Você está na página 1de 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Thaharah menduduki masalah penting dalam agama Islam. Boleh dikatakan bahwa tanpa
adanya thaharah, ibadah kita kepada Allah SWT tidak akan diterima. Sebab beberapa ibadah
utama mensyaratkan thaharah secara mutlak. Tanpa thaharah, ibadah tidak sah. Bila ibadah tidak
sah, maka tidak akan diterima Allah. Kalau tidak diterima Allah, maka konsekuensinya adalah
kesia-siaan.

Perhatian Islam atas dua jenis kesucian itu hakiki dan maknawi merupakan bukti otentik
tentang konsistensi Islam atas kesucian dan kebersihan. Dan bahwa Islam adalah pelindung
hidup yang paling unggul dalam urusan keindahan dan kebersihan.

Termasuk juga bentuk perhatian serius atas masalah kesehatan baik yang bersifat umum atau
khusus. Serta pembentukan fisik dengan bentuk yang terbaik dan penampilan yang terindah.
Perhatian ini juga merupakan isyarat kepada masyarakat untuk mencegah tersebarnya penyakit,
kemalasan dan keengganan.

Sebab wudhu' dan mandi itu secara fisik terbukti bisa menyegarkan tubuh, mengembalikan
fitalitas dan membersihkan diri dari segala kuman penyakit yang setiap saat bisa menyerang
tubuh.

Secara ilmu kedokteran modern terbukti bahwa upaya yang paling efektif untuk mencegah
terjadinya wabah penyakit adalah dengan menjaga kebersihan. Dan seperti yang sudah sering
disebutkan bahwa mencegah itu jauh lebih baik dari mengobati.

Allah SWT telah memuji orang-orang yang selalu menjaga kesucian di dalam Al-Quran Al-
Kariem.

َ َ‫َّللاَ ي ُِحبُّ الت َّ َّوابِينَ َوي ُِحبُّ ْال ُمت‬


‫ط ِه ِرين‬ َّ ‫إِ َّن‬

Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang taubat dan orang-orang yang membersihan
diri. (QS. Al-Baqarah : 222).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian thaharah ?
2. Apakah alat yang digunakan untuk thaharah ?
3. Meliputi apa sajakah thaharah ?
4. Apa pengertian wudhu’ ?
5. Apa pengertian tayammum ?
6. Apa pengertian mandi janabat ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengertian thaharah
2. Mahasiswa dapat mengetahui alat yang digunakan untuk thaharah
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami alat yang digunakan untuk thaharah
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengertian wudhu’
5. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengertian tayammum
6. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengertian mandi janabat

2
BAB II

PEMBAHASAN

 THAHARAH

Thaharah berarti bersih (nadlafah), suci (nazahah), terbebas (khulus) dari kotoran (danas)
seperti tersebut dalam al-Qur’an :

َ َ‫َّللاَ ي ُِحبُّ الت َّ َّوا ِبينَ َوي ُِحبُّ ْال ُمت‬


َ‫ط ِه ِرين‬ َّ ‫ِإ َّن‬

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan orang-orang yang mensucikan diri.
(al-Baqarah/2:222)

Menurut syara’, thaharah itu ialah mengangkat (menghilangkan) penghalang yang timbul
dari hadas atau najis. Dengan demikian thaharah syar’i terbagi menjadi 2 macam, yaitu thaharah
dari hadas dan thaharah dari najis. Hadas ialah keadaan tidak suci yang dialami seseorang
sehingga menyebabkan terhalang untuk melaksanakan ibadah. Thaharah dari hadas ada 3 macam
yaitu wudlu, mandi, tayamum.

 Pengertian

Thaharah (‫ )طهارة‬dalam bahasa Arab bermakna An-Nadhzafah (‫)النظافة‬, yaitu kebersihan.

Namun yang dimaksud disini tentu bukan semata kebersihan. Thaharah dalam istilah para ahli
fiqih adalah :

§ (‫)عبارة عن غسل أعضاء مخصوصة بصفة مخصوصة‬, yaitu mencuci anggota tubuh tertentu dengan cara
tertentu.

§ (‫)رفع الحدث و إزالة النجس‬, yaitu mengangkat hadats dan menghilangkan najis.

Dalam pandangan syariah, air adalah benda yang istimewa dan punya kedudukan khusus,
yaitu menjadi media utama untuk melakukan ibadah ritual berthaharah. Air merupakan media
yang berfungsi untuk menghilangkan najis, sekaligus juga berfungsi sebagai media untuk
menghilangkan hadats.

3
Meski benda lain juga bisa dijadikan media berthaharah, namun air adalah media yang utama.
Sebagai contoh adalh tanah. Tanah memang dapat berfungsi untuk menghilangkan najis, tetapi
yang utama tetap air. Najis berat seperti jilatan anjing, disucikan dengan air 7 kali, tanah hanya
salah satunya saja. Tanah memang bisa digunakan untuk bertayammum, namun selama masih
ada air, tayammum masih belum dikerjakan.

Maka ketika kita berbicara tentang thaharah, bab tentang air menjadi bab yang tidak bisa
disepelekan.

 Empat Keadaan Air Dalam Thaharah

Namun demikian, tidak semua air bisa digunakan untuk bersuci. Ada beberapa keadan air
yang tidak memungkinkan untuk digunakan untuk bersuci.

Para ulama telah membagi air ini menjadi beberapa keadaan, terkait dengan hukumnya untuk
digunakan untuk bersuci. Kebanyakan yang kita dapat di dalam kitab fiqh, mereka membaginya
menjadi 4 macam, yaitu :

a. Air mutlaq

b. Air musta’mal

c. Air yang tercampur benda yang suci

d. Air yang tercampur dengan benda yang najis.

Berikut ini adalah penjabarannya secara ringkas :


a. Air Mutlaq

Air mutlaq adalah keadaan air yang belum mengalami proses apapun. Air itu masih asli,
dalam arti belum digunakan untuk bersuci, tidak tercampur benda suci atau pun benda najis.

Air mutlaq ini hukumnya suci dan sah untuk digunakan bersuci, yaitu untuk berwudhu’
dan mandi janabah. Dalam fiqih dikenal dengan istilah ‫ طاهر لنفسه مطهر لغيره‬thahirun li nafsihi
muthahhirun li ghairihi.

4
Air yang suci itu banyak sekali, namun tidak semua air yang suci itu bisa digunakan untuk
mensucikan. Air suci adalah air yang boleh digunakan atau dikonsumsi, misalnya air teh, air
kelapa atau air-air lainnya.

Namun belum tentu boleh digunakan untuk mensucikan seperti untuk berwudhu` atau
mandi. Maka ada air yang suci tapi tidak mensucikan namun setiap air yang mensucikan, pastilah
air yang suci hukumnya. Diantara air-air yang termasuk dalam kelompok suci dan mensucikan
ini antara lain adalah :

1. Air Hujan

Air hujan yang turun dari langit hukum suci dan juga mensucikan. Suci berarti bukan
termasuk najis. Mensucikan berarti bisa digunakan untuk berwudhu, mandi janabah atau
membersihkan najis pada suatu benda.

Meskipun di zaman sekarang ini air hujan sudah banyak tercemar dan mengandung asam
yang tinggi, namun hukumnya tidak berubah, sebab kerusakan pada air hujan diakibatkan oleh
polusi dan pencemaran ulah tangan manusia dan zat-zat yang mencemarinya itu bukan termasuk
najis.

2. Salju

Salju sebenarnya hampir sama dengan hujan, yaitu sama-sama air yang turun dari langit.
Hanya saja kondisi suhu udara yang membuatnya menjadi butir-butir salju yang intinya adalah
air juga namun membeku dan jatuh sebagai salju.

Hukumnya tentu saja sama dengan hukum air hujan, sebab keduanya mengalami proses
yang mirip kecuali pada bentuk akhirnya saja. Seorang muslim bisa menggunakan salju yang
turun dari langit atau salju yang sudah ada di tanah sebagai media untuk bersuci, baik wudhu`,
mandi atau lainnya.

Tentu saja harus diperhatikan suhunya agar tidak menjadi sumber penyakit. Ada hadits
Rasulullah SAW yang menjelaskan tentang kedudukan salju, kesuciannya dan juga fungsinya
sebagai media mensucian. Di dalam doa iftitah setiap shalat, salah satu versinya menyebutkan
bahwa kita meminta kepada Allah SWT agar disucikan dari dosa dengan air, salju dan embun.

5
3. Embun

Embun juga bagian dari air yang turun dari langit, meski bukan berbentuk air hujan yang
turun deras. Embun lebih merupakan tetes-tetes air yang akan terlihat banyak di hamparan
kedaunan pada pagi hari.

Maka tetes embun yang ada pada dedaunan atau pada barang yang suci, bisa digunakan
untuk mensucikan, baik untuk berwudhu, mandi, atau menghilangkan najis.

Dalilnya sama dengan dalil di atas yaitu hadits tentang doa iftitah riwayat Abu Hurairah ra.

4. Air Laut

Air laut adalah air yang suci dan juga mensucikan. Sehingga boleh digunakan untuk
berwudhu, mandi janabah ataupun untuk membersihkan diri dari buang kotoran (istinja’).
Termasuk juga untuk mensucikan barang, badan dan pakaian yang terkena najis.

Meski pun rasa air laut itu asin karena kandungan garamnya yang tinggi, namun hukumnya
sama dengan air hujan, air embun atau pun salju. Bisa digunakan untuk mensucikan. Sebelumnya
para shahabat Rasulullah SAW tidak mengetahui hukum air laut itu, sehingga ketika ada dari
mereka yang berlayar di tengah laut dan bekal air yang mereka bawa hanya cukup untuk
keperluan minum, mereka berijtihad untuk berwudhu` menggunakan air laut.

5. Air Zam-zam

Air Zam-zam adalah air yang bersumber dari mata air yang tidak pernah kering. Mata air
itu terletak beberapa meter di samping ka`bah sebagai semua sumber mata air pertama di kota
Mekkah, sejak zaman Nabi Ismail alaihissalam dan ibunya pertama kali menjejakkan kaki di
wilayah itu.

Bolehnya air zam-zam untuk digunakan bersuci atau berwudhu, ada sebuah hadits Rasulullah
SAW dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.

َّ ‫سو ُل‬
ِ‫َّللا‬ َ ‫ ث ُ َّم أَفَا‬s ‫ب ِم ْنهُ َوت ََوضَّأ‬
ُ ‫ض َر‬ َ ‫اء زَ ْمزَ َم فَش َِر‬
ِ ‫فَد َ َعا بِسِجْ ٍل ِم ْن َم‬

6
Dari Ali bin Abi thalib ra bahwa Rasulullah SAW meminta seember penuh air zam-zam. Beliau
meminumnya dan juga menggunakannya untuk berwudhu`. (HR. Ahmad).

Selain boleh digunakan untuk bersuci, disunnahkan buat kita untuk minum air zam-zam,
lantaran air itu memiliki kemulian tersendiri di sisi Allah.

6. Air Sumur atau Mata Air

Air sumur, mata air dan dan air sungai adalah air yang suci dan mensucikan. Sebab air
itu keluar dari tanah yang telah melakukan pensucian. Kita bisa memanfaatkan air-air itu untuk
wudhu, mandi atau mensucikan diri, pakaian dan barang dari najis.

Dalil tentang sucinya air sumur atau mata air adalah hadits tentang sumur Budha`ah yang terletak
di kota Madinah.

ِ ‫ض َولُ ُحو ُم ْال ِكال‬


‫ب َوالنَّتْنُ ؟ فَقَا َل‬ ُ َ‫ِي بِئْ ٌر ي ُْلقَى فِي َها ْال ِحي‬
َ ‫ضا َعةَ َوه‬ َ ُ‫َّللاِ أَتَت ََوضَّأ ُ ِم ْن بِئْ ِرب‬ ُ ‫ يَا َر‬: ‫ قِي َل‬: ‫س ِعيد ٍْال ُخد ِْري ِ قَا َل‬
َّ ‫سو َل‬ َ ‫َع ْن أَبِي‬
َّ ‫سو ُل‬
ِ‫َّللا‬ ُ ‫ َر‬s : ‫ي‬ ُّ ‫ َر َواهُ أَحْ َمدَ َوأَبُو دَ ُاود َوالتِ ْر ِم ِذ‬. ‫ش ْي ٌء‬ ُ ‫ور الَ يُن َِج‬
َ ‫س ُه‬ ٌ ‫ط ُه‬ َ ‫ْال َما ُء‬

Dari Abi Said Al-Khudhri ra berkata bahwa seorang bertanya,`Ya Rasulullah, Apakah kami
boleh berwudhu` dari sumur Budho`ah?, padahal sumur itu yang digunakan oleh wanita yang
haidh, dibuang ke dalamnya daging anjing dan benda yang busuk. Rasulullah SAW
menjawab,`Air itu suci dan tidak dinajiskan oleh sesuatu`. (HR. Abu Daud 66, At-Tirmizy 66,
An-Nasai 325, Ahmad3/31-87, Al-Imam Asy-Syafi`i 35)[5].

7. Air Sungai

Sedangkan air sungai itu pada dasarnya suci, karena dianggap sama karakternya dengan
air sumur atau mata air. Sejak dahuu umat Islam terbiasa mandi, wudhu` atau membersihkan
najis termasuk beristinja’ dengan air sungai.

Namun seiring dengan terjadinya perusakan lingkungan yang tidak terbentung lagi,
terutama di kota-kota besar, air sungai itu tercemar berat dengan limbah beracun yang meski
secara hukum barangkali tidak mengandung najis, namun air yang tercemar dengan logam berat
itu sangat membahayakan kesehatan.

7
b. Air Musta’mal

Jenis yang kedua dari pembagian air adalah air yang telah digunakan untuk bersuci. Baik
air yang menetes dari sisa bekas wudhu’ di tubuh seseorang, atau sisa juga air bekas mandi
janabah. Air bekas dipakai bersuci bisa saja kemudian masuk lagi ke dalam penampungan. Para
ulama seringkali menyebut air jenis ini air musta'mal.

Kata musta'mal berasal dari dasar ista'mala - yasta'milu (‫ يستعمل‬- ‫ )استعمل‬yang bermakna
menggunakan. Maka air musta'mal maksudnya adalah air yang sudah digunakan untuk
melakukan thaharah, yaitu berwudhu atau mandi janabah.

Air musta’mal berbeda dengan air bekas mencuci tangan, atau membasuh muka atau bekas
digunakan untuk keperluan lain, selain untuk wudhu’ atau mandi janabah.

Air sisa bekas cuci tangan, cuci muka, cuci kaki atau sisa mandi biasa yang bukan mandi
janabah, statusnya tetap air mutlak yang bersifat suci dan mensucikan. Air itu tidak disebut
sebagai air musta’mal, karena bukan digunakan untuk wudhu atau mandi janabah.

c. Air Yang Tercampur Dengan Barang Yang Suci

Jenis air yang ketiga adalah air yang tercampur dengan barang suci atau barang yang
bukan najis. Hukumnya tetap suci. Seperti air yang tercampur dengan sabun, kapur barus, tepung
dan lainnya. Selama nama air itu masih melekat padanya.

Namun bila air telah keluar dari karakternya sebagai air mutlak atau murni, air itu
hukumnya suci namun tidak mensucikan. Misalnya air dicampur dengan susu, meski air itu suci
dan susu juga benda suci, tetapi campuran antara air dan susu sudah menghilangkan sifat utama
air murni menjadi larutan susu. Air yang seperti ini tidak lagi bisa dikatakan air mutlak, sehingga
secara hukum tidak sah kalau digunakan untuk berwudhu' atau mandi janabah. Meski pun masih
tetap suci.

Demikian juga dengan air yang dicampur dengan kaldu daging, irisan daging dan bumbu-
bumbu. Air itu kita anggap sudah keluar dari karakter kemutalakannya. Bahkan kita sudah tidak
lagi menyebutnya sebagai air, melainkan kita sebut 'kuah bakso'. Tentu saja kita tidak dibenarkan
berwudhu dengan kuah bakso.

8
d. Air Mutanajjis

Air mutanajjis artinya adalah air yang tercampur dengan barang atau benda yang najis.Air
yang tercampur dengan benda najis itu bisa memiliki dua kemungkinan hukum, bisa ikut menjadi
najis juga atau bisa juga sebaliknya yaitu ikut tidak menjadi najis. Keduanya tergantung dari
apakah air itu mengalami perubahan atau tidak, setelah tercampur benda yang najis. Dan
perubahan itu sangat erat kaitannya dengan perbandingan jumlah air dan besarnya noda najis.

Pada air yang volumenya sedikit seperti air di dalam kolam kamar mandi, secara logika
bila kemasukan ke dalamnya bangkai anjing, kita akan mengatakan bahwa air itu menjadi
mutanajjis atau ikut menjadi najis juga. Karena air itu sudah tercemar dengan perbandingan
benda najis yang besar dan jumlah volume air yang kecil.

Tapi dalam kasus bangkai anjing itu dibuang ke dalam danau yang luas, tentu tidak semua
air di danau itu menjadi berubah najis. apalagi kalau airnya adalah air di lautan. Di laut sudah
tidak terhitung jumlah najis, tetapi semua najis itu dibandingkan dengan jumlah volume air laut,
tentu bisa diabaikan. Kecuali air laut yang berada di dekat-dekat sumber najis yang mengalami
perubahan akibat tercemar najis, maka hukumnya juga ikut najis.

 Indikator Kenajisan

Agar kita bisa menilai apakah air yang ke dalamnya kemasukan benda najis itu ikut berubah
menjadi najis atau tidak, maka para ulama membuat indikator, yaitu rasa, warna atau aromanya.

a. Berubah Rasa, Warna atau Aroma

Bila berubah rasa, warna atau aromanya ketika sejumlah air terkena atau kemasukan barang
najis, maka hukum air itu iut menjadi najis juga. Hal ini disebutkan oleh Ibnul Munzir dan Ibnul
Mulaqqin.

b. Tidak Berubah Rasa, Warna atau Aroma

Sebaliknya bila ketiga krieteria di atas tidak berubah, maka hukum air itu suci dan mensucikan.
Baik air itu sedikit atau pun banyak.

9
1. Wudlu

Menurut lughat, wudlu adalah perbuatan menggunakan air pada anggota tubuh tertentu,
sedangkan secara syara’, wudlu ialah perbuatan tertentu yang dimulai dengan niat.

Hadits Rasul SAW

‫ال يقبل هللا صالة احدكم إذا احدت حتي يتوضأ‬

Artinya : “ Allah tidak menerima shalat seseorang kamu bila Ia berhadats, sampai Ia berwudhu’ “
( HR Baihaqi, Abu Daud, dan Tirmidzi )

 Syarat sahnya wudlu ialah :

1.Islam

2.Tamyiz

3.Air mutlak

4.Tidak yang menghalangi, baik hissy maupun syar’i

5.Masuk waktu shalat

 Fardlu wudlu ialah :

1.Niat

2.Membasuh muka

3.Membasuh kedua tangan sampai siku

4.Mengusap sebagian kepala

5.Membasuh kedua kaki

6.Tertib

 Sunnah wudlu ialah :

1.Membaca basmalah pada awal mengerjakan wudlu

10
2.Membasuh kedua telapak tangan sampai ke pergelangan, sebanyak 3 kali sebelum berumur-
kumur walaupun diyakini bahwa tangannya itu bersih

3.Berkumur-kumur

4.Istinsyaq

5.Meratakan basuhan ke seluruh kepala

6.Mengusap kedua telinga

7.Menyela-nyela jenggot dengan jari

 Hal-hal yang membatalkan wudlu ialah :

1.Keluar sesuatu dari qubul atau dubur

2.Tidur

3.Hilang akal, dengan sebab gila, mabuk atau sebab lainnya

4.Bersentuh kulit laki-laki dan perempuan

5.Menyentuh kemaluan manusia dengan telapak tangan tanpa alas

 Pengertian

Kata wudhu' (‫)الوضوء‬


ُ dalam bahasa Arab berasal dari kata al-wadha'ah (‫ضا َءة‬
َ ‫)الو‬
َ yang
bermakna al-hasan (‫)الحسن‬, yaitu kebiakan, dan juga sekaligus bermakna an-andzafah (‫)النظافة‬,
yaitu kebersihan.

 Masyru'iyah

Wudhu sudah disyariatkan sejak awal mula turunnya Islam, yaitu bersamaan dengan
diwajibkannya shalat di Mekkah, jauh sebelum masa isra' miraj ke langit. Malaikat Jibril
alaihissalam mengajarkan Nabi SAW gerakan shalat, dan sebelumnya dia mengajarkan tata cara
wudhu terlebih dahulu.

11
Kewajiban wudhu' didasarkan pada Al-Quran Al-Kariem, Sunnah An-nabawiyah dan juga ijma'
para ulama.

‫س ُحواْ ِب ُرؤُو ِس ُك ْم َوأ َ ْر ُجلَ ُك ْم ِإلَى ْال َك ْعبَين‬ ِ ِ‫صالةِ فا ْغ ِسلُواْ ُو ُجو َه ُك ْم َوأ َ ْي ِديَ ُك ْم ِإلَى ْال َم َراف‬
َ ‫ق َو ْام‬ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُواْ ِإذَا قُ ْمت ُ ْم ِإلَى ال‬

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan kakimu sampai dengan
kedua mata kaki...(QS. Al-Maidah : 6)

 Hukum Wudhu

Wudhu` itu hukumnya bisa wajib dan bisa sunnah, tergantung konteks untuk apa kita
berwudhu`.

1. Fardhu / Wajib

Hukum wudhu` menjadi fardhu atau wajib manakala seseorang akan melakukan hal-hal berikut
ini :

a. Melakukan Shalat

b. Menyentuh Mushaf

c. Tawaf di Seputar Ka`bah

2. Sunnah

Sedangkan yang bersifat sunnah adalah bila akan mengerjakan hal-hal berikut ini :

a. Mengulangi wudhu` untuk tiap shalat

b. Menyentuh Kitab-kitab Syar`iyah

c. Ketika Akan Tidur

d. Sebelum Mandi Janabah

e. Ketika Marah

f. Ketika Membaca Al-Quran

12
g. Ketika Melantunkan Azan dan Iqamat

h. Dzikir

i. Khutbah

j. Ziarah Ke Makam Nabi SAW

Wudhu’ Rasulullah SAW

Ada pun tata cara wudhu yang dicontohkan Rasulullah SAW, bisa kita baca dari hadits berikut
ini :

ُ‫س َل َوجْ َهه‬ َ ‫ ث ُ َّم َغ‬,‫ َوا ْست َ ْنث َ َر‬, َ‫ َوا ْست َ ْنشَق‬,‫ض‬ َ ‫ض َم‬ ْ ‫ ث ُ َّم َم‬,ٍ‫ث َم َّرات‬
َ َ‫س َل َكفَّ ْي ِه ثَال‬ َ َ‫ فَغ‬, ٍ‫ي هللاُ َع ْنهُ دَ َعا ِب َوضُوء‬ َ ‫ض‬ ِ ‫عثْ َمانَ َر‬ ُ ‫َع ْن ُح ْم َرانَ أ َ َّن‬
‫س َل ِرجْ لَهُ ا َ ْلي ُْمنَى إِلَى‬ َ ‫ ث ُ َّم َغ‬,‫س َح بِ َرأْ ِس ِه‬
َ ‫ ث ُ َّم َم‬, َ‫ ث ُ َّم اَ ْليُس َْرى ِمثْ َل ذَلِك‬,ٍ‫الث َم َّرات‬َ َ ‫ق ِِ ث‬ ِ َ‫س َل يَدَهُ ا َ ْليُ ْمنَى إِلَى ا َ ْل ِم ْرف‬
َ ‫ ث ُ َّم َغ‬,ٍ‫الث َم َّرات‬
َ َ‫ث‬
ُ ‫ َرأَيْتُ َر‬:َ‫ ث ُ َّم قَال‬, َ‫ ث ُ َّم ا َ ْليُس َْرى ِمثْ َل ذَلِك‬,ٍ‫الث َم َّرات‬
َّ َ ‫سو َل‬
ِ‫َّللا‬ َ َ ‫ ا َ ْل َك ْعبَي ِْن ث‬s ‫ ُمتَّفَ ٌق َعلَيْه‬- ‫ضأ َ نَحْ َو ُوضُوئِي َهذَا‬ َّ ‫ت ََو‬

Dari Humran bahwa Utsman radhiyallahu ‘anhu meminta seember air, kemudian beliau mencuci
kedua tapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur, memasukkan air ke hidung dan
mengeluarkannya. Kemudian beliau membasuh wajarnya tiga kali, membasuh tanggan kanannya
hingga siku tiga kali,kemudian membasuh tanggan kirinya hingga siku tiga kali, kemudian beliau
mengusap kepalanya, kemudian beliau membasuh kaki kanannya hingga mata kaki tiga kali,
begitu juga yang kiri. Kemudian beliau berkata,”Aku telah melihat Rasulullah SAW berwudhu
seperti wudhuku ini. (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Tayammum
 Pengertian

Secara bahasa, tayammum itu maknanya adalah (‫ )القصد‬al-qashdu, yaitu bermaksud,Sedangkan


secara syar`i maknanya adalah bermaksud kepada tanah atau penggunaan tanah untuk bersuci
dari hadats kecil maupun hadats besar. Caranya dengan menepuk-nepuk kedua tapak tangan ke
atas tanah lalu diusapkan ke wajah dan kedua tangan dengan niat untuk bersuci dari hadats.

Tayammum berfungsi sebagai pengganti wudhu` dan mandi janabah sekaligus. Dan itu terjadi
pada saat air tidak ditemukan atau pada kondisi-kondisi lainnya yang akan kami sebutkan. Maka
bila ada seseorang yang terkena janabah, tidak perlu bergulingan di atas tanah, melainkan cukup

13
baginya untuk bertayammum saja. Karena tayammum bisa menggantikan dua hal sekaligus,
yaitu hadats kecil dan hadats besar.

 Masyru`iyah

Syariat Tayammum dilandasi oleh dalil-dalil syar`i baik dari Al-Quran, Sunnah dan Ijma`.

 Dalil Al-Quran

Allah SWT telah berfirman di dalam Al-Quran Al-Kariem tentang kebolehan bertayammum
pada kondisi tertentu bagi umat Islam.

‫ضى أَ ْو‬ َ ‫ى تَ ْغت َ ِسلُواْ َوإِن ُكنتُم َّم ْر‬ َ َّ ‫سبِي ٍل َحت‬َ ‫ى ت َ ْعلَ ُمواْ َماتَقُولُونَ َوالَ ُجنُبًا إِالَّ َعابِ ِري‬ َ َّ ‫َارى َحت‬ َ ‫سك‬ ُ ‫صالَة َ َوأَنت ُ ْم‬
َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَآ َمنُواْ الَ ت َ ْق َربُواْ ال‬
َ‫س ُحواْ ِب ُو ُجو ِه ُك ْم َوأَ ْيدِي ُك ْم ِإ َّن َّللاَ َكان‬ َ ْ‫ساء فَلَ ْم ت َِجد ُواْ َماء فَت َ َي َّم ُموا‬
َ ‫ص ِعيدًا‬
َ ‫ط ِيبًافَا ْم‬ َ ِ‫سفَ ٍر أ َ ْو َجاء أ َ َحد ٌ ِمن ُكم ِمن ْالغَآئِ ِط أ َ ْوالَ َم ْست ُ ُم الن‬ َ ‫َعلَى‬
ً ُ‫َعفُ ًّوا َغف‬
‫ورا‬

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk,
sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, sedang kamu dalam keadaan junub , terkecuali
sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau
datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak
mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik ; sapulah mukamu dan
tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema`af lagi Maha Pengampun.(QS. An-Nisa : 43)

 Hal-hal Yang Membolehkan Tayammum

a. Tidak Adanya Air

b. Sakit

c. Suhu Sangat Dingin

d. Air Tidak Terjangkau

e. Air Tidak Cukup

f. Habisnya Waktu

14
 Tanah Yang Bisa Digunakan Untuk Tayammum

Dibolehkan bertayammum dengan menggunakan tanah yang suci dari najis. Dan semua yang
sejenis dengan tanah seperti batu, pasir atau kerikil. Sebab di dalam Al-Quran disebutkan dengan
istilah sha`idan thayyiba (‫ )صعيدا طيبا‬yang artinya disepakati ulama sebagai apapun yang menjadi
permukaan bumi, baik tanah atau sejenisnya.

 Cara Bertayammum

Cara tayammum amat sederhana. Cukup dengan niat, lalu menepukkan kedua tapak tangan ke
tanah yang suci dari najis. Lalu diusapkan ke wajah dan kedua tangan sampai batas pergelangan.
Selesailah rangkaian tayammum. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW
ketika Ammar bertanya tentang itu.

‫فَذَك َْرتُ ذَلِكَ ِللَّ ِنبي‬، ُ‫صليَّت‬ َّ ‫ فَت َ َمعَّ ْكتُ في ِ ال‬، ‫صب ال َماء‬
َ ‫ص ِعي ِد َو‬ ُ َ ‫ أَجْ نَبْتُ فَ َلم أ‬: ‫ َع ْنعَ َّمارقَا َل‬s ‫ب‬ َ ‫ض َر‬ َ ‫ َو‬، ‫ إِنَّ َما يَ ْك ِفيْكَ َه َكذَا‬: ‫فَقَا َل‬
‫ ِإنَّ َما َكانَ يَ ْكفِيكَ أَ ْن‬: ‫ وفي لفظ‬. ‫ متفق عليه‬- ‫س َح ِب ِه َما َوجْ َههُ َو َك َّفي ِه‬ َ ‫ض َونَفَ َخ فِ ْي ِه َما ث ُ َّم َم‬َ ‫سلَّ َم ِب َكفَّ ْي ِه األ َ ْر‬
َ ‫صلىَّاهللُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُّ ‫النَّ ِب‬
َ ‫ي‬
‫صغَي ِْن رواهالدارقطني‬ ْ ‫الر‬ِ ‫لى‬ َ ‫ ث ُ َّم ت َ ْم‬، ‫ ث ُ َّم ت َ ْن ُف ُخ ِف ْي ِه َما‬، ‫ب‬
َ ‫س ُح ِب ِه َما َوجْ َهكَ َو َك َّفيْكَ ِإ‬ ِ ‫ب ِب َك َّفيكَ في ِ الت ُّ َرا‬َ ‫تَض ِْر‬

Dari Ammar ra berkata,"Aku mendapat janabah dan tidak menemukan air. Maka aku
bergulingan di tanah dan shalat. Aku ceritakan hal itu kepada Nabi SAW dan beliau
bersabda,"Cukup bagimu seperti ini : lalu beliau menepuk tanah dengan kedua tapak tangannya
lalu meniupnya lalu diusapkan ke wajah dan kedua tapak tangannya. (HR. Bukhari dan Muslim)

 Batalnya Tayammum

1. Segala yang membatalkan wudhu` sudah tentu membatalkan tayammum. Sebab tayammum
adalah pengganti dari wudhu`.

2. Bila ditemukan air, maka tayammum secara otomatis menjadi gugur.

3. Bila halangan untuk mendapatkan air sudah tidak ada, maka batallah tayammum.

3. Mandi Janabah
 Pengertian
Menurut lughat, mandi berarti mengalirkan. Sedangkan didalam istilah syara’ ialah
mengalirnya air keseluruh tubuh disertai dengan niat.

15
Mandi dalam bahasa Arab disebut dengan istilah al-ghusl (‫)الغسل‬. Kata ini memiliki makna
yaitu menuangkan air ke seluruh tubuh.

Sedangkan secara istilah, para ulama menyebutkan definisinya yaitu :

‫استعمال ماء طهور في جميع البدن على وجه مخصوص بشروط وأركان‬

Memakai air yang suci pada seluruh badan dengan tata cara tertentu dengan syarat-syarat dan
rukun-rukunnya.

َ ُّ‫)ضد‬.
Adapun kata Janabah dalam bahasa Arab bermakna jauh (ُ ‫ )البُ ْعد‬dan lawan dari dekat (‫القرا َبة‬ ِ

Sedangkan secara istilah fiqih, kata janabah ini menurut Al-Imam An-Nawawi rahimahullah
berarti :

‫تطلق الجنابة في الشرع على من أنزل المني وعلى من جامع وسمي جنبا ألنه يجتنب الصالة والمسجد والقراءة ويتباعد عنها‬

Janabah secara syar'i dikaitkan dengan seseorang yang keluar mani atau melakukan hubungan
suami istri, disebut bahwa seseorang itu junub karena dia menjauhi shalat, masjid dan membaca
Al-Quran serta dijauhkan atas hal-hal tersebut.[38]

Mandi Janabah sering juga disebut dengan istilah 'mandi wajib'. Mandi ini merupakan tatacara
ritual yang bersifat ta`abbudi dan bertujuan menghilangkan hadats besar.

 Hal-hal Yang Mewajibkan Mandi Janabah

Para ulama menetapkan paling tidak ada 6 hal yang mewajibkan seseorang untuk mandi
janabah. Tiga hal di antaranya dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan. Tiga lagi sisanya
hanya terjadi pada perempuan.

1. Keluar Mani

2. Bertemunya Dua Kemaluan

3. Meninggal

4. Haidh

5. Nifas

16
6. Melahirkan.

 Fardhu Mandi Janabah

Untuk melakukan mandi janabah, maka ada tiga hal yang harus dikerjakan karena merupakan
rukun/pokok:

1. Niat dan menghilangkan najis dari badan bila ada.

2. Menghilangkan Najis Kalau Ada di Badan

3. Meratakan Air Hingga ke Seluruh Badan

 Tata Cara Mandi Janabah

Rasulullah SAW telah memberikan contoh hidup bagaimana sebuah ritual mandi janabah
pernah beliau lakukan, lewat laporan dari istri beliau, ibunda mukminin, Aisyah radhiyallahu
ta'ala anha.

َّ َ ‫سو ُل‬
ِ‫َّللا‬ ُ ‫ َكانَ َر‬:‫ت‬ ْ َ‫َّللاُ َع ْن َها قَال‬
َّ َ ‫ي‬
َ ‫ض‬ ِ ‫شةَ َر‬ ُ ‫س َل ِم ْن ا َ ْل َجنَابَ ِة يَ ْبدَأ ُ فَيَ ْغ ِس ُل يَدَ ْي ِه ث ُ َّم يُ ْف ِر‬
َ ِ‫ َع ْن َعائ‬r ‫غ بِ َي ِمينِ ِه َعلَى ِش َما ِل ِه فَيَ ْغ ِس ُل‬ َ َ ‫إِذَا اِ ْغت‬
‫س ِد ِه ث ُ َّم‬ َ ‫اض َعلَى‬
َ ‫سائِ ِر َج‬ َ َ‫ت ث ُ َّم أَف‬ َ َ‫ش ْع ِر ث ُ َّم َحفَنَ َعلَى َرأْ ِس ِه ث‬
ٍ ‫الث َحفَنَا‬ ُ ُ ‫صابِعَهُ فِي أ‬
َّ ‫صو ِل اَل‬ َ َ ‫فَ ْر َجهُ ث ُ َّم يَت ََوضَّأ ُ ث ُ َّم يَأ ْ ُخذ ُ ا َ ْل َما َء فَيُد ِْخ ُل أ‬
‫س َل ِرجْ لَ ْي ِه ُمتَّفَ ٌق َعلَيْه‬
َ ‫َغ‬

Aisyah RA berkata,`Ketika mandi janabah, Nabi SAW memulainya dengan mencuci kedua
tangannya, kemudian ia menumpahkan air dari tangan kanannya ke tangan kiri lalu ia mencuci
kemaluannya kemudia berwudku seperti wudhu` orang shalat. Kemudian beliau mengambil air
lalu memasukan jari-jari tangannya ke sela-sela rambutnya, dan apabila ia yakin semua kulit
kepalanya telah basah beliau menyirami kepalnya 3 kali, kemudia beliau membersihkan seluruh
tubhnya dengan air kemudia diakhir beliau mencuci kakinya (HR Bukhari/248 dan Muslim/316)

Dari ’Aisyah radliyallahu anha dia berkata, ”Jika Rasulullah SAW mandi karena janabah, maka
beliau mencuci kedua tangan, kemudian wudlu’ sebagaimana wudlu beliau untuk sholat,
kemudian beliau menyela-nyela rambutnya dengan kedua tangan beliau, hingga ketika beliau
menduga air sudah sampai ke akar-akar rambut, beliau mengguyurnya dengan air tiga kali,
kemudian membasuh seluruh tubuhnya”. ’Aisyah berkata, ”Aku pernah mandi bersama

17
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dari satu bejana, kami mencibuk dari bejana itu
semuanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari kedua hadits di atas, kita bisa rinci sebagai berikut :

1. Mencuci kedua tangan dengan tanah atau sabun lalu mencucinya sebelum dimasukan ke wajan
tempat air

2. Menumpahkan air dari tangan kanan ke tangan kiri

3. Mencuci kemaluan dan dubur.

4. Najis-najis dibersihkan

5. Berwudhu sebagaimana untuk shalat, dan mnurut jumhur disunnahkan untuk mengakhirkan
mencuci kedua kaki

6. Memasukan jari-jari tangan yang basah dengan air ke sela-sela rambut, sampai ia yakin bahwa
kulit kepalanya telah menjadi basah

7. Menyiram kepala dengan 3 kali siraman

8. Membersihkan seluruh anggota badan

9. Mencuci kaki

 Sunnah-sunnah Yang Dianjurkan Dalam Mandi Janabah:

1. Membaca basmalah

2. Membasuh kedua tangan sebelum memasukkan ke dalam air

3. Berwudhu` sebelum mandi

4. Menggosokkan tangan ke seluruh anggota tubuh.

18
5. Mendahulukan anggota kanan dari anggota kiri seperti dalam berwudhu`.

 Mandi Janabah Yang Hukumnya Sunnah

Selain untuk `mengangkat` hadats besar, maka mandi janabah ini juga bersifat sunnah -bukan
kewajiban-untuk dikerjakan (meski tidak berhadats besar), terutama pada keadaan berikut:

1. Shalat Jumat

2. Shalat hari Raya Idul Fithr dan Idul Adha

3. Shalat Gerhana Matahari Bulan

4. Shalat Istisqa`

5. Sesudah memandikan mayat

6. Masuk Islam dari kekafiran

7. Sembuh dari gila

8. Ketika akan melakukan ihram

9. Masuk ke kota Mekkah

10. Ketika wukuf di Arafah

11. Ketika akan thawaf

 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Ketika Mandi Junub :

1. Mendahulukan anggota kanan dari anggota kiri seperti dalam berwudhu`.

2. Tidak perlu berwudhu lagi setelah mandi.

19
 Hal-Hal Yang Haram Dikerjakan

Orang yang dalam keadaan janabah diharamkan melakukan beberapa pekerjaan, lantaran
pekerjaan itu mensyaratkan kesucian dari hadats besar.

Di antara beberapa pekerjaan itu adalah :

1. Shalat

2. Sujud Tilawah

3. Tawaf

4. Memegang atau Menyentuh Mushaf

5. Melafazkan Ayat-ayat Al-Quran

6. Masuk ke Masjid

 Rukun mandi

1.Niat

2.Meratakan air keseluruh tubuh, meliputi rambut dan permukaan kulit

4. Dasar Teori memandikan pasien

Beberapa pasien mungkin harus dimandikan di tempat tidur. Pasien lain dengan izin dokter
diperbolehkan untuk mandi tub atau mandi shower. Perawatann mandi dengan air hangat dan
sabun yang lembut diberikan untuk menghilangkan kotoran dan keringat, meningkatan sirkulasi
dan memberikan latihan ringan pada pasien (Hegner, 2003).

Mandi parsial atau mandi sebagian di tempat tidur termsuk memandikan hanya bagian badan
yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan atau bau jika tidak mandi (misalnya tangan, muka,
daerah perineal dan axilla) (Potter, 2006).

20
Kamar pasien tanpa melihat tempat tidurnya adalah rumah bagi pasien selama ia berada di
Rumah sakit. Tempat tidur yang rapi memberikan keamanan dan kenyamanan yang sangat
berperan penting bagi kesejahteraan pasien (Hegner, 2003).

Sikap baring pasien sebaiknya diusahakan yang menyenangkan baginya. Pasien yang tidak
dapat bergerak aktif sendiri karena lumpuh atau pingsan harus diubah sikap baringnya 2 sampai
3 jamkarena daerah yang tertekan terus menerus dapat terganggu aliaran darahnya sehingga
mudah timbul dekubitus (Rosmawarna, 1985).

 Tujuan Tindakan memandikan pasien di tempat tidur

1. Membersihkan badan

2. Memberikan perasaan segar

3. Merangsang peredaran darah, otot-otot, dan urat saraf bagian periver (saraf tepi)

4. Sebagai pengobatan

5. Mencegah timbulnya luka dan komplikasi pada kulit

6. Mendidik penderita dalam kebersihan perorangan

 Tujuan Tindakan membereskan tempat tidur (bad making)

1. Agar kamar tidur pasien terlihat lebih bersih dan rapi

2. Menciptakan rasa aman bagi pasien

3. Agar tidak menimbulkan cidera pada pasien yang harus berbaring total (bedrest)

 Prinsip memandikan pasien

1. Bersih

2. Menjaga privasi

 Indikasi

21
o Indikasi memandikan pasien di tempat tidur
1. Semua pasien untuk memenuhi kebutuhan hygienenya
o Indikasi membereskan tempat tidur (bad making)

1. Pada penderita bedrest

2. Pada pasien sesak nafas

3. Pada pasien yang tidak dapat tidur terlentang

o Alat dan Bahan

1. Baskom mandi dua buah, masing-masing beridi air dingin dan air hangat

2. Pakaian pengganti

3. Kain penutup

4. Handuk dua buah

5. Sarung tangan pengusap badan (Washcloth) dua buah

6. Tempat untuk pakaian kotor

7. Sampiran

8. Sabun

9. Bedak, deodorant, lotion

10. Stik menicure, sikat kuku, neirbekken (perawatan kuku)

11. Sisir, sampo (perawatan rambut)

12. Sikat gigi, pasta gigi (perawatan mulut dan gigi)

o Alat dan Bahan tindakan membereskan tempat tidur (bad making)

1. Tempat tidur, kasur, bantal

2. Seprei besar dan kecil

22
3. Perlak

4. Selimut

5. Sarung bantal

6. Keranjang/plastik tempat kain kotor

 Cara Kerja

1. Jelaskan prosedur pada pasien

2. Cuci tangan . Ingatlah untuk mencuci tangan, mengidentifikasi pasien dan memberikan privasi

3. Siapkan semua peralatan yang diperlukan.

4. Pastikan semua jendela dan pintu dalam keadaan tertutup.

5. Atur posisi pasien.

6. Lepaskan pakaian tidur pasien dan letakkan di tempat pakaian kotor ( pasien dianggap tidak
memakai infus):

a. Longgarkan pakaian mulai dari leher

b. Lepaskan pakaian menuruni lengan

c. Pastikan bahwa pasien diselimuti dengan selimut mandi .

d. Jika pada saat itu pasien sedang diinfus:

1) Lepaskan pakaian dari lengan yang tidak diinfus

2) Gulung lengan pakaian itu ke belakang badan dan melewati lengan dan lokasi yang diinfus.
Hati-hati dengan selang infus.

3) Lipat bahan pakaian itu dengan satu tangan sehingga tidak ada tarikan atau tekanan pada
selang dan perlahan-lahan turunkan pakaian melewati ujung jari

23
4) Dengan tangan yang lain, angkat selang infus dari tiangnya dan masukkan dalam lipatan
pakaian (gbr 6) pastikan untuk tidak merendahkan botol infus. Tarik pakaiannya (gbr 7),
kembalikan botol infus ke tiang penggantungnya.

7. Bantulah pasien untuk bergerak ke sisi tempat tidur yang dekat dengan anda. Mulailah dengan
yang trjauh dari anda.

8. Lipat handuk wajah di tepi atas selimut mandi agar tetap kering. Pakai sarung tangan jika
perlu.

9. Buat sarung tangan dengan meliapat washcloth di sekitar tangan.

a. Basahi washcloth.

b. Basuh mata pasien, gunakan ujung handuk yang berbe.

c. Usap dari dalam keluar.

d. Jangan menggunakan sabun dekat mata.

e. Jangan menggunakan sabun pada wajah kecuali permintaan pasien.

10. Bilas washcloth dan beri sabun jika pasien menginginkan. Peras washcloth, jangan
meninggalkan sabun dalam air.

11. Basuh dan bilas wajah, telinga dan lehernya dengan baik, gunakan handuk untuk
mengeringkannya.

12. Buka lengan pasien yang terjauh (terjauh dari anda). Tutupi ranjang dengan handuk mandi
yang diletakkan di bawah lengan.

a. Basuh,dengan arah akral (ujung) ke arah axilla, bilas dan keringkan lengan dan tangan.

b. Pastikan axilla bersih dan kering.

c. Ulangi untuk lengan yang lain (lengan yang terdekat dari anda).

24
d. Pakaikan deodorant dan bedak jika pasien memintanya atau membutuhkannya.

13. Tutupi dada pasien dengan handuk mandi. Kemudian lipat selimut sampai ke pinggang di
bawah handuk :

a. Basuh, bilas dan keringkan bagian dada .

b. Bilas dan keringkan lipatan di bawah payudara pasien wanita untuk menghindari iritasi kulit.

c. Beri sedikit bedak jika perlu sesuai dengan ketentuan fasilitas.

d. Jangan biarkan bedak menempel.

14. Lipat selimut mandi sampai ke daerah pubis (tempat genitalia eksterna). Basuh, bilas dan
keringkan daerah abdomen. Lipat selimut mandi ke atas untuk menutupi perut dan dada. Ambil
handuk dari bawah selimut mandi.

15. Minta pasien untuk menekuk lututnya, jika mungkin. Lipat handuk mandi ke atas agar paha,
tungkai dan kaki terbuka. Tutupi ranjang dengan handuk mandi.

a. Letakkan baskom mandi di atas handuk.

b. Letakkan kaki pasien di dalam baskom .

c. Basuh dan bilas tungkai dan kaki.

d. Pada saat memindahkan kaki, topang kaki dengan benar.

16. Angkat kaki dan pindahkan baskom ke sisi lain tempat tidur. Keringkan tungkai dan kaki.
Keringkan dengan baik sela-sela jari kaki.

17. Ulangi untuk tungkai dan kaki yang lain. Angkat baskom dari tempat tidur sebelum
mengeringkan tungkai dan kaki.

18. Lakukan perawatan kuku jika perlu. Usapkan lotion pada kaki pasien yang berkulit kering.

19. Bantu pasien untuk miring ke arah yang berlawanan dengan anda. Bantu pasien untuk
bergerak ke tengah tempat tidur. Letakkan handuk mandi memanjang berdekatan dengan
punggung pasien.

25
a. Basuh, bilas dan keringkan leher, punggung dan bokong.

b. Gunakan usapan yang tegas dan memanjang ketika membasuh punggung. Beri lotion, massage

20. Usapan punggung biasanya dilakukan pada saat ini. Bantu pasien telentang.

21. Letakkan handuk di bawah bokong dan tungkai atas. Letakkan washcloth, sabun, baskom,dan
handuk mandi dalam jangkauan pasien

22. Minta pasien untuk menyelesaikan mandinya dengan membersihkan genitalianya. Bantulah
pasien jika perlu. Anda harus mengambil alih tanggung jawab tersebut, jika pasien mengalami
kesulitan. Seringkali pasien merasa enggan uuntuk meminta bantuan. Jika membantu pasien,
gunakan sarung tangan sekali pakai.

a. Untuk pasien wanita,basuh dari depan ke belakang, keringkan dengan hati-hati.

b. Untuk pasien pria, pastikan untuk membasuh dan mengeringkan penis, scrotum, dan daerah
pangkal paha dengan hati-hati.

23. Lakukan latihan rentang gerak sesuai perintah.

24. Tutupi bantal dengan handuk. Lakukan perawatan rambut, sisir atau sikat rambut pasien.
Perawatan mulut biasanya diberikan pada saat ini.

25. Letakkan handuk-handuk dan washcloth di tempat linen kotor.

26. Siapkan pakaian bersih. Jika pasien memakai infus, tanyakan pada perawat sebelum
melakukan prosedur a sampai f. Tanyakan apakah pakaian (1) dimasukkan melewati lengan yang
terpasang infus atau (2) tidak memasukkan lengan hanya menutupi bahu (seperti jika pasien
memakai infus multiple atau pompa infus) jika keadaannya seperti nomor 1, maka:

a. Pegang lengan baju di sisi selang infus dengan satu tangan.

b. Angkat botol infus dari tiangnya, pertahankan ketinggiannya.

c. Selipkan botol infus melalui lengan bahu dari bagian dalam dan gantung kembali botol infus
tersebut.

26
d. Tarik baju sepanjang selang infus sampai ke tempat tidur.

e. Masukkan pakaian melalui tangan. Lakukan dengan hati-hati agar tidak mempengaruhi area
infusan.

f. Posisikan pakaian pada lengan yang terpasang selang infus. Kemudian masukkan lengan yang
satunya.

27. Bersihkan dan kembalikan alat-alat.

28. Letakkan washcloth dan handuk-handuk bersih di sandaran sisi tempat tidur atau gantung.

29. Ganti linen setelah melakukan prosedur merapikan tempat tidur occupied. Ganti dan letakkan
linen kotor pada tempat linen kotor.

30. Lakukan semua tindakan penyelesaian prosedur.

31. Ingatlah untuk mencuci tangan anda.

32. Laporkan penyelesaian tugas dan mendokumentasikan waktu, memandikan di tempat tidur
dan reaksi pasien.

5. KHITAN

Khitan dalam Islam tidak hanya dilakukan pada laki-laki, tetapi juga kepada wanita. Khitan
bagi laki-laki adalah memotong kulup (kulit) yang menutupi ujung zakar atau kepala penis,
sedangkan bagi wanita adalah memotong bagian kulit yang menonjol atau yang menutupi
vaginanya saja.

 Manfaat khitan Bagi Laki-Laki

Manfaat khitan atau sirkumsis bagi laki-laki adalah menghilangkan kotoran beserta tempat
kotoran itu berada yang biasanya terletak dibagian dalam dari kulit terluar penis. Serta untuk
menandakan bahwa seorang muslim telah memasuki kondisi dewasa.

27
 Usia khitan yang disarankan

Pada umumnya, masyarakat mengkhitankan anaknya pada usia antara 8-12 tahun. Namun,
banyak dokter yang setuju bahwa khitan dilakukan terbaik pada pertengahan umur 15 tahun. Hal
ini dimaksudkan untuk memberikan waktu kepada jaringan penis yang masih lunak dan
berbahaya jika rusak untuk menyatu dan menguat. Mengkhitan pada usia dibawah yang
dianjurkan memang boleh dilaksanakan, namun, hasil akhir yang didapat bisa sama sekali
berbeda, bahkan mendapatkan hasil yang tidak diinginkan walaupun dokter telah berupaya
sebaik mungkin. Berkhitan di usia muda biasanya dipengaruhi oleh lingkungan yang membuat
anak merasa malu jika belum melakukan khitan, sehingga ingin segera melakukannya. Hal inilah
yang harus ditekan dalam keputusan untuk melakukan sirkumsisi. Karena pada dasarnya,
sirkumsisi karena pengaruh lingkungan dan sirkumsisi karena telah mencapai usia yang
disarankan, menghasilkan hasil yang sama sekali berbeda.

28
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Thaharah atau bersesuci sangatlah penting bagi kita ummat beragama
islam,dikarenakan dalam melaksanakan ibadah kita harus dalam keadaan suci atau bersih
dari hadats,baik hadats kecil maupun hadats besar.dengan berwudu’ kita dapat
menghilangkan hadats kecil,sedangkan untuk menghilangkan hadats besar kita dapat
melakukan mandi janabat. Bahkan,dari sangat pentingnya bersesuci kita diharuskan
untuk bertayammum atau bersesuci tanpa air untuk menghilangkan hadats.

29
DAFTAR ISI

1. ]Lihat Mukhtarushshihah pada maddah thahara

2. Kifayatul Akhyar halaman 6 dan Kasysyaf al-Qinna' jilid 1 halaman 24

3. ]Hadits shahih diriwayatkan oleh Abu Daud (81) dan An-Nasa’i jilid 1 halaman 30 dari jalur
Daud bin Abdullah Al-Adawi dari Hamid Al-Humairi.

4.]Lihat pada kitab Al-Badai` jilid 1 hal. 69 dan seterusnya, juga Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 hal.
182-186, juga Fathul Qadir 58/1,61.

5. Lihat As-Syahru As-Shaghir jilid 37 halaman 1-40, As-Syarhul Kabir ma`a Ad-Dasuqi jilid 41
halaman 1-43, Al-Qawanin Al-Fiqhiyah halaman 31, Bidayatul Mujtahid jilid 1 halaman 26 dan
sesudahnya

6. Lihat Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halaman 20 dan Al-Muhazzab jilid 5 halaman 1 dan 8

7. Dr. Wahbah Azu-Zuhayli, Al-Fiqhul Islmai wa Adillahutuh, Jilid 1 halaman 122

8. Sumur Budha`ah adalah nama sebuah sumur di kota Madinah yang airnya digunakan orang
untuk mandi yaitu wanita yang haidh dan nifas serta istinja’

9. Al-Majmu' 1 187 dan Al-Mughni 1 18-20

10. Lihat kitab Fathul Qadir jilid 1 halaman 64, kitab Al-Badai` jilid 1 halaman 63.

30

Você também pode gostar