Você está na página 1de 8

Analisis Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan Galian C Di Desa Mertan

Cairin Melina
cairinmelina@students.unnes.ac.id

Abstrak
Industri Pertambangan merupakan suatu industri yang paling diandalkan oleh pemerintah Indonesia,
dimana pertambangan menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD). Selain menjadi sumber
pendapatan industri pertambangan juga menjadi ladang pekerjaan bagi masyarakat sekitar, sehingga
semakin terserapnya tenaga kerja bagi masyarakat untuk mengurangi jumlah pengangguran. Dalam
indsutri pertambangan ada beberapa cara yang digunakan, salah satunya ialah cara tradisional. Cara
tradisional ini biasa dilakukan oleh masyrakat yang melakukan penambangan dengan cara manual, serta
masih menggunakan peralatan-peralatan sederhana. Peralatan yang biasa digunakan oleh masyarakat
ialah seperti pacul, skop, ayakan, grobak , linggis dan lain-lain. Pertambangan skala kecil yang dilakukan
oleh masyarakat memang tidak menimbulkan dampak kerusakan yang signifikan, berbeda dengan industri
pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan. Seiring dengan berjalannya waktu perkembangan
teknologi semakin maju dan canggih. Hal tersebut dapat dilihat dari kegiatan industri pertambangan
dengan skala besar. Perusahaan yang melakukan kegiatan pertambangan dengan skala besar, memang
cenderung akan menggunakan peralatan-peralatan yang besar jug, seperti escavator, buldozer, looder dll.
Peralatan-peralatan yang digunakan tersebut akan berakibat terjadinya kerusakan lingkungan yang lebih
besar juga. Salah satu jenis industri pertambangan di Indonesia ialah aktivitas penambangan galian C.
Penambangan galian C merupakan penambangan yang bahan galiannya digunakan untuk keperluan
infrastruktur. Namun akhir-alhir ini marak sekali terjadi kegiatan penambangan secara ilegal tanpa
melakukan proses perizinan terlebih dahulu. Hal ini sangat penting disamping manfaat yang diberikan
dari adanya kegiatan pertambangan, juga perlu memperhatikan kelangsungan lingkungan ke depan.
Dampak dari pertambangan ialah kerusakan lingkungan seperti longsor atau perubahan bentuk lahan.
Kata Kunci : Industri Pertambangan, Perizinan, Dampak, Kerusakan Lingkungan

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan pertambangan merupakan sebuah industri yang menjanjikan, karena dari
kegiatan tersebut dapat memberikan manfaat bagi daerah atau akan menjadi pendapatan asli
daerah (PAD). Selain itu pertambangan juga memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat
sekitar, karena akan terserapnya tenaga kerja bagi masyarakat. Jadi dapat dikatakan bahwa
industri pertambangan dapat meningkatkan kegiatan ekonomi bagi suatu daerah. Namun yang
terjadi sekarang muncul berbagai perusahaan pertambangan secara ilegal tanpa melalui proses
perizinan terlebih dahulu. Bahkan banyak perusahaan pertambangan yang mengklaim bahwa
kegiatannya tersebut telah mendapatkan izin dari pemerintah setempat. Hal ini terjadi di Desa
Mertan, Kecamatan Bendosari dimana terdapat aktivitas penambangan galian c yang dikelola
oleh UD Berkah.
Kegiatan penambangan secara ilegal sampai sekarang masih terjadi dan masih eksis
tanpa diketahui oleh pemerintah. Hal ini sangat disayangkan bahwa memang dalam kegiatan
industri pertambangan memberikan manfaat yang bagus baik bagi daerah maupun masyarakat
sekitar. Namun disisi lain akibat yang ditimbulkan dari pertambangan secara ilegal tanpa
adanya pengawasan dari pemerintah. Dapat mengakibatkan terjadinya keruskan lingkungan,
salah satu bentuk kerusakan lingkungannnya ialah longsor atau perubahan bentuk lahan. Hal
ini sama dengan yang terjadi di Desa Mertan. Proses perizinan yang diklaim bahwa mereka
telah memperoleh izin untuk melakukan kegiatan pertambangan memang menjadi perntanyaan,
bagaimana bisa perusahaan tersebut telah mendapatkan izin namun dalam melakukan kegiatan
pertambangan tidak memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan yang baik, terbukti
mereka telah melakukan pengrusakan lingkungan di wikayah desa tersebut

Kronologi Masalah
Aktivitas penambangan galian c di Desa Mertan, Kecamatan Bendosari yang dikelola
oleh UD Berkah Wijaya telah mengklaim bahwa kegiatan penambangan tersebut telah
mengantongi izin. Perusahaan tersebut juga mengakui bahwa aktivitas tersebut juga telah sesuai
dengan prosedur. Berdasarkan pantauan Espos, Rabu 22 Februari 2017 sejumlah alat berat
terlihat mengeruk tanah dan dikumpulkan disuatu tempat. Kedalaman dari kerukan tersebut
setinggi 10 meter-12 meter. Luas dari penambangan ini diperkirakan seluas puluhan hektar.
Disisi lain dari lokasi penambangan galian c terdapat kebun pohon jati yang berdekatan
langsung. Sebagian pohon jati nyaris tumbang lantaran akarnya mati. UD Berkah Wijaya selalu
mengklaim bahwa mereka telah mengurus berbagai persyaratan administrasi dan telah
mengantongi izin penambangan galian C yang diterbitkan oleh Pemprov Jateng. Sehingga izin
penambangan tersebut dijadikan acuan untuk melakukan aktivitas penambangan galian.
Salah satu pihak perusahaan sendiri juga menjelaskan bahwa jika mereka tidak
mendapatkan izin mereka juga tidak berani untuk melakukan kegiatan penambangan galian C.
Hal ini serupa dengan pernyataan oleh mantan Kepala Desa Mertan, beliau menjelaskan bahwa
telah berkomunikasi dengan para pemilik lahan sebelum melakukan kegiatan penambangan
galian c. Kegiatan tersebut juga tidak menganggu kenyamanan warga sekitar. Namun fakta lain
diungkapkan oleh salah satu warga setempat bahwa dari adanya aktivitas pengerukan, telah
mengakibatkan sebagian kebun jati milik warga setempat longsor. Akibatnya puluhan pohon
jati terancam mati selain itu sungai yang melintasi daerah pertambangan tersebut menjadi
kering. Keresahan masyarakat terhadap penambangan tersebut telah disampaiakan kepada
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Masyarakat berharap segera ditindaklanjuti terkait dengan
aktivitas penambangan yang merusak lingkungan dan merugikan masyarakat.

Rumusan Masalah
1. Apa Dampak Yang Timbul Akibat Pertambangan di Desa Mertan ?
2. Bagaimana Kebijakan Perizinan Pertambangan Yang telah Dilakukan oleh Pemerintah?

PEMBAHASAN
Dampak Yang Timbul Akibat Adanya Pertambangan Tanpa Izin
Pertambangan yang dilakukan disetiap wilayah memang ada dampak positif dan
negatifnya, secara ekonomi memang memberikan dampak yang positif baik bagi perusahaan
maupun masyarakat sekitar. Namun kebanyakan dari perusahaan yang menjalankan aktivitas
pertambangan lebih mementingkan keuntungan pribadi atau perusahaan. Disamping
memberikan manfaat yang baik bagi perekonomian, namun aktivitas penambangan juga dapat
memberikan dampak yang negatif terutama bagi kelangsungan lingkungan hidup untuk
kehidupannya. Salah satu dampak negatif yang nyata dari aktivitas penambangan ialah
kerusakan lingkungan.
Pengertian kerusakan lingkungan dapat dijelaskan dalam pasal pasal 1 Undang-Undang
No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pengertiannya
dapat dijelaskan sebagai berikut:
Keruskan Lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat
fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup.
Dari pengertian tersebut dapat dilihat bahwa penambangan galian C yang terjadi di Desa
Mertan telah mengakibatkan kerusakan lingkungan. Karena dalam faktanya akibat dari
penambangan tersebut telah mengakibatkan lahan warga yang ditanami oleh pohon jati menjadi
mati dan tanahnya longsor, selain akibat tersebut terdapat sungai yang dekat dengan lokasi
tersebut menjadi kering. Potensi longsor besar juga semakin mengancam jika aktivitas tersebut
tidak segera dilakukan pengawasan oleh pemerintah.
Penambangan tersebut telah mengakibatkan suatu perubahan secara langsung bagi
kelangsungan lingkungan disekitar area pertambangan tersebut. Mengacu kepada kasus
penambangan di Desa Mertan tersebut apabila aktivitas tersebut terus berlangsung tanpa ada
pembatasan atau pengawasan dari pemerintah melalui kebijakan atau regulasi yang
mengaturmya. Maka untuk jangka baik pendek maupun panjang akan mengakibatkan dampak-
dampak kerusakan lingkungan lain.
Dampak lingkungan kegiatan penambangan galian c di Desa Mertan tidak hanya
memberikan keuntungan dan manfaat tetapi juga menimbulkan permasalahan. Aktivitas
penambangan yang menggunakan alat berat yang berfungsi untuk melakukan pengerukan
material yang berada di dinding tebing juga akan menimbulkan permasalahan secara ekologis
san dan sosial bagi lingkugan sekitar. Pertambangan galian C di Desa Mertan dampaknya dapat
dianilisis dengan membagi dampak secara umum, dampak secara fisik lingkungan dan dampak
sosial ekonomi masyarakat
Analisis dampak-dampak secara umum yang timbul akibat dari penambangan galian c
di Desa Mertan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Potensi Terjadinya Longsor
Area penambangan galian C di Desa Mertan memang daerah yang meiliki potensi
yang berbahaya karena lahan disekitar hanya ditanami oleh pohon-pohon jati.
Bahaya akan terjadinya longsor semakin tinggi karena berdasarkan pantauan
pengerukan yang sudah dilakukan oleh UD Berkah Wijaya sudah terlalu dalam.

b. Berkurangnya Ketersediaan Air


Daerah di Desa Mertan merupakan daerah yang memiliki resapan air dibawahnya,
selain itu di area tersebut juga terdapat beberapa sungai yang berdekatan dengan
aktivitas pertambangan. Akibatnya beberapa sungai telah kering karena telah
tertimbun material-material tambang. Akibatnya jika ada hujan maka air akan
langsung terakumulasi dipermukaan tanah. Akibatnya akan menurunkan
produktivitas air di lahan tersebut. Hak ini akan membahayakan bagi lingkungan dan
kehidupan bagi masyarakat Desa Mertam.

c. Terjadi Perubaha Struktur Tanah


Akibat adanya aktivitas penambangan di Desa Mertan akan menyebabkan beberapa
partikel tanah hanyut, partikel tanah tersebut sangat penting dan berpengaruh bagi
struktur tanah. Struktur tanah yang remah akan terlepas sehingga fungsi partikel-
partikel tanah sebagai perekat akan mengakibatkan menurunnya produktivitas
struktur tanah yang lain.
d. Penurunan Kapasitas Serapan dan Infiltrasi Air Tanah
Infiltrasi merupakan suatu peristiwa masuknya air tanah melalui permukaan tanah
secara vertikal. Masuknya air tanah melalui permukaan tanah ditentukan oleh
kemampuan tanah. Apabila struktur tanah telah rusak akibat aktivitas penambangan
maka pori-pori tanah akan mengecil sehingga kapasitas infiltrasi menurun dan
akhirnya aliran air tidak dapat terserap sehingga berlarian ke segala arah. Hal inilah
yang akan mengakibatkan terjadinya banjir dan tanah longsor.

Selain dampak diatas terdapat dampak fisik lingkungan yang timbul akibat penambangan galian
C. Analisis dampak tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Aktivitas penambangan galian C di Desa Mertan yang terus menerus tanpa
memperhatikan kelangsungan lingkungan, akan mengakibatkan meningkatnya
erosi di daerah penambangan galian C tersebut serta daerah sekitarnya.
2. Di area penambangan tersebut juga terdapat tebing-tebimg serta bukit yang
ditanami oleh pohon jati akan mengakibatkan rawan longsor karena
penambangan tersebut tidak memperhatikan atau menggunakan sistem berteras
sehingga sudut dari lereng mejadi terjadi dan mudah longsor.
3. Berkurangnya mata air atau debit air permukaan
4. Rusaknya jalan karena tingginya mobilitas kegiatan tambang seperti hilit mudik
truk-truk yang melintasi jalan untuk mengangkut bahan galian.
5. Mengakibatkan polusi udara

Setelah dampak secara umum dan dampak fisik lingkungan, aktivitas penambagan galian C di
Desa Mertan juga menimbulkan dampak secara ekonomi dan sosial masyarakat. Analisis
dampak tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penambangan galian C di Desa Mertan memang menimbulkan manfaat
tersendiri bagi masyarakat sekitar. Karena mudah sekali terjadi penyerapan
tenaga kerja bagi masyarakat sekitar. Sehingga dapat mengurangi jumlah
pengangguran karena sebagian masyarakat bekerja menjadi tenaga kerjam buruh
tambang atau penjual makanan di sekitar area tambang.
2. Aktivitas pertambangan tersebut menimbulkan ketertarikan baik bagi perusahaan
lain maupun sekelompok masyarakat untuk melakukan kegiatan penambangan
juga, akibatnya sering menimbulkan konflik akibat persaingan dalam kegiatan
pertambangan.
3. Bagi masyarakat sendiri dengan adanya kegiatan penambangan tersebut
menimbulkan suatu kecemasan atau ketakutan tersendiri. Karena masyarakat
khawatir jika sewaktu-waktu akan terjadi longsor atau banjir yang pastinya
permukiman mereka juga ikut menjadi korban. Hal ini bisa dikatakan bahwa
kehidupan masyarakat sekitar area pertambangan sangat terganggu sekali. Secara
psikis mereka dihantui dengan adanya bencana-bencana yang akan terjadi
kedepannya.
Kebijakan Perizinan Pertambangan Yang Telah Dilakukan Oleh Pemerintah Setempat
Pemerintah Indonesia sendiri telah menetapkan peraturan terkait dengan pertambangan
yaitu UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara. Selain itu suatu
perusahaan salah satunya melakukan kegiatan pertambangan sebaiknya juga harus
mempertimbangkan bagaimana kelangsungan lingkungan untuk kedepannya. Dengan
memperhatikan pengelolaan lingkungan hidup, suatu perusahaan yang melakukan kegiatan
seperti pertambangan juga harus memperhatikan asas-asas hukum lingkungan. Asas-asas
hukum lingkungan terdapat dalam Undang-Undang N0 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup tercantum dalam pasal 3 yang berbunyi
“pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab
negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan
pembangunan berkelnjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa”.
Jika dikaitkan dengan proses perizinan, sesuai dengan kasus diatas bahwa perusahaan
tambang telah mengklaim mereka telah mendapatkan izin dan telah memenuhi prosedur yang
ditetapkan. Namun faktanya mereka telah melakukan penambangan yang mengakibatkan
adanya kerusakan lingkungan seperti longsor serta perubahan lahan disekitar. Dapat dilihat
bahwa ada ketidakcocokan antara pernyataan dengan apa yang telah dilakukan. Jika memang
mereka memperoleh izin maka tentunya mereka akan memperhatikan tata ruang sehingga tidak
menimbulkan keruskan.
Secara akademik, konsep izin lingkungan terpadu dapat dilihat dari dua aspek. Pertama,
terkait dengan pemberian kewenangan penerbitan izin kepada suatu instansi saja sehingga tidak
lagi terbagi atas dua atau lebih institusi seperti keadaan sekarang. Aspek kedua terakit dengan
penyataan terhadap jenis kegiatan usaha apa saja izin lingkungan itu diberlakukan,
menimbulkan pencemaran lingkungan hidup saja (brown issues) atau juga terhadap kegiatan-
kegiatan usaha yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup (green issues).1
Dari aspek terhadap kegiatan apa saja izin lingkungan akan diberlakukan, izin
lingkungan berdasarkan UUPPLH diberlakukan untuk kategori kegiatan dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan maupun perusakan lingkungan hidup. Hal ini daoat dilihat dari
pengertian izin lingkungan sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1 butir 35 UUPPLH yaitu
“izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib
amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai
prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.” Dari rumusan pasal 1 butir 35
dapat dipahami dua hal. Pertama, bahwa izin lingkungan diberlakukan atas kegaitan usaha yang
wajib Amdal dan UKL-UPL. Karena atas kegatan uasah yang diberlakukan atas kegiatan-
kegiatan yang membuang limbah maupun kegiatan-kegiatan usaha yang mengamnbil sumber
daya alam, dengan demikian berarti izin lingkungan diberlakukan atas kegiatan yang dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan maupun kerusakan lingkungan.2
Permasalahan mendasar dalam pengaturan regulasi penambangan galian c dilihat dari
sisi pemegang kebijakan yaitu pemerintah dapat ditinjau dari dua sudut padang, yaitu sisi
internalnya sendiri serta sisi eksternal. Sisi internalnya ialah adanya permasalahan internal antar
kelembagaan pemerintah yang kurang koordinasi, aparatur pemerintah kurang koordinasi,
aparatur pemerintah, anggaran operasional terbatas dan sarana dan prasarana operasional yang

1
Rahmadi Takdir, 2011, “Hukum Lingkungan di Indonesia”, jakarta: PT Raja Grafindo Persada hal 110
2
Loc.cit, hal 111
terbatas. Permasalahan internalnya adalah berakibat kurang optimalnya pemerintah dalam
melaksanakan tugas pokon dan fungsinya menerapkan peraturan yang berlaku.
Sejumlah peraturan perundang-undangan tersebut sudah cukup baik dan memadai
sebagai landasan dalam rangka pengelolaan pertambangan yang berwawasan lingkungan. Akan
tetapi dalam penerapannya sangat sulit untuk dapat dilaksanakan dengan baik dikarenakan
banyaknya tantangan dan kedala yang menghambat konsekuensi pelaksanaan aturan kebijakan.
Misalnya dalam penerapan penambangan pasir pada saat penelitian hanya satu perusahaan
yang mempunyai SIPD (Surat Izin Pertambangan Daerah) atas nama CV Mitra karya
sedangkan yang lainnya adalah penambangan dengan dengan tanpa disertai perizinan.3
Dalam kasus penambangan di desa Mertan memang pihak perusahaan yang dikelola
oleh UD Berkah Wijaya, pihak perusahaan mengklaim bahwa mereka telah mengantongi izin
dari pemerintah setempat untuk melakukan kegiatan penambangan. Mereka selalu menjelaskan
bahwa dalam melakukan aktivitas penambangan mereka telah sesuai dengan prosedur sehingga
tidak akan mengakibatkan keruskan lingkungan. Namun fakta menunjukkan lain banyak
kerusakan terjadi di area tersebut baik itu longsor atau sungai-sungai yang kering. Bahkan
ancaman untuk terjadinya bencana kedepannya semakin besar.
Terkait dengan perizinan yang telah diberikan oleh pemerintah setempat untuk
melakukan penambagan memang menjadi pertanyaan, jika memang perusahaan tersebut telah
melakukan proses untuk memperoleh izin untuk menjalankan usaha pertambangan maka
kemungkinan terjadinya kerusakan terhadap lingkungan sangat kecil. Pengalaman
implementasi berbagai instrumen pengelolaan lingkungan hidup, utamanya amdak, menunjukk
bahwa meskipun AMDAL sebagai salah satu instrumen pengelolaan lingkungan cukup efektif
dalam memasukkan pertimbangan-pertimbangan lingkungan dalam rancangan bangunan
proyek-proyek individual, tapi secara konsep pembangunan menyeluruh instrumen AMDAL
belum memadai dalam memberikan jalan keluar terhadap dampak lingkungan kumulatif
dampak tidak langsung, dan dampak lingkungan sinergistik.4
Jika suatu perusahaan telah melakukan proses perizinan dan disetuji oleh pemerintah
maka dalam menjalankan aktivitas pertambangannya akan terencana secara terpadu dan
menentukan optimalnya pengawasan. Sehingga dengan begitu diharapkan seluruh rangkaian
pelaksanaan pengawasan dapat terlaksana sesuai dengan target yang ditetapkan secara terpadu
melalui perencanaan, sehingga dengan demikian upaya penegakan hukum administrasi dapat
dilaksanakan. Melalui pengawasan yang terpadu, maka diharapkan pelaksanaannya tidak akan
menyimpang dari hakikat seta esensi tujuan dari pengawasan.
Perizinan lingkungan merupakan perizinan yang berkaitan dalam upaya perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup. Berdasarkan subtansu dari Peraturan Pemerintahan Nomor
27 Tahun 2012 tentang izin lingkungan, perizinan lingkungan terdiri atas:5

1. Izin lingkungan
Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan
usaha dan/atau kegiatan wajin AMDAL atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai persyarat memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan.
2. Izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (izin PPLH)

3
Yudhistira , 2011, Kajian Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Pasur Di Desa Keningar
Daerah Kawasan Gunung Merapi, Junal Ilmu Lingkungan, Vol 9, hal 76-84
4
Nita Triana, 2014, Pendekatan Ekoregion Dalam Sistem Hukum Pengelolaan Sumber Daya Air Sungai di Era Otonomi
Daerah, Pandecta, vol 9 No 9, hal 162
5
Laode M. Syarif & Andri G. Wibisana, 2010, Hukum Lingkungan, Jakarta: kemitraan partnership, hal 139
Izin PPLH terdiri atas beberapa perizinan di bidang pengelolaan lingkungan dan
mnjadi syarat perizinan yang harus dimiliki oleh pelaku usaha dan tercantum dalam
izin lingkungan, isalnya izin pembuangan air limbah, izin pengelolaan limbah bahan
berbahaya.

PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari analisis dari kasus pertambangan galian c di Desa Mertan ialah
kegiatan penambangan di Desa Mertan Kecamatan Bendosari menimbulkan banyak sekali
dampak terhadap lingkungan yaitu dampak lingkugan secara umum, dampak fisik lingkungan
dan dampak sosial dan ekonomi masyarakat. Dampak secara umum kerusakan lingkungan ialah
adanya perubahan lingkungan seperti tanah longsor atau sungai-sungai yang kering, resapan air
menjadi terhambat dan lain-lain dan secara sosial dengan adanya pertambangan akan
menimbulkan suatu keinginan dari penambang-penambang lain untuk ikut melakukan kegiatan
penambangan di area tersebut sehingga akan menimbulkan persaingan antar penambang atau
antar perusahaan, besar kemungkinan akan menimbulkan terjadinya konflik di masyarakat.
Sehingga akan muncul masalah-masalah lain yang akan menganggu ketentraman dan
kesejahteraan masyarakat sekitar. Memang dalam kegiatan penambangan banyak memberikan
manfaat bagi pemasukan daerah atau masyarakat itu sendiri yang ikut merasakan. Namun hal
pelu diperhatikan ialah terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup, jika kegiatan penambgan
tersebut dilakukan terus menerus tanpa memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan
maka akan berdampak terhadap kerusakan lingkungan hidup. Hal ini sangat disayangkan
bahwa suatu perusahaan yang tidak memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan
hidup seakan tidak memikirkan kelangsungan lingkungan untuk jangka panjang. Pemerintah
seharusnya lebih selektif lagi dalam mengawasi terkait dengan aktifitas penambangan terutama
penambangan liar. Sehingga resiko kerusakan lingkungan dapat ditekan melalui kebijak-
kebijakn pemerintah.

Daftar Pustaka
Buku
Takdir Rahmadi, 2011, Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Laode M. Syarif & Andri G. Wibisana, 2010, Hukum Lingkungan, Jakarta: kemitraan partnership
Jurnal
Yudhistira, Wahyu Krisna, Agus Hadiyarto, Kajian Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat
Kegiatan Penambangan Pasur Di Desa Keningar Daerah Kawasan Gunung Merapi, jurnal ilmu
lingkungan, vol 9 hal 76-84
Nita Triana, 2014, Pendekatan Ekoregion Dalam Sistem Hukum Pengelolaan Sumber Daya Air Sungai
di Era Otonomi Daerah, Pandecta, vol 9 No 9, hal 162

Undang-Undang:
Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Nama Koran : Solopos
Edisi Terbitan : Kamis, 23 Februari 2017
Posisi Kasus Berita : Halaman 12

Você também pode gostar