Você está na página 1de 7

adalah seseorang yang mengabdi kepada negara tanpa balas jasa.

Pengabdian seorang guru


direalisasikan dalam bentuk kegiatannya yang mendidik anak bangsa untuk menjadi manusia unggul.
Dalam hal ini pendidikan formallah yang diberikan guru.

Tenaga pendidik (guru) memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran yang mensyaratkan
persiapan akademik dalam waktu relative lama baik dalam social,eksakta, maupun seni dan
pekerjaan itu lebih bersifat mental intelektual dari pada fisik manual yang dalam mekanisme
kerjanya di kuasai kode etik.

Ada beberapa kompetensi yang harus dipenuhi sebagai seorang profesi guru.

Yakni Kompetensi:

1.Kompetensi Pedagogik

a.Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional,
dan intelektual.

b.Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.

c.Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu.

d.Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.

e.Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.

f.Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi


yang dimiliki.

g.Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.

h.Menyelenggarakan penilaian dan evauasi proses dan hasil belajar.

i.Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.

j.Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

2.Kompetensi Kepribadian

a.Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia

b.Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan
masyarakat.

c.Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.

d.Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya
diri.

e.Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

3.Kompetensi Sosial
a.Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin,
agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.

b.Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orang tua, dan masyarakat.

c.Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman
sosial budaya.

d.Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau
bentuk lain.

4.Kompetensi Profesional

a.Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang
diampu.

b.Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.

c.Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.

d.Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.

e.Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri.

Pemenuhan kompetensi itu merujuk kepada guru yang profesional. Selain itu sebagai seorang yang
profesional, guru dituntut untuk mengabdi sepenuhnya pada profesinya yakni tidak mempunyai
profesi lain.

Keprofesionalan guru juga dinaungi oleh kode etik guru. Dimana fungsi kode etik guru Indonesia
adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam
menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Kode etik guru Indonesia ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan cabang
dan pengurus daerah PGRI dari seluruh penjuru tanah air, pertama dalam Kongres XIII di Jakarta
tahun 1973, dan kemudian disempurnakan dalam Kongres XVI tahun 1989 juga di Jakarta. Dalam
pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa kode
etik guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam
melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI,1973). Kode etik guru
menggawangi tenaga pendidik untuk bersikap profesional. Dewasa ini, masih ada guru yang tidak
menunjukkan profesionalnya. Misalnya saja guru yang tidak hanya memiliki profesi sebagai guru,
tetapi juga memiliki pekerjaan sebagai wirausaha. Keprofesionalan seseorang menuntut
kesungguhan seorang guru untuk menjalani profesinya.

Permasalahan yang sering terjadi terkait keprofesian guru merupakan permasalahan klasik di
Indonesia. Setiap point dalam kompetensi pedagogik misalnya, karena banyak guru yang bukan dari
lulusan pendidikan sehingga rentan sekali permasalahan di kompetensi pedagogik. Salah satunya
ialah banyak kasus guru yang tidak memahami karakteristik peserta didiknya dan akhirnya guru
membandingkan dan membedakan setiap peserta didiknya sehingga hanya beberapa peserta didik
saja yang diperhatikan pola perkembangannya. Selanjutnya adalah masalah terkait guru yang tidak
bisa mengembangkan potensi peserta didiknya, ada beberapa guru yang tugasnya ialah
membelokkan bukan mengarahkan. Dalam hal disini membelokkan adalah dimana guru tidak
memfasilitasi kebutuhan potensi siswa, sehingga banyak siswa yang passionnya terpendam dan
banyak yang sebenarnya bakat anak didik tertutup oleh keharusannya menguasai seluruh mata
pelajaran. Yang selanjutnya adalah masalah terkait guru menguasai teknologi sebagai media sumber
informasi untuk menunjang pembelajaran, beberapa guru ada yang masih sulit untuk belajar
menggunakan media teknologi untuk pembelajaran sehingga pembelajaran berjalan sangat kolot
dan kuno seperti misalnya ceramah, padahal guru yang mampu menguasai teknologi mampu
menghidupkan pembelajaran seperti mengadakan diskusi dalam pembelajaran.

Selanjutnya terkait masalah kepribadian guru, di media massa kini banyak memberitakan seorang
guru yang mencabuli anak didiknya dengan iming-iming untuk meluluskan anak didiknya. Sungguh
moral guru kini sudah dikotori oleh oknum-oknum guru yang tidak bertanggungjawab, lagi-lagi
masalah guru bukan dari sarjana pendidikan merupakan salah satu alasan banyaknya kasus seperti
ini. Ini juga dapat dikaitkan dengan keprofesionalan guru yang mulai dipertanyakan, segelumit
permasalahan diatas merupakan permasalahan dalam keprofesionalan guru.

Pemerintah hendaknya mampu merencanakan lebih baik sistem sumber daya manusia keguruan,
disesuaikan dengan kebutuhan, kompetensi, dan kualifikasinya. Dalam pelaksanaan perencanaan
sistemnya guru membutuhkan pelatihan-pelatihan, bimbingan-bimbingan serta beberapa
pencerdasaan terkait tentang tugasnya di dalam kelas, tugasnya sebagai pedoman peserta didiknya,
tugasnya di dalam sekolah. Dan perlunya ada pengawasan serta evaluasi dari setiap kegiatan yang
guru lakukan, setidaknya dipantau oleh kepala sekolah dan langsung dievaluasi untuk menganalisis
apa yang kurang saat pengajaran, apa yang salah dan apa yang harusnya dilakukannya.

Robert W. Richey (Arikunto, 1990:235) mengungkapkan beberapa ciri-ciri dan juga syarat-
syarat profesi sebagai berikut:
a) Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan dengan kepentingan pribadi.
b) Seorang pekerja professional, secara aktif memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari
konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan khusus yang mendukung keahliannya.
c) Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu mengikuti perkembangan
dalam pertumbuhan jabatan.
d) Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara kerja.
e) Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
f) Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan, disiplin dalam profesi serta
kesejahteraan anggotanya.
g) Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi, dan kemandirian.
h) Memandang profesi suatu karier hidup (alive career) dan menjadi seorang anggota yang permanen.
http://amiie23new.blogspot.co.id/2013/09/pengertian-dan-syarat-syarat-profesi.html

Artinya, ia tidak bias dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih dan tidak disiapkan secara
khusus untuk melakukan pekerjaan itu. keahlian diperoleh melalui apa yang disebut profesionalisasi,
yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani profesi itu (pendidikan/latihan pra-jabatan)
maupun setelah menjalani suatu profesi (in-service training)
Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut:

1. Menjunjung tinggi martabat profesi Kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan pihak luar
atau masyarakat, agar mereka tidak memandang rendah terhadap profesi yang bersangkutan. Oleh
karena itu setiap kode etik suatu profesi akan melarang bernagai bentuk tindak tanduk atau
kelakuan anggotanya yang dapat mencemarkan nama baik profesi.

2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya Kesejahteraan mencakup lahir
(material) maupun batin (spiritual, emosional, dan mental). Kode etik umumnya memuat larangan-
larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para anggotanya.
Misalnya dalam menetapkan tariff-tarif minimum bagi honorarium anggota profesi dalam
melaksanakan tugasnya, sehingga siapa saja yang mengadakan tariff di bawah minimum akan
dianggap tercela dan merugikan teman seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin kode etik umumnya
member petunjuk-petunjuk kepada anggotanya untuk melaksanakan profesinya.

3. Pedoman berperilaku Kode etik mengandung peraturan yang membatasi tingkah laku yang tidak
pantas dan tidak jujur bagi para anggota profesi dalam berinteraksi dengan sesame rekan anggota
profesi.

4. Untuk meningkatkan pengabdian anggota profesi Kode etik berkaitan dengan peningkatan
kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui
tugas dan tanggung jawab pengabdianya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik
merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan
tugasnya.

5. Untuk meningkatkan mutu profesi Kode etik memuat norma-norma dan anjuran agar para
anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.

6. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi Kode etik mewajibkan seluruh anggotanya untuk
aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang
organisasi.>Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode
etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para
anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu profesi serta mutu
organisasi profesi.

B. penetapan kode etik

Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para
anggotanya, lazimnya dilakukan dalam suatu kongres organisasi profesi.Dengan demikian,
penetapan kode etik tidak boleh dilakukan secara perorangan, tetapi harus dilakukan oleh
organisasi, sehingga orang-orang yang tidak menjadi anggota profesi tidak dapat dikenakan. Kode
etik hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin ditangan profesi
tersebut, jika semua orang yang menjalankan profesi tersebut bergabung dalam profesi yang
bersangkutan. Jika setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis bergabung dalam
suatu organisasi, maka ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik,
karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran serius tyerhadap kode etik dapat
dikenakan sanksi. http://cakulil.blogspot.co.id/2012/02/tujuan-kode-etik-guru_16.html
perilaku guru merupakan model bagi murid dalam berperilaku baik di dalam maupun di luar kelas.
Ucapan dan perintah guru sangat dipatuhi oleh murid-muridnya. Bahkan sering terjadi bahwa
ucapan dan perintah guru yang didengar anak di sekolah lebih dipatuhi oleh anak daripada ucapan
dan perintah orang tuanya. Perilaku guru di masyarakat dijadikan ukuran keterlaksanaan budaya
bagi anggota masyarakatnya..Kelestarian budaya local masyarakat menjadi tanggung jawab anggota
masyarakatnya. Sedang guru menjadi barometernya. Guru yang melaksanakan tugas di luar daerah
kelahirannya, dituntut untuk mengenal budaya masyarakat di mana ia melaksanakan tugasnya.
Untuk dapat melaksanakan dan melestarikan budaya masyarakat barunya, guru harus mengenalnya
dengan baik. Pembentukan karakter anak didik merupakan tugas bersama dari orang tua,
masyarakat, dan pemerintah. Ketiga pihak tersebut secara bersama-sama atau simultan
melaksanakan tugas membentuk karakter anak didik. Guru merupakan pihak dari pemerintah yang
bertugas membentuk karakter anak didik, terutama selama proses pendidikan di sekolah. Kemudian
orang tua sekaligus sebagai anggota masyarakat memiliki waktu yang lebih banyak dalam membina
karakter anaknya. Keberhasilan pembentukan karakter anak didik di sekolah, apabila murid dan guru
berasal dari budaya lokal yang sama. Guru yang mengenal lebih dalam budaya lokal anak didiknya
akan lebih lancar dan lebih berhasil dalam pemebentukan karakter anak didiknya dibandingkan
dengan guru yang kurang mengenal atau kurang memahami budaya lokal anak didiknya. Merupakan
tugas dan tantangan besar bagi guru yang ditugaskan di masyarakat yang budayanya berbeda
dengan budaya guru yang bersangkutan.

Guru memberikan jaminan hidup, dengan gaji dan tunjangan, pensiunan layaknya PNS, dan yang tak
kalah menariknya yaitu tunjangan profesi. Dengan deretan rincian gaji seperti itu seharusnya
memberikan nilai tambah guru. Artinya apa yang sudah diberikan haruslah sebanding dengan apa
yang harus dilaksanakan.

Sertifikasi guru, adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah yang secara umum
bertujuan untuk meningkatkan kualitas guru sehingga akan berdampak positif bagi kemajuan
pendidikan. Konsekwensinya bagi guru yang lolos sertifikasi adalah mendapatkan tunjangan yang
besar. Sehingga seorang guru berharap atau ingin bisa lolos dalam sertifikasi. Tapi sertifikasi guru ini
tidak begitu besar dampaknya dalam meningkatkan kemajuan pendidikan. Memang pemerintah
selain terus menambah jumlah guru juga harus meningkatkan kualitasnya. Tapitentunya ada skala
prioritas, dan rasanya sertifikasi tidak memberikan dampak maksimal.

Proses sertifikasi guru. Untuk bisa dikatakan profesional tentunya harus ada evaluasi, indikator yang
harus nampak pada guru profesional. Fakta yang ada di lapangan, guru itu banyak yang membuatkan
atau secara instan menyusun portofolio. Dan jika pun lewat DIKLAT yang dilakukan beberapa minggu
tidak bisa memberikan perubahan yang begitu terlihat. Setelah guru dinyatakan lolos sertifikasi,
apakah dia mau mengembangkan terus kemampuannya dalam mengajar atau mendidik? Hanya
sedikit yang mau, misal dengan mengikuti seminar, workshop atau melanjutkan pendidikan
formalnya. Yang ada mereka berpikir, apa yang diinginkan sudah didapat ya sudah. Selain itu
tentunya proses sertifikasi ini harus berkelanjutan, guru dikatakan profesional harus ada tenggang
waktunya, misalnya dengan 3 tahun sekali diadakan evaluasi guru kembali. Kenyataannya tidak,
hanya sekali dan berlaku untuk waktu sampai kapan tidak jelas.

Produknya tak jelas, dengan tunjangan sertifikasi yang besar seharusnya menghasilkan sesuatu yang
jelas. Misalnya saja bagi guru yang sudah sertifikasi haruslah mengantarkan anak didiknya mencapai
tujuan apa yang dipelajarinya dengan baik, misalnya dengan patokan nilai. Atau bagi guru yang
sudah sertifikasi harus secara berkala membuat karya tulis ilmiah yang dipublikasikan. Kenyataanya
target dan beban tugasny sama saja dengan guru yang belum sertifikasi.

Semangat kerja dan dedikasi yang kurang. Faktanya guru yang sudah sertifikasi tidak lebih
berdedikasi dari guru sukarelawan (guru sukwan). Banyak beban mengajar atau diluar mengajar
yang masih ada hubungannya dengan sekolah malah diberikan kepada guru sukarelawan. Dengan
uang yang sudah banyak dimilikinya dengan mudah ia memberikan sebagaian uangnya untuk guru
sukarelawan tapi dengan beban pekerjaan yang diberikan kepadanya.

Sudah banyak dibahas kenaikan gaji itu juga akan dibarengi dengan kenaikan harga barang, jadi
berapa besar tambahan gajinya nilainya menjadi sama. Dan tentunya jika ini tidak dilaksanakan
secara jujur dan adil akan menciptakan kecemburuan sosial.

Niatnya sudah baik, yaitu dengan sertifikasi guru akan meningkatkan kualitas guru dan selanjutnya
memperbaiki kualitas pendidikan. Prosesnya yang harus dilakukan dengan juga profesioanl yang
nantinya juga bisa menghasilkan guru yang profesional. Karena didalam proses itulah tahapan yang
paling penting. Dan tentunya apa yang sudah diberikan haknya terlebih dahulu berupa tunjangan
profesi haruslah diimbangi dengan melaksanakan kewajiban yang semestinya dilakukan. Sehingga
semua tidak menjadi percuma. Karena masih ada banyak komponen dan sektor pendidikan yang
juga harus diperbaiki untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

https://www.kompasiana.com/kurniasepta/sertifikasi-guru-tidak-menjamin-kualitas-pendidikan-
lebih-baik_5500afb7a33311526351239e

Guru menjadi ujung tombak dalam pendidikan. Tidak dapat dipungkiri, jika seorag guru sangat
menentukan keberhasilan dalam membebaskan putra – putri bangsa dari kebodohan.

Saat ini Indonesia sedang mengalami keterpurukan khususnya dalam bidang pendidikan. Bisa dilihat
dari jumlah anak didik yang tidak lulus ujian nasional selalu bertambah setiap tahunnya. Hal ini
menujukan bahwa pendidikan di Indonesia mengalami kemunduran yang drastis.

Salah satu faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pembelajaran
adalah profesionalisme yang dimiliki

oleh pendidik, dalam hal ini adalah guru. Tidak semua orang bisa menjadi guru. Kurangnya
profesioalisme guru saat ini, mungkin disebabkan ketidaktahuan tentang apa yang disebut sebagai
guru yang profesional, apa saja kriterianya dan bagaimana cara menjadi seorang guru yang
profesional dalam bidangnya.

Oleh karena itu, perlu adanya suatu penjelasan yang lebih rinci mengenai pentingnya
profesionalisme guru dalam suatu pembelajaran. Makalah ini akan membahas pentingnya
profesionalisme guru dalam mengajar, sehingga diharapkan mampu menjadi motivasi bagi para guru
untuk lebih meningkatan profesionalisme yang dimilikinya guna menghasilkan anak didik yang
berkualitas tinggi.

Guru adalah orang tua di sekolah. Guru adalah orang yang mampu menjadi inspirator dan motivator
bagi murid-muridnya. Seorang guru harus memiliki keahlian dalam bidangya dan mampu
mentransformasikan ilmunya kepada anak didiknya. Seorang guru tidak hanya dituntut untuk
mampu mengajar dengan baik, namun juga mampu mendidik anak didik sehingga menjadi anak yang
intelektual dan bermoral tinggi.

Guru ideal adalah guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi dalam mengajar. Mampu
mengeksplorasikan ilmunya kepada anak didiknya secara menyeluruh. Guru yang memiliki wawasan
yang luas. Selain itu, guru ideal adalah guru yang kreatif dan inovatif dalam megajar, serta guru yang
selalu mengikuti perkembangan teknologi informasi dan mampu menerapkannya dalam proses
pembelajaran.

Profesonalisme guru dalam mengajar adalah kemampuan guru untuk meciptakan proses belajar
mengajar yang efektif. Profesionalisme guru dalam mengajar tercermin dari metodologi pengajaran
yang dipakai. Guru yang memiliki profesionlisme yangtinggi dalam mengajar, mampu menciptakan
suasana kelas yang inspiratif bagi anak didiknya. Sehingga, profesionalisme guru sangat penting
dimiliki oleh setiap guru. Karena dengan profesionalisme yang tinggi dalam mengajar, akan dihasilan
anak-anak yang berkualitas tinggi

Macam-macam variasi metodologi pembelajaran adalah :

1). Metode Ceramah (Preaching Method)

2). Metode Diskusi (Discussion method)

3). Metode Demostrasi ( Demontration Method)

4). Metode Resitasi (Recitatiaon Method)

5. Upaya-uapaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam mengajar
adalah penyelenggaraan pelatihan dan penyetaraan pendidikan serta membuat standardisasi
minimum pendidikan

Você também pode gostar