Você está na página 1de 2

Nama : Evrilia Ciptaningrum

NIM : 17/409588/PN/14976

Jurusan : Ilmu Tanah

Artikel Cara Masyarakat Gunung Kidul dalam Mengolah Tanah Vertisol

Vertisols (berasal dari L. Vertere; verto; vertic atau pembalikan) adalah jenis tanah
mineral yang mempunyai warna abu kehitaman, bertekstur liat dengan kandungan lempung lebih
dari 30% pada horizon permukaan sampai kedalaman 50 cm yang didominasi jenis
lempung montmorillonit sehingga dapat mengembang dan mengerut. Pada musim kering tanah
ini membentuk retakan yang dalam dan lebar, sehingga sejumlah bahan yang ada di lapisan atas
tanah dapat runtuh masuk ke dalam retakan, akan menimbulkan pembalikan sebagian massa
tanah (invert). Tanah vertisol umumnya terbentuk dari bahan sedimen yang mengandung
mineral smektite dalam jumlah tinggi, di daerah datar, cekungan hingga berombak (Driesen dan
Dudal, 1989 dalam Prasetyo, 2007). Bahan induknya terbatas pada tanah bertekstur halus atau
terdiri atas bahan-bahan yang sudah mengalami pelapukan seperti batu kapur, batu napal, tuff,
endapan aluvial dan abu vulkanik. Pembentukan tanah vertisol terjadi melalui dua proses utama,
pertama adalah proses terakumulasinya mineral 2:1 (smektite) dan kedua adalah proses
mengembang dan mengerut yang terjadi secara periodik hingga membentuk slickenside atau
relief mikro gilgai. Di Indonesia jenis tanah ini terbentuk pada tempat-tempat yang tingginya
tidak lebih dari 300 meter di atas muka laut dengan topografi agak bergelombang sampai
berbukit, temperatur tahunan rata-rata 25o C dengan curah hujan kurang dari 2500 mm dan
pergantian musim hujan dan kemarau nyata.

Sebagian besar jenis tanah ini tersebar di Kabupaten Gunung Kidul. Sesuai dengan syarat
tersebarnya, daerah Gunung Kidul sebagian besar terdiri dari banyak sekali samudera. Hasil
penelitian Triwilaida (2001) menunjukkan bahwa masyarakat Gunung Kidul mempunyai cara
tersendiri untuk mengolah tanah vertisol yaitu dengan penambahan bahan organik berupa
kompos daun tanaman kayu putih pada tanah-tanah bertekstur berat (liat) dapat meningkatkan
aerasi tanah melalui perbaikan struktur dan peningkatan porositas tanah. Dalam kegiatan
penanaman hutan di lahan terdegradasi dapat dilakukan dengan penerapan teknik pemberian
mulsa vertikal, yaitu limbah hutan berupa seresah, sisa-sisa kayu, cabang, ranting dan bahan
organik lainnya dimasukkan ke dalam lubang yang dibuat berupa saluraan menurut konturnya
sehingga akan terdekomposisi dan menjadi sumber unsur hara bagi tanaman.

Sumber :

Pratiwi, 2006. Konservasi Tanah dan Air : Pemanfaatan Limbah Hutan Dalam Rehabilitasi
Hutan dan Lahan.

Prasetyo, B.H. 2007. Perbedaan Sifat-Sifat Tanah Vertisol Dari Berbagai Bahan Induk.

Você também pode gostar