Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
(http://blog.ub.ac.id/dewaqua/category/pakan-alami/)
FITOPLANKTON DAN ZOOPLANKTON
Filed Under : PAKAN ALAMI by DEWA AYU ANGGA PEBRIANI
Dec.17,2012
Fitoplankton atau mikroalgae mempunyai peran mensintesa bahan organik dalam lingkungan
perairan. Mikroalgae melakukan aktifitas fotosintesa untuk membentuk molekul-molekul karbon
komplek melalui larutan nutrien dari beberapa sumber yang diasumsi dengan bantuan
pencahayaan sinar matahari/ energi lampu neon untuk membentuk sel-sel baru menajdi produk
biomassa. Di perairan alami mikroalgae dominan memberikan konstribusi untuk memproduksi
biomassa dalam sistim perairan laut, estuarin dan sungai. Walaupun sedikit pengaruh kombinasi
dari sejumlah sel-sel fitoplankton akan dikonsumsi oleh hewan baik tingkat rendah maupun
tingkat tinggi didalam ekosistem perairan yang digambarkan melalui jaring-jaring makanan
(food web). Alur daripada jaring makanan menerima energinya dari hasil sintesa biomonukuler
melalui tumbuhan mikroskopis, sebagai contoh produksi pada permukaan perairan laut kira-kira
50 gr C/m²/tahun dimana diasumsikan semua fitoplankton yang ada di dalam sistim perairan
melakukan proses fotosintesa. Dengan demikian peran fitoplankton didalam sistim perrairan
mempunyai kontribusi terhadap sistim produksi biomassa. Di dalam proses metabolisme perairan
fitoplankton juga mempunyai peran sebagai pendaur ulang nutrien. Sel mikroalgae mengabsorbsi
nutrien-nutrien primer seperti ; amoniak , urea, nitrat, phospat, potassium dan metal seperti Fe,
Cu, Mg, Zn, Mo, dan Fanadium. Selain itu beberapa vitamin seperti vitamin B12, vitamin B6
dan vitamin B1 merupakan unsur esensial yang mendukung pertumbuhan beberapa species atau
kebanyakan species mikroalgae. Pergerakan dan perubahan nutrien oleh fitoplankton didalam
perairan laut biasanya berbentuk tidak permanen ketika regenerasi untuk membentuk sel-sel
mikroalgae berjalan sangat lambat. Yang diikuti juga dengan lambatnya proses kematian dan
dekomposisi sel. Sedangkan sumber-sumber kelarutan nutrien lainya yang berada dalam sistim
perairan berasal dari nutrien yang dibawa oleh aliran air hujan dari daerah daratan (run off),
dibawa oleh air hujan itu sendiri dan kondisi pengadukan (up welling). Di dalam akuarium air
laut, tawar dan atau media kultur di bak pemeliharaan, fitoplankton mempunyai peran membantu
kondisi kualitas air melalui pergerakan nutrien yang dibentuknya dan pengaturan pH air. Di
dalam pengaruhnya setiap sel algae adalah merupakan suatu biofilter hidup didalam ekosistem
perairan ( Bold and Wynne, 1985). Dilihat dari sudut nutrisi mikroalgae merupakan suatu
sumber mikro nutrien, vitamin, minyak dan elemen mikro untuk komunitas perairan. Selain itu
mikroalgae kaya akan sumber makro nutrien seperti protein, karbohidrat dan khususnya asam
lemak esensial. Mikroalgae juga mempunyai kandungan pigmen esensial seperti astaxanthin,
zeaxanthin, chllorophil, phycocyanin dimana akan memperkaya pewarnaan dan kesehatan
didalam kehidupan ikan dan invertebrata. Sebagai misal dari tris elemen iodin didalam sistim
peraian telah diberikan oleh sel mikroalgae dan itu merupakan zat penting bagi kemampuan daya
tahan tubuh semua organisme hidup di perairan. Pada dekade terakhir ini mikroalgae, spirulina
menjadi terkenal karena untuk makanan kesehatan bagi manusia dan disajikan dalam bentuk
powder, pelet, atau dimanfaatkan sebagai suatu pakan tambahan di dalam makanan hewan dan
makanan ikan. Beberapa species mkroalgae juga digunakan sebagai pakan didalam kultur
moluska seperti clams, mussel, poister dan scallop, karena hewan-hewan tersebut bersifat filter
feedes. Kombinasi dari beberapa species algae juga dimanfaatkan didalam marine culture
golongan crustacea, dan masih banyak lagi pemanfaatan fitoplankton baik didalam bidang
perikanan maupun bidang kesehatan lainnya ( Okauchi, 1981). Sehubungan dengan mokroalgae
dapat ditumbuhkan dengan cepat dan memainkan peran penting dalam pendaur ulangan nutrien
serta mampu melakukan keseimbangan pH didalam sistim perairan, maka mikroalgae dikatakan
sebagai sumber dari beberapa produk. Hasil akhir daripada sel mikroalgae sebagai sumber
beberapa produk tersebut diantaranya produk minyak, produk bahan kimia, produk bahan obat-
obatan, produk polysakarida dan lebih penting daripada itu fungsi dalam sistem perairan adalah
sebagai kontrol tingkat kesuburan, serta treatment limbah. Di dalam sistim budidaya perikanan,
pemanfaatan mikroalgae ini juga mempunyai efek terapi terhadap ikan dan organisme perairan
lainnya dimana beberapa mikroalgae bisa menghasilkan semacam antibiotik dan atau didalam
proses metabolismenya mengeluarkan zat anti bakterial. Sebagai contoh spirulina digambarkan
mempunyai kemampuan mendorong sistim kekebalan ikan, invertebrata dan ayam. Kemudian
suatu lembaga penelitian di Amerika (National Centre Institute) dari species green algae
(ganggang hijau biru) menghasilkan glycolipida yang melawan aktif terhadap virus AIDS, dan
perkembangan penelitian akhir-akhir ini bagaimana untuk meningkatkan glycolipida tadi di
dalam kultur telah dan sedang dilakukan oleh beberapa perusahaan famasi di beberapa negara
maju.
Zooplankton adalah hewan perairan mikroskopik atau sebagian darinya hewan pemangsa ukuran
relatif besar didalam suatu lingkungan ekosistim perairan yang memakan fitoplankton dan
bentuk kedua dari link jaring makanan. Hewan zooplankton ini mempunyai sifat berenang pasif,
terapung atau menentang aliran air dan sebagian kecil yang mempunyai kemampuan untuk
berenang. Didalam sistim perairan, zooplankton berenang atau melakukan pergerakan ke arah
konsentrasi populasi fitoplankton untuk melakukan pemangsaan sebagai sumber makanannya.
Pada umumnya zooplankton yang dikoleksi mempunyai pengaruh terhadap hasil pengurangan
fitoplankton didalam sistim perairan pada periode waktu tertentu. Pada periode tahunan, siklus
plankton ditunjukan melalui blooming fitoplankton, karena terjadi suatu perubahan temperatur,
salinitas, lama pencahayaan matahari, intensitas cahaya dan daya dukung nutrien. Pada saat itu
setelah waktu istirahat yang pendek untuk beberapa hari atau minggu populasi zooplankton akan
betrgerak ke arah fitoplankton yang blooming itu. Biasanya fitoplankton dan zooplankton pada
kondisi blooming merupakan satu kesatuan yang terjadi pada kelompok species plankton yang
melakukan aktifitas bersamaan didalam siklus musiman. Kadang-kadang didalam suatu sistim
perairan terjadi blooming fitoplankton yang tidak diikuti dengan bertambahnya populasi
zooplankton. Hal ini akan terjadi apabila didalam perairan tersebut kondidi saat itu zooplankton
jumlah populasi terbatas. Zooplankton yang ada tidak menyukai jenis fitoplankton tersebut, dan
kondisi lingkungan, variabel fisika dan kimia lingkungannya tidak sesuai dengn kondisi
zooplankton, serta kemungkinan terjadinya hambatan proses migrasi /intoduksi jenis
zooplankton dari satu tempat ke tempat tersebut.
Manfaat daripada pakan alami zooplankton adalah sebagai pakan hidup primer bagi kultivan
budidaya ikan. Pada beberapa tahun akhir-akhir ini, rotifer dan naupli artemia telah dimanfaatkan
sebagai pakan awal untuk larva ikan dan crustacea. Pada usaha budidaya komersial untuk
pembenihan udang dan ikan sering menggunakan zooplankton seperti copepoda, protozoa dan
larva dari oyster dan clam tetapi untuk jenis-jenis rotifer daphnia dan artemia mempunyai
efektifitas yang lebih baik. Sebagai contoh, rotifer mempunyai kemampuan pertumbuhan yang
lebih baik dan berguna untuk bididaya perikanan karena mempunyai kecepatan reproduksi
ukuran kecil, kecepatan berenang lambat, kualitas nutrisi tinggi dan mudah di kutur. Sebagai
contoh dari sejumlah ribuan rotifer dengan pemberian pakan yang baik dapat menghsilkan lebih
dari jutaaan rotifer dalam waktu 5 – 7 hari pada kondisi temperatur air 25oC. Di beberapa
negara, rotifer digunakan untuk makanan lebih dari 60 species ikan laut, beberapa species ikan
air tawar dan 18 crustacea (Hirayama and Hagiwara, 1995). Di Jepang produksi salah satu unit
kegiatan budidaya perikanan dapat menghasilkan produk rotifer sebanyak 2,5 ton pertahun dan
ini dapat digunakan untuk memelihara 6,3 juta red sea bream dan black sea bream (panjang 12 –
16 mm) dan 4 juta rajungan crab (Portunus trituberculatus) (Fukusho, 1989). Apabila
diperhitungkan bahwa dalam kultur larva red sea bream dilaksanakan selama 25 hari didalam
bak pembenihan, satu individu larva mengkonsumsi rotifer berkisar 12.000 – 15.000 / hari dan
akan menghasilkan pertumbuhan panjang rata-rata 10 mm. Zooplankton juga merupakan kontrol
sumber pakan hidup di dalam hatchery (pembenihan). Secara komposisi biokomia dari rotifer
dan artemia terjadi suatu hubungan yang tertutup terhadap material yang dimakanannya. Rotifer
dan artemia memakan makanan yang spesifik untuk menghasilkan asam lemak, asam amino,
vitamin dan bahkan antibiotik yang dapat ditransfer ke larva ikan dan invertebrata. Sebagai
contoh kejadian yang telah dicatat di dalam suatu hatchery ikan “clownfish”, dimana dimana
didalam bak-bak larva terjadi pengurangan vitamin B12 dalam media yang akhirnya untuk
beberapa minggu kematian larva ikan tersebut cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh pakan hidup
yang diberikan ke ikan itu berupa rotifer yang kekurangan vitamin B12. Kekurangan vitamin
B12 pada rotifer ini sebagai akibat dari pakan fitoplankton (Pyramimonas sp.) yang dapat
dikultur dan tumbuh baik dengan tanpa trace nutrien vitamin B12. Sebagai akibatnya larva ikan
juga mengalami defisiensi vitamin B12 dalam tubuhnya yang pada akhirnya akan mempengaruhi
tingkat kelulus hidupan larva. Selain trace nutrien vitamin, juga kandungan lemak esensial
(HUFA) dalam pakan larva baik dari jenis fitoplankton maupun zooplankton perlu diperhatikan,
karena akan mempengaruhi tingkat kelulushidupan dan daya imun larva ikan.
Read more...
Budidaya (aqua culture) berasal dari kata Aqua “air” dan culture “budidaya”. Budidaya
merupakan usaha pemeliharaan yang dilakukan didalam air (sistem perairan). Budidaya (aqua
culture) adalah suatu kegiatan produksi, proses, dan pemasaran dari organisme yang bersifat
hidup dari sistem perairan.
Pakan alami adalah bahan pakan yang diambil dari organisme hidup dalam bentuk dan
kondisinya seperti sifat-sifat keadaan di alam. Organisme pakan alami (life food organism) yaitu
organisme hidup yang dipelihara dan dimanfaatkan / diperuntukkan sebagai pakan didalam
proses budidaya perikanan. Dengan demikian budidaya pakan alami didefinisikan sebagai suatu
kegiatan produksi, prosesing dan pemasaran organisme pakan hidup dari suatu sistem perairan
yang dapat dimanfaatkan untuk pakan kultivan dalam kegiatan budidaya perikanan. Sedangkan
sebagai batasan aspek pokok bahasan yang dipelajari didalam budidaya pakan alami ini adalah
jenis-jenis dari golongan fitoplankton, zooplankton, anelida, ikan, dan beberapa larva yang
bersifat planktonik seperti dari larva bivalve. Dalam cakupan bahasan dalam mata kuliah
budidaya pakan alami disini difokuskan kepada dari golongan fitoplankton (mikroalgae) dan
zooplankton (rotifer, artemia, daphnia dan Moina).
Read more...
A. BIOLOGI Chlorella sp
1. KLASIFIKASI
Phylum : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Chlorococcaales
Family : Chlorellacea
2. MORFOLOGI
Bentuk sel bulat atau bulat telur, merupakan alga bersel tunggal, tetapi kadang-kadang dijumpai
bergerombol. Diameter selnya berkisar 2-8 mikron, berwarna hijau karena klorofil merupakan
pigmen yang dominan, dinding selnya keras terdiri atas selulosa dan pectin. Sel ini mempunyai
protoplasma yang berbentuk cawan. Chlorella dapat bergerak tetapi sangat lambat sehingga pada
pengamatan seakan-akan tidak bergerak.
Chlorella bersifat kosmopolit yang dapat tumbuh dimana-mana, kecuali pada tempat yang sangat
kritis bagi kehidupan. Alga ini dapat tumbuh pada salinitas 0-35 ppt. salinitas 10-20 ppt
merupakan salinitas optimum untuk pertumbuhan alga ini. Alga ini masih dapat bertahan hidup
pada suhu 400C, tetapi tidak tumbuh. Kisaran suhu 25-300C merupakan kisaran suhu yang
optimal.
Alga ini berproduksi secara aseksual dengan pembelahan sel, tetapi juga dapat dengan
pemisahana utospora dari sel induknya. Reproduksi sel ini diawali dengan pertumbuhan sel yang
membesar. Periode selanjutnya adalah terjadinya peningkatan aktivitas sintesa sebagai bagian
dari persiapan pembentukan sel anak, yang merupakan tingkat pemasakan awal. Tahap
selanjutnya terbentuk sel induk muda yang merupakan tingkat pemasakan akhir, yang akan
disusul dengan pelepasan sel anak.
Pertumbuhan Chlorella sp sangat erat kaitannya dengan ketersediaan hara makro dan mikro serta
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Factor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan Chlorella sp antara lain cahaya, suhu, tekanan osmotic, dan pH air.
C. STERILISASI
1. METODE STERILISASI
Pada dasarnya persiapan untuk kultur berbagai jenis phytoplankton adalah sama, misalnya pada
kultur Chlorella sp, yaitu sterilisasi alat dan bahan yang bertujuan untuk membunuh
mikroorganisme yang tidak diinginkan. Ada lima metode sterilisasi, yakni:
a. Sterilisasi Basah
Metode ini dilakukan dengan cara perebusan. Botol-botol kultur dan peralatan lain yang akan
digunakan direbus dengan air hingga mendidih selama 2 jam. Air yang akan digunakan untuk
kultur juga dapat disterilkan dengan cara ini.
Metode ini dilakukan untuk cairan/larutan yang tidak tahan terhadap suhu tinggi, misalnya
vitamin, sehingga dilakukan penyaringan dengan sebuah saringan yang steril.
e. Sterilisasi Kimia
Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk sterilisasi ini adalah HCL, HgCl2, Alkohol, Formalin,
Phenol, Chlorin, dan sebagainya.
2. CARA STERILISASI
a. Sterilisasi Peralatan yang digunakan untuk isolasi Phytoplankton
Sterilisasi peralatan yang akan digunakan untuk isolasi dapat menggunakan autoclave dengan
suhu 1210C dan tekanan 1 kg/cm3 atau menggunakan oven pada suhu sekitar 1050C.
Mula-mula peralatan isolasi yang terdiri atas tabung reaksi, cawan petri, pipet ukur, dan lain-lain
dicuci dengan air tawar dan detergen yang kemudian diletakkan di rak dan ditunggu hingga
kering. Setelah kering, cawan petri dan pipet ukr dibungkus dengan kertas krap, sedangkan
tabung reaksi ditutp dengan karet penutup, terutama apabila sterilisasinya menggunakan
autoclave. Tetapi apabila menggunakan oven, peralatan tidak perlu dibungkus kertas, cukup
dimasukkan kedalam tabung stainless, kemudian ditutup rapat dan dislotip dengan slotip tahan
panas. Peralatan tersebut disusun dalam autoclave kemudian ditutup rapat. Sterilisasi dengan
autoclave berjalan 15 menit pada suhu 1210C dengan tekanan 1 kg/cm3. Sedangkan
menggunakan oven berjalan 5 jam pada suhu 1050C.
Sterilisasi media kultur dapat dilakukan dengan autoclave. Media yang akan disterilisasi mula-
mula dimasukkan kedalam botol atau erlenmayer bersih. Selanjutnya botol atau erlenmayer
tersebut ditutup dengan kapas atau gabus, dan diatasnya ditutup kembali dengan aluminium foil
dan diikat dengan slotip. Selanjutnya botol atau erlenmayer yang telah berisi media tersebut
disusun rapi dalam autoclave dan siap untuk disterilisasi.
c. Sterilisasi Alat
Alat-alat yang cukup besar sehingga tidak dapat masuk kedalam autoclave atau oven, dapat
disterilkan dengan cara kimia, misalnya dengan HCl atau chlorine. Peralatan kultur yang sudah
dicuci bersih direndam dengan HCl 10% selama 2 hari, kemudian dibilas dengan air tawar.
Selain itu dapat dengan merendam peralatan pada larutan chlorine 150 mg/l selama 12-24 jam,
kemudian dinetralisir dengan 40-50 mg/l Na-Thiosulfat dan dibilas dengan air tawar hingga bau
chlorine hilang.
Media pengkaya yang tidak tahan panas, misalnya vitamin, disterilisasi dengan penyaringan.
Saringan yang digunakan 2,5-3 mikron. Media tersebut selanjutnya ditempatkan dalam wadah
yang steril dan ditutup rapat dengan aluminium foil.
Untuk kultur missal sterilisasi alat dan bahan dilakukan dengan cara chlorinisasi karena cara ini
lebih cepat, ekonomis, dan secara tekhnis mudah dilaksanakan. Cara chlorinisasi tersebut adalah
sebagai berikut: bak dicuci bersih dengan menggunakan sabun/detergen lalu disterilkan dengan
larutan Na-Thiosulfat 40-50 mg/l. Terakhir bak dibilas dengan air tawar sampai bersih dan bau
chlorine hilang.
Air sebagai media kultur juga dapat disterilkan dengan menggunakan chlorine. Air laut yang
akan digunakan sebelumnya disaring, lalu disterilkan dengan chlorine 60 mg/l selama minimal 1
jam dan dinetralisir dengan larutan Na-Thiosulfat 20 mg/l untuk menghilangkan sisa-sisa
chlorine dalam air laut hingga bau chlorine hilang. Air yang telah steril disimpan dalam bak yang
tidak tembus sinar dan ditutup dengan penutup tidak tembus sinar untuk mencegah pertumbuhan
lumut atau phytoplankton lain yang tidak dikehendaki.
Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam kultur Chlorella sp, yaitu koleksi dan isolasi.
1. Koleksi
Koleksi bertujuan untuk mendapatkan species Chlorella sp dari alam untuk dikultur secara
murni. Pengambilannya dialam dapat menggunakan plankton net. Chlorella sp yang diperoleh
dapat dikembangkan dengan menggunakan pupuk
2. Isolasi
Ada beberapa metode untuk mengisolasi phytoplankton, khusus untk fitoplankton jenis Chlorella
sp menggunakan metode isolasi goresan. Metode ini sangat baik digunakan untuk mengisolasi
phytoplankton sel tunggal seperti Chlorella sp.
Metode ini menggunakan media agar-agar. Agar-agar sebanyak 1,5% dicampur dengan air laut
pada salinitas tertentu, kemudian dipanaskan hingga mendidih dan larut sempurna berwarna
kuning jernih.
Selama proses pemanasan harus diaduk terus menerus untuk mencegah terjadinya kerak atau
penggumpalan. Setelah pemanasan selesai, larutan agar-agar tersebut kemudia diangkat dan
ditunggu sampai agak dingin baru dilakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk Allen
Miquel (untuk sekala laboratorium) dengan komposisi KNO3 20,2 gr, Akuades 100 gr,
sedangkan untuk skala massal ukuran 1-4 ton digunakan pupuk teknis yang terdiri dari: KNO3
100 gr/ton, FeCl3 3 gr/ton, dan NaH2PO4. 10 H2O 10 gr/ton dan sesuai dosis yang diinginkan.
Larutan agar-agar yang telah dipupuk disterilisasi dengan autoclave (121 0C, 15 menit) atau
pengukusan sekitar 30 menit. Bahan-bahan pengkaya yang tidak tahan panas harus disterilkan
secara terpisah. Angkat dan biarkan agak dingin, sekitar 50 0C. Selanjutnya dituangkan kedalam
cawan petri yang sudah steril dengan tebal kurang lebih 3 mm atau kedalam tabung reaksi yang
sudah steril dalam posisi miring. Agar miring pada tabung reaksi tersebut biasa digunakan untuk
penyimpanan isolat. Selanjutnya dituang hingga membeku.
Setelah media agar membeku, kemudian ditulari bibit Chlorella sp yang berasal dari air sampel
dengan cara goresan menggunakan ose yang telah dibakar dengan pembakar spritus. Bibit
digoreskan dalam media agar-agar pada cawan petri dengan pola zig-zag. Untuk mencegah
kontaminasi oleh mikroorganisme lain maka cawan petri ditutup atau disegel dengan isolasi.
Untuk penumbuhan, cawan petri atau tabung reaksi tersbeut diletakkan pada rak kultur serta
disinari dengan dua buah lampu TL 40 watt secara terus menerus. Cawan petri diletakkan dalam
posisi terbalik. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya proses pengeringan akibat
penyinaran dengan lampu TL secara terus menerus atau terjadinya penetesan embun dari bagian
tutup cawan petri ke media agar-agar.
Setelah beberapa hari inokulum akan tampak tumbuh pada goresan media agar-agar, tetapi masih
dicampur dengan phytoplankton jenis lain, kemudia dilakukan penggoresan berulang-ulang pada
media agar-agar yang sama sampai diperoleh bibit yang benar-benar murni. Isolate yang
diinkubasi dalam ruangan ber AC untuk menjaga kestabilan suhu 25-27 0C. isolate juga dapat
dipindah kecawan petri yang lain atau pada agar miring dalam tabung reaksi apabila diperlukan.
Hasil kultur murni dari media agar-agar dikembangkan pada media cair dalam tabung reaksi
dengan volume media kultur 10 ml. bibit diambil dengan jarum ose yang steril kemudia dipindah
ke tabung rekasi decara aseptis. Sebelumnya Chlorella sp yang tumbuh pada permukaan agar-
agar diperiksa lebih dahulu dengan cara memindahkan phytoplankton pada gelas objek yang
telah diberi media kultur 1 tetes. Selanjutnya dilakukan pengamatan dibawah mikroskop.
Apabila phytoplankton yang diamati sesuai dengan keinginan kemudian dilakukan inokulasi
pada tabung reaksi yang berisi air laut yang telah diperkaya oleh unsure hara dan ditumbuhkan.
Larutan diaduk dengan cara dikocok sesering mungkin selama masa kultur. Apabila bibit pada
tabung reaksi tersebut telah tumbuh dengan baik, maka phytoplankton tersebut (Chlorella sp)
dapat dikembangkan kedalam botol-botol kultur yang lebih besar.
Pertumbuhan phytoplankton dalam kultur dapat ditandai dengan bertambah besarnya ukuran sel
atau bertambah banyaknya jumlah sel. Hingga saat ini kepadatan sel digunakan secara luas untuk
mengetahui pertumbuhan phytoplankton dalam kultur pakan alami. Ada empat fase
pertumbuhan, yaitu:
1. Fase Istirahat
Sesaat setelah penambahan inokulum kedalam media kultur, populasi tidak mengalami
perubahan. Ukuran sel pada saat ini pada umumnya meningkat. Secara fisiologis phytoplankton
sangat aktif dan terjadi proses sintesis protein baru. Organism mengalami metabolism, tetapi
belum terjadi pembelahan sel sehingga kepadatan sel belum meningkat.
2. Fase Logaritmik/Eksponsial
Fase ini diawali oleh pembelahan sel dengan laju pertumbuhan tetap. Pada kondisi kultur yang
optimum, laju pertumbuhan pada fase ini mencapai maksimal.
3. Fase Stasioner
Pada fase ini, pertumbuhan mulai mengalami penurunan dibandingkan dengan fase logaritmik.
Pada fase ini laju reproduksi sama dengan laju kematian. Dengan demikian penambahan dan
pengurangan jumlah phytoplankton relative sama ata seimbang sehingga kepadatan
phytoplankton tetap.
4. Fase Kematian
Pada fase ini laju kematian lebih cepat daripada laju reproduksi. Jumlah sel menurun secara
geometric. Penurunan kepadatan phytoplankton ditandai dengan perubahan kondisi optimum
yang dipengaruhi temperature, cahaya, pH air, jumlah hara yang ada, dan beberapa kondisi
lingkungan yang lain.
Penghitungan kepadatan plankton digunakan sebagai salah atu ukuran mengetahui pertumbuhan
phytoplankton, mengetahui kepadatan bibit, kepadatan pada awal kultur, dan kepadatan pada saat
panen. Kepadatan phytoplankton dapat dihitung dengan menggunakan Hemacytometer.
Hemacytometer merupakan suatu alat yang terbuat dari gelas yang dibagi menjadi kotak-kotak
pada dua tempat bidang pandang. Kotak tersebut berbentuk bujur sangkar dengan sisi 1 mm,
sehingga apabila ditutup dengan gelas penutup volume ruangan yang terdapat diatas bidang
bergaris adalah 0,1 mm atau 10-4 ml. Kotak bujur sangkar yang mempunyai sisi 1 mm tersebut
dibagi lagi menjadi 25 buah kotak bujur sangkar, yang masing-masing dibagi lagi menjadi 16
kotak bujur sangkar kecil.
G. PEMANENAN
Berdasarkan pola pertumbuhan phytoplankton, maka pemanenan phytoplankton harus dilakukan
pada saat yang tepay yaitu pada saat phytoplankton tersebut mencapai puncak populasi. Apabila
pemanenan phytoplankton terlal cepat atau belum mencapai puncak populasi, sisa zat hara masih
cukup besar sehingga dapat membahayakan organism pemangsa karena pemberian
phytoplankton pada bak larva kebanyakan dengan cara memindahkan massa air kultur
phytoplankton. Sedangkan apabila pemanenan terlambat maka sudah banyak terjadi kematian
phytoplankton sehingga kualitasnya turun. Khusus untuk phytoplankton jenis Chlorella sp
pemanenan dilakukan pada saat 4 hari karena phytoplankton tersebut mencapai puncak populasi
pada saat hari ke 4 setelah pembibitan maka sebaiknya segera dipanen.
Pemanenan phytoplankton dapat dilakukan dengan berbagai macam alat sesuai dengan
kebutuhan dan jumlah phytoplankton. Adapun peralatannya antara lain : centrifuge, plate
separator, dan berbagai macam filter. Pemanenan dapat dilakukan secara total atau sebagian.
Apabila panen dilakukan sebagian, phytoplankton yang telah siap dipanen diambil sebanyak 2/3
bagian. Kemudian kedalam sisa phytoplankton yang 1/3 bagian tersebut ditambahkan air laut
dengan salinitas tertentu (10-20 ppt). selanjutnya dilakukan pemupukan sekitar ½ dosis. Panen
sebagian ini sebaiknya dilakukan tidak lebih dari tiga kali pada bak budidaya yang sama, setelah
itu harus dilakukan panen total.
H. PASCA PANEN
Chlorella sp yang telah dipanen memiliki banyak peranan yang sangat penting, baik sebagai
pakan alami larva terutama larva ikan kakap putih, ikan kakap merah, dan ikan kerapu, juga
sebagai green water pada pemeliharaan berbagai jenis larva. Bahkan kini banyak digunakan
dalam system pengolahan dan penanggulangan air limbah. Chlorella sp ternyata sudah
dikonsumsi manusia dan sangat mudah didapatkan dipasaran dalam berbagai bentk, seperti
tablet, sirup, permen, shampoo, sabun, handbody lotion, dan lain-lain.
Hasil pemanenan dapat disimpan dalam bentuk kering didapat dari hasil penjemuran
phytoplankton konsentrat dibawah sinar matahari.penjemuran dilakukan dalam kotak
penjemuran bertenaga surya yang dapat menghasilkan udara panas dengan suhu sekitar 70 0C.
Dengan suhu ini komposisi gizi phytoplankton terutama protein tidak rusak. Chlorella sp yang
kering yang didapat disimpan dalam botol-botol yang tertutup rapat. Pengeringan juga dapat
dilakukan dengan menggunakan oven. Phytoplankton freeze (beku) didapat dari hasil
penyimpanan phytoplankton yang telah dipadatkan didalam freezer.