Você está na página 1de 13

ALKALOSIS RESPIRATORIK

Pernapasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu
banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab hiperventilasi
yang paling sering ditemukan adalah kecemasan. Penyebab lain dari alkalosis respiratorik
adalah: Rasa nyeri, Sirosis hati, Kadar oksigen darah yang rendah, Demam, Overdosis
aspirin. Alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas dan dapat menyebabkan
rasa gatal disekitar bibir dan wajah. Jika keadaannya makin memburuk, bisa terjadi kejang otot
dan penurunan kesadaran.
Pengobatan
Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah memperlambat pernapasan.
Jika penyebabnya adalah kecemasan, memperlambat pernapasan bisa meredakan penyakit ini.
Jika penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri.
Menghembuskan napas dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa membantu
meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita menghirup kembali karbondioksida yang
dihembuskannya. Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan napasnya selama
mungkin, kemudian menarik napas dangkal dan menahan kembali napasnya selama mungkin.
Hal ini dilakukan berulang dalam satu rangkaian sebanyak 6-10 kali.
Jika kadar karbondioksida meningkat, gejala hiperventilasi akan membaik, sehingga
mengurangi kecemasan penderita dan menghentikan serangan alkalosis respiratorik.

DEFINISI
Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena pernafasan yang
cepat dan dalam menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah.

PENYEBAB
Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu banyaknya
jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab hiperventilasi yang paling
sering ditemukan adalah kecemasan.

Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah:


- rasa nyeri
- sirosis hati
- kadar oksigen darah yang rendah
- demam
- overdosis aspirin.

GEJALA
Alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas dan dapat menyebabkan rasa gatal
disekitar bibir dan wajah. Jika keadaannya makin memburuk, bisa terjadi kejang otot dan
penurunan kesadaran.

DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran kadar karbondioksida dalam darah arteri. pH
darah juga sering meningkat.

PENGOBATAN
Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah memperlambat pernafasan. Jika
penyebabnya adalah kecemasan, memperlambat pernafasan bisa meredakan penyakit ini. Jika
penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri. Menghembuskan nafas dalam
kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa membantu meningkatkan kadar karbondioksida
setelah penderita menghirup kembali karbondioksida yang dihembuskannya.

Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan nafasnya selama mungkin,
kemudian menarik nafas dangkal dan menahan kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini
dilakukan berulang dalam satu rangkaian sebanyak 6-10 kali. Jika kadar karbondioksida
meningkat, gejala hiperventilasi akan membaik, sehingga mengurangi kecemasan penderita dan
menghentikan serangan alkalosis respiratorik.

1. Definisi
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro
Hardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperapneu
serta sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967). Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir
dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat
menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc, 1971). Penilaian statistic
dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama
mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang
mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan
memperlihatkan angka kematian yang tinggi.
Haupt (1971) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada bayi sebagai akibat
hipoksia sangat tinggi. Asidosis, gangguan kerdiovaskular serta komplikasinya sebagai akibat langsung dari
hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan adaptasi bayi baru lahir (James, 1958). Kegagalan ini akan
sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir (James, 1959).
Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa (1971) menunjukkan nekrosis
berat dan difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia. Karena itu tidaklah mengherankan
bahwa sekuele neurologis sering ditemukan pada penderita asfiksia berat. Keadaan ini sangat menghambat
pertumbuhan fisis dan mental bayi di kemudian hari. Untuk menghindari atau mengurangi kemungkinan
tersebut diatas, perlu dipikirkan tindakan istimewa yang tepat dan rasionil sesuai dengan perubahan yang
mungkin terjadi pada penderita asfiksia.
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan sempurna, sehingga
tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang
mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam
menghadapi bayi dengan asfiksia.

2. Etiologi
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusul
dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin,
akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau
segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin,
karena itu penilaian janin selama masa kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk
keselamatan bayi. Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu disertai
anoksia/hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia neonatus dan bayi mendapat perawatan yang adekuat dan
maksimal pada saat lahir.
Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi, adalah:
a. Faktor ibu
Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat
terjadi kerena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anastesia dalam.Gangguan aliran darah
uterus dapat mengurangi aliran darah pada uterus yang menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta
dan janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan ; gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni,
atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada ibu karna perdarahan, hipertensi pada
penyakit eklamsi dan lain-lain.
b. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksi janin akan
terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, dan
lain-lain.
c. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus
dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada
keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain-lain.
d. Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ; pemakaian obat anastesi/analgetika yang
berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, traoma yang terjadi
pada persalinan mosalnya perdarahan intra cranial, kelainan kongenital pada bayi masalnya hernia
diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan,hipoplasia paru dan lain-lain.

3. Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran gas oleh karena
plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak
berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak
berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir.
Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru
akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru janin
mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam
alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan
aliran darah kedalam paru akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup
bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang
sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti
kedalam arteriole paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin
akan dipertahankan.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan penurunan perfusi pru yang
berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit
sehingga penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak akan meningkat. Apabila askfisia
berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan
penyediaan oksigen pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic Enchephalopathy
(HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE
ini pada bayi baru lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat dan
tepat (Aliyah Anna, 1997).

4. Gejala Klinis
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat
apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus
neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki periode apnue primer. Gejala dan tanda
asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi
cepat.
Gejala lanjut pada asfiksia :
a. Pernafasan megap-magap dalam
b. Denyut jantung terus menurun
c. Tekanan darah mulai menurun
d. Bayi terlihat lemas (flaccid)
e. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
f. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
g. Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik)
h. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
i. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular
j. Pernafasan terganggu
k. Detik jantung berkurang
l. Reflek / respon bayi melemah
m. Tonus otot menurun
n. Warna kulit biru atau pucat

5. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan
neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan
iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah
disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah
jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine
sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2
sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan
kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa
hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

6. Pemeriksaan diagnostik
a. Laboratorium AGD
Untuk mengkaji tingkat dimana paru-paru mampu untuk memberikan oksigen
yang adekuat dan membuang karbondioksida serta tingkat dimana ginjal mampu untuk
menyerap kembali atau mengekresi ion-ion bikarbonat untuk mempertahankan PH
darah yang normal.
b. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
c. Foto rontgen dada (baby gram)
Jaringan pulmonal normal adalah radiolusent karenanya ketebalan atau densitas yang dihasilkan oleh
cairan, tumor, benda asing dan kondisi patologis lain dapat dideteksi dengan cara pemeriksaan rontgen.

d. Elektrolit darah
e. Gula darah
f. Pulse Oximetry
Adalah metode pemantauan non invasif secara kontinue terhadap saturasi
Oksigen Hemoglobin. Jadi pulse oximetry merupakan suatu cara efektif untuk
memantau pasien terhadap perubahahn saturasi oksigen yang kecil / mendadak.
7. Penatalaksanaan
a. Resusitasi
1) Tahapan resusitasi tidak melihat nilai APGAR.
2) Terapi medikamentosa
b. Epinefrin
Indikasi :
1) Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat
dan pemijatan dada.
2) Asistolik.
Dosis : 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB). Cara : i.v
atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
c. Volume ekspander
Indikasi :
1) Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon
dengan resusitasi.
2) Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya
pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon
yang adekuat.
Jenis cairan :
1) Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)
2) Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak. Dosis : dosis
awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan
respon klinis.
d. Bikarbonat
Indikasi :
1) Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila
ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
2) Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus
disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.
Dosis: 1-2 mEq/kgBB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (8,4%). Cara :
Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara
intravena dengan kecepatan minimal 2 menit. Efek samping : Pada keadaan
hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan
otak.
e. Nalokson
Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan
depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.
Indikasi :
1) Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam
sebelum persalinan.
2) Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat
narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml). Cara : Intravena, endotrakeal atau
bila perpusi baik diberikan I.M atau S.C.
f. Suportif
1) Jaga kehangatan.
2) Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.
3) Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit).
B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas orang tua
b. Identitas bayi baru lahir
c. Riwayat Persalinan
d. Pemeriksaan fisik:
1) Keadaan umum tampak lemah
2) Kepala : bentuk mesocephal, ubun-ubun besar sudah menutup.
3) Mata : sklera tak ikterik, konjungtifa tak anemis
4) Hidung : bentuk simetris, ada cuping hidung, nampak megap-megap, belum napas
5) Telinga : bentuk simetris, tak ada kotoran
6) Mulut : bibir sianosis, membran mukosa tak kering
7) Leher : tak ada pembesaran kelenjar tiroid
8) Dada : bentuk simetris, ada retraksi dada
9) Frekuensi nafas < 30 kali/menit, atau apena (henti napas > 20 detik)

10) Jantung : denyut jantung < 100 kali/menit


11) Paru-paru : masih terdengar suara nafas tambahan ( ronkhi basah +)
12) Abdomen : meteorismus + tali pusat berwarna putih dan masih basah

13) Kulit : warna kulit sianosi


14) Extremitas : tak ada tonus otot, tonus otot sedikit/lemah

15) Refleks : tak ada reflek moro


2. Diagnosa keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
b. Hipotermi berhubungan dengan terpapar lingkungan dingin
c. Resiko infeksi berhubungan dengan presedur invasif.
d. Pola makan bayi tidak efektif b.d kegagalan neurologik

3. Rencana keperawatan
No Dianogsa Keperawatan Tujuan Intervensi
Manajemen Jalan Napas (3140):
1. Buka jalan napas
2. Posisikan bayi untuk memaksimalkan
ventilasi dan mengurangi dispnea
3. Auskultasi suara napas, catat adanya
suara tambahan
4. Identifikasi bayi perlunya pemasangan
alat jalan napas buatan
5. Keluarkan sekret dengan suctin
Setelah dilakukan tindakan
6. Monitor respirasi dan ststus oksigen
keperawatan selama…X 24 bila memungkinkan
jam, diharapkan pola napas Monitor Respirasi (3350) :
bayi efektif dengan kriteria: 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman

Status Respirasi : Ventilasi dan upaya bernapas

(0403) : 2. Monitor pergerakan, kesimetrisan


- Pernapasan pasien 30- dada, retraksi dada dan alat bantu
Pola napas tidak 60X/menit. pernapasan
efektif b.d hipoventilasi.
- Pengembangan dada simetris. 3. Monitor adanya cuping hidung

Batasan karakteristik -: Irama pernapasan teratur 4. Monitor pada pernapasan: bradipnea,


- Bernapas menggunakan- Tidak ada retraksi dada saat takipnea, hiperventilasi, respirasi
otot napas tambahan. bernapas kusmaul, cheyne stokes, apnea
- Dispnea - Inspirasi dalam tidak ditemukan5. Monitor adanya penggunaan otot
- Napas pendek - Saat bernapas tidak memakai diafragma
- Frekwensi napas < 25 otot napas tambahan 6. Auskultasi suara napas, catat area
kali / menit atau > 60 - Bernapas mudah tidak ada suara penurunan dan ketidakadanya
1. kali / menit napas tambahan ventilasi dan bunyi napas.

Hipotermi b.d terpapar Setelah dilakukan tindakan Pengobatan Hipotermi (3800) :


lingkungan dingin. keperawatan selama…X 24
1 Pindahkan bayi dari lingkungan yang

Batasan karakteristik : jam hipotermi teratasi de-ngan dingin ke tempat yang hangat (di
2.- Pucat indicator : dalam incubator atau di bawah lampu
- Kulit dingin Termoregulasi Neonatus sorot)
- Suhu tubuh di bawah (0801) : 2 Bila basah segera ganti pakaian bayi
rentang normal - Suhu axila 36-37˚ C dengan yang hangat dan kering, beri
- Menggigil - RR : 30-60 X/menit selimut
- Kuku sianosis - Warna kulit merah muda 3 Monitor suhu bayi
- Pengisian kapiler lambat- Tidak ada distress respirasi 4 Monitor gejala hipotermi : fatigue,
- Tidak menggigil lemah, apatis, perubahan warna kulit.
- Bayi tidak gelisah 5 Monitor status pernapasan
- Bayi tidak letargi 6 Monitor intake/output

Mengontrol Infeksi (6540) :


1. Bersihkan box / incubator setelah
dipakai bayi lain
2. Pertahankan teknik isolasi bagi bayi
ber-penyakit menular
3. Batasi pengunjung
4. Instruksikan pada pengunjung untuk
cuci tangan sebelum dan sesudah
berkunjung
Setelah dilakukan tindakan
5. Gunakan sabun antimikrobia untuk
keperawatan selama…X 24 cuci tangan
jam bayi diharapkan terhin-dar
6. Cuci tangan sebelum dan sesudah
dari tanda dan gejala infeksi mela-kukan tindakan keperawatan
dengan indicator : 7. Pakai sarung tangan dan baju sebagai

Status Imun (0702) : pelindung


Resiko infeksi - RR : 30-60X/menit 8. Pertahankan lingkungan aseptik

Faktor Resiko : - Irama napas teratur selama pemasangan alat


1. Prosedur invasif - Suhu 36-370 C 9. Ganti letak IV perifer dan line kontrol
2. Ketidak adanya pera-
- Integritas kulit baik dan dressing sesuai ketentuan
watan imun buatan - Integritas nukosa baik 10. Tingkatkan intake nutrisi
33. Malnutrisi - Leukosit dalam batas normal 11. Beri antibiotik bila perlu.
Mencegah Infeksi (6550)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
2. Batasi pengunjung
3. Skrining pengunjung terhadap
penyakit menular
4. Pertahankan teknik aseptik pada bayi
beresiko
5. Bila perlu pertahankan teknik isolasi
6. Beri perawatan kulit pada area eritema
7. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas,
dan drainase
8. Dorong masukan nutrisi yang cukup
9. Berikan antibiotik sesuai program

Pola makan bayi tidak


efektif b.d kegagalan
Enteral Tube Feeding (1056) :
neurologik
- Pasang NGT / OGT
Batasan karakteristik :
- Monitor ketepatan insersi NGT / OGT
- Tidak mampu dalam
- Cek peristaltic usus
menghisap, menelan dan
- Monitor terhadap muntah / distensi
bernafas
abdomen
- Tidak mampu dalam
- Cek residu 4-6 jam sebelum pemberian
memulai atau Setelah dilakukantindakan
enteral
menunjang penghisapan keperawatan selama … X 24
4. efektif jam pola makan bayi efektif

Daftar pustaka:
http://asuhankeperawatankesehatan.blogspot.co.id/2013/03/askep-
bayi-dengan-asfiksia-neonaturum.html
Alen. C.V. (1998). Memahami Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta
Arif. M. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. FKUI. Jakarta
Brunner and Suddart. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, EGC. Jakarta
Carpenito. J.L. (2001). Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta
Doengoes. M.E. (2001). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta
Dorland. (2002). Kamus Saku Kedokteran. Edisi 25. EGC. Jakarta
Hidayat. A.A.A. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Salemba Media. Jakarta
Markum. A.H. (2002). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. FKUI. Jakarta
Nelson. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. EGC. Jakarta
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta
Nursalam. dkk. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Salemba Medika:
Jakarta

Você também pode gostar