Você está na página 1de 6

KONSERVASI SUNGAI

A. Konservasi Sungai
Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buaan berupa jaringan
pengaliran air beserta material di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara,
dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan (PP No. 38 Tahun 2011,
dalam Maryono,2017). Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah.
Sungai biasanya berasal dari area pusat air di pegunungan. Volume dan lebar
sungai bertambah apabila mengalir ke bawah, bergabung bersama sungai lain
untuk mebentuk induk sungai (Latuconsina, 2016). Berdasarkan defenisi tersebut
maka diuraiakan bahwa bagian-bagian sungai secara memanjang dari hulu ke hilir
adalah mata air pertama, sungai bagian hulu (up-stream), sungaibagian tengah
(middle-stream), sungai bagian hilir (down-stream) (Maryono, 2017). Pengelolaan
beberapa lahan basah seperti sungai merupakan masalah yang sangat penting.
Strategi pengelolaan lahan basah yang efektif adalah dengan cara memasukkan
seluruh wilayah badan air, misalnya daerah aliran sungai, dalam kawasan yang
dilindungi dan pengelolaan (Indrawan, 2007).
1. Komponen Sungai
Konservasi atau pemeliharaan sungai didefenisikan sebagai upaya untuk
menjaga keberlangsungan mekanisme ekosistem sungai (perpaduan antara habitat
dan organism sungai) secar mikro maupun makro dari hulu ke hilir, sehingga
sungai dapat bermanfaat dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Semakin alamiah
kondisi sungai maka semakin banyak manfaat yang diperoleh, sedang semakin
rusak kondisi alamiah sungai maka semakin banyak memberikan masalah
(Maryuni, 2008).
1.1 Komponen Hidraulik
Komponen hidraulik sungai meliputi berbagai hal yang berhubungan dengan
aliran air dan sedimen. Komponen hidraulik sungai yang dominan adalah debit
aliran, kecepatan aliran, tinggi muka air, tekanan air, turbulensi aliran maro
memanjang sungai, distribusi kecepatan mikro pada lokasi-lokasi tertentu,
gelombang sungai dll. Komponen hidraulik lainnya yang penting sebagai base
flow air sungai adalah mata air sepanjang sungai. Mata air sepanjang sungai ini
umumnya sangat banyak. Pemahaman masyarakat bahwa sumber air sungai
berasal dari mata air tertentu di daerah hulu perlu dikoreksi (Maryuni, 2008)
1.2 Komponen Sedimen dan Morfologi Sungai
Disamping komponenen air, dalam komponene hidraulik ini juga erkait
langsung dengan komponen aliran sedimen sungai. Sedimen yang dimaksud
adalah sedimen dasar (bed load) dan sedimen tersuspensi (suspended load).
Namun dalam hal ini sedimen ini bukan hanya sedimen anorganik tetapi juga
terdapat sedimen organic. Sedimen organic misalnya lumpur, pasir, kerikil, dan
batu. Sedangkan sedimen organic adalah seresah daun yang sedang dan telah
membusuk, kayu-kayuan yang ikut terbawa hanyut, humus yang terlarut, serta
mikroorganisme , benthos, dan plankton yang terbawa aliran air (Maryuni, 2008).
1.3 Komponen Ekologi
Komponen ekologi sungai adalah segala komponen biotik yang hidup
disungai, baik makhluk hidup yang bergerak secara aktif contohnya ikan, maupun
makhluk hidupyang tidak dapat bergerak contohnya tumbuhan (Maryuni, 2008).
1.4 Komponen Sungai
Komponen sosial sangat berpengaruh terhadap sungai, baik hidralik,
sedimen, dan morfologi sungai, kualitas air sungai, dan ekologi flora dan fauna
sungai. Sebagai contoh yang paling mudah dipahami adalah bahwa kualitas air
sungai dipengaruhi oleh sejauh mana kesadaran dan persepsi masyarakat terhadap
sungai. Jika kesadaran masyarakat akan fungsi sungai secara kompeherensif
cukup tinggi, maka kualitas air sungai akan membaik. Hal ini terjadi karena
meningkatnya kesadaran dan cara berpikir masyarakat tentang sungai, maka
masyarakat tidak akan membuang sampah dan limbah begitu saja ke sungai
(Maryuni, 2008).
2. Aktivitas Antropogenik dan Dampaknya pada Sungai
Manusia cenderung memanfaatkan sumber daya air pada perairan sungai
untuk berbagai kepentingan, misalnya air minum, pertanian,perikanan, industry,
dan transportasi. Seiring meningkatnya jmulah pendudu maka semakin meningkat
pula berbagai aktivitas manusia yang memanfaatkan sungai sebagai ekosistem
perairan. Sungai sebagai pendukung kehidupan manusia semakin terbebani
karena daya dukungnya semakin menurun, yang semakin diperburuk dengan
aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan sehingga menghasikan bahan
polutan yang menurunkan kualitas air perairan sungai sehingga tidak dapat
diperuntukkan secara maksimal (Latuconsina, 2016)
Polutan dari aktivitas manusia dapat dibagi ke dalam empat kateogri, yaitu :
2.1 Patogen, menyebabkan penyakit, speerti kolera (vibrio cholera) masuk ke
badan air yang bersumber buangan limbah aktivitas manusia yang belum diolah
sebelumnya.
2.2 Toksin, dapat membunuh semua organism atau secara selektif, seperti
pestisida yang bersumber dari aktivitas pertanian.
2.3 Deoksigenators, kebanyakan dalam bentuk sampah organic yang
menurunkan kandungan oksigen terlarut pada kolom perairan akibat perombakan
oleh bakteri yang memanfaatkan oksigen.
2.4 Pengayaan nutrient terutama dalam bentuk fosfat yang berasal dari
detergen atau pemupukan yang berlebihan, dan bentuk nitrogen yang berasal dari
aktivitas pertanian dan limbah domestik (Latuconsina, 2016).
3. Upaya Konservasi Sungai
Menurut (Maryono, 2008) upaya konservasi sungai dapat dibedakan secara
umum menjadi dua bagian; yaitu mempertahankan kondisi abiotik dan biotic
sungai serta meningkatkan kualitas lingkungan biotic dan abiotik sungai yang
rusak atau mengalami degradasi.
3.1 Mempertahankan kondisi abiotik dan biotic
Kondisi abiotik dan biotic yang harus dipertahankan dalam upaya
pemeliharaan sungai secara komperehensif adalah morfologi alur sungai,
komponen transportasi sedimen, vegetasi di bantaran sungai, dan berbagai kondisi
lokal tertentu di sungai.
3.1.1 Mempertahankan mofologi luar
Upaya mempertahankan morfologi alamiah sungai dapat diartikan
sebagai upaya mempertahankan dan menjaga kelangsungan ekosistem
di sungai yang bersangkutan. Dengan kondisi morfologi yang utuh,
komponen ekologi akan tumbuh dan komponen hidraulik mengikuti
secara proporsional. Karena morfologi sungai sebenarnya merupakan
hasil interaksi dengan komponen ekologi dan hidraulik, lika-liku alur
sungai terjadi sebagai respon sungai menyesuaikan topografi yang
dilaluinya.
3.1.2 Mempertahankan komponen sedimen transport sungai
Erosi tebing sungai di berbagai tempat sebenarnya merupakan upaya
sungai menemukaan stabilitasnya, demikian juga erosi dasar sungai.
Dalam kurun waktu perubahan morfologi, antara erosi dasar sungai
dengan agradasi di lokasi erosi tersebut kuantitasnya seimbang maka
yang terjadi adalah perubahan morfologi yang sangat cepat dan
irreversible. Jadi upaya-upaya eksktrim untuk menghentikan erosi
dasar sungai dengan plesteran atau dengan mengurung dengan batuan
besar atau membuat ground sill justru memutus daur agradasi dan
degradasi, yang dapat mengakibatkan berlanjutnya perubahan dasar
sungai yang bersangkutan.
3.1.3 Mempertahankan vegetasi di bantaran sungai
Vegetasi di bantaran sungai memiliki fungsi baik ditinju secara
ekologi maupun secara hidraulik. Secara hidraulik, vegetasi tebing
sungai berfungsi untuk menjaga stabilitas tebing sungai, baik dari
gempuran arus air, dari energy mekanik hujan, dan dari peresapan air
ke pori-pori rekahan tebing tinggi. Ranting dan cabang serta daun-daun
tumbuhan di pinggir sungai berperan sebagai komponen pemecah
energy mekanik arus air maupun air hujan.
3.1.4 Mempertahankan kondisi local atau zona tertentu di sungai
3.1.4.1 Zona perakaran pohon pinggir sungai
3.1.4.2 Zona tumbuhan perdu dan herba pinggir sungai
3.1.4.3 Zona tumbuhan besar pinggir sungai
3.1.4.4 Zona tumbuhan merambat di tebing sungai
3.1.4.5 Zona endapan dan gerusan
3.1.4.6 Batu-batuan di sepanjang sungai
3.1.4.7 Kayu mati di sungai
3.1.4.8 Vegetasi pada pulau-pulau dan gosong pasir di sungai
3.1.4.9 Genangan-genangan di pinggir sungai
3.1.4.10 Mata air di pinggir sungai
3.2 Revitalisasi – Restorasi Sungai (river-restoration)
Pada sungai yang telah dikembangkan atau dibangun (secara
antropogenik) sehingga kondisinya tidak alamiah lagi, perlu dilakukan
upaya sejauh mungkin untuk mengembalikan ke kondisi alamiahnya.
Disamping itu untuk sungai yang mengalami degradasi ekologi dan
hidraulik-morfologi bukan oleh kegiatan manusia (non antropogenik),
perlu dilakukan pemeliharaan atau restorasi (perbaikan) sehingga kualitas
ekologinya meningkat. Mengupayakan kondisi sungai yang telah
dibangun sebelumnya (dengan metode teknik hidraulik murni) menjadi
sungai dengan kondisi komponen ekologi dan hidraulik (termasuk seidmen
dan morfologi) yang sama atau menyerupai kondisi alamiahnya. Namun
perlu disadari bahwa upaya renaturalisasi biasanya akan sulit untuk
mengembalikan sungai kepada kondisi aslinya,sehingga upaya
renaturalisasi memerlukan kreativitas dan inovasi dengan bersandar pada
konsep eko-hidraulik.
Inti konservasi sungai adalah mengupayakan komponen ekologi
yang pernah ada bias muncul kembali di lingkungaan sungai tersebut.
Beberapa upaya konservasi sungai yaitu;
3.2.1 Pembuatan fishway (tangga ikan) atau jarring-jaring untuk memanjat
kepiting pada bending-bendung sungai yang ada diperkotaan.
3.2.2 Pembuatan elemen yang dapat menghasilkan mikro turbulen untuk
menghilangkan kembali butiran halus yang mengendap di antara
batuan-batuan sungai.
3.2.3 Pembuatan kolam-kolam kecildi bantaran sungai untuk habitat biota
darat, amphibi, dan air, dengan memperhatikan kapasistas tamping
sungai.
3.2.4 Peningkatan kualitas air sungai dalam upaya peningkatan kualitas dan
kuantitas ekosistem sungai dengan pemberdayaan masyarakat.
3.2.5 Penghilangan talud sungai yang tidak bersifat urgent, sehingga tercipta
zona amphibidan terjalin keterkaitan antara kehidupan darat dan air.
3.2.6 Peletakan batu-batuan dengan jumlah dan ukuran tertentu sesuai
kondisi yang pernah ada di sungai untuk meningkatkan kualitas habitat
sungai.

Daftar Pustaka

Maryono, Agus. 2017. Eko-Hidraulik Pengelolaan Sungai Ramah Lingkungan.


Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Latuconsina, Husain. 2016. Ekologi Perairan Tropis. Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press.

Maryono, Agus. 2008. Pengelolaan Kawasan Sempadan Sungai. Yogyakarta :


Gadjah Mada University Press.

Indrawan, Mochamad., Richard B. Primack., dan Jatna Supriatna. 2007. Biologi


Konservasi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

Você também pode gostar