Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.2.Tujuan khusus
Mahasiswa mampu :
1. Melakukan pengkajian pada pasien dengan otitis media
2. Merumuskan diagnosa keperawatan (NANDA)
3. Menetapkan indicator keberhasilan (NOC)
4. Merumuskan intervensi keperawatan (NIC)
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2. Telinga tengah
a. Kavum timpani
Rongga didalam tulang temporalis terdapat 3 buah tulang pendengaran (maleus, inkus dan
stapes).
b Antrum timpani
Rongga tidak teratur terletak di bawah samping dari kavum timpani.
c. Tuba auditiva eustaki
Saluran tulang rawan yang berjalan miring ke bawah agak kedepan.
Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan
kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani
terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran ini
sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga tengah
merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah)
dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara
di bagian mastoid tulang temporal.
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes. Osikuli
dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara.
Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga
tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara
dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi
oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur
berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini
terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan
fistula perilimfe.
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan
telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat kontraksi
otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi
sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan
tekanan atmosfer.
2. Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri-bakteri saluran pernafasan bagian atas dan bakteri piogenik
seperti streptococcus haemolyticus, staphylococcus aureus, pneumococcus, haemophylus
influenza, escherecia coli, streptococcus anhaemolyticus, proteus vulgaris, pseudomonas
aerugenosa.
Penyebab lainnya yaitu virus. Virus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan dengan
bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory
syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15%
dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk
terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri,
menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya
(Kerschner, 2007).
3. Patofisiologi
Otitis media akut terjadi akibat terganggunya factor pertahanan tubuh yang bertugas
menjaga kesterilan telinga tengah. Factor penyebab utama adalah sumbatan tuba eustachius
sehingga pencegahan invasi kuman terganggu. Factor pencetusnya adalah infeksi saluran napas
atas. Penyakit ini mudah terjadi pada bayi karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, letaknya
agak horizontal.
Otitis media akut sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau menyebar ke telinga tengah lewat saluran eustachius. Saat bakteri melewati
saluran eustachius dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan
disekitar tersumbatnya saluran dan sel-sel darah putih akan dating untuk melawan bakteri. Sel
darah putih ini akan membunuh bakteri dan mengorbankan dirinya sendiri. Sebagai hasilnya
terbentuklah nanah dan lender dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar
saluran eutachius menyebabkan lender dan nanah yang dihasilkan sel-sel ditelinga tengah
terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lender dan nanah bertambah banyak pendengaran terganggu karena gendang telinga
dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran ditelinga dalam
tidak dapat bergerak bebas. Selain itu telinga akan terasa nyeri dan yang paling berat cairan
nanah dan lender terlalu banyak dapat merobek gendang telinga karena tekanannya dan pada
akhirnya robekan membrane timpani tersebut terinfeksi oleh adanya bakteri piogenik.
4. Manifestasi klinis
Otitis Media Akut
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan
sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa.
· Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat,
tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau negative pada telinga
tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ), dapat mengalami perforasi.
· Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani
· Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
· Demam
· Anoreksia
· Limfadenopati servikal anterior
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
No.RM :
Tgl. Masuk RS :
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama
Biasanya klien merasa Sakit telinga/nyeri pada telinga, Penurunan/tak ada ketajaman
pendengaran pada satu atau kedua telinga,Perasaan penuh pada telinga, Suara bergema dari suara
sendiri
Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan dan Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih,
kuning
Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya klien memiliki riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga, alergi
Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien merasakan :
a. Sakit telinga/nyeri
b. Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
c. Tinitus
d. Perasaan penuh pada telinga
e. Suara bergema dari suara sendiri
f. Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan
g. Vertigo, pusing, gatal pada telinga
h. Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40o C), demam
i. Tipe warna 2 jumlah cairan
j. Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning
Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada keluarga yang menderita penyakit ini sebelumnya.
c. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
2.Pemeriksaan Head to toe
a. Kulit, rambut, dan kuku
1)Inspeksi warna kulit, jaringan parut, lesi dan vaskularisasi
2)Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan catat adanya abnormalitas
3)Palasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur (halus/kasar)edema, dan massa
b. Kepala:
1)Inspeksi kesimetrisan muka, tengkorak, kulit kepala (lesi, massa)
2)Palpasi dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah dari tengah garis kepala
ke samping. Untuk mengetahui adanya bentuk kepala, pembengkakan, massa, dan nyeri
tekan, kekuatan akar rambut.
c.Mata
1)Inspeksi kelopak mata, perhatikan bentuk dan kesimetrisannya
2)Inspeksi daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau jaringan lunak dibawah bidang
orbital.
3)Inspeksi konjungtiva dan sklera dengan menarik/ membuka kelopak mata. Perhatikan
warna, edema, dan lesi.
4)Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur kornea) dengan berdiri disamping klien dengan
menggunakan sinar cahaya tidak langsung.
d.Hidung
1)Inspeksi hidung eksterna dengan melihat bentuk, kesimetrisan, adanya deformitas atau lesi,
dan cairan yang keluar.
2)Palpasi lembut batang dan jaringan lunak hudung adanya nyeri, massa dan nyeri, massa
dan penyipangan bentuk, serta palpasi sinus-sinus hidung.
3)Periksa patensi neres dengan meletakkan jari di depan lubang hidung dan minta pasien
bernapas melalui hidung. Bandingkan antara neres kanan dan kiri, kaji kemampuan pasien
membau (nervus olfaktorius).
4)Masukkan spekulum hidung dengan minta pasien mengangkat kepala kebelakang. Dengan
bantuan penlight amati warna, lesi, cairan, massa, dan pembengkakan.
e.Telinga
1)Inspeksi kesimetrisan dan letak telinga
2)Inspeksi telinga luar, ukuran, bentuk, warna, dan adanya lesi.
3)Palpasi kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak. Tekan tragus kedalam dan
tulang telinga ke bawah daun telinga (bila peradangan akan nyeri).
4)Palpasi tulang telinga (prosesus mastoideus)
f.Mulut dan faring
1) Inspeksi warna dan mukosa bibir, lesi, dan kelainan koninetal
2) Melakukan pemeriksaan pembedaan rasa pada ujung lidah (nervus)
3)Menguji sensasi faring (berkata ”ah”). (nervus vagus).
g.Leher
1)Inspeksi bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya pembengkakakn, jaringan parut
atau massa (muskulus sternokleidomastoideus)
2)Inspeksi gerakan leher ke kanan dan ke kiri (nervus aksesorius)
3)Inspeksi kelenjar tiroid dengan minta pasien menelan dan amati gerakan kelenjar tiroid
pada takik suprasternal (normalnya tidak dapat dilihat)
4)Palpasi kelenjar limfe/kelenjar getah bening
5)Palpasi kelenjar tiroid
h.Thorak
1)Inspeksi kelainan bentuk thorak (barrel chest, pigeon chest, funnel chest).
2)Palpasi adanya krepitus pada kosta
3)Khusus pasien wanita dilakukan pemeriksaan inspeksi payudara: bentuk, ukuran.
i.Paru
1)Inspeksi kesimetrisan paru
2)Palpasi (taktil fremitus) dengan meminta pasien menebutkan angka atau huruf yang
bergetar (contoh 777). Bandingkan paru kanan dan kiri.
3)Perkusi dari puncak paru ke bawah (supraskapularis/3-4 jari dari pundak sampai dengan
torakal 10). Catat suara perkusi: sonor/hipersonor/redup.
4)Auskultasi bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikuler, bronhovesikuler, bronchial,
tracheal; suara abnormal: whezzing, ronchi, krekles.
j.Jantung dan pembuluh darah
1)Inspeksi titik impuls maksimal, denyutan apical.
2)Palpasi area aorta pada interkosta ke-2 kanan, pulmonal pada interkosta ke-2 kiri, dan
pindah jari-jari ke interkosta 3, dan 4 kiri daerah trikuspidalis, dan mitral pada interkosta 5
kiri.
3)Perkusi untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan-kiri).
4)Auskultasi bunyi jantung I dan II pada 4 titik (tiap katup jantung), dan adanya bunyi
jantung tambahan.
5)Periksa vaskularisasi perifer dengan meraba kekuatan denyut nadi.
k.Abdomen
1)Inspeksi dari depan dan samping pasien (adanya pembesaran, datar, cekung, kebersihan
umbilikus)
2)Auskultasi 4 kuadran (peristaltik usus diukur dalam 1 menit, bising usus)
3)Palpasi: epigastrium, lien, hepar, ginjal, dan suprapubik.
4)Perkusi: 4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak)
5)Melakukan pemeriksaan turgor kulit abdomen
l.Genitourinari
1)Inspeksi anus (kebersihan, lesi,massa,perdarahan) dan lakukan tindakan rectal touche
(khusus laki-laki untuk mengetahui pembesaran prostat).
2)Inspeksi alat kelamin/genitalia wanita: kebersihan, lesi,massa, keputihan, perdarahan,
ciran, bau, pertumbuhan rambut.
m.Ekstremitas
1)Inspeksi ekstremitas atas dan bawah: kesimetrisan, lesi, massa
2)Palpasi: tonus otot, kekuatan otot
3)Kaji sirkulasi: akral hangat/dingin, warna, capillary reffil time, danedema
4)Kaji kemampuan pergerakan sendi
3. Pemeriksaan Telinga
Telinga luar diperiksa dengan inspeksi dan palpasi lang-sung sementara membrana timpani
diinspeksi, seperti telinga tengah dengan otoskop dan palpasi tak langsung dengan menggunakan
otoskop pneumatic.
1) Pengkajian Fisik.
Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering terlewat. Aurikulus
dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya:
deformitas, lesi,
cairan begitu pula ukuran,
simetris dan sudut penempelan ke kepala.
Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa nyeri, harus
dicurigai adanya otitis eksterna akut.Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah mastoid dapat
menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus aurikula posterior. Terkadang, kista sebaseus
dan tofus (de-posit mineral subkutan) terdapat pada pinna. Kulit bersisik pada atau di belakang
aurikulus biasanya menunjukkan adanya dermatitis sebore dan dapat terdapat pula di kulit kepala
dan struktur wajah.
Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan membrana timpani, kepala pasien sedikit
dijauhkan dari pemeriksa.
Otoskop dipegang dengan satu tangan sementara aurikulus dipegang dengan tangan lainnya
dengan mantap dan ditarik ke atas, ke belakang dan sedikit ke luar Cara ini akan membuat lurus
kanal pada orang dewasa, sehingga memungkinkan pemeriksa melihat lebih jelas membrana
timpani.
Spekulum dimasukkan dengan lembut dan perlahan ke kanalis telinga, dan mata didekatkan
ke lensa pembesar otoskop untuk melihat kanalis dan membrana timpani. Spekulum terbesar
yang dapat dimasukkan ke telinga (biasanya 5 mm pada orang dewasa) dipandu dengan lembut
ke bawah ke kanal dan agak ke depan. Karena bagian distal kanalis adalah tulang dan ditutupi
selapis epitel yang sensitif, maka tekanan harus benar-benar ringan agar tidak menimbulkan
nyeri.
Setiap adanya cairan, inflamasi, atau benda asing; dalam kanalis auditorius eksternus dicatat.
Membrana, timpani sehat berwarna mutiara keabuan pada dasar kanalis. Penanda harus
dilihat mungkin pars tensa dan kerucut cahaya.umbo, manubrium mallei, dan prosesus brevis.
Gerakan memutar lambat spekulum memungkinkan penglihat lebih jauh pada Hpatan
malleus dan daerah perifer. dan warna membran begitu juga tanda yang tak biasa at! deviasi
kerucut cahaya dicatat. Adanya cairan, gele bung udara, atau masa di telinga tengah harus
dicatat.
Pemeriksaan otoskop kanalis auditorius eksternus membrana timpani yang baik hanya dapat
dilakukan bi kanalis tidak terisi serumen yang besar. Serumen not nya terdapat di kanalis
eksternus, dan bila jumla sedikit tidak akan mengganggu pemeriksaan otoskop.
Bila serumen sangat lengket maka sedikit minyak mineral atau pelunak serumen dapat
diteteskan dalam kanalis telinga dan pasien diinstruksikan kembali lagi.
2) Ketajaman Auditorius.
Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan mengkaji
kemampuan pasien mendengarkan bisikan kata atau detakan jam tangan.
Bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan ekshalasi
penuh. Masing-masing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar,
Pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak tangan. Dari jarak 1 sampai 2
kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar batas penglihatan, pasien dengan ketajaman normal
dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila yang digunakan detak jam tangan,
pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3 inci dari telinganya sendiri (dengan asumsi pemeriksa
mempunyai pendengaran normal) dan kemudian memegang jam tangan pada jarak yang sama
dari aurikulus pasien. Karena jam tangan menghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi
daripada suara bisikan, maka kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai sebagai satu-
satunya cara mengkaji ketajaman auditorius.
3) Penggunaan uji Weber dan Rinne
Memungkinkan kita membedakan kehilangan akibat konduktif dengan kehi-langan sensorineural
Uji Weber
Memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi suara.Sebuah garpu tala
dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut atau pergelangan tangan
pemeriksa.Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi pasien.Pasien ditanya apakah suara
terdengar di tengah kepala, di telinga kanan atau telinga kiri. Individu dengan pendengaran
normal akan mendengar suara seimbang pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara
terpusat di tengah kepala. Bila ada kehilang¬an pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis
media), suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karena obstruksi
akan menghambat ruang suara, sehingga akan terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila terjadi
kehilangan sensorineural, suara akan meng-alami lateralisasi ke telinga yang pendengarannya
lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus kehilangan pendengaran unilateral.
Uji Rinne
Gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada tulang mastoid
(kon¬duksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar suara.Kemudian garpu tala
dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis auditorius eksternus (konduksi uda-ra).Pada
keadaan normal pasien dapat terus mendengar¬kan suara, menunjukkan bahwa konduksi udara
berlang-sung lebih lama dari konduksi tulang. Pada kehilangan pendengaran konduktif, konduksi
tulang akan melebihi konduksi udara begitu konduksi tulang melalui tulang temporal telah
menghilang, pasien sudah tak mampu lagi mendengar garpu tala melalui mekanisme konduktif
yang biasa. Sebaliknya kehilangan pendengaran sensorineural memungkinkan suara yang
dihantarkan melalui udara lebih baik dari tulang, meskipun keduanya merupakan konduktor,
yang buruk dan segala suara diterima seperti sangat jauh dan lemah.
Frekwensi
Merujuk pada jumlah gelombang suara yang dihasilkan oleh sumber bunyi per detik siklus
perdetik atau hertz (Hz). Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran
frekwensi dari: 20 sampai 20.000Hz. 500 sampai 2000 Hz yang paling penting untuk memahami
percakapan sehari-hari (yang dikenal sebagai kisaran wicara.Nada adalah istilah untuk
menggambarkan frekwensi; nada dengan frekwensi 100 Hz dianggap sebagai nada rendah, dan
nada 10.000 Hz dianggap sebagai nada tinggi.Unit untuk mengukur kerasnya bunyi (intensitas
suara) adalah desibel (dB), tekanan yang ditimbulkan oleh rsuara.Kehilangan pendengaran
diukur dalam decibel, yang merupakan fungsi logaritma intensitas dan tidak bisa dengan mudah
dikonversikan ke persentase.
Ambang kritis kekerasan adalah sekitas 30 dB.Beberapa contoh internsitas suara yang biasa
termasuk gesekan kertas dalam lingkungan yang sunyi, terjadi pada sekitar 15 dB; per kapan
rendah, 40 dB; dan kapal terbang jet sejauh kaki, tercatat sekitar 150 dB.Suara yang lebih keras i
80 dB didengar telinga manusia sangat keras.Suara yang terdengar tidak nyaman dapat merusak
telinga dalam.
Timpanogram atau audiometri impedans, mengrefleks otot telinga tengah terhadap stimulus
suara, kelenturan membrana timpani, dengan mengubah teh udara dalam kanalis telinga yang
tertutup (Gbr. Kelenturan akan berkurang pada penyakit telinga tertutup)
Respons batang otak auditori (ABR, auditori brain sistem response) adalah potensial elektris
yang dapat terteksi dari narvus kranialis VIII (narvus akustikus) alur auditori asendens batang
otak sebagai respons stimulasi suara. Merupakan metoda objektif untuk mengukur pendengaran
karena partisipasi aktif pasien sama sekali dak diperlukan seperti pada audiogram perilaku.
Elektroda ditempatkan pada dahi pasien dan stimuli akustik, biasanya dalam bentuk detak,
diperdengarkan ke telinga.pengukuran elektrofisiologis yang dihasilkan dapat di tentukan tingkat
desibel berapa yang dapat didengarkan pasien dan apakah ada kelainan sepanjang alur syaraf,
seperti tumor pada nervus kranialis VIII.
Elektrokokleografi (ECoG) adalah perekaman potensial elektrofisologis koklea dan nervus
kranialis VIII bagai respons stimuli akustik.Rasio yang dihasilkan digunakan untuk membantu
dalam mendiagnosa kelainan keseimbangan cairan telinga dalam seperti penyakit Mniere dan
fistula perilimfe.Prosedur ini dilakukan dengan menempatkan elektroda sedekat mungkin dengan
koklea, baik di kanalis auditorius eksternus tepat di dekat membrana timpani atau melalui
elektroda transtimpanik yang diletakkan melalui mambrana timpani dekat mem-bran jendela
bulat. Untuk persiapan pengujian, pasien diminta unluk tidak memakai diuretika selama 48 jam
sebelum uji dilakukan sehingga keseimbangan cairan di dalam telinga tidak berubah.
Elektronistagmografi (ENG) adalah pengukuran dan grafik yang mencatat perubahan
potensial elektris yang ditimbulkan oleh gerakan mata selama nistagmus yang ditimbulkan
secara spontan, posisional atau kaloris.Digunakan untuk mengkaji sistem okulomotor dan
vestibular dan interaksi yang terjadi antara keduanya.Misalnya, pada bagian kalori uji ini, udara
atau air panas dan dingin (uji kalori bitermal) dimasukkan ke kanalis auditorius eksternus, dan
kemudian gerakan mata diukur. Pasien diposisikan sedemikian rupa sehingga kanalis
semisirkularis lateralis paralel dengan medan gravitasi dan duduk sementara elektroda dipasang
pada dahi dan dekat mata. Pasien diminta tidak meminum supresan vestibuler seperti sedativa,
penenang, antihistarnin, atau alkohol, begitu pula stimulan vestibuler seperti kafein, selama 24
jam sebelum pengujian. ENG dapat membantu diagnosis kondisi seperti penyakit Meniere dan
tumor kanalis auditorius internus atau fosa posterior.
Posturografi platform adalah uji untuk menyelidiki kemampuan mengontrol postural.Diuji
integrasi antara bagian visual, vestibuler dan proprioseptif (integrasi sensoris) dengan keluaran
respons motoris dan koordinasi anggota bawah.Pasien berdiri pada panggung (platform),
dikelilingi layar, dan berbagai kondisi ditampilkan, seperti panggung bergerak dengan layar
bergerak.
Ambang penerimaan wicara adalah tingkat intensitas suara di mana pasien mampu tepat
membedakan dengan benar stimuli wicara sederhana.Pembedaan wicara menentukan
kemampuan pasien untuk membedakan suara yang berbeda, dalam bentuk kata, dalam tingkat
desibel dimana suara masih terdengar.Pasien terhadap enam kondisi yang berbeda diukur dan
menunjukkan sistem mana yang terganggu. Persiapan uji ini sama dengan pada ENG.
Percepatan harmon sinusoidal (SHA, sinusoidal harmonic acceleration), atau kursi berputar,
mengkaji sisiem vestibulookuler dengan menganalisis gerakan mata kopensatoris sebagai
respons putaran searah atau berlawaan arah dengan jarum jam. Meskipun uji SHA tak dapat
mengidentifikasi sisi dari lesi pada penyakit unilateral, namun sangat berguna untuk
mengidentifikasi adanya penyakit dan mengontrol proses penyembuhanya, persiapan pasien
sama dengan yang diperlukan pada ENG.
d. Pengkajian 11 fungsional Gordon
1. Pola persepsi dan manajemn kesehatan
Biasanya klien yang mengalami penyakit otitis media ini tidak mempedulikan sebuah
gejala kecil yang ditimbulkan, misalnya nyeri pada telinga sehingga ini menyebabkan
penanganan kesehatan tidak secepatnya dilakukan. Klien akan segera berobat ke pelayanan
kesehatan jika sudah mencapai stadium lanjut seperti keluarnya cairan dari telinga dan nyeri
yang dirasakan secara terus-menerus.
2. Pola nutrisi – metabolik
Biasanya pada sebagian klien otitis media mengalami anoreksia, mual dan muntah.
3. Pola eliminasi
Biasanya klien dengan Otitis media tidak mengalami masalah terhadap pola
eliminasai Namun, pengeluaran secret atau cairan yang keluar dari telinga harus
diperhatikan banyaknya dan warna cairan.
4. Pola aktivitas – latihan
Biasanya klien dengan otitis media mengalami gangguan dalam beraktifitas karena nyeri
yang dirasakan.
5. Pola istirahat dan tidur
Biasanya klien merasa istirahat dan tidurnya terganggu akibat nyeri yang dirsakan.
6. Pola kognitif – perseptual
Biasanya klien mengalami penurunan pendengaran karena masuknya bakteri patogenik ke
dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril dan tidak berpengaruh terhadap
penglihatannya.
7. Pola persepsi-konsep diri
Biasanya klien dengan otitis media akan menjauhi lingkungan sekitarnya karena
memikirkan penyakitnya, merasa cemas, malu, depresi ataupun takut akan menularkan
penyakitnya kepada orang lain.
8. Pola hubungan-peran
Biasanya klien akan merasa harga diri rendah, minder, dan menjauh dari lingkungan karena
malu akibat bau busuk pada cairan yang keluar dari telinganya. Keluarga
berperan membantu klien dalam pemenuhan kebutuhannya, memotivasi klien dan juga
membantu aktivitas sosial antara klien dengan keluarga dan lingkungan sekitar.
9. Pola seksual – reproduksi
Biasanya klien mengalami gangguan dalam pola seksualitas karena merasa malu dan rendah
diri terhadap penyakitnya.
10. Pola koping dan toleransi stress
Biasanya klien dengan otitis media mengalam cemas dan takut terhadap penyakitnya.
11. Pola nilai dan keyakinan
Biasanya klien tidak mengalami gangguan dalam menjalani ibadahnya dan semakin
mendekatkan diri pada Tuhan untuk kesembuhan penyakitnya.
2. Perumusan diagnosa (NANDA), Penentuan Kriteria hasil (NOC), Perumusan Intervensi
Keperawatan (NIC)
c. Pencegahan jatuh
Aktivitas:
Identifikasi kelemahan
kognisi dan fisik pada pasien
yang barangkali meningkatkan
potensi untuk jatuh pada
lingkungan tertentu
Identifikasi karakteristik
lingkungan yang mungkin
meningkatkan potensi untuk
jatuh (misal ,lantai licin dan
jenjang yang terbuka)
Sediakan alat bantu (misal,
tongkat dan alat bantu
berjalan) untuk gaya berjalan
yang kokoh
Pelihara alat bantu supaya
berfungsi dengan baik
Ajarkan pasien bagaimana
cara jatuh untuk
meminimalkan cedera
3 Ansietas a. Kontrol cemas Penurunan kecemasan
Batasan Indikator : Aktivitas:
karakteristik: Pantau intensitas kecemasan Tenangkan klien
Scaning dan Menyingkirkan tanda Jelaskan seluruh posedur
kewaspadaan kecemasan tindakan kepada klien dan
Kontak mata yang Mencari informasi untuk perasaan yang mungkin
buruk menurunkan cemas muncul pada saat melakukan
Ketidakberdayaan Mempertahankan tindakan
meningkat konsentrasi Berikan informasi diagnosa,
Kerusakan Laporankan durasi dari prognosis, dan tindakan
perhatian episode cemas Berusaha memahami keadaan
klien
b. Koping Kaji tingkat kecemasan dan
Indikator: reaksi fisik pada tingkat
Memanajemen masalah kecemasan
Melibatkan anggota keluarga Gunakan pendekatan dan
dalam membuat keputusan sentuhan, untuk meyakinkan
Mengekspresikan perasaan pasien tidak sendiri.
dan kebebasan emosional Sediakan aktivitas untuk
Menunjukkan strategi menurunkan ketegangan
penurunan stress Bantu pasien untuk
Menggunakan support sosial identifikasi situasi yang
mencipkatakan cemas
Instruksikan pasien untuk
menggunakan teknik relaksasi
Peningkatan koping
Aktivitas:
Hargai pemahamnan pasien
tentang pemahaman penyakit
Gunakan pendekatan yang
tenang dan berikan jaminan
Sediakan informasi aktual
tentang diagnosa, penanganan,
dan prognosis
Sediakan pilihan yang realisis
tentang aspek perawatan saat
ini
Tentukan kemampuan klien
untuk mengambil keputusan
Bantu pasien untuk
mengidentifikasi strategi
positif untuk mengatasi
keterbatasan dan mengelola
gaya hidup atau perubahan
peran
DAFTAR PUSTAKA