Você está na página 1de 10

1.

1 Anatomi Fisiologi Darah

Darah adalah suatu cairan kental yang terdiri dari sel-sel dan plasma (Guyton, 2014).
Proses pembentukan sel darah ( Hemopoesis) terdapat di 3 tempat :

1. Sumsum tulang
Sumsum tulang yang aktif dalam proses hemopoesis adalah tulang vertebrae,
sternum (tulang dada), dan costa (tulang iga).
2. Hepar
3. Limpa
Limpa berfungsi sebagai organ limfoid, memfagosit material tertentu dalam
sirkulasi darah, dan menghancurkan sel darah merah yang rusak.

Volume darah pada tubuh sehat sekitar 1/13 dari BB atau 4-5 liter. Keadaan
jumlah tersebut tergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung atau pembuluh
darah. Tekanan viskositas atau kekentalan darah mempunyai berat jenis 1,041 –
1,067 dengan temperatur 38◦C dan pH 7,37 – 7,45.

Fungsi darah secara umum terdiri atas :


1. Mengangkut O2, CO2, dan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh.
2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun.
3. Menyebarkan panas ke seluruh tubuh.

Darah terbagi atas :

1. Eritrosit (sel darah merah)


Tidak berinti ukurannya, banyaknya 5 juta/mm3, berwarna kuning
kemerahan karena mengandung Hb. Warna ini akan bertambah merah jika
di dalamnya banyak mengandung O2. Fungsi eritrosit : mengangkut O2
dan CO2. Eritrosit beredar ke seluruh tubuh selama 14-15 hari, setelah itu
akan mati. Jumlah Hb anak-anak 10-16 gr/dl.
2. Leukosit
Bentuknya berubah-ubah dan bergerak dengan pseudopodia, mempunyai
inti,, bening, banyaknya 4000-11000/mm3 darah. Fungsi : membunuh dan
memakan bibit penyakit yang masuk ke tuuh jaringan RES (Retikulo
Endotel System), mengangkut dan membawa zat lemak dari dinding usus
melalui limpa ke pembuluh darah.
3. Trombosit (sel plasma)
Warnanya putih dengan jumlah normal 150.000-450.000/mm3. Trombosit
memegang peran penting dalam pembekkuan darah.
4. Plasma darah
Bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warna bening kekuningan.
Hampir 90% plasma darah terdiri dari :
a. Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.
b. Garam-garam mineral : metabolisme dan juga mengadakan osmotic.
c. Protein darah (albumin dan globulin) : meningkatkan viskositas darah
dan tekanan osmotic untuk memelihara keseimbangan cairan dalam
tubuh.
d. Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan viatamin)
e. Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
f. Antibodi atau anti toksin

2.1 Definisi Leukimia


Leukemia atau kanker darah adalah penyakit neoplastik yang beragam,
ditandai oleh produksi secara tak normal (transformasi maligna) dari sel-sel
pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid. Sel-sel normal di
dalam sumsum tulang belakang digantikan oleh sel abnormal (Yayan, 2010).
Leukemia adalah penyakit akibat proliferasi (bertambah banyak atau
multiplikasi) patologi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan
biasanya berakhir fatal (Nursalam, 2005). Leukemia merupakan penyakit
keganasan jaringan hematopoetik yang ditandai dengan penggantian elemen
sumsum tulang normal dengan sel darah abnormal (neoplastik). Hal ini
disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol dari klon sel darah immatur yang
berasal dari sel induk hematopoietik. Sel leukemik tersebut juga ditemukan
dalam darah perifer dan sering menginvasi jaringan retikuloendotelial seperti
limpa, hati dan kelenjar limfe (Wirawan, 2003).
Jenis Leukemia

Dari klasifikasi di atas, maka Leukemia dibagi menjadi empat tipe

sebutan:

1. Leukemia limfositik akut (LLA).

Merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada anak-anak. Penyakit


ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau
lebih.

2. Leukemia mielositik akut (LMA).

Ini lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-anak. Tipe ini
dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut.

3. Leukemia limfositik kronis (LLK).

Hal ini sering diderita oleh orang dewasa yang berumur lebih dari 55
tahun. Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda, dan hampir tidak
ada pada anak-anak.

4. Leukemia mielositik kronis (LMK)

sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga terjadi pada anak-anak,
namun sangat sedikit (Purnomo, 2005).

Purnomo BH, Sutaryo, Ugrasena I. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta:


Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2005.

2.1.1 Epidemiologi Leukimia

Insiden leukemia di Negara Barat adalah 13 per 100.000 penduduk per


tahun. Leukemia merupakan 2.8% dari seluruh kasus kanker. Pada tahun 2006
di Indonesia, dari jumlah penderita kanker di rumah sakit, leukemia berada
pada urutan kelima setelah kanker payudara, kanker serviks, kanker hati dan
saluran empedu intrahepatik, serta limfoma non-Hodgkin. Diperkirakan, pada
tahun 2011, terdapat 44.600 orang (25.320 laki-laki dan 19.280 perempuan)
telah terdiagnosis menderita leukemia dan 21.780 orang akan meninggal dunia
akibat leukemia (Howlader NN et all, 2011).

2.1.2Etiologi dan Faktor risiko leukemia

Etiologi dari leukemia akut masih tidak diketahui. Namun diketahui


ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi, yaitu:

1. Radiasi dan zat ionisasi


2. Bahan-bahan kimia (contohnya, benzene penyebab LMA)
3. Obat-obatan (contohnya, penggunaan bahan-bahan bergugus alkil pada
terapi kombinasi radiasi dapat menyebabkan LMA) (Lanzkowsky P,
2011)

Berdasarkan genetika seseorang, ada beberapa faktor yang diduga


mempengaruhi:

1. Kembar identik- apabila anak kembar yang pertama didiagnosa


leukemia pada 5 tahun pertama, maka risiko untuk anak kembar kedua
meningkat menjadi 20% didiagnosa leukemia.
2. Kejadian leukemia pada saudara yang didiagnosa leukemia akan
meningkat sebanyak 4 kali lipat dibandingkan pada populasi umum.
3. Gangguan pada kromosom:

 Trisomy 21 (Down Syndrome) memiliki risiko 95% untuk


mengalami leukemia.
 Bloom syndrome memiliki risiko 8% untuk mengalami
leukemia.
 Anemia fanconi memiliki risiko 12% untuk mengalami
leukemia. (Lanzkowsky P, 2011)
Berdasarkan penelitian Buffler P.A,et al, 2005, faktor risiko dari
penyakit leukemia terdiri atas::

1. Paparan dari pekerjaan orang tua

Setelah sekitar lebih kurang 3 dekade penelitian yang dilakukan,


maka hubungan paparan dari pekerjaan orang tua masih belum jelas.
Awalnya hal ini diduga dari paparan hidrokarbon yang ada dalam
pekerjaan orang tua, contohnya adalah pegawai pom bensin yang sering
terpapar langsung dengan asap kendaraan tanpa menggunakan masker.

2. Polusi udara

Polusi udara yang dapat menjadi pemicu terjadinya leukemia ada


beberapa seperti anak perokok pasif dari orang tua yang merokok. Hal ini
masih menjadi perdebatan apakah memiliki hubungan sebab-akibat yang
jelas atau tidak. Kemudian bahan dari turunan benzena. Benzena telah
terbukti menjadi suatu faktor risiko yang besar untuk terjadi leukemia.
Benzena dapat kita temukan pada makanan, pabrik perindustrian, dan
kosmetik yang digunakan.

3. Pestisida

Pestisida merupakan suatu bahan yang digunakan untuk


membunuh hama, serangga, jamur, dan lain-lain. Pada penelitian
ditemukan terdapat hubungan terhirupnya pestisida melalui udara pada
saluran nafas anak dapat menyebabkan leukemia pada anak.

4. Radiasi

Radiasi merupakan suatu bahan yang di gunakan sebagai proses


imaging dari seorang ibu yang hamil. Pada penelitian ini ditemukan hubungan
sebab akibat paparan radiasi dari alat prosedur diagnostik menyebabkan
leukemia.
5. Pasien anak yang immunocompromised

Pada pasien yang mengalami transplantasi organ, maka akan terjadi


penurunan dari sistem imunitas tubuh. hal ini telah terbukti meningkatkan
risiko terjadinya leukemia pada anak(American Cancer Society, 2012).

Pemeriksaan penunjang

 Hematologi rutin

Pada fase kronis, kadar Hb umumnya normal atau sedikit menurun,


lekosit antara 20-60000/mm3. Walaupun sangat jarang, pada beberapa kasus
dapat normal atau trombositopenia. (Setiati,2004)

 Apus darah tepi

Eritrosit sebagian besar normokrom normositer, sering ditemukan


adanya polikromasi eritroblas asidofil atau polikromatofil. Tamapak seluruh
tingkatan diferensiasi dan maturasi seri granulosit, presentasi sel mielosit dan
metamielosit meningkat, demikian juga presentasi eosinofil dan atau basofil.
(Setiati,2004)

 Apus sumsum tulang

Selularitas meningkat (hiperselular) akibat proliferasi dari sel-sel


leukimia rasio mieloid, eritroid meningkat. Megakariosit juga tampak lebih
banyak. Dengan pewarnaan retikulin, tampak bahwa stroma sumsum tulang
mengalami fibrosis.(Setiati, 2004)

 Karyotipik

Dahulu dikerjakan dengan teknik pemitaan (G-banding technique), saat


ini sudah mulai ditinggalkan dan peranannya digantikan oleh metoda FISH
(Fluorescen Insitu Hybridization) yang lebuh akurat. Beberapa aberasi
kromosom yang sering ditemukan pada LGK, antara lain : +8, +9, +19, +21,
i(17). ( Setiati, 2014)

2.1.3 Komplikasi:

 Infeksi, merupakan kommplikasi dan penyebab utama kematian.


S.pneuoniae, S.aureus dan H.influenzae merupakan organism yang
sering dijumpai pada pasien LLK yang tidak diberikan terapi
imunosupresi. Telah terjadi perubahan spektrum penyakit dan
bakteri penyebab pada pasien-pasien yang diberikan preparat
imunosupresan. Yaiu meliputi baik bakteri gram negatif maupun
bakteri oportunistik seperti Icandida, Mycobakterium tuberculosis,
Listeria, P.carinii, Cytomegalovirus, Aspergillus dan virus herpes.
Pasien LLK yang berusia lebih dari 65 tahun dan/atau dengan
stadium lanjut mempunyai risiko lebih tinggi terhadap infeksi dan
biasanya membutuhkan terapi sportif untuk profilaksis. (Aru, 2009)

 Hipogamaglobuliemia, dijumpai lebih dari 66% pasien pada akhir


penyakit ini. Semua kelas immunoglobulin (IgG, Ig A, dan IgM)
biasanya menurun, meskipun juga dijumpai hanya satu atau dua
immunoglubulin saja yang turun. Penurunan gamaglobulin dan
neutrofil yang sangat bermakna menyebabkan kerentanan pasien
terhadap infeksi bakteri. (Aru, 2009)

 Transformasi Menjadi Keganasan Limfoid yang Agresif. Terjadi


sekitar 10-15%. Yang tersering adalah sindroma Richter (5%) dan
Leukimia prolimfositik. Pasien dengan sindrom Richter (limfoma sel
besar) sering didapatkan limfadenopati dan hepatosplenomegali
yang progresif, demam, nyeri abdomen, penurunan berat badan,
anemia dan trombositopenia progresif, dengan peningkatan
limfositosis perifer dan LDL secara cepat. Pasien-pasien ini
mempunyai kelangsungan hidup rata-rata 6bulan. Pasien dengan
transformasi leukemia prolimositik menunjukkan anemia progrsif,
trommbositopenia, limfadenopati, prolimfosit pada darah tepi
(>55%), hepatosplenomegali, wasting syndrome, dan meningkatnya
resistensi terhadap terapi. Transformasi LLK yang meliputi LLA,
leukimia sel plasma, mieloma multiple dan limfoma Hodgkin. (Aru,
2009)

 Komplikasi Akibat Penyakit Autoimun meliputi tes anti globulin


direct yang positif (Coomb’s test), anemia hemolitik,
trombositopenia, neutropenia, dan aplasia sel darah merah murni
(aplasia pure red cell) atau pasien LKK selama perjalanan
penyakitnya. Hemolisis klinis dijumpai pada 50% kasus.
Trombositopenia autoimun terjadi pada 2% pasien LLK. (Aru, 2009)

 Keganasan Sekunder. Lokasi tersering mmeliputi kulit (merona


dan karsinoma), paru dan saluran cerna. Hal ini dianggap sebagai
konsekuensi terapi imunosupresi yang poten. Gangguan atau
keganasan hematologi lainnya juga dilaporkan mempunyai
hubungan LLK. (Aru, 2009)

2.1.4 Patofisiologi

Lukemia disebabkan akibat dari adanya mutasi pada DNA


somatik. Mutasi tersebut disebabkan oleh terjadinya aktivasi onkogen
atau deaktivasi gen tumor supresor dan terganggunya pengaturan
program kematian sel (apoptosis). Mutasi tersebut bisa terjadi secara
spontan atau karena pengaruh radiasi atau pemaparan substansi
karsinogen dan erat hubungannya dengan faktor genetik. Beberapa
penderita disebabkan oleh pengaruh radiasi ion, pemaparan bahan
kimia misalnya benzen dan agen kemoterapi alkyl untuk pengobatan
malignan sebelumnya, karakteristik kelahiran anak, kondisi reproduktif
orang tua, pengaruh kondisi lingkungan, faktor immunologi tubuh
seseorang dan kebiasaan perilaku yang tidak sehat seperti merokok.
Beberapa faktor tersebut selanjutnya mempengaruhi tubuh untuk
melakukan mutasi DNA somatik. Virus juga ada hubungannya dengan
leukemia, paada hewan uji coba mencit dan hewan uji coba lainnya
dengan infeksi retrovirus ada hubungannya dengan kejadian leukemia.
Retrovirus yang teridentifikasi adalah Human T-lymphotropic virus
atau HTLV-1 yang selanjutnya diketahui sebagai penyebab T-cell
Leukemia. Penderita leukemia diduga mempunyai gen tunggal atau
gen multipel penyebab leukemia, jenis leukemia bisa sama atau juga
bisa jenis leukemia yang lain. Pada kelainan genetik tersebut individu
mempunyai kromosom defek atau kelainan genetik tertentu yang
mempunyai risiko lebih besar terhadap leukemia. Misalnya, seseorang
dengan gejala down’s syndrome mempunyai risiko tinggi terhadap
kejadian leukemia (Darmono, 2012)

Darmono, 2012. Toksikologi Genetik: Pengaruh, Penyebab, dan Akibat Terjadinya Penyakit
Gangguan Keturunan. Jakarta: UI Press.

Penanganan dan Pengobatan Leukemia

Penanganan dan pengobatan Leukemia biasanya dimulai dari gejala


yang muncul, seperti anemia, perdarahan dan infeksi. Secara garis besar
penanganan dan pengobatan Leukemia bisa dilakukan dengan cara salah satu
ataupun gabungan dari beberapa metode, seperti:

1. Kemoterapi
2. Terapi radiasi
3. Transplantasi sumsum tulang

Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total


denganmenghancurkan sel-sel leukemia sehingga sel normal bias tumbuh
kembali di dalam sumsum tulang. Penderita yang menjalani kemoterapi perlu
dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung
kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang belakang. Sebelum
sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan :

1. Transfusi sel darah merahuntuk mengatasi anemia


2. Transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan
3. Antibiotik untuk mengatasi infeksi
Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya
diulang elama beberpa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari
prednisone per-oral dan dosis mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin atau
asparaginase intravena. Untuk mengatasi sel leukemia di otak, biasanya diberikan
suntikan metotreksat langsung ke dalam cairan spinal dan terapi penyinaran ke otak.
Beberapa minggu atau beberapa bulan setelah pengobatan awal yang intensif untuk
menghancurkan sel leukemia, diberikan kemoterapi konsolidasi dan kemoterapi
rehabilitasi untuk menghancurkan sisa-sisa sel leukemik dalam tubuh penderita.
Proses pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun (Yayan, 2010).

Yayan A. I., 2010. Leukemia. Riau: FK Universitas Riau.

Você também pode gostar