Você está na página 1de 4

1.

Codein :
Kodein merupakan prodrug, karena di saluran pencernaan kodein diubah menjadi bentuk
aktifnya, yakni morfin dan kodeina-6-glukoronida Sekitar 5-10% kodein akan diubah menjadi
morfin, sedangkan sisanya akan menjadi bentuk yang bebas, atau terkonjugasi dan membentuk
kodeina-6-glukoronida (70%), norkodeina (10%), hidromorfona (1%). Seperti halnya obat
golongan opiat lainnya, kodein dapat menyebabkan ketergantungan fisik, namun efek ini relatif
sedang bila dibandingkan dengan senyawa golongan opiat lainnya.

Dosis Codein
Nyeri ringan sampai sedang, per oral.
DEWASA 30-60 mg tiap 4 jam bila perlu, maksimal 240mg/hari;
ANAK 1-12 tahun, 0.5-1 mg/kg tiap 4-6 jam bila perlu; maksimal 240 mg sehari

Efek Samping
Euforia, gatal-gatal, muntah, mual, mengantuk, miosis, penahanan urine, depresi pernafasan
dan jantung, depresi mental, lemah, gugup, insomnia, hipotensi, hipersensitif.
Penggunaan jangka panjang mengakibatkan toleransi ketergantungan.
Pada dosis besar menyebabkan kerusakan hati.

Mekanisme kerja codein


Kodein merangsang reseptor susunan saraf pusat (SSP) yang dapat menyebabkan depresi
pernafasan, vasodilatasi perifer, inhibisi gerak perilistatik usus, stimulasi kremoreseptor dan
penekanan reflek batuk.

2. Morfin
Morfin merupakan jenis obat yang masuk ke dalam golongan analgesik opium atau
narkotik. Obat ini digunakan untuk mengatasi rasa sakit yang terbilang parah dan
berkepanjangan atau kronis. Morfin bekerja pada saraf dan otak sehingga tubuh tidak
merasakan rasa sakit.
Meskipun memiliki manfaat besar, morfin juga dapat menyebabkan ketergantungan. Risiko
ketergantungan ini bahkan lebih tinggi pada pasien yang di masa lalunya pernah kecanduan
alkohol atau narkoba.
Menghentikan pengobatan morfin yang telah berlangsung jangka panjang juga tidak bisa
sekaligus, terutama pada pasien yang menggunakan morfin dalam dosis besar. Hal ini dapat
menimbulkan gejala putus obat seperti kegelisahan, tubuh berkeringat, nyeri otot, dan mual.
Untuk mengatasinya dokter akan mengurangi dosis secara bertahap hingga pasien benar-benar
lepas dari morfin.

Dosis Morfin
Berikut ini adalah dosis awal pemberian morfin bagi orang dewasa atau bagi yang telah memiliki
berat badan lebih dari 50 kilogram.
 Untuk morfin tablet, dosis yang diberikan biasanya berkisar antara 5-20 mg tiap empat jam
sekali. Sedangkan untuk morfin suntik, dosis yang diberikan biasanya berkisar antara 3-5 mg tiap
empat jam sekali. Dosis akan diberikan sesuai dengan tingkat keparahan rasa sakit, kondisi
pasien. Dosis akan direvisi secara teratur dan disesuaikan dengan respons tubuh terhadap obat.
 Mengenai pasien anak-anak, selain mempertimbangkan tingkat rasa sakit dan kondisi, dosis
morfin juga akan disesuaikan dengan berat badan mereka.
Sama seperti obat-obat lainnya, morfin berpotensi menyebabkan efek samping. Beberapa efek
samping yang biasa terjadi setelah mengonsumsi analgesik narkotik ini adalah:
 Mengantuk
 Pusing atau sakit kepala
 Mual
 Sembelit
 Sulit buang air kecil
 Gangguan tidur
 Mulut terasa kering
 Tubuh berkeringat
Biasanya efek samping akan hilang dengan sendirinya setelah tubuh menyesuaikan dengan
pengobatan. Namun jika efek samping tidak kunjung hilang atau justru memburuk, hubungi
dokter yang memberikan resep obat ini sebelum melanjutkan penggunaan.

Mekanisme kerja
Berikatan dengan reseptor di sistem saraf pusat, mempengaruhi persepsi dan respon terhadap
nyeri

3. Pethidin
Petidin merupakan narkotika sintetik derivat fenilpiperidinan dan terutama berefek
terhadap susunan saraf pusat. Mekanisme kerja petidin menghambat kerja asetilkolin (senyawa
yang berperan dalam munculnya rasa nyeri) yaitu pada sistem saraf serta dapat mengaktifkan
reseptor, terutama pada reseptor µ, dan sebagian kecil pada reseptor kappa. Penghambatan
asetilkolin dilakukan pada saraf pusat dan saraf tepi sehingga rasa nyeri yang terjadi tidak
dirasakan oleh pasien
Efeknya terhadap SSP adalah menimbulkan analgesia, sedasi, euphoria, dapresi
pernafasan serta efek sentral lain. Efek analgesik petidin timbul aga lebih cepat daripada efek
analgetik morfin, yaitu kira-kira 10 menit, setelah suntikan subkutan atau intramuskular, tetapi
masa kerjanya lebih pendek, yaitu 2–4 jam. Absorbsi petidin melalui pemberian oral maupun
secara suntikan berlangsung dengan baik. Obat ini mengalami metabolism di hati dan
diekskresikan melalui urin
Petidin ( meperidin, demerol ) adalah zat sintetik yang formulanya sangat berbeda dengan
morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping yang mendekati sama. Perbedaan
dengan morfin sebagai berikut :
1. Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang lebih larut dalam air.
2. Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat dan
asam normeperidinat. Normeperidin adalah metabolit yang masih aktif memiliki sifat konvulsi
dua kali lipat petidin tetapi efek analgesinya sudah bekurang 50%. Kurang dari 10% petidin
bentuk asli ditemukan dalam urin.
3. Petidin bersifat seperti atropine menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan
takikardia.
4. Seperti morfin ia menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter Oddi lebih ringan.
5. Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tak ada
hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg i.v pada dewasa. Morfin tidak.
6. Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.

Efek samping
Petidin mampu menimbulkan efek penghilang nyeri yang sangat ampuh namun petidin juga
dapat menimbulkan efek samping yang cukup serius. Salah satu efek samping yang perlu
diperhatikan oleh tenaga medis adalah ketagihan terhadap obat-obatan golongan narkotik dan
timbulnya depresi pada sistem pernafasan. Efek samping petidin lainnya antara lain: pusing,
merasa lemah, sakit kepala, perubahan suasana hati, agitasi, bingung, konstipasi, mulut
mengering, berkeringat, gangguan penglihatan, gangguan jantung, mengantuk, mual, muntah,
dan gangguan aliran darah. Penggunaan petidin juga dapat menimbulkan alergi dengan
manifestasi seperti gatal, bengkak dan merah pada daerah suntikan, pembengkakan pada bibir,
wajah, hingga terjadinya kesulitan pernafasan. Apabila overdosis akan terjadi lemah otot dan
gangguan aliran darah akut.
Apabila pasien telah menggunakan petidin dalam jangka waktu lama dan atau dalam dosis
besar, penggunaan petidin tidak boleh langsung diberhentikan secara tiba-tiba. Hal ini karena
akan menyebabkan timbulnya efek withdraw, dimana akan terjadi gejala putus obat (sakau)
seperti jantung berdebar, denyut nadi cepat, dan pernafasan menjadi tertekan, nyeri pada
seluruh tubuh, rasa tidak nyaman.

Dosis
Dosis petidin intramuscular 1-2 mg/kgBB (morfin 10x lebih kuat) dapat diulang tiap 3-4 jam.
Dosis intavena 0,2-0,5 mg/kgBB. Petidin subkutan tidak dianjurkan karena iritasi. Rumus bangun
menyerupai lidokain, sehingga dapat digunakan untuk analgesia spinal pada pembedahan
dengan dosis 1-2 mg/kgBB.

Mekanisme kerja
Petidin merupakan obat golongan opioid yang memiliki mekanisme kerja yang hampir sama
dengan morfin yaitu pada sistem saraf dengan menghambat kerja asetilkolin (senyawa yang
berperan dalam munculnya rasa nyeri) serta dapat mengaktifkan reseptor, tertama pada
reseptor mu, dan sebagian kecil pada reseptor kappa. Penghambatan asetilkolin dilakukan pada
saraf pusat dan saraf tepi sehingga rasa nyeri yang terjadi tidak dirasakan oleh pasien. Onset
petidin termasuk cepat dimana efek dapat dirasakan setelah 15 menit obat dimasukkan dan
memiliki durasi 2-4 jam. Petidin diindikasikan untuk penderita nyeri berat dan hebat serta nyeri
yang berlangsung lama (misalnya: nyeri setelah operasi, nyeri karena infeksi saluran kencing
bagian atas, nyeri karena kanker). Petidin lebih efektif dalam nyeri neuropatik.

Você também pode gostar