Você está na página 1de 8

1. Apa saja kemungkinan trauma yang dialami oleh Tn. A?

Trauma adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis yang disebabkan oleh tindakan fisik
dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur (WHO, 2015). Jenis trauma mekanik yang
dapat terjadi pada kasus kecelakaan Tn A yaitu trauma tumpul (blunt) dan trauma tajam (sharp).
Trauma tumpul dapat terjadi pada saat Tn A menabrak tiang listrik yang pada saat itu
memungkinkan tubuh sopir tersebut menghantam bagian depan mobil sehingga terjadi benturan.
Trauma tajam dapat terjadi pada saat kaca depan mobil pecah yang memungkinkan akan
mencederai tubuh sopir tersebut. Sedangkan berdasarkan regio tubuh, kemungkinan terjadi trauma
di regio kepala, thoraks, abdomen, dan ekstremitas.

2. Bagaimana tatacara pemindahan korban dari tempat kejadian ke UGD?


Beberapa perlengkapan untuk memindahkan korban gawat darurat seperti brankar
(wheeled stretcer), tandu sekop (scoop stretcher, orthopaedic strecher), long spine board, serta
short spine board dan KED (Kendrick Extricatoin Device). Berikut ini penjelasan
perlengkapan tersebut.
1. Brankar (wheeled strecher)

Hal-hal yang harus diperhatikan:


a. Korban gawat darurat harus selalu diselimuti
b. Kepada korban gawat darurat/keluarga selalu diterangkan tujuan perjalanan
c. Korban gawat darurat sedapat mungkin selalu dilakukan “strapping” (fiksasi)
sebelum pemindahan
d. Brankar berjalan dengan kaki korban gawat darurat di depan kepala di belakang,
supaya korban gawat darurat dapat melihat arah perjalanan brankar. Posisi ini dibalik
bila akan naik tangga (jarang terjadi). Sewaktu dalam ambulans menjadi terbalik,
kepala di depan (dekat pengemudi) supaya paramedic dapat bekerja (bila perlu
intubasi dsb). Pada wanita inpartu, posisi dalam ambulans dapat dibalik, supaya
paramedic dapat membantu partus
e. Jangan sekali-kali meninggalkan korban gawat darurat sendirian di atas brankar.
Korban gawat darurat mungkin berusaha membalik, yang berakibat terbaliknya
brankar
f. Selalu berjalan hati-hati

2. Tandu sekop (scoop stretcher, orthopaedic strecher)

Alat yang sangat bermanfaat untuk pemindahan korban gawat darurat. Bila ada dugaan
fraktur servikal, maka alat yang dipilih adalah LSB (Long Spine Board). Harus diingat
bahwa tandu sekop bukan alat transportasi dan hanya alat pemindah.
Waktu proses pengangkatan sebaiknya empat petugas, masing-masing satu pada sisi
tandu sekop, karena kemungkinan alat akan melengkung.
3. Long spine board
LSB sebenarnya bukan alat pemindahan, tetapi alat fiksasi. Sekali korban gawat difiksasi
atas LSB ini, tidak akan diturunkan lagi, sampai terbukti tidak ada fraktur servikal, karena
itu harus terbuat dari bahan yang tidak akanmengganggu pemeriksaan rontgen.
Pemindahan korban gawat darurat ke atas LSB memerlukan teknik khusus yaitu
memakai “log roll”. Setelah korban gawat darurat di atas LSB selalu dilakukan
“strapping”, lalu LSB diletakkan di atas srtecher.
4. Short spine board dan KED (Kendrick Extricatoin Device)
Short spine board dan KED (Kendrick Extricatoin Device) sebenarnya lebih merupakan
alat extrikasi. Setelah selesai extrikasi, tetap korban gawat darurat harus diletakkan pada
alat pemindah yang lain
3. Apa komplikasi yang dapat ditimbulkan dari ditemukannya krepitasi costae 9,10,11?
Besarnya komplikasi dipengaruhi oleh besarnya energi trauma dan jumlah costae yang
patah. Gangguan hemodinamik merupakan tanda bahwa terdapat komplikasi akibat fraktur costae.
Komplikasi awal yang sering terjadi adalah pneumotoraks, efusi pleura, hematotoraks, dan flail
chest, sedangkan komplikasi yang dijumpai kemudian antara lain contusio pulmonum, pneumonia
dan emboli paru. Flail chest dapat terjadi apabila terdapat fraktur dua atau lebih dari costa yang
berurutan dan tiap-tiap costa terdapat fraktur segmental,keadaan ini akan menyebabkan gerakan
paradoksal saat bernafas dan dapat mengakibatkan gagal nafas. (American College of Surgeon
Committe on Trauma. 2004. Advance Trauma Life Support for Doctors)

4. Apa tatalaksana awal dan akhir dari pemeriksaan abdomen?

Pre Hospital

A. Penanganan Awal Trauma Abdomen

Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji
dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Menurut Musliha (2010), Penilaian Awal yang
dilakukan adalah ABC jika ada indikasi, jika korban tidak berespon, maka segera buka dan
bersihkan.

Primary Survey

a. Airway
Membuka jalan nafas penggunakan menggunakan teknik head tilt chin lift atau
menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang mengakibatkan
tertutupnya jalan nafas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
b. Breathing
Memeriksa pernapasan dengan cara“lihat, dengar, rasakan’, selanjutnya pemeriksaan status
respirasi klien.Kontrol jalan nafas pada penderita trauma abdomen yang airway terganggu karena
faktor mekanik, ada gangguan ventilasi atau ada gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi
endotrakeal.Setiap penderita trauma diberikan oksigen.Bila tanpa intubasi, sebaiknya diberikan
dengan face mask.Pemakaian pulse oximeter baik untuk menilai saturasi O2 yang adekuat.
c. Circulation
Jika pernafasan pasien cepat dan tidak adekuat, maka berikan bantuan pernafasan.Resusitasi
pasien dengan trauma abdomen penetrasi dimulai segera setelah tiba. Cairan harus diberikan
dengan cepat. NaCl atau Ringer Laktat dapat digunakan untuk resusitasi kristaloid. Rute akses
intravena adalah penting, pasang kateter intravena perifer berukuran besar (minimal 2) di
ekstremitas atas untuk resusitasi cairan. Pasien yang datang dengan hipotensi sudah berada di kelas
III syok (30-40% volume darah yang hilang) dan harus menerima produk darah sesegera mungkin,
hal yang sama berlaku pada pasien dengan perdarahan yang signifikan jelas. Upaya yang harus
dilakukan untuk mencegah hipotermia, termasuk menggunakan selimut hangat dan cairan
prewarmed.
d. Disability
Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat.Yang dinilai disini adalah tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
e. Exposure
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya dengan cara menggunting untuk memeriksa dan
evaluasi penderita. Paparan lengkap dan visualisasi head-to-toe pasien adalah wajib pada pasien
dengan trauma abdomen penetrasi. Ini termasuk bagian bokong, bagian posterior dari kaki, kulit
kepala, bagian belakang leher, dan perineum. Setelah pakaian dibuka penting penderita diselimuti
agar penderita tidak kedinginan.
Untuk penanganan awal trauma abdomen, dilihat dari trauma nonpenetrasi dan trauma penetrasi,
yaitu:

a. Penanganan awal trauma non-penetrasi


 Stop makanan dan minuman
 Imobilisasi
 Kirim ke rumah sakit
 Diagnostic Peritoneal Lavage
b. Penanganan awal trauma penetrasi
 Bila terjadi luka tusuk, maka tusuan tidak boleh dicabut kecuali oleh tim medis. Lilitkan
pisau untuk emfiksasi agar tidak memperparah luka.
 Bila usus atau organlain keluar maka organ tersebut tidak boleh dimasukkan, maka organ
tersebut dibaluk dengan kain bersih atau kasa steril.
 Imobilisasi pasien
 Tidak makan dan minum
 Bila luka terbuka, balut dengan menekan
 Kirim pasien ke rumah sakit

Secondary Survey
Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil. Bila sewaktu survei sekunder
kondisi pasien memburuk maka kita harus kembali mengulangi PRIMARY SURVEY. Semua
prosedur yang dilakukan harus dicatat dengan baik. Pemeriksaan dari kepala sampai ke jari kaki
(head-to-toe examination) dilakukan dengan perhatian utama:
1. Pemeriksaan kepala
• Kelainan kulit kepala dan bola mata
• Telinga bagian luar dan membrana timpani
• Cedera jaringan lunak periorbital
2. Pemeriksaan leher
• Luka tembus leher
• Emfisema subkutan
• Deviasi trachea
• Vena leher yang mengembang
3. Pemeriksaan neurologis
• Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
• Penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motorik
• Penilaian rasa raba / sensasi dan reflex
4. Pemeriksaan dada
• Clavicula dan semua tulang iga
• Suara napas dan jantung
• Pemantauan ECG (bila tersedia)
5. Pemeriksaan rongga perut (abdomen)
• Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah
• Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul abdomen kecuali bila ada trauma
wajah
• Periksa dubur (rectal toucher)
• Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus externus
6. Pelvis dan ekstremitas
• Cari adanya fraktur (pada kecurigaan fraktur pelvis jangan melakukan tes gerakan apapun
karena memperberat perdarahan)
• Cari denyut nadi-nadi perifer pada daerah trauma
• Cari luka, memar dan cedera lain
7. Pemeriksaan sinar-X (bila memungkinkan) :
• Foto atas daerah abdomen yang cedera dilakukan secara selektif.

B. Penanganan di Rumah Sakit (Hospital)

Trauma Tumpul
Abdomen

Hemodinamik stabil Hemodinamik labil

Corcerning FAST
mechanism* or
– +
unreliable exam*
a
Ya Tidak Cedera extra- Laparotomi
FAST FAST abdominal atau
+ pendarahan
– +
a Tidak
CT Serial abdominal Ya
exam /
+ Stabilisasi* DPT
secondary US –
dan resusitasi
Non-op – a Observasi

manajemen
a a Tidak –
/ laparotomi Discharge a
Stabil CT Non-op
Ya
+ manajemen
Observasi / laparotomi
5. Apa saja tatacara merujuk pasien sesuai dengan SOP?
 Indikasi rujuk
A. Dari kemampuan petugas kesehatan yang bekerja. Apabila petugas kesehatan tidak
memiliki kemampuan untuk mengatasi trauma hingga tuntas, maka sebaiknya dirujuk.
B. Kemampuan pusat pelayanan kesehatan. Apabila di RSUD tidak terdapat fasilitas yang
mencukupi dari diagnosis hingga tatalaksana untuk mengatasi pasien trauma, sebaiknya
dirujuk.
 Persiapan sebelum merujuk pasien trauma dari RSUD ke RSMH
A. Keadaan pasien harus stabil selama di UGD.
B. Mengkonfirmasi indikasi rujuk pada klinis pasien dan atau atas permintaan kerabat
pasien.
C. Lengkapi catatan biodata pasien, serta riwayat tindakan, pengobatan, serta respon yang
diberikan selama pasien di UGD.
D. Menginfomasikan kepada petugas pendamping selama perjalanan mengenai stabilisasi
pasien (jalan napas, cairan, suhu), tindakan khusus yang mungkin diperlukan, serta
perubahan-perubahan yang mungkin akan terjadi selama di perjalanan.
E. Siapkan surat rujukan.

Você também pode gostar