Você está na página 1de 19

MAKALAH ANALISA KLINIK

LIQUOR CEREBROSPINALIS (LCS)

Dosen Pengampu : Lukito Mindi Cahyo, SKG., MPH

Kelompok 6/ FKK 1

Nama Kelompok :

1. Sukini (20144225A)
2. Dwi Monica S (20144228A)
3. Febrilia Islami P (20144230A)
4. Zainab (20144235A)
5. Jofrin Rosliana E (20144236A)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan salah satu
proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau
gangguan dari luar. Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume
otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml) dan darah
sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra sel maupun intra sel.
Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari,
sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Ini
merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi dan absorpsi. Untuk
mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan
serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari. Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat
merupakan proses dasar patologi suatu kelainan klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal
sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi. Selain itu juga untuk
evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit, serta menentukan prognosa penyakit.
Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah suatu tindakan yang aman, tidak mahal dan
cepat untuk menetapkan diagnosa, mengidentifikasi organisme penyebab serta dapat
untuk melakukan test sensitivitas antibiotika.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi cairan serebrospinal di otak ?
2. Apa saja komposisi dan fungsi cairan serebrospinal (CSS) di otak ?
3. Bagaimana patofisiologi cairan serebrospinal (CSS) di otak ?
4. Bagaimana pengambilan cairan serebrospinal (CSS) di otak ?
5. Bagaimana penyelesaian studi kasus pada penderita yang menyangkut cairan
serebrospinal di otak ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sistem anatomi dan fisiologi cairan serebrospinal di otak
2. Untuk mengetahui komposisi dan fungsi cairan serebrospinal (CSS) di otak
3. Mengetahui patofisiologi cairan serebrospinal (CSS) di otak
4. Mengetahui pengambilan cairan serebrospinal (CSS) di otak
5. Mengetahui penyelesaian studi kasus pada penderita yang menyangkut cairan
serebrospinal di otak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi
Dalam membahas cairan serebrospinal ada baiknya diketahui mengenai anatomi yang
berhubungan dengan produksi dan sirkulasi cairan serebrospinal, yaitu:

- Sistem Ventrikel

Sistem ventrikel terdiri dari 2 buah ventrikel lateral, ventrikel III dan ventrikel IV.
Ventrikel lateral terdapat di bagian dalam serebrum, amsing-masing ventrikel terdiri dari 5
bagian yaitu kornu anterior, kornu posterior, kornu inferior, badan dan atrium. Ventrikel III
adalah suatu rongga sempit di garis tengah yang berbentuk corong unilokuler, letaknya di
tengah kepala, ditengah korpus kalosum dan bagian korpus unilokuler ventrikel lateral, diatas
sela tursica, kelenjar hipofisa dan otak tengah dan diantara hemisfer serebri, thalamus dan
dinding hipothalanus. Disebelah anteropeoterior berhubungan dengan ventrikel IV melalui
aquaductus sylvii. Ventrikel IV merupakan suatu rongga berbentuk kompleks, terletak di
sebelah ventral serebrum dan dorsal dari pons dan medula oblongata.

Gambar 1: Sistem ventrikel. (dikutip dari Textbook of Medical Physiology, 1981)


- Meningen dan ruang subarakhnoid
Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan saraf yang
bersiaft non neural. Meningen terdiri dari jaringan ikat berupa membran yang menyelubungi
seluruh permukaan otak, batang otak dan medula spinalis. Meningen terdiri dari 3 lapisan,
yaitu Piamater, arakhnoid dan duramater. Piameter merupakan selaput tipis yang melekat
pada permukaan otak yang mengikuti setiap lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura-
fisura, juga melekat pada permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal sampai
ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra. Arakhnoid mempunyai banyak trabekula
halus yang berhubungan dengan piameter, tetapi tidak mengikuti setiap lekukan otak.
Diantara arakhnoid dan piameter disebut ruang subrakhnoid, yang berisi cairan serebrospinal
dan pembuluh-pembuluh darah. Karena arakhnoid tidak mengikuti lekukan-lekukan otak,
maka di beberapa tempat ruang subarakhnoid melebar yang disebut sisterna. Yang paling
besar adalah siterna magna, terletak diantara bagian inferior serebelum danme oblongata.
Lainnya adalah sisterna pontis di permukaan ventral pons, sisterna interpedunkularis di
permukaan venttralmesensefalon, sisterna siasmatis di depan lamina terminalis. Pada sudut
antara serebelum dan lamina quadrigemina terdapat sisterna vena magna serebri. Sisterna ini
berhubungan dengan sisterna interpedunkularis melalui sisterna ambiens. Ruang
subarakhnoid spinal yang merupakan lanjutan dari sisterna magna dan sisterna pontis
merupakan selubung dari medula spinalis sampai setinggi S2. Ruang subarakhnoid dibawah
L2 dinamakan sakus atau teka lumbalis, tempat dimana cairan serebrospinal diambil pada
waktu pungsi lumbal. Durameter terdiri dari lapisan luar durameter dan lapisan dalam
durameter. Lapisan luar dirameter di daerah kepala menjadi satu dengan periosteum tulang
tengkorak dan berhubungan erat dengan endosteumnya.

Gambar 2: Meningen dan ruang subarakhnoid. (dikutip dari The Anatomy of the
nervus system)
- Ruang Epidural
Diantara lapisan luar dura dan tulang tengkorak terdapat jaringan ikat yang
mengandung kapiler-kapiler halus yang mengisi suatu ruangan disebut ruang epidural
- Ruang Subdural
Diantara lapisan dalam durameter dan arakhnoid yang mengandung sedikit cairan,
mengisi suatu ruang disebut ruang subdural Pembentukan, Sirkulasi dan Absorpsi Cairan
Serebrospinal (CSS) Cairan serebrospinal (CSS) dibentuk terutama oleh pleksus khoroideus,
dimana sejumlah pembuluh darah kapiler dikelilingi oleh epitel kuboid/kolumner yang
menutupi stroma di bagian tengah dan merupakan modifikasi dari sel ependim, yang
menonjol ke ventrikel. Pleksus khoroideus membentuk lobul-lobul dan membentuk seperti
daun pakis yang ditutupi oleh mikrovili dan silia. Tapi sel epitel kuboid berhubungan satu
sama lain dengan tigth junction pada sisi aspeks, dasar sel epitel kuboid terdapat membran
basalis dengan ruang stroma diantaranya. Ditengah villus terdapat endotel yang menjorok ke
dalam (kapiler fenestrata). Inilah yang disebut sawar darah LCS. Gambaran histologis khusus
ini mempunyai karakteristik yaitu epitel untuk transport bahan dengan berat molekul besar
dan kapiler fenestrata untuk transport cairan aktif.
Pembentukan CSS melalui 2 tahap, yang pertama terbentuknya ultrafiltrat plasma di
luar kapiler oleh karena tekanan hidrostatik dan kemudian ultrafiltrasi diubah menjadi
sekresi pada epitel khoroid melalui proses metabolik aktif. Mekanisme sekresi CSS oleh
pleksus khoroideus adalah sebagai berikut: Natrium dipompa/disekresikan secara aktif oleh
epitel kuboid pleksus khoroideus sehingga menimbulkan muatan positif di dalam CSS. Hal
ini akan menarik ion-ion bermuatan negatif, terutama clorida ke dalam CSS. Akibatnya
terjadi kelebihan ion di dalam cairan neuron sehingga meningkatkan tekanan somotik cairan
ventrikel sekitar 160 mmHg lebih tinggi dari pada dalam plasma. Kekuatan osmotik ini
menyebabkan sejumlah air dan zat terlarut lain bergerak melalui membran khoroideus ke
dalam CSS. Bikarbonat terbentuk oleh karbonik abhidrase dan ion hidrogen yang dihasilkan
akan mengembalikan pompa Na dengan ion penggantinya yaitu Kalium. Proses ini disebut
Na-K Pump yang terjadi dengan bantuan Na-K-ATP ase, yang berlangsung dalam
keseimbangan. Obat yang menghambat proses ini dapat menghambat produksi CSS.
Penetrasi obat-obat dan metabolit lain tergantung kelarutannya dalam lemak. Ion campuran
seperti glukosa, asam amino, amin danhormon tyroid relatif tidak larut dalam lemak,
memasuki CSS secara lambat dengan bantuan sistim transport membran. Juga insulin dan
transferin memerlukan reseptor transport media. Fasilitas ini (carrier) bersifat stereospesifik,
hanya membawa larutan yang mempunyai susunan spesifik untuk melewati membran
kemudian melepaskannya di CSS.
Natrium memasuki CSS dengan dua cara, transport aktif dan difusi pasif. Kalium
disekresi ke CSS dgnmekanisme transport aktif, demikian juga keluarnya dari CSS ke
jaringan otak. Perpindahan Cairan, Mg dan Phosfor ke CSS dan jaringan otak juga terjadi
terutama dengan mekanisme transport aktif, dan konsentrasinya dalam CSS tidak tergantung
pada konsentrasinya dalam serum. Perbedaan difusi menentukan masuknya protein serum ke
dalam CSS dan juga pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS
dan juga pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan ruang
interseluler, demikian juga sebaliknya. Hal ini dapat menjelaskan efek cepat penyuntikan
intervena cairan hipotonik dan hipertonik.
Ada 2 kelompok pleksus yang utama menghasilkan CSS: yang pertama dan terbanyak
terletak di dasar tiap ventrikel lateral, yang kedua (lebih sedikit) terdapat di atap ventrikel III
dan IV. Diperkirakan CSS yang dihasilkan oleh ventrikel lateral sekitar 95%. Rata-rata
pembentukan CSS 20 ml/jam. CSS bukan hanya ultrafiltrat dari serum saja tapi
pembentukannya dikontrol oleh proses enzimatik.
CSS dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular monroe masuk ke dalam
ventrikel III, selanjutnya melalui aquaductus sylvii masuk ke dlam ventrikel IV. Tiga buah
lubang dalam ventrikel IV yang terdiri dari 2 foramen ventrikel lateral (foramen luschka)
yang berlokasi pada atap resesus lateral ventrikel IV dan foramen ventrikuler medial
(foramen magendi) yang berada di bagian tengah atap ventrikel III memungkinkan CSS
keluar dari sistem ventrikel masuk ke dalam rongga subarakhnoid. CSS mengisi rongga
subarakhnoid sekeliling medula spinalis sampai batas sekitar S2, juga mengisi keliling
jaringan otak. Dari daerah medula spinalis dan dasar otak, CSS mengalir perlahan menuju
sisterna basalis, sisterna ambiens, melalui apertura tentorial dan berakhir dipermukaan atas
dan samping serebri dimana sebagian besar CSS akan diabsorpsi melalui villi arakhnoid
(granula Pacchioni) pada dinding sinus sagitalis superior. Yang mempengaruhi alirannya
adalah: metabolisme otak, kekuatan hidrodinamik aliran darah dan perubahan dalam tekanan
osmotik darah.
CSS akan melewati villi masuk ke dalam aliran adrah vena dalam sinus. Villi
arakhnoid berfungsi sebagai katup yang dapat dilalui CSS dari satu arah, dimana semua unsur
pokok dari cairan CSS akan tetap berada di dalam CSS, suatu proses yang dikenal sebagai
bulk flow. CSS juga diserap di rongga subrakhnoid yang mengelilingi batang otak dan
medula spinalis oleh pembuluh darah yang terdapat pada sarung/selaput saraf kranial dan
spinal. Vena-vena dan kapiler pada piameter mampu memindahkan CSS dengan cara difusi
melalui dindingnya. Perluasan rongga subarakhnoid ke dalam jaringan sistem saraf melalui
perluasaan sekeliling pembuluh darah membawa juga selaput piametr disamping selaput
arakhnoid. Sejumlah kecil cairan berdifusi secara bebas antara cairan ekstra selluler dan css
dalam rongga perivaskuler dan juga sepanjang permukaan ependim dari ventrikel sehingga
metabolit dapat berpindah dari jaringan otak ke dalam rongga subrakhnoid. Pada kedalaman
sistem saraf pusat, lapisan pia dan arakhnoid bergabung sehingga rongga perivaskuler tidak
melanjutkan diri pada tingkatan kapiler.

Gambar 3: Aliran Cairan Serebrospinal. (dikutip dari the Anatomy of the nervus
system)

Gambar 4: Rongga perivaskuler. (dikutip dari textbook of medical physiology)


2.2 Komposisi dan Fungsi
Cairan serebrospinal dibentuk dari kombinasi filtrasi kapiler dan sekresi aktif dari
epitel. CSS hampir meyerupai ultrafiltrat dari plasma darah tapi berisi konsentrasi Na, K,
bikarbonat, Cairan, glukosa yang lebih kecil dankonsentrasi Mg dan klorida yang lebih
tinggi. pH CSS lebih rendah dari darah.

Perbandingan komposisi normal cairan serebrospinal lumbal dan serum

CSS Serum
Osmolaritas 295 mOsm/L 295 mOsm/L
Natrium 138 mM 138 mM
Klorida 119 mM 102 mM
PH 7,33 7,41 (arterial)
Tekanan CONCUSSION 6,31 kPa 25,3 kPa
Glukosa 3,4 mM 5,0 mM
Total Protein 0,35 g/L 70 g/L
Albumin 0,23 g/L 42 g/L
Ig G 0,03 g/L 10 g/L
(dikutip dari Diagnostic Test in Neurology, 1991)

CSS mempunyai fungsi:


1. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur pokok pada CSS
berada dalam keseimbangan dengan cairan otak ekstraseluler, jadi mempertahankan
lingkungan luar yang konstan terhadap sel-sel dalam sistem saraf.
2. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak dalam tengkorak
dan menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak dari keadaan/trauma yang
mengenai tulang tengkorak
3. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti CO2,laktat,
dan ion Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya mempunyai sedikit sistem
limfatik. Dan untuk memindahkan produk seperti darah, bakteri, materi purulen dan
nekrotik lainnya yang akan diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid.
4. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormon-hormon dari lobus
posterior hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat dikeluarkan ke CSS dan
transportasi ke sisi lain melalui intraserebral.
5. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan CSS dengan
mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan mempercepat pengalirannya
melalui berbagai foramina, hingga mencapai sinus venosus, atau masuk ke dalam
rongga subarakhnoid lumbal yang mempunyai kemampuan mengembang sekitar
30%.
2.3 Patofisiologi
Keadaan normal dan beberapa kelainan cairan serebrospinal dapat diketahui dengan
memperhatikan:

a. Warna
Normal cairan serebrospinal warnamya jernih dan patologis bila berwarna : kuning,
santokhrom, cucian daging, purulenta atau keruh. Warna kuning muncul dari protein.
Peningkatan protein yang penting danbermakna dalam perubahan warna adalah bila lebih dari
1 g/L. Cairan serebrospinal berwarna pink berasal dari darah dengan jumlah sel darah merah
lebih dari 500 sdm/cm3. Sel darah merah yang utuh akan memberikan warna merah segar.
Eritrosit akan lisis dalam satu jam danakan memberikan warna cucian daging di dalam cairan
serebrospinal. Cairan serebrospinal tampak purulenta bila jumlah leukosit lebih dari 1000
sel/ml.
b. Tekanan
Tekanan CSS diatur oleh hasil kali dari kecepatan pembentukan cairan dan tahanan
terhadap absorpsi melalui villi arakhnoid. Bila salah satu dari keduanya naik, maka tekanan
naik, bila salah satu dari keduanya turun, maka tekanannya turun. Tekanan CSS tergantung
pada posisi, bila posisi berbaring maka tekanan normal cairan serebrospinal antara 8-20 cm
H2O pada daerah lumbal, siterna magna dan ventrikel, sedangkan jika penderita duduk
tekanan cairan serebrospinal akan meningkat 10-30 cm H2O. Kalau tidak ada sumbatan pada
ruang subarakhnoid, maka perubahan tekanan hidrostastik akan ditransmisikan melalui ruang
serebrospinalis. Pada pengukuran dengan manometer, normal tekanan akan sedikit naik pada
perubahan nadi dan respirasi, juga akan berubah pada penekanan abdomen dan waktu batuk..
Bila terdapat penyumbatan pada subarakhnoid, dapat dilakukan pemeriksaan
Queckenstedt yaitu dengan penekanan pada kedua vena jugularis. Pada keadaan normal
penekanan vena jugularis akan meninggikan tekanan 10-20 cm H2O dan tekanan kembali ke
asal dalam waktu 10 detik. Bila ada penyumbatan, tak terlihat atau sedikit sekali peninggian
tekanan. Karena keadaan rongga kranium kaku, tekanan intrakranial juga dapat meningkat,
yang bisa disebabkan oleh karena peningkatan volume dalam ruang kranial, peningkatan
cairan serebrospinal atau penurunan absorbsi, adanya masa intrakranial dan oedema serebri.
Kegagalan sirkulasi normal CSS dapat menyebabkan pelebaran ven dan
hidrocephalus. Keadaan ini sering dibagi menjadi hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus
obstruktif. Pada hidrosefalus komunikans terjadi gangguan reabsorpsi CSS, dimana sirkulasi
CSS dari ventrikel ke ruang subarakhnoid tidak terganggu. Kelainan ini bisa disebabkan oleh
adanya infeksi, perdarahan subarakhnoid, trombosis sinus sagitalis superior, keadaan-keadaan
dimana viscositas CSS meningkat danproduksi CSS yang meningkat. Hidrosefalus obstruktif
terjadi akibat adanya ganguan aliran CSS dalam sistim ventrikel atau pada jalan keluar ke
ruang subarakhnoid. Kelainan ini dapat disebabkan stenosis aquaduktus serebri, atau
penekanan suatu msa terhadap foramen Luschka for Magendi ventrikel IV, aq. Sylvi dan for.
Monroe. Kelainan tersebut bisa berupa kelainan bawaan atau didapat.
c. Jumlah sel
Jumlah sel leukosit normal tertinggi 4-5 sel/mm3, dan mungkin hanya terdapat 1 sel
polymorphonuklear saja, Sel leukosit junlahnya akan meningkat pada proses inflamasi.
Perhitungan jumlah sel harus sesegera mungkin dilakukan, jangan lebih dari 30 menit setelah
dilakukan lumbal punksi. Bila tertunda maka sel akan mengalami lisis, pengendapan dan
terbentuk fibrin. Keadaaan ini akan merubah jumlah sel secara bermakna. Leukositosis ringan
antara 5-20 sel/mm3 adalah abnormal tetapi tidak spesifik. Pada meningitis bakterial akut
akan cenderung memberikan respon perubahan sel yang lebih besar terhadap peradangan
dibanding dengan yang meningitis aseptik. Pada meningitis bakterial biasanya jumlah sel
lebih dari 1000 sel/mm3, sedang pada meningitis aseptik jarang jumlah selnya tinggi. Jika
jumlah sel meningkat secara berlebihan (5000-10000 sel /mm3), kemungkinan telah terjadi
rupture dari abses serebri atau perimeningeal perlu dipertimbangkan. Perbedaan jumlah sel
memberikan petunjuk ke arah penyebab peradangan. Monositosis tampak pada inflamasi
kronik oleh L. monocytogenes. Eosinophil relatif jarang ditemukan dan akan tampak pada
infeksi cacing dan penyakit parasit lainnya termasuk Cysticercosis, juga meningitis
tuberculosis, neurosiphilis, lympoma susunan saraf pusat, reaksi tubuh terhadap benda asing.
d. Glukosa
Normal kadar glukosa berkisar 45-80 mg%. Kadar glukosa cairan serebrospinal
sangat bervariasi di dalam susunan saraf pusat, kadarnya makin menurun dari mulai tempat
pembuatannya di ventrikel, sisterna dan ruang subarakhnoid lumbar.
Rasio normal kadar glukosa cairan serebrospinal lumbal dibandingkan kadar glukosa
serum adalah >0,6.
Perpindahan glukosa dari darah ke cairan serebrospinal secara difusi difasilitasi
transportasi membran. Bila kadar glukosa cairan serebrospinalis rendah, pada keadaan
hipoglikemia, rasio kadar glukosa cairan serebrospinalis, glukosa serum tetap terpelihara.
Hypoglicorrhacia menunjukkan penurunan rasio kadar glukosa cairan serebrospinal, glukosa
serum, keadaan ini ditemukan pada derjat yang bervariasi, dan paling umum pada proses
inflamasi bakteri akut, tuberkulosis, jamur dan meningitis oleh carcinoma. Penurunan kadar
glukosa ringan sering juga ditemukan pada meningitis sarcoidosis, infeksi parasit misalnya,
cysticercosis dan trichinosis atau meningitis zat khemikal.
Inflamasi pembuluh darah semacam lupus serebral atau meningitis rhematoid
mungkin juga ditemukan kadar glukosa cairan serebrospinal yang rendah. Meningitis viral,
mump, limphostic khoriomeningitis atau herpes simplek dapat menurunkan kadar glukosa
ringan sampai sedang.
e. Protein
Kadar protein normal cairan serebrospinal pada ventrikel adalah 5-15 mg%. pada
sisterna 10-25 mg% dan pada daerah lumbal adalah 15-45 mg%. Kadar gamma globulin
normal 5-15 mg% dari total protein.
Kadar protein lebih dari 150 mg% akan menyebabkan cairan serebrospinal berwarna
xantokrom, pada peningkatan kadar protein yang ekstrim lebih dari 1,5 gr% akan
menyebabkan pada permukaan tampak sarang laba-laba (pellicle) atau bekuan yang
menunjukkan tingginya kadar fibrinogen.
Kadar protein cairan serebrospinal akan meningkat oleh karena hilangnya sawar darah
otak (blood barin barrier), reabsorbsi yang lambat atau peningkatan sintesis immunoglobulin
loka. Sawar darah otak hilang biasanya terjadi pada keadaan peradangan,iskemia baktrial
trauma atau neovaskularisasi tumor, reabsorsi yang lambat dapat terjadi pada situasi yang
berhubungan dengan tingginya kadar protein cairan serebrospinal, misalnya pada meningitis
atau perdarahan subarakhnoid. Peningkatan kadar immunoglobulin cairan serebrospinal
ditemukan pada multiple sklerosis, acut inflamatory polyradikulopati, juga ditemukan pada
tumor intra kranial dan penyakit infeksi susunan saraf pusat lainnya, termasuk ensefalitis,
meningitis, neurosipilis, arakhnoiditis dan SSPE (sub acut sclerosing panensefalitis).
Perubahan kadar protein di cairan serebrospinal bersifat umum tapi bermakna sedikit,
bila dinilai sendirian akan memberikan sedikit nilai diagnostik pada infeksi susunan saraf
pusat.
f. Elektrolit
Kadar elektrolit normal CSS adalah Na 141-150 mEq/L, K 2,2-3,3 mRq, Cl 120-130
mEq/L, Mg 2,7 mEq/L. Kadar elektrolit ini dalam cairan serebrospinal tidak menunjukkan
perubahan pada kelainan neurologis, hanya terdpat penurunan kadar Cl pada meningitis tapi
tidak spesifik.
g. Osmolaritas
Terdapat osmolaritas yang sama antara CSS dan darah (299 mosmol/L0. Bila terdapat
perubahan osmolaritas darah akan diikuti perubahan osmolaritas CSS.
h. PH
Keseimbangan asam bas harus dipertimbangkan pada metabolik asidosis dan
metabolik alkalosis. PH cairan serebrospinal lebih rendah dari PH darah, sedangkan PCO2
lebih tinggi pada cairan serebrospinal. Kadar HCO3 adalah sama (23 mEg/L). PH CSS relatif
tidak berubah bila metabolik asidosis terjadi secara subakut atau kronik, dan akan berubah
bila metabolik asidosis atau alkalosis terjadi secara cepat.
2.4 Pengambilan cairan serebrospinalis
Pengambilann cairan serebrospinal dapat dilakukan dengan cara Lumbal Punksi,
Sisternal Punksi atau Lateral Cervical Punksi. Lumbal Punksi merupakan prosedure neuro
diagnostik yang paling sering dilakukan, sedangkan sisternal punksi dan lateral hanya
dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli.

Indikasi Lumbal Punksi:


1. Untuk mengetahui tekanan dan mengambil sampel untuk pemeriksan sel, kimia dan
bakteriologi.
2. Untuk membantu pengobatan melalui spinal, pemberian antibiotika, anti tumor dan
spinal anastesi.
3. Untuk membantu diagnosa dengan penyuntikan udara pada pneumoencephalografi,
dan zat kontras pada myelografi.
Kontra Indikasi Lumbal Punski:
1. Adanya peninggian tekanan intra kranial dengan tanda-tanda nyeri kepala, muntah
dan papil edema
2. Penyakit kardiopulmonal yang berat
3. Ada infeksi lokal pada tempat Lumbal Punksi
Persiapan Lumbal Punksi:
1. Periksa gula darah 15-30 menit sebelum dilakukan LP
2. Jelaskan prosedur pemeriksaan, bila perlu diminta persetujuan pasen/keluarga terutama
pada LP dengan resiko tinggi
Teknik Lumbal Punksi:
1. Pasien diletakkan pada pinggir tempat tidur, dalam posisi lateral decubitus dengan
leher, punggung, pinggul dan tumit lemas. Boleh diberikan bantal tipis dibawah
kepala atau lutut.
2. Tempat melakukan pungsi adalah pada kolumna vetebralis setinggi L 3-4, yaitu
setinggi crista iliaca. Bila tidak berhasil dapat dicoba lagi intervertebrale ke atas atau
ke bawah. Pada bayi dan anak setinggi intervertebrale L4-5
3. Bersihkan dengan yodium dan alkohol daerah yang akan dipungsi
4. Dapat diberikan anasthesi lokal lidocain HCL
5. Gunakan sarung tangan steril dan lakukan punksi, masukkan jarum tegak lurus
dengan ujung jarum yang mirip menghadap ke atas. Bila telah dirasakan menembus
jaringan meningen penusukan dihentikan, kemudian jarum diputar dengan bagian
pinggir yang miring menghadap ke kepala.
6. Dilakukan pemeriksaan tekanan dengan manometer dan test Queckenstedt bila
diperlukan. Kemudian ambil sampel untuk pemeriksaan jumlah danjenis sel, kadar
gula, protein, kultur baktri dan sebagainya.
Komplikasi Lumbal Punksi
1. Sakit kepala
Biasanya dirasakan segera sesudah lumbal punksi, ini timbul karena
pengurangan cairan serebrospinal.
2. Backache, biasanya di lokasi bekas punksi disebabkan spasme otot
3. Infeksi
4. Herniasi
5. Untrakranial subdural hematom
6. Hematom dengan penekanan pada radiks
7. Tumor epidermoid intraspinal
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus :
Identitas:
Nama : Tn.DM
Umur : 23 thn
Jenis kelamin : laki-laki
Anamnesa:
Heteroanamnesa :
 Keluhan utama : Demam dan gaduh gelisah
 Keadaan yang berhubungan dengan keluhan utama : demam
 Perjalanan penyakit : Demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, summer-
sumer sejak 5 hari yang lalu, panas tinggi dan gaduh gelisah, muntah-muntah tanpa
ada nyeri kepala.
 Penyakit terdahulu : operasi neurofibroma 3 x, meningitis.
Pemeriksaan fisik :
 Tekanan darah : 130/ 80mm Hg
 Jantung dan paru-paru : dalam batas normal
 Hepar dan Lien : Tidak membesar
 Kesadaran : GCS : 3 2 5
Pemeriksaan Laboratorium :
Tanggal 19 - 1 -2002 :
- Lekosist : 14,2
- Trombosit : 234
- Glukosa darah acak : 140
- SGOT : 16
- BUN : 10
- Kreatinin serum : 0,64
- Kalium : 3,34
- Natrium : 135
- Pemeriksaan Liquor CSF : Tanggal 21 - 1 - 2002
 Makroskopis : - warna : jemih
- kekeruhan : negatif
 Mikroskopis : - Jumlah sel : 276
- Jenis sel : - Mononuklear : 60
- Polinuklear : 40
 Uji Kimiawi : Nonne Apelt : Positif
- Pandy : Positif +++
- Protein : 1/8
 Pengecatan gram : tidak ditemukan kuman
 Pemeriksaan Liquor CFS : tanggal 8-2-2002
- Jumlah sel : 68/3 , M : 58/3, P :10/3
- Nonna : negatif
- Pandy : negatif
- Jumlah protein : 10 mg %
- Glukosa : 69,3 mg/dl
 Hasil pemeriksaan MRI : tanggal 6 - 2 - 2002
MRI kepala irisan axial, sagital dan coronal TIW /T2W tanpa kontras dan TIW
dengan kontras menunjukkan :
- Tampak bayangan massa dengan intensitas heterogen pada TIW dengan area kistik ,
pada T2W tampak hiperintens heterogen, ukuran 3,1 x 3,1 x 2,3 em, lokasi pada atap
nasopharynx kiri, kesan ada bagian-bagian massa yang nekrotik residif.
- Pada pemberian kontras tampak ring enhancement.
- Tidak tampak kontras enhancement yang abnormal pada parenchyma otak sekitamya.
- Cerebellum, batang otak dan Cerebrllo-pontine angle normal, orbita kanan-kiri
normal.
- Tampak penebalan mucosa pada sinus maxillaris kiri dengangambaran air fluid level
didalamnya.
- Tampak pula penebalan mucosa pada sinus ethmoidalis kiri dan sinus sphenoidalis
kiri .
Kesimpulan :
MRI kepala irisan axial, sagital dan coronal TIW/T2W tanpa kontras dan T1W
dengan kontras menunjukkan adanya massa residif dengan bagianbagian yang nekrosis pada
atap dinding nasopharynx kiri. Sinusitis Maxillaris kiri dengan air fluid level, Sinusitis
ethmoidalis dan Sinusistis sphenoidalis kiri Tidak tampak kelainan pada parenchym otak.
Hasil pemeriksaan Cisternography pada tanggal 18 -2 - 2002 :
Diberikan radiofarmaka Tc 99 m DTPAdengan dosis 12 m Ci Intravena. Tampak
radiofarmaka mengalir melalui ruang subarachnoid di lumbal, thoracal, cervical
sampai·cistemabasalis, kemudian tampak pada :
1jam post injeksi :
Tumpukan radiofarmaka abnormal dibawah marker hidung. Kemudian ketika marker
hidung dilepas tampak radiofarmaka tetap ada (didalam rongga hidung kiri).
4 jam post injeksi :
Radiofarmaka tampak mulai mengalir melalui frontal pole, masih tampak tumpukan
radiofarmaka abnormal di rongga hidung kiri.
24 jam post injeksi :
Radiofarmaka sudah mengisi cerebral convexity, sampai sinus sagitalis, masih terlihat
tumpukan radiofarmaka didaerah rongga hidung kiri.
Kesimpulannya :
Adanya radiofarmaka abnormal dirongga hidung kiri mengesankan suatu kebocoran
Cerebrospinal fluid kedalam rongga hidung kiri. Cerebrospinal fluid flownya normal.
Hasil pemeriksaan Foto Thorax PA : Tanggal 4 - 3 – 2002 Cor dan Pulmo : Tidak
tampak adanya kelainan
Dilakukan operasi Trepanasi - Explorasi pada tanggal 7 - 3 - 2002.
Hasilnya : Tampak Tumor di sinus ethmoidalis yang infiltrasi intracranial
dengandefect temporo basal 2 x 2 ern, tumor masuk intradural, tumor kenyal.Kemudian
dilakukan biopsi tumor dan durameter ditutup lagi.
3.2 Diskusi :
Pada pasien dengan Cerebrospinal fluid rhinorrhoe bisa disebabkan oleh karena kasus
traumatik maupun non traumatik. Pada pasien Dicky ini dari hasil pemeriksasn
Cistemography telah jelas menunjukkan adanya Cerebrospinal fluid rhinorrhoe yang
ditunjukkan dengan adanya tumpukan radiofarmaka abnormal didalam rongga hidung kiri
meskipun marker di hidung sudah dilepas. Dari riwayat penderita dapat diketahui bahwa
penderita ini sudah dilakukan operasi neurofibroma sebanyak 3 kali dan berulang kali
menderita meningitis. Sedangkan dari hasil pemeriksaan MRI yang terakhir menunjukkan
adanya massa yang residif dengan bagian-bagian yang nekrosis pada atap dinding
nasopharynx kiri. Tampak sinusitis maxillaris kiri dengan air fluid level, sinusitis ethmoidalis
kiri dan sinusitis sphenoidalis.
Namun dari hasil operasinya pada tanggal 7-3-2002 menunjukkan adanya tumor di
ethmoidalis yang melakukan infiltrasi intracranial dengan defect temporobasal 2 x 2 em,
tumor masuk kedalam intradural dan tumomya kenyal. Kemudian dilakukan biopsi tumor.
Dari penjelasan diatas dapat dinyatakan bahwa memang telah tejadi kebocoran dari
cairan cerebrospinal dalam bentuk cerebrospinal fluid rhinorrhoe. Dari hasil Cistemography
terlihat bahwa kebocoran Cerebrospinal fluid !erutama adalah ke rongga hidung kiri. Namun
terlihat bahwa Cerebrospinal fluid flownya normal, hal ini bisa terlihat dari kecepatan aliran
radiofarmaka menuju tempat-tempat tertentu jalannya aliran cerebrospinal fluid dalam waktu
1 jam, 4 jam serta 24 jam.
Dari hasil anamnesa, pemeriksaan MR!, Cystemografi maupun pemeriksaan
intraoperatif maka dapat diduga bahwa kemungkina besar penyebab kebocoran cerebrospinal
fluid tersebut adalah karena kasus non trauma. Yaitu bisa terjadi oleh karena erosi dan
infiltrasi oleh tumor yang letaknya pada daerah atap nasopharynx sebelah kiri. Dimana yang
terbanyak terjadi pada sisi lateral lamina cibriformis dimana merupakan dasar dari fossa
anterior yang sebelah atasnya terdapat hubungan antara dinding orbita pada tulang frontal
yang membentuk atap ethmoid. Akibatnya terjadilah kebocoran cairan cerebrospinal, yang
akhirnya keluar melalui rongga hidung sebelah kiri Hal inilah yang disebut sebagai
Cerebrospinal fluid rinorrhoe yang menjadi port d'entry bagi masuknya bibit penyakit
kedalam intracranial. Sehingga pasien ini berulang kali menderita serangan meningitis.
Tentunya meningitis ini baru bisa diatasi apabila kebocoran cairan cerebrospinal ini dapat
diatasi dan disembuhkan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan :
Dalam membahas cairan serebrospinal ada baiknya diketahui mengenai anatomi yang
berhubungan dengan produksi dan sirkulasi cairan serebrospinal, yaitu: sistem ventrikel,
meningen dan ruang subarakhnoid, ruang epidural, dan ruang subdural. Keadaan normal dan
beberapa kelainan cairan serebrospinal dapat diketahui dengan memperhatikan: Warna,
Tekanan, Jumlah sel, Glukosa, Protein , Elektrolit , Osmolaritas dan PH. Pengambilann
cairan serebrospinal dapat dilakukan dengan cara Lumbal Punksi, Sisternal Punksi atau
Lateral Cervical Punksi. Lumbal Punksi merupakan prosedure neuro diagnostik yang paling
sering dilakukan, sedangkan sisternal punksi dan lateral hanya dilakukan oleh orang yang
benar-benar ahli.

Penderita diatas menderita Cerebrospinal fluid rinorrhoe dengan meningitis yang


berulang yang diakibatkan oleh adanya tumor pada atap dinding nasopharynx kiri . Untuk
penderita ini memerlukan pemeriksaan Cistemography ulangan setelah dilakukan operasi
penutupan kebocoran, yang dilakukan untuk memastikan terhentinya kebocoran cairan
cerebrospinal. Pentingnya untuk dilakukan pemeriksaan cystemography pada setiap penderita
yang diduga terjadi kebocoran cerebrospinal fluid maupun padapenderita meningitis yang
berulang-ulang.
DAFTAR PUSTAKA

Adams RD. Disturbances of cerebrospinal fluid circulation, including hydrocephalus and


meningeal reaction, infection of the nervous system, in principal of neurology. 6th ed.
New York:McGraw Hill, 1997:623-642, 717-721.
Arnold and Matthews. Lumbar puncsture and examination of cerebro spinalis fluid in
diagnosti test in neurology.1st ed. USA, 1991:3-37.
Chusid JG. Corelatif neuroanatomy and functional neurology. 2nd ed. New York: Lange
Medical Publication, 1990: 391-397.
Duus P. Meninges, Ventriceles and cerebro spinal fluid in topical diagnosis in neurology.3rd
ed. New York : Theime Verlay, 1983:334-347.
Gilroy J. Infectious disease in basic neurology. 2nd ed. New York: McGraw Hill, 1991: 251-
273.
Gottschalk, Alexander, M.D. ; Diagnostic Nuclear Medicine; section 20, the Williams &
Wilkins CompanyBaltimore; 1979.
Grainger & Allison,S; Diagnostic Radiology A Textbook of Medical Imaging, Third edition;
Churchill Livingstone; Tokyo; 1997.
Http://www.CHAPTERFOURTEEN.htm ; 28 -2 - 2002.
Guyton AC. The special fluid systems of the Body in textbook of medical phsyilogy.
Philadelphia : WB Sounders, 1981: 383-386.
Kandel ER. Principles of neural science. 2nd ed vol.1 New York : Elsevier, 1982: 651- 658
Olson WH. Neurodiagnostic procedures in handbook of symptom-oriented neurology. 2nd
ed. USA : Mosby, 1989: 15-28.
Ranson and Clark. The Anatomy of the nervous system, its development and function. 10th
ed. Philadelphia: WB Sounders, 1959, 71-77.
Ravel R. Clinical laboratory medicine. 4th ed. Chicago: Year Book Medical, 1984: 203-210.
Scheld MW. Infection of the central nervous system. New York : Raven Press, 1991: 861-
881.
Sid Gilman MD. The cerebro spinal fluid in Manter and Gat’z Essentials of clinical
neuroanatomy and neurophysiology. 8th ed. Philadelphia: Davis Concussion,
1992:270-275.
Sutton David; Textbook of Radiology and Medical Imaging fifth edition,Churchill
Livingstone; Tokyo; 1993

Você também pode gostar