Você está na página 1de 3

PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK MEMBANGUN PERADABAN BANGSA

Pendidikan adalah hal yang sangat dianggap penting di dunia, karena dunia butuh akan
orang-orang yang berpendidikan agar dapat membangun Negara yang maju. Tapi selain itu
karakter pun sangat diutamakan karena orang-orang pada zaman ini tidak hanya melihat pada
betapa tinggi pendidikan ataupun gelar yang telah ia raih, melainkan juga pada karakter dari
pribadi dari setiap orang.
Proses pendidikan di sekolah masih banyak yang mementingkan aspek kognitifnya
ketimbang psikomotoriknya, masih banyak guru-guru di setiap sekolah yang hanya asal mengajar
saja agar terlihat formalitasnya, tanpa mengajarkan bagaimana etika-etika yang baik yang harus
dilakukan.
Di dalam buku tentang Kecerdasan Ganda (Multiple Intelligences), Daniel Goleman
menjelaskan kepada kita bahwa kecerdasan emosional dan sosial dalam kehidupan diperlukan
80%, sementara kecerdasan intelektual hanyalah 20% saja. Dalam hal inilah maka pendidikan
karakter diperlukan untuk membangun kehidupan yang lebih baik dan beradab, bukan kehidupan
yang justru dipenuhi dengan perilaku biadab. Maka terpikirlah oleh para cerdik pandai tentang apa
yang dikenal dengan pendidikan karakter (character education).
Banyak pilarkarakter yang harus kita tanamkan kepada anak – anak penerus bangsa,
diantaranya adalah kejujuran, yah kejujuran adalah hal yang paling pertama harus kita tanamkan
pada diri kita maupun anak – anak penerus bangsa karena kejujuran adalah benteng dari
semuanya, Demikian juga ada pilarkarakter tentang keadilan, karena seperti yang dapat kita lihat
banyak sekali ketidakadilan khususnya di Negara ini. Selain itu harus ditanamkan juga
pilarkarakter seperti rasa hormat. Hormat kepada siapapun itu, contohnya adik kelas mempunyai
rasa hormat kepada kakak kelasnya, dan kakak kelasnya pun menyayangi adik – adik kelasnya,
begitu juga dengan teman seangkatan rasa saling menghargai harus ada dalam diri setiap murid -
murid agar terciptanya dunia pendidikan yang tidak ramai akan tawuran.
Sekarang mulai banyak sekolah – sekolah di Indonesia yang mengajarkan pendidikan
karakter menjadi mata pelajaran khusus di sekolah tersebut. Mereka diajarkan bagaimana cara
bersifat terhadap orang tua, guru –guru ataupun lingkungan tempat hidup.
Mudah – mudahan dengan diterapkannnya pendidikan karakter di sekolah semua potensi
kecerdasan anak –anak akan dilandisi oleh karakter – karakter yang dapat membawa mereka
menjadi orang – orang yang diharapkan sebagai penerus bangsa. Bebas dari korupsi, ketidakadilan
dan lainnya. Dan makin menjadi bangsa yang berpegang teguh kepada karakter yang kuat dan
beradab. Walaupun mendidik karakter tidak semudah membalikan telapak tangan, oleh karena itu
ajarkanlah kepada anak bangsa pendidikan karakter sejak saat ini.

Sumber:https://www.artikelbagus.com/2012/03/artikel-pendidikan-karakter.html
ANAK TIDAK BUTUH SMARTPHONE

Zaman sekarang sudah banyak sekali kita temui golongan orang menengah kebawah dan
anak-anak dapat menggunakan ponsel karena harganya yang murah dan jaminan akses internet
yang bisa di dapat, bahkan anak umur 2\3 tahun sudah mengenal Smartphone. Khususnya untuk
anak-anak, saat ini sangat banyak anak-anak yang sudah mahir dan memang diizinkan oleh orang
tuanya untuk membawa ponsel.
Anak-anak diberikan izin membawa ponsel memang merupakan hal penting terutama
karena kekhawatiran orang tua kepada anak-anaknya ketika menjemput sekolah atau mereka
sedang bermain. Namun hal tersebut dapat merugikan, buktinya anak-anak yang sudah
menggunakan ponsel akan berdampak buruk bagi kesehatan, moral dan bahkan pendidikannya.
Sayangnya, terdapat banyak orang tua yang tak mengerti tentang bahayanya ponsel untuk
kesehatan anak-anak terutama pada pendidikannya dimasa yang akan datang.
Jika kita sebagai orang tua dapat mencermati dampak negatif pada penggunaan
Smartphone hal ini tentunya kita pasti lebih mengkhawatirkan pendidikan anak-anak kita jika
dibekali ponsel ketimbang tidak dibekali. Anak-anak yang memiliki risiko terbesar adalah anak-
anak yang berusia dibawah 8 tahun bukan hanya pendidikan saja tetapi orang tua perlu
memahaminya bahwa anak-anak masihlah dalam masa pertumbuhan karena apabila pertumbuhan
tidak normal, maka akan berdampak pada pertumbuhan selanjutnya. Jika hal ini tidak benar-benar
diperhatikan orang tua maka yang akan terjadi bukanlah kebahagiaan atau kecerdasan yang akan
di peroleh anak, melainkan adalah penderitaan dan pendidikannya yang tentunya keluarga juga
akan merasakannya.
Ada beberapa anak menyalahgunakan gadget untuk mencontek saat ulangan. Bermain game
saat guru menjelaskan pelajaran dan sebagainya. Kalau hal tersebut masih dibiarkan, maka
generasi yang kita harapkan akan lebih percaya dengan smartphone dibandingkan guru atau orang
tua.
Salah satu tanggung jawab anak adalah belajar dan sekolah, tapi jika orang tua anak terlalu
memberikan kebebasan menggunakan gadgetnya maka ia cenderung mengabaikan kewajibannya
ini. Kondisi tersebut dapat membuat prestasi anak jadi menurun bahkan tidak mempunyai
prestasi.
Gadget atau smartphone telah menjadi bagian dari kehidupan pelajar, sehingga keberadaan
HP menyebabkan adanya dampak positif maupun negatif. Dampak positif dari HP yaitu
mempermudah dalam pencarian informasi dan komunikasi, dan juga, dapat menjadikan pelajar
tidak gagap teknologi. Adapun dampak negatifnya, yaitu mengganggu belajar siswa, berakibat
buruk terutama perilaku,kesehatan, dan sikap siswa, serta akan mengakibatkan pemborosan.
Untuk itu untuk orang tua sangat diperlukan pembatasan serta arahan dari orang tua dalam
menggunakan HP.
Dari segi sosial HP akan menyebabkananak cenderung autis atau asyik dengan HPnya
sendiri sehingga tidak memperhatikan hal-hal yang ada disekitarnya, misalnya ada orang mengajak
mengobrol tetapi karena asyik dengan gadgetnya sampai tidak memperhatikan orang yang sedang
bicara tersebut. Anak akan lebih betah atau lebih lama di depan HP dibandingkan buku pelajaran.
Sedangkan, remaja cenderung tidak bisa mengkontrol diri sendiri akibat sosialisasi yang terjadi
secara tidak langgsung, terdapat tidak sedikit konflik yang terjadi dan tidak ada tindakan untuk
menyelesaikan masalah, banyak mengeluh ketika banyak masalah, egois atau emosi yang tidak
tekendali, orang-orang disekitarnya selalu dijadikan korban kemarahannya, orang yang banyak
bergaul dengan HP di hidupnya sedikit tidak teratur
“SEMAKIN RENDAHNYA KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA”

Indonesia semakin hari kualitasnya makin rendah. Berdasarkan Survey United Nations
Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan di
Negara-negara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara.
Sedangkan untuk kualitas para guru, kulitasnya berada pada level 14 dari 14 negara berkembang.
Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya para
guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik seringkali memaksakan kehendaknya tanpa
pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswanya. Kelemahan para
pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi para siswa. Pendidikan
seharusnya memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat
anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah dengan
memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya
berfikir anak tidak bisa diarahkan.
Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang
sentralistik membuat potret pendidikan semakin buram. Kurikulum hanya didasarkan pada
pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Lebih parah lagi,
pendidikan tidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Ini salahnya, kurikulum dibuat di
Jakarta dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah. Jadi, para lulusan hanya pintar cari
kerja dan tidak pernah bisa menciptakan lapangan kerja sendiri, padahal lapangan pekerjaan yang
tersedia terbatas. Kualitas pendidikan Indonesia sangat memprihatinkan. Berdasarkan analisa dari
badan pendidikan dunia (UNESCO), kualitas para guru Indonesia menempati peringkat terakhir
dari 14 negara berkembang di Asia Pacifik. Posisi tersebut menempatkan negeri agraris ini dibawah
Vietnam yang negaranya baru merdeka beberapa tahun lalu. Sedangkan untuk kemampuan
membaca, Indonesia berada pada peringkat 39 dari 42 negara berkembang di dunia. Lemahnya
input quality, kualitas guru kita ada diperingkat 14 dari 14 negara berkembang. Ini juga kesalahan
negara yang tidak serius untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dari sinilah penulis mencoba
untuk membahas lebih dalam mengenai pendidikan di Indonesia dan segala dinamikanya.
Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual dan tubuh anak); dalam Taman Siswa tidak boleh
dipisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan,
kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik, selaras dengan dunianya (Ki Hajar
Dewantara, 1977:14)
Dari etimologi dan analisis pengertian pendidikan di atas, secara singkat pendidikan dapat
dirumuskan sebagai tuntunan pertumbuhan manusia sejak lahir hingga tercapai kedewasaan
jasmani dan rohani, dalam interaksi dengan alam dan lingkungan masyarakatnya.
Pendidikan merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di dalam proses
pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena manusia (yang terlibat dalam
pendidikan ini) adalah subyek dari pendidikan. Karena merupakan subyek di dalam pendidikan,
maka dituntut suatu tanggung jawab agar tercapai suatu hasil pendidikan yang baik. Jika
memperhatikan bahwa manusia itu sebagai subyek dan pendidikan meletakkan hakikat manusia
pada hal yang terpenting, maka perlu diperhatikan juga masalah otonomi pribadi. Maksudnya
adalah, manusia sebagai subyek pendidikan harus bebas untuk “ada” sebagai dirinya yaitu manusia
yang berpribadi, yang bertanggung jawab.
Hasil dari pendidikan tersebut yang jelas adalah adanya perubahan pada subyek-subyek
pendidikan itu sendiri. Katakanlah dengan bahasa yang sederhana demikian, ada perubahan dari
tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tetapi perubahan-perubahan yang
terjadi setelah proses pendidikan itu tentu saja tidak sesempit itu. Karena perubahan-perubahan
itu menyangkut aspek perkembangan jasmani dan rohani juga.
Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di dalam relasinya yang
tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu berarti, pendidikan sebenarnya
mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu
mampu memperbarui diri dan lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercerabut
dari akar tradisinya.

Você também pode gostar