Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
SYOK DISTRIBUTIF
OLEH:
NAMA: MUHAMMAD SAID ARDANI
NPM: 1614901110139
Tahapan di atas paling jelas dikenali pada syok hipovolemik, tetapi lazim pula untuk
bentuk syok lainnya. Namun demikian, meskipun tahapan dari berbagai macam syok
pada teorinya sama, di sisi lain mekanisme yang terlibat dapat bervariasi tergantung pada
penyebabnya.
Dalam syok distributif, perfusi jaringan yang inadekuat disebabkan oleh
meningkatnya tahanan vaskular sistemik dengan peningkatan curah jantung sebagai
hasilnya (mekanisme kompensasi). Mula-mula perubahan-perubahan ini dikarakterisasi
oleh dinamika kontraktilitas, dilatasi dari pembuluh darah perifer, serta dampak dari
upaya resususitasi yang dilakukan tubuh.
Sebagai contoh, di stadium awal syok septik terjadi penurunan darah diastol,
melebarnya tekanan pulsasi, akral hangat, dan berbagai efek lain seperti terisinya kapiler
dengan cepat karena vasodilatasi perifer. Tubuh akan berusaha mengkompensasi kondisi
ini dengan meningkatkan curah jantung (cardiac output) sehingga pada stadium akhir
syok septik, kombinasi dari kurangnya kontraktilitas myokard yang bergabung dengan
hilangnya tonus (paralisis) pembuluh darah perifer akan menginduksi penurunan perfusi
organ. Sebagai hasilnya, terjadilah hipoperfusi dari berbagai organ vital seperti otak,
hepar, dan bahkan jantung.
Mengingat dalam syok distributif terdapat berbagai variasi (syok septik, anafilaksis,
neurogenik, TSS, dan SIRS) dan reaksi-reaksi yang terlibat pun berbeda sesuai dengan
kasusnya.
Konsekuensi akhir dari malperfusi dalam berbagai bentuk syok distributif dapat
berbeda pada tiap pasien, tergantung dari derajat dan durasi hipoperfusi, jumlah sistem
organ yang terkena, serta ada tidaknya disfungsi organ utama. Harap ditekankan bahwa
apapun tipenya, sekali syok terjadi, cenderung memburuk secara progresif. Sekali syok
sirkulasi mencapai suatu keadaan berat yang kritis, tidak peduli apa penyebabnya, syok
itu sendiri akan menyebabkan syok menjadi lebih berat. Artinya, aliran darah yang tidak
adekuat menyebabkan jaringan tubuh mulai mengalami kerusakan, termasuk jantung dan
sistem sirkulasi itu sendiri, seperti dinding pembuluh darah, sistem vasomotor, dan
bagian-bagian sirkulasi lainnya (Guyton & Hall, 2008).
a. Perubahan pada status mental, mengacu pada tingkat kesadaran pasien (apatis
ataupun somnolen). Biasanya, tingkat kesadaran dapat bervariasi menurut
progresifitas syok saat itu juga. Seringkali saat syok semakin berat, maka semakin
buruk pula tingkat kesadarannya
b. Frekuensi jantung yang lebih dari 90 kali/menit (perlu dicatat bahwa elevasi pada
frekuensi jantung bukanlah pertanda adanya syok bila pasien sedang dalam terapi
beta-blocker
c. Hipotensi, dengan tekanan sistol yang kurang dari 90 mmHg atau mengalami
penurunan sebesar 40 mmHg dari standar normalnya
d. Meningkatnya frekuensi pernafasan hingga melebihi 20 kali/menit (takipnea). Pada
keadaan yang lebih berat, akan terlihat nafas cepat dan dangkal akibat asidosis
e. Ekstremitas teraba hangat (akral hangat) dengan tekanan pulsasi (tekanan sistol
dikurangi diastol) yang meningkat, khususnya pada tahap awal syok distributif
f. Hipertermia, jika suhu tubuh > 38,3oC atau 101oF
g. Hipotermia, dapat pula ditemukan jika temperatur turun hingga di bawah 36oC atau
96,8oF
h. Hipoksia dan hipoksemia relatif yang dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau
kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi
i. Oliguria, yakni berkurangnya produksi urin. Normal rata-rata produksi urin dewasa
adalah 60 ml/jam (1/2-1 ml/kgBB/jam)
2) Inhibitor NO
Dari penelitian terbukti pemberian inhibitor NOS bahkan meningkatkan
mortalitas. Di masa mendatang mungkin inhibitor yang selektif terhadap
iNOS mempunyai peranan dalam tatalaksana MODS
3) Filtrasi darah
Hemofiltrasi volume tinggi (2-6 filtrasi/jam) mungkin dapat menyaring
sitokin-sitokin dan mediator inflamasi lainnya dan mengeluarkannya dari
jaringan.
4) Manipulasi kaskade pembekuan darah
Pemberian terapi ini menghasilkan penurunan mortalitas pada pasien sebesar
6% (Bone, 1992).
Radiologi
a. X foto: Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus, plug.
b. EKG: Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia
(……….…………..…...) (…….……………………)