Imunoglobulin

A polio)

b) Maturasi imunologik : neonatus fungsi makrofag, kadar

komplemen, aktifasi optonin.

c) Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen kurang, hasil

vaksinasi ditunda sampai umur 2 tahun.

d) Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara

simultan, bayi diimunisasi.

e) Frekuensi penyakit : dampaknya pada neonatus berat imunisasi

dapat diberikan pada neonatus.

f) Status imunologik (seperti defisiensi imun) respon terhadap vaksin

kurang.

2) Genetik

Secara genetik respon imun manusia terhadap antigen tertentu baik,

cukup, rendah. Keberhasilan vaksinasi tidak 100%.

3) Kualitas vaksin

a) Cara pemberian. Misalnya polio oral, imunitas lokal dan sistemik.


b) Dosis vaksin (1.Tinggi hambatan respon, menimbulkan efek

samping; 2.Jika rendah, maka tidak merangsang sel

imunokompeten).

c) Frekuensi pemberian. Respon imun sekunder Sel efektor aktif lebih

cepat, lebih tinggi produksinya, afinitas lebih tinggi. Frekuensi

pemberian mempengaruhi respon imun yang terjadi. Bila vaksin

berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih

tinggi, sedangkan antigen dinetralkan oleh antibodi spesifik maka

tidak merangsang sel imunokompeten.

d) Jenis vaksin. Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik.

e) Kandungan vaksin (1.Antigen virus; 2.Bakteri; 3.Vaksin yang

dilemahkan seperti polio, campak, BCG.; 4.Vaksin mati : pertusis.;

5.Eksotoksin : toksoid, difteri, tetanus.; 6.Ajuvan : persenyawaan

aluminium.; 7.Cairan pelarut : air, cairan garam fisiologis, kultur

jaringan, telur.).

g. Faktor yang Dapat Merusak Vaksin dan Komposisi Vaksin

1) Panas dapat merusak semua vaksin.

2) Sinar matahari dapat merusak BCG.

3) Pembekuan toxoid.

4) Desinfeksi / antiseptik : sabun. (Marimbi, 2010)


h. Tatacara Pemberian Imunisasi

Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan dianjurkan mengikuti tata cara

seperti berikut:

1) Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko

apabila tidak divaksinasi.

2) Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila

terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan.

3) Baca dengan teliti informasi tentang yang akan diberikan dan jangan

lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab dengan

orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi.

4) Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang akan

diberikan.

5) Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila

diperlukan.

6) Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan

dengan baik.

7) Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda

perubahan. Periksa tanggal kadaluarsa dan catat hal-hal istimewa,

misalnya adanya perubahan warna yang menunjukkan adanya

kerusakan.

8) Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan

pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch up

vaccination) bila diperlukan.


9) Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai

pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan

posisi penerima vaksin.

10) Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal seperti berikut:

a) Berilah petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau

pengasuh, apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang

biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat.

b) Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan

klinis.

c) Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan

vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan.

d) Dalam situasi vaksinasi yang dilaksanakan untuk kelompok besar,

pelaksanaannya dapat bervariasi, namun rekomendasi tetap seperti

di atas yang berpegang pada prinsip-prinsip higienis, surat

persetujuan yang valid, dan pemeriksaan/penilaian sebelum

imunisasi harus dikerjakan.

i. Jadwal Imunisasi

Umur vaksin Keterangan


Saat lahir Hepatitis B-1 HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam
setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6
bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif,
dalam waktu 12 jam setelah lahir diberikan
HBlg 0,5 ml bersamaan dengan vaksin HB-1.
Apabila semula status HbsAg ibu tidak
diketahui dan ternyata dalam perjalanan
selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg
positif maka masih dapat diberikan HBlg 0,5
ml sebelum bayi berumur 7 hari.
Polio-0 Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama.
Untuk bayi yang lahir di RB/RS polio oral
diberikan saat bayi dipulangkan (untuk
menghindari transmisi virus vaksin kepada
bayi lain)
1 bulan Hepatitis B-2 Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval
HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan.
0-2 bulan BCG BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila
BCG akan diberikan pada umur > 3 bulan
sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih
dahulu dan BCG diberikan apabila uji
tuberkulin negatif.
2 bulan DTP-1 DTP-1 diberikan pada umur lebih dari 6
minggu, dapat dipergunakan DTwp atau
DTap. DTP-1 diberikan secara kombinasi
dengan Hib-1 (PRP-T)
Hib-1 Hib-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan
interval 2 bulan. Hib-1 dapat diberikan secara
terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-1.
Polio-1 Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan
DTP-1
4 bulan DTP-2 DTP-2 (DTwp atau DTap) dapat diberikan
secara terpisah atau dikombinasikan dengan
Hib-2 (PRP-T).
Hib-2 Hib-2 dapat diberikan terpisah atau
dikombinasikan dengan DTP-2
Polio-2 Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2
6 bulan DTP-3 DTP-3 dapat diberikan terpisah atau
dikombinasikan dengan Hib-3 (PRP-T).
Hib-3 Apabila mempergunakan Hib-OMP, Hib-3
pada umur 6 bulan tidak perlu diberikan
Polio-3 Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3
Hepatitis B-3 HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk
mendapatkan respons imun optimal, interval
HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5
bulan.
9 bulan Campak-1 Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan,
campak-2 merupakan program BIAS pada SD
kelas 1, umur 6 tahun. Apabila telah
mendapatkan MMR pada umur 15 bulan,
campak-2 tidak perlu diberikan.

j. Kontraindikasi Imunisasi

1) Analfilaksis atau reaksi hipersensitifitas yang hebat merupakan

kontraindikasi mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat

kejang demam dan panas lebih dari 38°C merupakan kontraindikasi

pemberian DPT, hepatitis B-1 dan campak.

2) Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda dan

gejala AIDS, sedangkan vaksin yang lain sebaiknya diberikan.

3) Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi

kepada bayi yang sakit, lebih baik jangan diberikan vaksin, tetapi

mintalah ibu kembali lagi ketika bayi sudah sehat (Proverawati, 2010).
D. KONSEP DASAR TEORI KB

a) Pengertian KB

Keluarga Berencana menurut World Health Organization (WHO)

Expert Commite (1970) dalam Suratun dkk. (2008) adalah suatu

tindakan yang membantu individu atau pasangan suami untuk:

1. Mendapatkan objektif-objektif tertentu.

2. Menghindari kehamilan yang tidak diinginkan.

3. Mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan.

4. Mengatur interval diantara kehamilan.

5. Mengontrol waktu kelahiran dalam hubungan dengan suami istri.

6. Menentukan jumlah anak dalam keluarga.

KB menurut Undang-undang (UU) No. 52 tahun 2009 pasal 1 (8)

dalam Arum dan Sujiatini (2009) tentang perkembangan dan

kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtra adalah upaya

mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur

kehamilan, melalui promosi perlindungan dan bantuan sesuai dengan

hak reproduksi untuk mewujutkan keluarga yang berkualitas.

KB adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan

suami istri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, untuk

menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran

yang memang diinginkan, mengatur interval di antara kehamilan,

mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami


isteri, menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hanafi

Hartanto,2004).

KB adalah suatu, usaha untuk mencapai kesejahteraan dengan

jalan memberikan nasehat perkawinan, pengobatan kemandulan dan

penjarangan kehamilan serta tidak melawan hukum dan norma

Pancasila.

b) Pengertian Kontrasepsi

Menurut Wiknjosastro (2007) Suratun dkk. (2008), kontrasepsi

berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti “melawan” atau

“mencegah” sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur

yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan.

Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan

sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma.

Kontrasepsi ialah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya

kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga

bersifat permanen. Syarat-syarat kontrasepsi yang ideal antara lain:

1. Dapat dipercaya.

2. Tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan.

3. Daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan.

4. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus.

5. Tidak memerlukan motivasi terus-menerus.

6. Mudah pelaksanaannya.
7. Murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan

masyarakat.

8. Dapat diterima penggunaannya oleh pasangan yang bersangkutan.

Kontrasepsi adalah upaya mencegah kehamilan yang bersifat

sementara atau menetap, yang dapat dilakukan tanpa menggunakan

alat, secara mekanis, menggunakan alat/obat, atau dengan operasi

(Wiknjosastro, 2006).

Metode kontrasepsi dapat digunakan oleh pasangan usia subur

secara rasional berdasarkan fase-fase kebutuhan seperti:

1. Masa menunda kehamilan.

2. Masa mengatur atau menjarangkan kehamilan.

3. Masa mengkhiri kesuburan atau tidak hamil lagi.

c) Pengertian Akseptor KB

Akseptor KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang salah

seorang dari padanya menggunakan salah satu cara atau alat

kontrasepsi dengan tujuan untuk pencegahan kehamilan baik melalui

program maupun non program Sedangkan menurut kamus besar

bahasa Indonesia (2001) dalam Setiawan dan Saryono (2010) Akseptor

adalah orang yang menerima serta mengikuti dan melaksanakan

program keluarga berencana.

d) Jenis-jenis Akseptor KB

Menurut Handayani (2010) jenis akseptor KB sebagai berikut


1. Akseptor KB baru

Akseptor KB baru adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang

pertama kali menggunakan kontrasepsi setelah mengalami

kehamilan yang berakhir dengan keguguran atau kelahiran.

2. Akseptor KB lama

Akseptor KB lama adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang

melakukan kunjungan ulang termasuk pasangan usia subur yang

menggunakan alat kontrasepsi kemudian pindah atau ganti ke cara

atau alat yang lain atau mereka yang pindah klinik baik

menggunakan cara yang sama atau cara (alat) yang berbeda.

3. Akseptor KB aktif

Peserta KB aktif adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang

pada saat ini masih menggunakan salah satu cara atau alat

kontrasepsi.

4. Akseptor KB aktif kembali

Perserta KB aktif kembali adalah Pasangan Usia Subur (PUS)

yang telah berhenti menggunakan selam tiga blan atau lebih yang

tidak diselingi oleh suatu kehamilan dan kembali menggunakan

alat kontrasepsi baik dengan cara yang sama maupun berganti cara

setelah berhenti atau istirahat paling kurang tiga bulan berturut-

turut dan bukan karena hamil.


a. Tujuan Keluarga Berencana

Tujuan keluarga berencana di Indonesia adalah:

a) Tujuan umum

Meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalam rangka mewujudkan

NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) yang menjadi

dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan

kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya pertambahan penduduk.

b) Tujuan khusus

1. Meningkatkan jumlah penduduk untuk menggunakan alat

kontrasepsi.

2. Menurunnya jumlah angka kelahiran bayi.

3. Meningkatnya kesehatan keluarga berencana dengan cara

penjarangan kelahiran.

c. Manfaat Program Keluarga Berencana (KB)

Program Keluarga Berencana (KB) mempunyai banyak keuntungan.

Salah satunya adalah dengan mengkonsumsi pil kontrasepsi dapat

mencegah terjadinya kanker uterus dan ovarium.

Bahkan dengan perencanaan kehamilan yang aman, sehat dan diinginkan

merupakan salah satu faktor penting dalam upaya menurunkan angka

kematian maternal. Ini berarti program tersebut dapat memberikan

keuntungan ekonomi dan kesehatan.


Pengaturan kelahiran memiliki benefit (keuntungan) kesehatan yang

nyata, salah satu contoh pil kontrasepsi dapat mencegah terjadinya kanker

uterus dan ovarium, penggunaan kondom dapat mencegah penularan

penyakit menular seksual, seperti HIV. Meskipun penggunaan alat/obat

kontrasepsi mempunyai efek samping dan risiko yang kadang-kadang

merugikan kesehatan, namun demikian benefit penggunaan alat/ obat

kontrasepsi tersebut akan lebih besar dibanding tidak menggunakan

kontrasepsi yang memberikan risiko kesakitan dan kematian maternal.

Program KB menentukan kualitas keluarga, karena program ini dapat

menyelamatkan kehidupan perempuan serta meningkatkan status

kesehatan ibu terutama dalam mencegah kehamilan tak diinginkan,

menjarangkan jarak kelahiran mengurangi risiko kematian bayi. Selain

memberi keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan

masyarakat, KB juga membantu remaja mangambil keputusan untuk

memilih kehidupan yang lebih balk dengan merencanakan proses

reproduksinya.

Program KB, bisa meningkatkan pria untuk ikut bertanggung jawab

dalam kesehatan reproduksi mereka dan keluarganya. Ini merupakan

keuntungan seseorang mengikuti program KB.

d. Cara Kerja

Pada dasarnya prinsip kerja kontrasepsi adalah meniadakan

pertemuan antara sel telur (ovum) dengan sel mani (sperma) dengan cara:
a) Menekan keluarnya sel telur (ovum).

b) Menghalangi masuknya sperma ke dalam alat kelamin wanita sampai

mencapai ovum.

c) Mencegah nidasi.

e. Macam-macam Jenis Kontrasepsi

a) Kontrasepsi sederhana tanpa alat

1. Metode Amenore Laktasi

 Merupakan kontrasepsi yang mengandalkan pemberian ASI

secara ekslusif, artinya hanya diberikan ASI saja tanpa

tambahan makanan atau minuman lainnya.

 MAL dapat digunakan apabila:

- Menyusui secara penuh ≥ 8 x sehari

- Belum haid

- Umur bayi kurang dari 6 bulan

 Efektif sampai 6 bulan

 Harus dilanjutkan dengan pemakaian metode kontrasepsi

lainnya.

 Keuntungan:

- Efektivitas tinggi

- Segera efekti

- Tidak mengganggu senggama

- Tidak ada efek samping secara sistemik


- Tidak perlu pengawasan medis

- Tidak perlu obat/alat

- Tanpa biaya

 Yang seharusnya tidak menggunakan MAL

- Sudah mendapat haid setelah bersalin

- Tidak menyusui secara efektif

- Bayinya sudah berumur lebih dari 6 bulan

- Bekerja dan terpisah dari bayi lebih lama dari 6 jam

2. Senggama Terputus

Merupakan cara kontrasepsi yang paling tua. Senggama

dilakukan sebagaimana biasa, tetapi pada puncak senggama, alat

kemaluan pria dikeluarkan dari liang vagina dan sperma

dikeluarkan di luar. Cara ini tidak dianjurkan karena sering gagal,

karena suami belum tentu tahu kapan spermanya keluar.

3. Pantang Berkala (sistem berkala)

Cara ini dilakukan dengan tidak melakukan senggama pada

saat istri dalam masa subur.Selain sebagai sarana agar cepat

hamil,kalender juga difungsikan untuk sebaliknya alias mencegah

kehamilan. Cara ini kurang dianjurkan karena sukar dilaksanakan

dan membutuhkan waktu lama untuk ‘puasa’. Selain itu, kadang

juga istri kurang terampil dalam menghitung siklus haidnya setiap

bulan.
b) Kontrasepsi sederhana dengan alat

1. Kondom

Kondom merupakan salah satu pilihan untuk mencegah

kehamilan yang sudah populer di masyarakat. Kondom adalah

suatu kantung karet tipis, biasanya terbuat dari lateks, tidak

berpori, dipakai untuk menutupi penis yang berdiri (tegang)

sebelum dimasukkan ke dalam liang vagina. Kondom sudah

dibuktikan dalam penelitian di laboratorium sehingga dapat

mencegah penularan penyakit seksual, termasuk HIV/AIDS.

Manfaat pemakaian kontrasepsi kondom:

1.) Efektif bila digunakan dengan benar.

2.) Tidak mengganggu produksi ASI.

3.) Tidak mengganggu kesehatan klien.

4.) Tidak mempunyai pengaruh sistemik.

5.) Murah dan dapat dibeli secara umum.

6.) Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatah khusus.

7.) Metode kontrasepsi sementara bila metode kontrasepsi lainnya

harus ditunda.

2. Diafragma

Diafragma adalah kap berbentuk bulat cembung, terbuat dari

lateks (karet) yang diinsersikan ke dalam vagina sebelum

berhubungan seksual dan menutup serviks.


Jenis kontrasepsi diafragma:

1.) Flat spring (flat metal band).

2.) Coil spring (coiled wire).

3.) Arching spring).

Gambar 1.2 Diafragma

Cara kerja kontrasepsi diafragma:

Menahan sperma agar tidak mendapatkan akses mencapai

saluran alat reproduksi bagian atas (uterus dan tuba falopi) dan

sebagai alat tempat spermisida.

Manfaat kontrasepsi diafragma:

1.) Efektif bila digunakan dengan benar.

2.) Tidak mengganggu produksi ASI.

3.) Tidak mengganggu hubungan seksual karena telah terpasang

sampai 6 jam sebelumnya.

4.) Tidak mengganggu kesehatan klien.

5.) Tidak mengganggu kesehatan sistemik.


4. Spermisida

Spermisida adalah bahan kimia (biasanya non oksinol-9)

digunakan untuk menon-aktifkan atau membunuh sperma.

Jenis kontrasepsi spermasida:

1) Aerosol.

2) Tablet vaginal, suppositoria, atau dissolvablefilm.

3) Krim.

Gambar 1.3 Spermisida

Cara kerja kontrasepsi spermisida:

Menyebabkan sel membrane sperma terpecah, memperlambat

pergerakan sperma dan menurunkan kemampuan pembuahan sel

telur.

Manfaat kontrasepsi spermisida:

1) Efektif seketika (busa dan krim).

2) Tidak mengganggu produksi ASI.

3) Bisa digunakan sebagai pendukung metode lain.

4) Tidak mengganggu kesehatan klien.


5) Tidak mempunyai pengaruh sistemik.

6) Mudah digunakan.

7) Meningkatkan lubrikasi selama hubungan seksual.

8) Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan khusus.

5. KB Suntik

Kontrasepsi suntikan adalah cara untuk mencegah terjadinya

kehamilan dengan melalui suntikan hormonal.

1) KB Suntik 1 bulan (kombinasi)

Adalah 25 mg Depo medroksiprogestreon asetat dan 5 mg

esestradiol sipionat yang diberikan injeksi I.m sebulan sekali

(Cyclofem). Dan 50 mg roretindron enantat dan 5mg

Estradional Valerat yang diberikan injeksi I.m sebulan sekali.

Gambar 1.4 KB Suntik

Keuntungan :

1.) Praktis, efektif dan aman dengan tingkat keberhasilan lebih

dari 99%.

2.) Tidak membatasi umur.


3.) Mengurangi jumlah perdarahan

4.) Mengurangi nyeri saat haid

5.) Mencegah anemia

6.) Mengurangi penyakit payudara jinak dan kista ovarium

7.) Mencegah kehamilan ektopik

8.) Melindungi klien dari jenis tertentu penyakit radang

panggul

Kerugian :

1.) Di bulan-bulan pertama pemakaian terjadi mual,

pendarahan berupa bercak di antara masa haid, sakit kepala

dan nyeri payudara.

2.) Tidak melindungi dari IMS dan HIV AIDS.

3.) Penambahan berat badan

4.) Efektivitas berkurang bila sedang menggunakan obat

epilepsy (Fenitoin dan Barbiturat) atau Tuberkilosis

(Rifampisin)

5.) Kemungkinan keterlambatan pemulihan setelah selesai

pemakaian

Yang boleh menggunakan:

1.) Usia reproduksi

2.) Menyusui ASI pascapersalinan > 6 bulan

3.) Pascapersalinan dan tidak menyusui

4.) Anemia
5.) Nyeri haid hebat

6.) Haid teratur

7.) Riwayat KET

8.) Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi

Yang tidak boleh menggunakan KB suntik:

1.) Wanita > usia 35 tahun yang merokok aktif.

2.) Hamil atau diduga hamil.

3.) Pendarahan vaginal tanpa sebab.

4.) Penderita jantung, stroke, lever, darah tinggi dan kencing

manis.

5.) Sedang menyusui kurang dari 6 minggu.

6.) Penderita kanker payudara/keganasan payudara

2) KB Suntikan 3 bulan.

Depo-provera ialah 6-alfa-metroksiprogesteron yang

digunakan untuk tujuan kontrasepsi parenteral, mempunyai

efek progesterone yang kuat dan sangat efektif. Obat ini

termasuk obat depot. Noristerat termasuk dalam golongan

kontrasepsi ini. Mekanisme kerja kontrasepsi ini sama seperti

kontrasepsi hormonal lainnya. Depo-provera sangat cocok

untuk program postpartum oleh karena tidak mengganggu

laktasi.

Keuntungan KB suntik 3 bulan

1.) Menurunkan krisis anemia bulan sabit


2.) Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul

3.) Sangat efektif

4.) Resiko terhadap kesehatan kecil.

5.) Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri.

6.) Tidak di perlukan pemeriksaan dalam.

7.) Jangka panjang.

8.) Efek samping sangat kecil.

9.) Klien tidak perlu menyimpan obat suntik.

Kerugian KB suntik 3 bulan

1.) Gangguan haid. Siklus haid memendek atau memanjang,

perdarahan yang banyak atau sedikit, spotting, tidak haid

sama sekali.

2.) Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu.

3.) Permasalahan berat badan merupakan efek samping

tersering

4.) Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian

pemakaian.

5.) Terjadi perubahan pada lipid serum pada penggunaan

jangka panjang.

6.) Pada penggunaan jangka panjang dapat menurunkan

densitas tulang.
7.) Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan

kekeringan pada vagina, menurunkan libido, gangguan

emosi, sakit kepala, nervositas, dan jerawat.

Yang boleh menggunakan:

1.) Usia reproduksi

2.) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai

3.) Setelah melahirkan dan tidak menyusui

4.) Nulipara yang telah memiliki anak

5.) Kontrasepsi jangka panjang dan efektif

6.) Tekanan darah < 180/110 mmHg, dengan masalah

gangguan pembekuan darah atau anemia bulan sabit

7.) Menggunakan obat untuk epilepsy (fenitoin dan

barbiturate) atau obat tuberculosis (rifampisin)

Yang tidak boleh menggunakan KB suntik:

1.) tidak dapat meneirma terjadinya gangguan haid, terutama

amenore

2.) Hamil atau diduga hamil.

3.) Pendarahan vaginal tanpa sebab.

4.) Penderita kanker payudara/keganasan payudara

5.) Diabetes mellitus disertai komplikasi


6. KB Pil

Pil adalah obat pencegah kehamilan yang diminum. Pil telah

diperkenalkan sejak 1960. Pil diperuntukkan bagi wanita yang

tidak hamil dan menginginkan cara pencegah kehamilan sementara

yang paling efektif bila diminum secara teratur. Minum pil dapat

dimulai segera sesudah terjadinya keguguran, setelah menstruasi,

atau pada masa post-partum bagi para ibu yang tidak menyusui

bayinya.

Jika seorang ibu ingin menyusui, maka hendaknya penggunaan pil

ditunda sampai 6 bulan sesudah kelahiran anak (atau selama masih

menyusui) dan disarankan menggunakan cara pencegah kehamilan

yang lain.

Gambar 1.5 KB Pil

Jenis-jenis kontrasepsi Pil

1) Pil gabungan atau kombinasi

Tiap pil mengandung dua hormon sintetis, yaitu hormon

estrogen dan progestin. Pil gabungan mengambil manfaat dari

cara kerja kedua hormon yang mencegah kehamilan, dan


hampir 100% efektif bila diminum secara teratur.

Jenis – jenis pil kombinasi:

1.) Monofasik : pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet

mengandung hormone aktif estrogen/progesterone dalam

dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormone aktif.

2.) Bifasik : pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet

mengandung hormone aktif estrogen/progesterone dalam

dua dosis yang berbeda adalah estrogen dan progesteron,

dengan 7 tablet tanpa hormone aktif.

3.) Trifasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet

mengandung hormone aktif estrogen/progesterone dalam

tiga dosis yang berbeda adalah mengandung berbagai dosis

progestin. Pada sejumlah jenis obat tertentu, dosis estrogen

didalam ke 21 pil aktif bervariasi. Maksud dari variasi ini

adalah mempertahankan besarnya dosis pada pasien

serendah mungkin selama siklus dengan tingkat

kemampuan dalam pencegahan kehamilan yang setara

2) Pil khusus – Progestin (pil mini)

Pil ini mengandung dosis kecil bahan progestin sintetis

dan memiliki sifat pencegah kehamilan, terutama dengan

mengubah mukosa dari leher rahim (merubah sekresi pada

leher rahim) sehingga mempersulit pengangkutan sperma.

Selain itu, juga mengubah lingkungan endometrium (lapisan


dalam rahim) sehingga menghambat perletakan telur yang telah

dibuahi.

Kontra indikasi Pemakaian Pil

Kontrasepsi pil tidak boleh diberikan pada wanita yang

menderita hepatitis, radang pembuluh darah, kanker payudara atau

kanker kandungan, hipertensi, gangguan jantung, varises,

perdarahan abnormal melalui vagina, kencing manis, pembesaran

kelenjar gondok (struma), penderita sesak napas, eksim, dan

migraine (sakit kepala yang berat pada sebelah kepala).

Efek Samping Pemakaian Pil

Pemakaian pil dapat menimbulkan efek samping berupa

perdarahan di luar haid, rasa mual, bercak hitam di pipi

(hiperpigmentasi), jerawat, penyakit jamur pada liang vagina

(candidiasis), nyeri kepala, dan penambahan berat badan.

7. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim).

AKDR atau IUD (Intra Uterine Device) bagi banyak kaum

wanita merupakan alat kontrasepsi yang terbaik. Alat ini sangat

efektif dan tidak perlu diingat setiap hari seperti halnya pil. Bagi

ibu yang menyusui, AKDR tidak akan mempengaruhi isi,

kelancaran ataupun kadar air susu ibu (ASI). Namun, ada wanita

yang ternyata belum dapat menggunakan sarana kontrasepsi ini.


Karena itu, setiap calon pemakai AKDR perlu memperoleh

informasi yang lengkap tentang seluk-beluk alat kontrasepsi ini.

Gambar 1.6 AKDR

8. Kontrasepsi Implant

Disebut alat kontrasepsi bawah kulit, karena dipasang di

bawah kulit pada lengan atas, alat kontrasepsi ini disusupkan di

bawah kulit lengan atas sebelah dalam .Bentuknya semacam

tabung-tabung kecil atau pembungkus plastik berongga dan

ukurannya sebesar batang korek api. Susuk dipasang seperti kipas

dengan enam buah kapsul atau tergantung jenis susuk yang akan

dipakai. Di dalamnya berisi zat aktif berupa hormon. Susuk

tersebut akan mengeluarkan hormon sedikit demi sedikit. Jadi,

konsep kerjanya menghalangi terjadinya ovulasi dan menghalangi

migrasi sperma. Pemakaian susuk dapat diganti setiap 5 tahun, 3

tahun, dan ada juga yang diganti setiap tahun.


Gambar 1.7 Implan

9. Kontrasepsi Tubektomi (Sterilisasi pada Wanita)

Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur

wanita yang mengakibatkan wanita tersebut tidak akan

mendapatkan keturunan lagi.

Cara kontrasepsi ini baik sekali, karena kemungkinan untuk

menjadi hamil kecil sekali. Faktor yang paling penting dalam

pelaksanaan sterilisasi adalah kesukarelaan dari akseptor. Dengan

demikian, sterilisasi tidak boleh dilakukan kepada wanita yang

belum/tidak menikah, pasangan yang tidak harmonis atau

hubungan perkawinan yang sewaktu-waktu terancam perceraian,

dan pasangan yang masih ragu menerima sterilisasi. Yang harus

dijadikan patokan untuk mengambil keputusan untuk sterilisasi

adalah jumlah anak dan usia istri. Misalnya, untuk usia istri 25–30

tahun, jumlah anak yang hidup harus 3 atau lebih.

10. Kontrasepsi vasektomi

Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan

kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa

deferensia alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi

tidak terjadi.
E. KONSEP DASAR TEORI DIABETES MELITUS

1. Pengertian Diabetes Mellitus

a.Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yangmengakibatkan

gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak

dan berkembang menjadi komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan

neurologis (Barbara C. Long, 1995).

b. Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkangangguan

multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yangdisebabkan

defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat (Brunnerdan Sudarta,

1999).

c. Diabetes Mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkanoleh

faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama,

mempunyaikarakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi

dapatdikontrol (WHO).

d. Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang ditemukan di

seluruhdunia dengan prevalensi penduduk yang bervariasi dari 1- 6 % (John

MFAdam).

2. Anatomi Fisiologi Pankreas

Pankreas adalah kelenjar majemuk bertanda dan strukturnya sangat

miripdengan kelenjar ludah, panjang kira-kira 15 cm berat 60 – 100 gram.

Letak pada daerah umbilical, dimana kepalanya dalam lekukan duodenum dane

kornya menyentuh kelenjar lympe, mengekskresikannya insulin danglikogen

ke darah.
Pankreas terdiri dari tiga bahagian yaitu :

a. Kepala pankreas merupakan bahagian paling besar terletak di sebelahkanan

umbilical dalam lekukan duodenum.

b. Badan pankreas merupakan bagian utama organ itu letaknya sebelahlambun

g dan depan vertebra lumbalis pertama

c.Ekor pankreas adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang sebenarnya

menyentuh lympa.

Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :

a. Acini yang menyekresi getah pencernaan ke duodenum.

b. Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi

menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.

Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama yaitu sel

alfa, beta dan delta yang satu sama lain dibedakan dengan struktur dan sifat pe

warnaannya. Sel beta mengekresi insulin, sel alfa mengekresi glukagon,dan

sel-sel delta mengekresi somatostatin.

Fungsi pancreas ada dua, maka disebut organ rangka, yaitu :

a. Fungsi eksokrin, dilaksanakan oleh sel sekretori lobula

yang membentukgetah pancreas berisi enzim dan elektrolit. Jenis-jenis enzim

dari pancreas adalah :

1.) Amylase ; menguraikan tepung menjadi maltosa atau maltosa

dijadikan polisakarida dan polisakarida dijadikan sakarida kemudian dijadikan

monosakarida.
2.) Tripsin ; menganalisa pepton menjadi polipeptida kemudian menjadi

asamamino.

3.) Lipase ; menguraikan lemak yang sudah diemulsi menjadi asam lemakdan

gliserol gliserin

b. Fungsi endokrin atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk hormondalam

pulau langerhans yaitu kelompok pulau-pulau kecil yang tersebarantara

alveoli-alveoli pancreas terpisah dan tidak mempunyai saluran.

Oleh karena itu hormon insulin yang dihasilkan pulau langerhans

langsungdiserap ke dalam kapiler darah untuk dibawa ke tempat yang

membutuhkanhormon tersebut. Dua hormon penting yang dihasilkan oleh

pancreas adalahinsulin dan glucagon

1). Insulin

Insulin adalah protein kecil yang berat molekulnya 5808 untuk manusia.Insulin

terdiri dari dua rantai asam amino, satu sama lain dihubungkan olehikatan

disulfide. Sekresi insulin diatur oleh glukosa darah dan asam aminoyang

memegang peranan penting. Perangsang sekresi insulin adalah glukosadarah.

Kadar glukosa darah adalah 80 – 90 mg/ml.

Mekanisme untuk mencapai derajat pengontrolan yang tinggi yaitu :

a.) Fungsi hati sebagai sistem buffer glukosa darah yaitu

meningkatkankonsentrasinya setelah makan, sekresi insulin juga meningkat

sebanyak 2/3glukosa yang di absorbsi dari usus dan kemudian disimpan dalam

hati dengan bentuk glikogen.


b.) Sebagai sistem umpan balik maka mempertahankan glukosa darahnormal.

c.) Pada hypoglikemia efek langsung glukosa darah yang rendah

terhadaphypothalamus adalah merangsang simpatis. Sebaliknya epinefrin

yangdisekresikan oleh kelenjar adrenalin masih menyebabkan pelepasan

glukosayang lebih lanjut dari hati. Juga membantu melindungi

terhadaphypoglikemia berat.

Adapun efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat, yaitu:

a.) Menambah kecepatan metabolisme glukosa

b.) Mengurangi konsentrasi gula darah

c.) Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan.

2). Glukagon

Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa

pulaulangerhans mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan insulin.

Fungsi yang terpenting adalah : meningkatkan konsentrasi glukosa dalam

darah. Glukagon merupakan protein kecil mempunyai berat molekul 3842dan

terdiri dari 29 rantai asam amino.

Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah:

a.) Pemecahan glikogen (glikogenolisis)

b.) Peningkatan glukosa (glukogenesis)

Pengatur sekresi glukosa darah perubahan konsentrasi glukosa

darahmempunyai efek yang jelas berlawanan pada sekresi glukagon

dibandingkan pada sekresi insulin, yaitu penurunan glukosa darah dapat


menghasilkan sekresi glukagon, bila glukagon darah turun 70 mg/100 ml

darah pancreasmengekresi glukosa dalam jumlah yang sangat banyak

yang cepatmemobilisasi glukosa dari hati. Jadi glukagon membantu

melindungi terhadap hypoglikemia.

3. Etiologi

Etiologi dari Diabetes Mellitus sampai saat ini masih belum diketahui

dengan pasti dari studistudi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa Di

abetes Mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan

yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya.

Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab

yaitu :

1. Dibetes melitus tipe I

Diabetes melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas

yang merupakan kombinasi dari beberapa faktor:

Faktor genetic

Penderita tidak mewarisi diabetas tipe I sendiri tetapi mewarisi

suatu predisposisi kearah terjadinya diabetas tipe I yaitu dengan ditmukan

nya tipeantigen HLA (Human Leucolyte antoge) teertentu pada individu

tertentu.

Faktor imunologi

Pada diabetae tipe I terdapat suatu respon autoimun sehingga

antibodyterarah pada sel-sel pulau lengerhans yang dianggapnya jaringan

tersebutseolah-olah sebagai jaringan abnormal


Faktor lingkungan

Penyelidikan dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor

ekternalyang dapat memicu destruksi sel beta, contoh hasil penyelidikan y

angmenyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses

autoimunyang menimbulkan destruksi sel beta.

2. Diabetas Melitus Tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin

dangangguan sekresi insulin pada diabetas melitus tipe II masih belum

diketahui.Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses

terjadinyaresistensi insulin dan juga terspat beberap faktor resiko teetentu

yang berhubngan dengan proses terjadinya diabetea tipe II yaitu:

 Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat usia diatas 65 tahun

 Obesitas

 Riwayat keluarga

 Kelopok etnik tertentu

3. Faktor non genetika.

a. Infeksi

Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah mempunyai

predisposisi genetic terhadap Diabetes Mellitus.

b. Nutrisi

a.) Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.

b.) Malnutrisi protein

c.) Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.


c. Stres

Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi

biasanyamenyebabkan hyperglikemia sementara.

c. Hormonal

Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah

tinggi,akromegali karena jumlah somatotropin meninggi,

feokromositoma karenakonsentrasi glukagon dalam darah tinggi,

feokromositoma karena kadarkatekolamin meningkat

4. Klasifikasi

Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu :

a. Diabetes Mellitus type insulin, Insulin Dependen Diabetes Mellitus(IDDM)

yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset Diabetes

(JOD), penderita tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya

ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usiamuda

dapat disebabkan karena keturunan.

b. Diabetes Mellitus type II, Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus(NIDDM),

yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset Diabetes(MOD) terbagi dua

yaitu :

1.) Non obesitas

2.) Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pancreas,

tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi padao

rang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas.

c. Diabetes Mellitus type lain

1.) Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pancreas, kelainanhormonal,

diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainangenetik dan

lain-lain.

2.) Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain :

Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik

3.)Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama

kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahankehamilan

meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorioniksomatomamotropin

(HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asamamino dan glukosa ke fetus.

5. Patofisiologi

Sebagian besar patologi Diabetes Mellitus dapat dikaitkan dengan satu

daritiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut : (1) Pengurangan

penggunaanglukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsentrasi

glukosa darahsetinggi 300 sampai 1200 mg/hari/100 ml. (2) Peningkatan

mobilisasi lemak daridaerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan kelainan

metabolisme lemak

maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang

mengakibatkanaterosklerosis. (3) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.


Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada

DiabetesMellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine

penderitaDiabetes Mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan

filtrasiglomerulus meningkat kira-kira diatas 225 mg.menit glukosa dalam

jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine. Jika jumlah filtrasi glomerulus y

angterbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar

glukosameningkat melebihi 180 mg%.

Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat

kemetabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir

semuaenerginya pada lemak, kadar asam aseto – asetat dan asam

Bihidroksibutiratdalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai

setinggi 10Meq/Liter.

6. Gambaran Klinik

Gejala yang lazim terjadi, pada Diabetes Mellitus sebagai berikut :

Pada tahap awal sering ditemukan :

a. Poliuri (banyak kencing)

Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat

sampaimelampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi

osmoticdiuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit

sehingga penderita mengeluh banyak kencing.

b. Polidipsi (banyak minum)


Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan

banyakkarena poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih

banyak minum.

c. Polipagi (banyak makan)

Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami

starvasi(lapar).

d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.

Hal inidisebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa,

maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang

lain yaitu lemakdan protein.

e. Mata kabur

Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol

fruktasi)yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat

penimbunansarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan

katarak.

7. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan Diabetes Mellitus

adalahuntuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut

dankronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan

terhindardari hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes

tergantung padaketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan

intervensi farmakologidengan preparat hyperglikemik oral dan insulin.


Penyuluhan kesehatan awal dan berkelanjutan penting dalam membantu klien

mengatasi kondisi ini.

8. Komplikasi

a. Akut

1.) Hypoglikemia

2.) Ketoasidosis

3.) Diabetik

b. Kronik

1.) Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung

pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.

2.) Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati

diabetik,nefropati diabetic.

3.) Neuropati diabetic.

9. Test Diagnostik

Kriteria diagnostik menurut WHO(1985) untuk diabetes melitus pada

orangdewasa tidak hamil, pada sedikitnya dua kali pemeriksaan:

1. Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)

2. Glukosa plasma puasa/Nuchter >140 mg/dl ( 7,8 mmol/L)

3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah

mengkomsumsi 75 gr Karbohidrat ( 2 jam post prandial (pp) >200

mg/dl(11,1 mmol/L)

10. Penatalaksanaan Medik

1. Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi

seimbangandalam hal Karbohidrat (KH), Protein, lemak yang sesuai

kecukupan gizi :

a. KH 60 – 70 %

b. Protein 10 – 15 %

c. Lemak 20 25 %

Beberapa cara menentukan jumlah kelori

uantuk pasien DM melalui perhitungan mennurut Bocca: Berat badan (BB)

Ideal:(TB – 100) – 10% kg

1). BB ideal x 30% untuk laki-laki

BB ideal x25% untuk Wanita

Kebutuan kalori dapat ditambah lagi dengan kegiatan sehari-hari:

Ø Ringan : 100 – 200 Kkal/jam

Ø Sedang : 200 – 250 Kkal/jam

Ø Berat : 400 – 900 Kkal/jam

2). Kebutuhhan basal dihitung seperti 1), tetapi ditambah kalori

berdasarkan persentase kalori basal:

Ø Kerja ringan ditambah 10% dari kalori basal

Ø Kerja sedang ditambah 20% dari kalori basal

Ø Kerja berat ditambah 40 – 100 % dari kalori basal

Ø Pasien kurus, masih tumbuh kumbang, terdapat infeksi, sedang hamil atau

menyusui, ditambah 20 – 30-% dari kalori basal


3) Suatu pegangan kasar dapat dibuat sebagai berikut:

Ø Pasien kurus : 2300 – 2500 Kkal

Ø Pasien nermal : 1700- 2100 Kkal

Ø Pasien gemuk : 1300 – 1500 Kkal

2. Latihan jasmani

Dianjurkan latihian jasmani secara teratur (3 – 4 x seminggu)

selamakurang lrbih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi

penyakit penyerta. Latihian yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogi

ng, lari,renang, bersepeda dan mendayung. Sespat muingkain zona sasaran

yaitu 75– 85% denyut nadi maksimal : DNM = 220-umur (dalam tahun)

3.Pengelolaan Farmakologi

a. Obat hipoglikemik oral (OHO)

1) Golongan sulfoniluresbekerja dengan cara:

- Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan

- Menurunkan ambang sekresi insulin

- Meningkatkna sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa

2) Biguanid

Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai bawah

normal.Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini

dianjurkan untuk pasien gemuk

3) Inhibitor alfa glukosidase

Secara kompettitf menghambat kerja enzim alfa glukosidase di

dalamsaluran cerna sehingga menrunkan hiperglikemia pasca pransial


4) Insulin sensitizing agent

Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai

sfekfarmakologi meningkatkan sensitivitas insulin sehingga bisa

mengatasinasalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat

resistensi insulintanpa menyebabkan hipoglikemia.


BAB III
TINJAUAN KASUS

FORMAT PENGUMPULAN DATA KELUARGA

IDENTITAS KELUARGA

1. Nama KK : Tn. H
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Umur/tgl lahir : 34 tahun
4. Agama : Islam
5. Suku Bangsa : Jawa
6. Pendidikan : S1
7. Status Pernikahan : Usia menikah suami : 30 thn. Istri 27 thn
Lama pernikahan : 4 thn

8. Alamat : Jl. Mandala Rt. 12 Lempake


Dusun .............................. Desa. ....................

II. Anggota keluarga


A. Komposisi Keluarga

N0 Nama Umur L/P Hub.Kel. Pendidikan Pekerjaan Ket

1 Tn. H 34 L suami S1 PNS

2 Ny.T 31 P Istri S1 IRT

3 An. N 7 L Anak SD Pelajar

4 By. K 3 bln P Anak - -


B. Type Keluarga
( ) Extended Family (  ) Nuclear

C. Genogram

III. Tahap Perkembangan Dan Tugas Kelurga


A. Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini (Carter dan McGoldrick)
(  ) Tahap I (  ) Tahap II (  ) Tahap III

( ) Tahap IV ( ) Tahap V ( ) Tahap VI

B. Tahap Perkembangan Keluarga yang Belum Terpenuhi (Carter dan


McGoldrick)
( ) Tahap I ( ) Tahap II ( ) Tahap III

( ) Tahap IV ( ) Tahap V ( ) Tahap VI


IV. Status Kesehatan Keluarga (1 Tahun terakhir)

N0 Nama Umur L/P Gangguan Kesehatan yang Kondisi Saat ini


sedang/pernah diserita, kapan ?

1 Tn. H 34 L Tidak ada Sehat

2 Ny. T 31 P DBD.2015 Sehat

3 An. N 7 L Tidak ada Sehat

4 By. K 3 bulan P Tidak ada Sehat

V. Status Kesehatan Individu (Anggota Keluarga)


A. Kesehatan Akseptor KB
1. Apakah Ibu menjadi Akseptor KB : Ya ( ), Tidak ( )

Kalau Ya, Jenis apa……….

1.1. Pil ( )
1.2. Susuk ( )
1.3. IUD ( )
1.4. Suntik ( )
1.5. Kalender ()
Riwayat KB sebelumnya : Ya ( ), Tidak ( )
Kalau Ya, Jenis apa…………………………………

1.6. Pil ( )
1.7. Susuk ( )
1.8. IUD ( )
1.9. Kalender ()
……………
Siapa yang mendorong Ibu mengikuti KB

2.1. Kesadaran sendiri ()


2.2. Disuruh Petugas kesehatan ( )
2.3. Disuruh Pamong/kader ( )
2.4. …………………………….
3. Pemeriksaan : Teratur ( ), Tidak ( )

Jika Tidak Alasannya…………………………..

4. Keluhan yang dialami selama mengikuti KB


..........................................................
Tindakan apa yang dilakukan
...................................................................................

B. Kesehatan Bayi, Anak Balita & Anak Usia Sekolah


1. Data Imunisasi & Berat Badan

Imunisasi
BB
Tempat
N Nama/
Pemberian
DPT Polio Hep. B
o Umur BC Campa Penta
Lhr Kini Imunisasi
II II II
G I II I II IV k 0 II valen
I I I

2700 20
1 An. N              Puskesmas
gr kg

2500 6100
2 By. K  RS.Aisyiah
gr gr
2. Tempat pemeriksaan Kesehatan
2.1. Rumah sakit ( )

2.2. Puskesmas ( )
2.3. Posyandu ()
2.4. Dokter Praktek/keluarga ( )
2.5. Bidan/Perawat Praktek ( )
2.6. Dukun ( )
2.7. ………………………..
3. Frekuensi Pemeriksaan……….kali per 6 bulan

4. Apakah anak di Timbang ? :

Ya ( ), Tidak ( )

Alasan……………………………………

5. Apakah anak memiliki KMS ? :


Ya ( ), Tidak ( )

Alasan………………………………….

6. Pertumbuhan dan perkembangan Balita sesuai dengan KMS

6.1. Normal ( )

6.2. Tidak Normal ( )

7. Apakah ada makanan pantang bagi anak ? :


Ya ( ), Tidak ( )

Sebutkan…………………………………..

8. Apakah anak diberikan makanan tambahan ? :

Ya ( ) Tidak ( )
C. Data Kesehatan Lingkungan Keluarga
1. Perumahan
1.1. Status pemilikan Rumah
1.1.1. Milik Sendiri ()

1.1.2. Kontrak ( )
1.1.3. Menumpang ( )
1.1.4. …………………..
1.2. Jenis bangunan

1.2.1. Permanen ( )
1.2.2. Semi Permanen ( )
1.2.3. kayu ( )
1.2.4. Gedek ( )
1.3. Komposisi Ruangan

1.3.1. Ruang Tamu ( )


1.3.2. Ruang Makan ( )
1.3.3. Ruang Tidur ( )
1.3.4. Ruang Keluarga ( )
1.3.5. Dapur ( )
1.3.6. Kamar Mandi ( )
1.3.7. Kakus ( )
1.3.8. Gudang ( )
1.3.9. ……………………..
1.4. Luas Bangunan 5 X 4 Meter persegi
1.5. Penerangan
1.5.1. Listrik ( )
1.5.2. Genset ( )
1.5.3. ……………………….
1.6. Ventilasi Rumah : Cukup ( ), Kurang ( )

1.6.1. Jendela ( )
1.6.2. Pintu ( )
1.6.3. Ventilasi ( )
1.7. Lantai

1.7.1. Tegel ( )
1.7.2. Semen ( )
1.7.3. Papan ( )
1.7.4. Tanah ( )

1.8. Pengaturan alat rumah tangga

1.8.1. Bersih dan teratur ( )


1.8.2. Kotor dan tidak teratur ( )
1.8.3. ……………………….
1.9. Kebersihan Rumah

1.9.1. Cukup ( )
1.9.2. Kurang ( )
1.10. Denah Rumah :
2. Sumber Air

2.1. Sumber air minum

2.1.1. Ledeng ( PAM ) ( )


2.1.2. Sumur Gali ( )
2.1.3. Sumur Pompa Tangan ( )
2.1.4. Sungai ( )
2.1.5. Mata Air ( )
2.1.6. Penampungan Air Hujan ( )
2.2. Tempat mengambil air untuk mencuci

2.2.1. Ledeng ( PAM ) ( )


2.2.2. Sumur Gali ( )
2.2.3. Sumur Pompa Tangan ( )
2.2.4. Sungai ( )
2.2.5. Mata Air ( )
2.2.6. Penampungan Air Hujan ( )
2.3. Status Pemilikan

2.3.1. Milik Sendiri ( )


2.3.2. Menumpang ( )
2.3.3. Bersama ( )
2.3.4. Umum ( )

2.4. Keadaan Air secara Makroskopis

Keterangan : Beri alasan ( Warna apa, Bau apa, Rasa apa )

2.4.1. Untuk Air Minum : Warna ( ), Bau ( ), Rasa ( )


2.4.2. Untuk Cuci : Warna ( ), Bau ( )
2.5. Penggunaan Air Minum

2.5.1. Di Masak ( )
2.5.2. Kadang-kadang ( ), Alasan……………….
2.5.3. Tidak di Masak ( ), Alasan……………….
2.5.4. Air isi ulang ()
2.5.5. Mesin Pengolahan air minum
2.6 Keadaan tempat penampungan air

2.6.1 Tertutup ()

2.6.2 Terbuka ( )

2.7 Keadaan gentong /bak mandi

2.7.1 Ada jentik nyamuk ( )

2.7.2 Tidak ada jentik nyamuk ()

3. Jamban Keluarga

3.1. Tempat pembuangan kotoran ( BAB dan BAK )

3.1.1. Kakus ()


3.1.2. Selokan ( )
3.1.3. Kolam ( )
3.1.4. Sawah ( )
3.1.5. …………………..

3.2. Status Pemilikan

3.2.1. Milik Sendiri ( )


3.2.2. Menumpang ( )
3.2.3. Bersama ( )
3.2.4. Umum ( )

3.3. Jenis Jamban

3.1. Cemplung ( )
3.2. Angsa Latrine ()
3.3. Septik tank ( )
3.4. ……………………..

3.4. Keadaan Jamban

3.4.1. Bersih ( )
3.4.2. Kotor ( )

3.5. Jarak sumber air minum dengan Jamban

3.5.1. Kurang dari 5 meter ( )


3.5.2. 5-10 meter ( )
3.5.3. Lebih dari 10 meter ( )

4. Sampah

4.1. Cara Keluarga membuang sampah

4.1.1. Tempat pembuangan sampah umum ( )


4.1.2. Di Selokan ( )
4.1.3. Di Sungai ( )
4.1.4. Ditimbun ( )
4.1.5. Sembarang tempat ( )
4.1.6. Dibakar ( )
4.2. Masalah yang menyangkut sampah

……………......................................................................………
…………………………

…………………………………………………............................
......................................
5. Pembuangan Air Limbah

5.1. Jenis Limbah : Rumah Tangga ( ), Kandang ( ), Industri ( )


5.2. Pembuangan Limbah : KeSungai ( ), Halaman ( ), Bak
Penampungan ( )
5.3. Saluran Limbah : Terbuka ( ), Tertutup ( )
5.4. Jarak Limbah dengan Sumur : Lebih 10 Meter ( ), Kurang 10
Meter ( )
5.5. Kebersihan : Cukup ( ), Kurang ( )

6. Kandang Ternak

6.1. Pemilikan : Ya ( ), Tidak ( )


6.2. Jenis Ternak : Ayam ( ), Kambing ( ), Sapi ( )
6.3. Letak kandang : Kolong rumah ( ), Samping ( ), Belakang ( ),
Dalam Rumah ( )
6.4. Tempat pembuangan kotoran ternak : Sungai ( ), dalam tanah ( )
6.5. Kebersihan : Cukup ( ), Kurang ( )

7. Halaman

7.1. Pemilikan : Punya ( ), Tidak ( ), Luas 2 Meter


7.2. Pemanfaatan : Ya ( ), Tidak ( ), Alasan………..
Jika Ya : Toga ( ), Warung Hidup ( ), Taman ( )

Atau………………………………………………

D. Kepemilikan
1. Jaminan Sosial Kesehatan : ada / tidak
Jika ada :

1.1. BPJS ()


1.2. Jamkesda ( )
1.3. Asuransi Kesehatan Pribadi ( )
1.4. Lain-lain, (sebutkan) ..........................
2. Kegiatan/Jaringan Sosial yang diikuti
.....................................................................................
(khususnya tanyakan : arisan, ambulans desa, tabulin, kumpulan donor
darah, dsb yg berkaitan)

3. Informasi kesehatan yang pernah diperoleh :


3.1. Petugas kesehatan (  )
3.2. Media massa, jenis ...............................................
3.3. Lain-lain, sebutkan .............................................
4. Kendaraan yang dimiliki dan dapat digunakan sewaktu-waktu .
4.1. Sepeda ( )
4.2. Sepeda motor ( )
4.3. Mobil (  )
4.4. Ambulans
4.5. Lainnya, sebutkan ...............................................
5. Fasilitas Komunikasi
5.1. Telepon / Hand phone (  )
5.2. Radio ( )
5.3. Televisi (  )
5.4. ..................................................
5.5.
E. Pola Kebiasaan Keluarga Sehari-hari
1. Pola Makan Keluarga
Makanan Pokok
a. Nasi ()
b. Jagung ( )
c. Sagu ( )
d. Ubi Kayu ( )
e. Lain-lain ( )
Menu Makanan Keluarga
a. Nasi + sayur + Lauk + buah + Susu ( )
b. Nasi + Sayur + Lauk + Buah ()
c. Nasi + Sayur + Lauk ( )
d. Nasi + Sayur ( )
e. …………………………………..
Frekuensi makan/hari
a. 1 kali ( )
b. 2 kali ( )
c. 3 kali ( )
d. ≥ 4 kali ( )
Cara Pengolahan Makanan
a. Memenuhi Syarat kesehatan ( )
b. Tidak Memenuhi Syarat kesehatan ( )
Alasan……………………………

Cara Penyajian Makanan


a. Disajikan Langsung setelah di masak ( )
b. Sisa kelebihan makanan di buang/di sajikan kembali/
Di panaskan kemudian ( )

Makanan Pantang Keluarga


a. Ada ( )

b. Tidak ada ( )
 Kalau ada, siapa……………
 Jenis Makanan Pantang……
 Alasan……………………...

2. Pola Rekreasi dan Hiburan


2.1 . Kesempatan Rekreasi bersama-sama Keluarga
2.1.1 Seminggu Sekali ( )
2.1.2 Sebulan Sekali ( )
2.1.3 Setahun Sekali ( )
2.1.4 Tidak pernah, Alasan……… ( )
2.2 . Aktivitas yang dilakukan pada waktu senggang
2.2.1 Olah raga ( )
2.2.2 Membaca ( )
2.2.3 Ketrampilan ( )
2.2.4 Menonton Televisi ( )
2.2.5 Mendengar Radio ( )
2.2.6 ………………….
3. Pola Personal Hygiene sehari-hari
Ganti Kebersihan Tangan & Kaki Ket
Sikat Cuci Baju/
No Nama Hub L/P Mandi Kuku Tanga Kaki
Gigi Rambut Pakaian n
Dalam

1 Tn.H sua L 2 2 3 2 kali/hari Bersih Bersih Bersih


mi kali/h kali/ hari/sek
ari hari ali

2 Ny. T Istri P 2 2 3 2 kali/hari Bersih Bersih Bersih


kali/h kali/ hari/sek
ari hari ali

3 An.N Ank L 2 2 3 2 kali/hari Bersih Bersih Bersih


kali/h kali/ hari/sek
ari hari ali

4 By.K Ank P 2 3 2 kali/hari Bersih Bersih Bersih


kali/h hari/sek
ari ali
F. Faktor Sosial Ekonomi Budaya
1. Penghasilan dan pengeluaran
1.1. Pekerjaan : PNS, IRT
/...................................
1.2. Jam kerja : 08.00-13.00 WITA/24 jam
WITA/..........................
1.3. Penghasilan : 2.000.000/...................................
1.4. Apakah Pendapatan dapat memenuhi kebutuhan Keluarga :
Ya (), Tidak ( )

Bila Tidak, bagaimana cara mengatasi…………………………

1.4.1. Meminjam dari orang lain ( )


1.4.2. Bantuan dari Family ( )
1.4.3. ………………………….
1.5. Simpanan keuangan : ada / tidak
1.6. Siapa yang menentukan Penggunaan Keuangan Keluarga
1.6.1. kepala Keluarga ( )
1.6.2. Isteri ( )
1.6.3. Anak ( )
1.6.4. …………………………..
2. Penentu keputusan dalam keluarga : suami
3. Apakah ada Pembagian tugas masing-masing anggota Keluarga

Ya ( ), Tidak ( )

Kalau Ya, Bagaimana Pengaturannya :

3.1. Ditentukan oleh kepala Keluarga ()


3.2. Oleh masing-masing Anggota Keluarga ( )
3.3. Oleh Ibu ( )
3.4. ………………………………………….............................
G. Pengkajian Psikososial
1. Status emosi :
1.1. Bagaimana respon keluarga jika ada salah satu anggota keluarga yang
berhasil
( ) bangga ( ) acuh tak acuh ( ) lain-lain
........................

1.2. Bagaimana respon keluarga terhadap kehilangan (terangkan)

Keluarga merasa sedih terhadap kehilangan tersebut.

2. Konsep diri :
2.1. Konsep diri
2.1.1. Apakah keluarga menerima dirinya sebagai sesuatu yang
berharga atau penting ?
(  ) ya ( ) tidak

Jelaskan
............................................................................................

2.1.2. Adakah konflik harga diri sehubungan dengan tahapan


tumbuh kembang ?
( ) ya (  ) tidak

Sebutkan dan jelaskan


......................................................................

2.2. Peran
2.2.1. Apakah ada perubahan / konflik / ketidak sesuaian peran
dalam keluarga :

( ) tidak ada ( ) ada

Jika ada sebutkan dan jelaskan


............................................................
3. Pola interaksi :
3.1. Kapan paling sering terjadi interaksi dalam keluarga :
( ) pagi hari ( ) siang hari ( ) malam hari ( )
tidak tentu

3.2. Dalam situasi apa interaksi terjadi :


() makan bersama ( ) nonton TV ( ) rekreasi ( )
lain-lain

3.3. Gambarkan pola interaksi keluarga :


( antara ayah dgn ibu, ayah dgn anak, ibu dgn anak, anak dgn anak )

3.4. Apa yang dirasakan sebagai masalah keluarga dalam berinteraksi ?


( ) bahasa ( ) budaya ( ) lain-lain,
sebutkan ......................

3.5. Sejauh mana interaksi tersebut berlangsung ?


( ) hanya sekedar ( ) diskusi / sharing
perasaan

( ) tidak ada interaksi

3.6. Adakah konflik dalam keluarga tentang pola interaksi ?


( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
...............................

4. Pola pertahanan dalam keluarga :


4.1. Mekanisme penanggulangan masalah dalam keluarga diatasi secara :
( ) mandiri ( ) bersama-sama

( ) minta bantuan orang lain ( ) lain-lain, sebutkan


..............................
4.2. Bagaimana respon keluarga jika salah satu anggota keluarga
bermasalah dengan pola pertahanannya :
() membantu mencari jalan keluar ( ) acuh tak acuh

( ) minta bantuan orang lain ( ) lain-lain, sebutkan


......................

4.3. Jika masalah tidak teratasi bagaimana keluarga menanganinya :


( ) putus asa ( ) acuh tak acuh
( ) pasrah

( ) mencari jalan keluar ( ) lain-lain, sebutkan


.................................

5. Dalam menghadapi suatu masalah Kesehatan, yang mengambil keputusan


untuk pemecahan :
5.1. Kepala Keluarga ()
5.2. Isteri ( )
5.3. Anak-anak ( )
5.4. Orang lain yang mempunyai Ikatan Keluarga ( )
5.5. Orang lain ( )

6. Apakah ada Waktu tertentu untuk berkumpul dengan Keluarga : Ada ( ),
Tidak ada ( )

Jika Jawaban ada :

6.1. Setiap minggu ( )


6.2. Seminggu sekali ()
6.3. Sebulan sekali ( )
6.4. ………………..
6. Apakah ada Perselisihan atau konflik antar Anggota Keluarga :
Ada ( ), Tidak ada ( )
Jika jawaban Saudara ada, bagaimana pemecahannya :

7.1. Musyawarah Keluarga ()


7.2. Di diamkan saja ( )
7.3. Minta bantuan orang lain ( )
7.4. Keputusan pada Kepala Keluarga ( )
7.5. …………………………………

H. Pemanfaatan Sarana Kesehatan


1. Apabila anggota Keluarga sakit, berobat kemana :

1.1. Puskesmas, Pustu, Posyandu ()


1.2. Dokter Praktek, Bidan/Perawat ()
1.3. Rumah sakit ( )
1.4. Dukun ( )
1.5. Pengobatan Alternatif
1.6. ……………………………….
2. Jarak rumah dengan fasilitas kesehatan :

2.1 0-1 kilo meter ()


2.2 1-2 kilo meter ( )
2.3 2-3 kilo meter ( )
2.4 Lebih dari 3 kilo meter ( )

Samarinda, 25 Mei 2016

Pewawancara,

( .................................... )
F. PENGKAJIAN INDIVIDU PADA ANAK DENGAN PNEUMONIA
S:

1. Identitas

Identitas Klien

Nama : An. N

Umur : 7 Bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Identitas orang tua

Nama Ibu : Ny. N Nama Ayah : Tn. H

Umur : 40 tahun Umur : 37 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Suku/Bangsa : Bugis Suku/Bangsa : Sunda

Pendidikan : SD Pendidikan : SD

Pekerjaaan : IRT Pekerjaaan : Swasta


Alamat : Jl. Sutra kembang RT 10 Baka

2. Riwayat Kesehatan Klien

a. Keluhan utama

1) Saat Masuk : ibu klien mengatakan anaknya batuk ± 2 minggu,

pilek, muntah dari tadi malam ≥ 5 x, dan demam sejak tadi malam.

2) Saat Mengkaji : ibu klien mengatakan anaknya batuk ± 2 minggu,

pilek, muntah dari tadi malam ≥ 5 x, dan demam sejak tadi malam.

b. Riwayat penyakit Sekarang : An.N rewel, demam, dan tidak nafsu

makan

c. Riwayat Kesehatan yang Lalu

1) Riwayat kehamilan dan kelahiran

Ibu hamil anak yang ke 1, selama hamil control di bidan.

Ibu melahirkan cukup bulan secara normal di bantu Bidan. Saat lahir

berat badan 2900 gram dan panjang badan 50 cm

2) Riwayat imunisasi

POLIO I POLIO II POLIO III POLIO IV

HB0 + + + + CAMPAK

BCG DPT/HBI DPT/HBII DPT/HBIII

√ √ √ √ √

3) Riwayat alergi
Anak tidak pernah mengalami alergi apapun pada makanan atau pun

obat-obatan

4) Riwayat penyakit yang pernah diderita

Anak tidak pernah dirawat di Rumah Sakit

5) Riwayat operasi/pembedahan

Anak tidak pernah mengalami operasi pembedahan apapun

d. Riwayat Kesehatan keluarga

Di dalam keluarga ibu sedang menderita Asma

e. Data Fungsional Kesehatan

Data fungsional
Saat sakit
kesehatan

Nutrisi Berkurang selama sakit karena tidak mau makan dan

minum

Eliminasi BAB ± 1 x sehari

BAK ± 4x sehari

Istirahat Pola tidur anak terganggu, tidak nyenyak.

Personal Hygiene Anak dimandikan 1 x sehari

Aktivitas Anak rewel

f. Riwayat Psikososiokultural Spiritual

Keluarga tidak memiliki adat istiadat apapun yang mempengaruhi

kesehatan.
O:

1. Pemeriksaan Umum

Kesadaran : Composmentis

Keadaan umum : Sakit sedang

N : 135 x/menit

RR : 65 x/menit

T : 38,9 ºC

Antropometri : Tinggi badan : 65,5 cm

Berat badan : 6,2 kg

Status gizi : Gizi kurang

2. Pemeriksaan Fisik

Kepala : Rambut bersih, kulit kepala bersih, tidak ada lesi

Wajah : Tidak tampak oedem, tampak simetris, tampak pucat

Mata : Simetris, bersih, konjungtiva tidak pucat

Telinga : Tidak tampak pengeluaran secret atau serumen, tidak

terjadi perdarahan

Hidung : Tampak simetris, ada pernafasan cuping hidung.

Mulut : Simetris, kering dan pucat


Leher : Tidak tampak pembesaran pada kelenjar tyroid, getah

bening maupun vena jugularis

Dada : Tampak simetris, napas cepat, tidak tampak retraksi

dinding dada

Abdomen : Tidak ada luka bekas operasi

Genetalia eksterna : Tidak ada kelainan pada daerah genetalia

Anus : Positif

Ekstremitas : Simetris, tungkai dapat bergerak dengan baik

3. Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan

G. PENGKAJIAN INDIVIDU PADA IBU DENGAN ASMA


1. Identitas
Nama Ibu : Ny.L Nama Suami : Tn. N
Umur : 40 th Umur : 37 th
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/Bangsa :Bugis Suku/Bangsa : Sunda
Pendidikan : SD Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Wara wiri Gg. kelinci
RT.03 RW. 05 No. 25
2. Keluhan utama
Ibu mengeluh pada payudaranya terasa panas dan nyeri. Juga nampak
membengkak.

3. Riwayat kesehatan sekarang


Pada saat ini ibu sedang dalam masa nifas, dan pada masa nifas ini ibu
mengalami peradangan pada payudara (mastitis) sejak setelah melahirkan.

4. Riwayat kesehatan yang lalu


Ibu tidak pernah mengalami penyakit menurun, menahun, dan menular
selama hidup.

5. Riwayat kesehatan keluarga


Pada keluarga tidak terdapat penyakit menurun, menahun, ataupun
menular seperti diabetes, HIV, jantung dan lain-lain.

6. Riwayat menstruasi
Ibu pertama kali mendapat menstruasi pada usia 12 tahun. Setiap
bulannya ibu rutin mengalami menstruasi. Lama menstruasi setiap
bulannya 7 hari. Setiap menstruasi ibu mengganti pembalut sebanyak 2-3
kali/hari. Setiap ibu mensturasi ibu mengeluh nyeri perut pada hari
pertama menstruasi.

7. Riwayat obstetrik
N Kehamilan Persalinan Anak Nifas
o Suami Ank UK Pny Jns Pnlg Tmpt Peny JK BB/PB H M Abnrmlts Laktasi Peny
1 1 1 Ater - Spt Bida BPS - Lk 2700/ √ - - -
m n 49cm

2 1 1 Ater - Spt Bida BPS - Pr 2900/ √ - - -


m n 50cm
8. Riwayat kontrasepsi
Ibu tidak pernah menggunakkan metode kontrasepsi apapun. Hanya
memantau masa subur melalui kalender.

9. Pola fungsional kesehatan


Pola Sebelum Nifas Saat Ini

Ibu makan 3x1 dalam sehari Nafsu makan ibu


Ibu minum 5 gelas air putih berkurang pada masa
dalam sehari nifas ini dikarenakan
Nutrisi
nyeri pada payudara
membuat ibu tidak
nyaman. Ibu makan 1 x 1
hari. Dan banyak
meminum air putih.
Ibu BAB 1 kali dalam Ibu BAB 1 kali dalam
sehari. sehari.
Eliminasi Ibu BAK 4-5 kali dalam Ibu BAK 3 kali dalam
sehari. sehari.

Ibu tidur malam 7-8 jam/ Ibu tidur malam 5 jam/


Istirahat
hari hari.

Aktivitas ibu sehari-hari Aktivitas ibu sedikit


Aktivitas dirumah adalah sebagai ibu terganggu dikarenakan
rumah tangga ibu merasa tidak nyaman
dengan kondisi
payudaranya yang
mengalami nyeri dan
panas disertai bengkak.

Ibu mandi 2 kali/hari. Ganti Ibu mandi 2 kali/hari.


Personal Hygiene
celana dalam setiap 2-3 kali Ganti celana dalam setiap
dalam sehari. 2-3 kali dalam sehari.

Ibu tidak memiliki Ibu tidak memiliki


kebiasaan ada istiadat yang kebiasaan ada istiadat
Kebiasaan
dapat merugikan diri ibu. yang dapat merugikan diri
ibu.

10. Riwayat psikososiokultural spiritual


Ini merupakan pernikahan pertama ibu dan suami, lama usia pernikahan
adalah 5 tahun. Ibu dan keluarga sangat senang atas kelahiran bayi. Ibu
dan keluarga tidak memiliki adat istiadat yang dapat merugikan dirinya.

O:

1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital :
a. Tekanan darah : 100/70 mmHg
b. Suhu : 36,5oC
c. Nadi : 88 x/menit
d. Pernafasan : 20 x/menit
Antropometri
a. Tinggi badan : 150cm
b. Berat badan sebelum hamil : 50kg
c. Berat badan sekarang : 58kg
d. LILA : 25cm

2. Pemeriksaan fisik
Kepala :
Wajah :
Mata :
Telinga :
Hidung :
Mulut ` :
Leher :
Dada :
Payudara : payudara ibu nampak merah mengkilat, terasa nyeri dan
nampak bengkak. Ibu merasa tidak nyaman dengan keadaan
payudara ini dan akhirnya tidak mau meyusui bayinya.

Abdomen :
Genetalia :
Anus :
Ekstremitas :

3. Pemeriksaan penunjang
Tidak ada

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah melakukan pengkajian dari hasil wawancara secara individu yaitu

pengkajian dan pemeriksaan fisik ditemukan beberapa kesenjangan, yaitu

kurangya pengetahuan ibu mengenai penanganan pada bayi dengan pneumonia

dan kurangnya pengetahuan mengenai pencegahan kambuhnya asma pada ibu.

Dalam melakukan asuhan keluarga penulis tidak menemukan hambatan

yang berarti. Kerjasama yang baik terjalin antara mahasiswa bidan dengan klien

beserta yang mana hal ini menjadi penentu dalam pemberian asuhan keluarga.

Dari masalah yang ada, pneumonia yang dialami oleh An. N disebabkan

oleh bakteri atau virus dan dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya yaitu

nutrisi anaknya tidak baik sehingga mengakibatkan pneumonia

Dan ibu yang mempunyai penyakit asma mengganggu aktifitas sehari-hari

ibu sehingga perlu pencegahan agar asma ibu tidak kambuh.

Dari hasil asuhan yang telah diberikan ini ibu mengetahui cara

penatalaksanaan yang harus diberikan kepada bayinya yang mengalami

pneumonia. Dan ibu juga mengetahui cara mencegah agar asmanya tidak kambuh.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Peran serta anggota keluarga lahir dari kesadarannya sendiri. Namun di

lain sisi pendekatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan juga berpengaruh

dalam mengatasi masalah yang terjadi pada keluarga Tn. N. Pendekatan yang

dilakukan oleh mahasiswa kebidanan sangat bermanfaat dalam menangani kasus

pneumonia yang dialami oleh An. N dan asma pada Ny. L .

Dengan adanya masalah seperti diatas, mahasiswa telah melakukan kegiatan

seperti penanganan pada An. N dengan pneumonia dan pencegahan asma pada

Ny. L .

B. Saran

Ada beberapa saran yang ingin disampaikan oleh mahasiswa, seperti :

1. Perlu adanya tindak lanjut dari petugas kesehatan dan bekerja sama antara

keluarga dengan petugas kesehatan.

2. Diharapkan kerjasama yang telah dibina dapat ditingkatkan lagi demi

terlaksananya Asuhan Kebidanan yang berkualitas terhadap klien.

3. Dianjurkan kepada klien dan keluarga yang mengalami gangguan kesehatan

agar selalu menjaga konsisi dirinya, terutama tingkat pengtahuan ibu terhadap
status kesehatan anggota keluarganya seperti mengatur pola makan gizi

seimbang dan rajin memeriksakan diri ke petugas kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi : Pemeriksaan &


Manajemen Edisi 2. Jakarta : EGC

Herdman, T. Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosa Keperawatan Definisi


dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC

Indriasari, Devi. 2009. 100% Sembuh Tanpa Dokter A-Z Deteksi, Obati dan Cegah
Penyakit. Yogyakarta : Pustaka Grhatama

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Balita,
Orang Dewasa, Usia Lanjut. Pustaka Obor Populer : Jakarta

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi NANDA NIC NOC.
Yogyakarta : Media Action Publishing

Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada


Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Medicafarma. 2008. Asma Bronkiale. Diakses 25 Juni 2015


http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/asma-bronkiale.html
Muchid, dkk. 2007. Pharmaceutical care untuk penyakit asma. Diakses 25 juni 2015
http://125.160.76.194 /bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/ASMA.pdf
Tanjung, D. 2003. Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Diakses 25 Juni 2015
http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf.

Você também pode gostar