Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
KELOMPOK V :
Jakarta
27 Oktober 2011
BAB I. PENDAHULUAN
Diskusi ke empat mengenai “Rumah Sakit (dokter) yang menggugat Pasien” ini
berdurasi 1 (satu) jam, yaitu dari pukul 08.00 – 09.00 WIB. Diskusi ini diketuai oleh
Dewi Rezeki Arbi dan sekertaris oleh Dhimas Agung Prayoga. Dengan total peserta
diskusi adalah 14 orang. Pada kasus kali ini, kelompok kami …… . tutor adalah Dr. Lie
T. Merijanti S. MKK.
a. Informasi Kasus
Wanita, berumur 32 tahun yang dating berobat ke Rumah Sakit dengan keluhan
demam selama 3 hari. Pemeriksaan trombosit laboratorium pertama 28.000/mm3,
kemudian terjadi revisi oleh dokter spesialis di keesokan harinya menjadi 181.000/mm3.
Kemudian dokter menginteruksikan perawat untuk memberikan sejumlah suntikan
kepada pasien tersebut.
b. Faktor Resiko yang Teridentifikasi
Tidak adanya kesinambungan antara dokter dan pasien. Dimana dalam kasus ini
dokter lebih kepada sikap paternalistik, tidak adanya informed consent, dan melanggar
hak pasien yang terdapat pada UU RI nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal
32 (poin d,e,f,j,n,r).
c. Daftar Masalah
Wanita berumur 32 tahun, demam selama 3 hari. Tes trombosit laboratorium
pertama 28.000/mm3, kemudian terjadi revisi oleh dokter spesialis di keesokan harinya
menjadi 181.000/mm3. Namun, dokter tetap menginstruksikan perawat untuk
memberikan sejumlah suntikan kepada pasien, sehingga menyebabkan pasien mengalami
pembengkakan.
d. Pengkajian (assessment)
Berawal dari diagnosis yang salah, dimana pasien yang datang dengan keluhan
demam selama 3 hari. Di periksa laboratorium dengan nilai trombositnya 28.000/mm3,
kemudian keesokan harinya dokter spesialis merevisi nilai trombosit pasien tersebut
menjadi 181.000/mm3. Namun, dokter tidak melakukan komunikasi lanjutan dengan
pasien dan langsung menginteruksikan perawat untuk memberikan sejumlah suntikan
sehingga beberapa hari kemudian pasien mengalami pembengkakan. Hal inilah yang
membuat pihak pasien yang merasa dirugikan, yang kemudian ia menceritakannya di
dunia maya. Dan Rumah Sakit yang merasa telah dicemari nama baiknya melakukan
guggatan kepada pasien tersebut.
Kesimpulan dari kelompok kami adalah bahwa masalah dalam kasus ini berawal
dari diagnosis yang salah, kemudian melanggar hak pasien dimana hubungan dokter dan pasien
dalam kasus ini lebih ke arah paternalistik, tindakan medis yang tidak sesuai, pencemaran nama
baik yang dilakukan pasien melalui dunia maya, serta Rumah Sakit yang menggugat pasien atas
pencemaran nama baik. Sedang, penanganan yang sebaiknya dilakukan adalah dengan jalan
mediasi, dimana para pihak melakukan proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan
bersama yang tentunya didasari dengan itikad baik dari kedua belah pihak. Dimana tindakan ini
lebih bersifat informal, waktunya singkat, biaya murah, dan perkaranya bersifat final dan
mengikat dengan pendekatan win-win solution.