Você está na página 1de 79

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ibu dan anak merupakan salah satu kategori kelompok yang berisiko terhadap
berbagai masalah kesehatan yang menyebabkan kematian.1 Salah satu upaya yang telah
dilakukan oleh pemerintah utamanya untuk menekan angka kesakitan dan angka
kematian ibu, neonatal, dan balita adalah dengan memberikan edukasi melalui
penggunaan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA). Melalui Surat Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 284/MENKES/SK/III/2004 tentang Buku Kesehatan Ibu dan
Anak, Menteri Kesehatan RI pada waktu itu Dr. Achmad Sujudi memutuskan dalam
diktum pertama bahwa Buku KIA dijadikan buku pedoman resmi yang wajib dimiliki
oleh ibu dan anak. Sebagai buku resmi, buku KIA ditetapkan sebagai alat pencatatan
pelayanan kesehatan ibu dan anak sejak ibu hamil, melahirkan, dan selama masa nifas
hingga bayi yang dilahirkan berusia usia 5 tahun, termasuk pencatatan pelayanan
keluarga berencana (KB), imunisasi, gizi, dan pemantauan tumbuh kembang anak.2
Buku KIA juga berfungsi sebagai alat komunikasi antara tenaga kesehatan
dengan tenaga kesehatan dan antara tenaga kesehatan dengan ibu dan keluarga, sebagai
alat penyuluhan dan media edukasi kesehatan ibu dan anak, yang dapat digunakan di
semua fasilitas kesehatan di Indonesia.2 Pemanfaatan buku KIA ini merupakan salah
satu program prioritas di Indonesia yang sejalan dengan Proyek Fase II kerjasama antara
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dengan Japan International Cooperation
Agency (JICA) “Ensuring Maternal and Child Health (MCH) Services with the MCH
Handbook” yang berlangsung pada 1 Oktober 2006 sampai 30 September 2009.3 Proyek
tersebut bertujuan mengembangkan model peningkatan penggunaan buku KIA oleh
masyarakat melalui Kelas Ibu Balita.

Sebuah penelitian deskriptif kuantitatif dengan sampel penelitian sebanyak 30


ibu hamil di Bandar Lampung menunjukkan bahwa gambaran pengetahuan ibu tentang

1
isi buku KIA masih tergolong kurang baik.4 Selaras dengan upaya meningkatkan
pemanfaatan buku KIA pemerintah mulai mengenalkan program Kelas Ibu Balita
dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam
pelaksanaan pemantauan tumbuh kembang anak.5 Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa, pengetahuan yang baik dalam pemahaman mengenai buku KIA berkorelasi
positif dengan kontinuitas pelayanan kesehatan yang didapatkan semenjak ibu menjalani
kehamilan hingga anak menginjak usia 5 tahun yang ditandai dengan menurunnya angka
anak gizi kurang dan stunting.6
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka sangat perlu mengajari ibu perihal
permasalahan yang sehari-hari ditemui saat membesarkan anak, salah satu solusinya
yaitu melalui penyelenggaraan Kelas Ibu Balita. Kelas Ibu Balita ini sebenarnya
merupakan kelanjutan dari Kelas Ibu Hamil yang ditujukan bagi ibu yang memiliki anak
balita usia 0-59 bulan. Kelas Ibu Balita merupakan suatu aktivitas belajar kelompok
dalam suatu kelas dengan anggota beberapa ibu yang memiliki anak balita (usia 0-59
bulan) dibawah bimbingan satu atau beberapa fasilitator (pengajar) dengan dasar materi
dari buku KIA sebagai pedoman dan alat pembelajaran utama.7 Pada pelaksanaan di
lapangan Kelas Ibu dan Balita juga menggunakan lembar balik sebagai media
pembelajaran bantu yang interaktif.7
Kelas Ibu Balita pertama kali dikembangkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat pada 2009 yang menyasar para ibu atau keluarga yang mempunyai bayi
dan/atau anak berusia hingga lima tahun untuk mendukung program kesehatan balita.
Fokus awal dibentuknya kelas ibu balita adalah kesehatan bayi, karena angka kematian
bayi (AKB) pada waktu itu merupakan indikator angka kematian tertinggi pada populasi
anak. Kelompok balita sangat erat kaitannya dengan program kesehatan lain seperti:
peningkatan dan pemantauan status gizi, ASI eksklusif dan MP-ASI, imunisasi, serta
populasi pada kelompok tersebut merupakan kelompok yang paling rentan dan masih
sangat bergantung pada keluarga terkait dengan pola asah, asih dan asuhnya. Sebagian
besar keluarga memiliki pengetahuan kesehatan balita yang masih sangat rendah
termasuk mitos dan budaya yang keliru tentang perawatan bayi dalam keluarga dan
masyarakat.7

2
B. Permasalahan Khusus Ibu dan Balita
Penilaian situasi derajat kesehatan di Indonesia sudah memiliki indikator yang
terstandardisasi, terdapat beberapa indikator yang dapat dan sering digunakan. Secara
lebih khusus dalam pembahasan ini akan ditekankan utamanya pada indikator-indikator
penilaian kesehatan anak seperti angka kematian bayi dan balita, dan status gizi balita.
Angka kematian dapat digunakan untuk menggambarkan status kesehatan masyarakat
secara kasar, kondisi atau tingkat permasalahan kesehatan, dan kondisi lingkungan fisik
serta biologis secara tidak langsung. Angka tersebut dapat digunakan sebagai indikator
penting dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan
kesehatan. Dalam sub-bab ini akan disajikan mengenai Angka Kematian Bayi dan
Angka Kematian Balita di Provinsi Jawa Tengah secara umum serta Kabupaten
Semarang secara lebih khusus.
1. Angka Kematian Bayi (AKB)
Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan jumlah kematian bayi (usia 0-11
bulan) per 1000 kelahiran hidup yang dihitung dalam kurun waktu satu tahun. AKB
menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan
dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu
hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan
sosioekonomi.
Apabila AKB di suatu wilayah/daerah tinggi, berarti status kesehatan anak
di wilayah tersebut rendah. Secara nasional Angka Kematian Bayi (AKB) Indonesia
mengalami tren atau kecenderungan penurunan yang signifikan dari tahun 1991.
Gambaran AKB secara nasional di Indonesia dari waktu ke waktu dapat dilihat pada
Gambar 1 dibawah ini.

3
Dari gambar 1 tersebut tampak bahwa pada tahun 2015 menunjukkan AKB
di Indonesia sebesar 22,23 per 1000 kelahiran hidup. Hal tersebut telah berhasil
mencapai salah satu poin target dari Millenium Developmen Goals (MDGs) 2015
yakni menekan AKB hingga mencapai angka sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup.
Di tingkat provinsi, gambaran AKB di Provinsi Jawa Tengah pada tahun
2011-2015 dapat dilihat pada gambar dibawah (Gambar 2).9

Gambar 1. Gambaran tren angka kematian bayi di tingkat provinsi Jawa Tengah tahun 2011 - 2015
(Sumber: Dinkes Provinsi Jawa Tengah 9)

4
Pada gambar diatas tampak terjadi tren penurunan yang kurang signifikan
sejak tahun 2012 hingga 2015. Pada tahun 2015 terjadi penurunan AKB
dibandingkan tahun 2014 yaitu yang semula 10.08 menjadi 10 per 1000 kelahiran
hidup.
AKB di Provinsi Jawa Tengah menurut Kabupaten/Kota tahun 2015 dapat
dilihat pada Gambar 3. Pada gambar 3 tampak bahwa Kabupaten Semarang memiliki
AKB sebesar 11,18 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Sangat jauh lebih
tinggi daripada rerata AKB Provinsi Jawa Tengah. Dengan angka tersebut
Kabupaten Semarang menempati peringkat 11 tertinggi AKB di Provinsi Jawa
Tengah di bawah Kabupaten Purworejo yang memiliki AKB 11,30 per 1000
kelahiran hidup. Dari 35 Kota dan Kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah,
Kabupaten Jepara yang memiliki AKB paling rendah yaitu sebesar 6,35 per 1000
kelahiran hidup.

Gambar 2. Angka Kematian Bayi menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2015 (Sumber:
Dinkes Provinsi Jawa Tengah 9)

5
Meskipun demikian AKB Kabupaten Semarang pada tahun 2015 sudah
menunjukkan penurunan tren yang signifikan dibandingkan dengan beberapa tahun
sebelumnya. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 4 dibawah ini.

Gambar 3. Tren angka kematian bayi Kabupaten Semarang tahun 2009 -


2014 (Sumber: Dinkes Kabupaten Semarang 10)

Secara lebih detail penyebab kematian bayi di Kabupaten Semarang dalam


kurun waktu tahun 2012 – 2014 dapat dilihat pada gambar 5

Gambar 4. Penyebab kematian bayi di Kabupaten Semarang tahun 2012 - 2014 (Sumber:
Dinkes Kabupaten Semarang 10)

Penyebab terbesar AKB di Kabupaten Semarang masih didominasi oleh


Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) yang kemudian disusul oleh asfiksia dan infeksi.

2. Angka Kematian Balita (AKABA)

6
Indikator lain yang dapat digunakan untuk menilai status kesehatan anak
adalah Angka Kematian Balita (AKABA). Prinsipnya serupa dengan menghitung
AKB. Secara definisi AKABA merupakan jumlah kematian balita usia 0-5 tahun
per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKABA menggambarkan
tingkat permasalahan kesehatan balita, tingkat pelayanan KIA/Posyandu, tingkat
keberhasilan program KIA/Posyandu dan kondisi sanitasi lingkungan.
Di tingkat nasional, AKABA di Indonesia juga mengalami tren penurunan
yang signifikan dari tahun ke tahun.8 Seperti yang tampak pada gambar 1, pada
akhir tahun 2015 AKABA di Indonesia sudah mencapai angka 26,2 per 1000
kelahiran hidup. Angka tersebut tentu sudah berhasil mencapai target yang
dicanangkan dalam MDGs 2015 yaitu sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup.8

AKABA Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015 tercatat sebesar 11,64 per
1000 kelahiran hidup. Sejak tahun 2011 hingga 2015 menunjukkan angka yang
fluktuatif meskipun kenaikan ataupun penurunannya kurang signifikan.

Gambar 6. Angka Kematian Balita (AKABA) di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2015
(Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2015)

AKABA di Provinsi Jawa Tengah menurut Kabupaten/Kota tahun 2015


dapat dilihat pada Gambar 4. Pada gambar 4 tampak bahwa Kabupaten Semarang
memiliki AKABA sebesar 12,46 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Sangat

7
jauh lebih tinggi daripada rerata AKABA Provinsi Jawa Tengah. Dengan angka
tersebut Kabupaten Semarang menempati peringkat 13 tertinggi AKABA di
Provinsi Jawa Tengah di bawah Kota Pekalongan yang memiliki AKABA 12,50
per 1000 kelahiran hidup. Dari 35 Kota dan Kabupaten yang ada di Provinsi Jawa
Tengah, Kabupaten Jepara yang memiliki AKABA paling rendah yaitu sebesar 7,39
per 1000 kelahiran hidup.

Gambar 5. Angka Kematian Balita (AKABA) Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah
tahun 2015 (Sumber: Dinkes Provinsi Jawa Tengah 9)

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang didapatkan tren


penurunan Angka Kematian Balita yang signifikan sejak tahun 2009 – 2014 seperti
yang tampak pada Gambar 8.

8
Gambar 8. Angka Kematian Balita Kabupaten Semarang Tahun 2009-2014 (Sumber: Dinas
Kesehatan Kabupaten Semarang, 2014)

3. Kasus Balita Gizi Buruk


Pendataan masalah gizi buruk dan kurang secara umum di Provinsi Jawa
Tengah didasarkan pada 2 kategori utama yaitu berdasarkan indikator Berat Badan
dengan Umur (BB/U) dan kategori kedua adalah dengan membandingkan berat
bada dengan tinggi badan (BB/TB).
Data dari Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa rerata nasional
persentase kasus gizi buruk dan kurang pada balita 0-59 bulan adalah sebesar 3,4%
dan 14,4%.8 Hal tersebut dapat dilihat dari gambar 9 dibawah ini.

9
Gambar 6. Persentase Balita dengan Gizi Buruk dan Kurang Menurut Provinsi di Indonesia
tahun 2016 (Sumber: Kementerian Kesehatan RI 8)

10
Pada gambar 9 diatas, terlihat bahwa meskipun Provinsi Jawa Tengah
berada di peringkat menengah kasus gizi buruk dan kurang secara nasional namun,
Provinsi Jawa Tengah masih dapat berbangga karena persentase kasus balita dengan
gizi buruk dan kurang masih dibawah rerata nasional.
Berdasarkan rekapitulasi hasil yang diperoleh Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah, pada tahun 2015 didapatkan temuan sebanyak 922 kasus balita gizi
buruk dengan tiga daerah terbanyak temuan gizi buruk di Kabupaten Brebes (82
kasus), Kabupaten Cilacap (76 kasus), dan Kabupaten Tegal (57 kasus). Lebih
lengkapnya dapat dilihat pada gambar 5. Kabupaten Semarang termasuk kategori
menengah dalam temuan kasus gizi buruk yakni sebanyak 26 kasus yaitu peringkat
16 dari 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.

Gambar 7. Jumlah temuan kasus balita gizi buruk menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Tengah pada 2015 (Sumber: Dinkes Provinsi Jawa Tengah 9)

11
C. Tujuan Kegiatan
a. Tujuan Utama
Diketahuinya perbedaan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu sebelum dan
sesudah diadakannya kelas ibu dan balita di Desa Kuncen, Kabupaten Semarang.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk menekankan pentingnya penggunaan buku KIA sebagai alat
pemantauan kondisi kesehatan anak.
2. Untuk meningkatkan pengetahuan ibu balita terkait kondisi kesehatan anak.
3. Dengan tujuan jangka panjang dapat menurunkan angka kematian bayi dan
balita apabila kelas ibu balita dilakukan dengan efektif.
D. Manfaat Kegiatan
a. Manfaat Praktis
1. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian atau kegiatan ini dapat dijadikan bahan informasi dasar
untuk petugas atau tenaga kesehatan pemegang program kelas ibu baita
terhadap peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu. Hasil kegiatan
ini juga dapat dijadikan perencanaan program kelas ibu balita selanjutnya.
2. Bagi Masyarakat
Hasil kegiatan ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat khususnya ibu yang memiliki balita mengenai manfaat dan
pentingnya mengikuti kelas ibu balita.
b. Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan tentang kelas ibu balita terhadap peningkatan
pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu. Selain itu hasil kegiatan ini dapat digunakan
sebagai bahan kegiatan/penelitian lanjutan dalam topik yang sama terkait dengan
kelas ibu balita dengan variabel-variabel lain yang belum diteliti.

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Ungaran


1. Keadaan Geografis
Puskesmas Ungaran terdapat di Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten
Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah kerja 8.52 Ha. Terdiri dari 4
kelurahan dan 1 desa, yaitu: Kelurahan Ungaran, Kelurahan Genuk, Kelurahan
Langensari, Kelurahan Candirejo, Desa Gogik. Berikut adalah data umum geografis
Puskesmas Ungaran.
Tabel 1. Data Umum Geografis UPTD Puskesmas Ungaran

No. Desa/Kelurahan Dusun RW RT


1. Ungaran 12 12 72
2. Genuk 8 8 44
3. Langensari 6 6 44
4. Candirejo 3 6 21
5. Gogik 2 2 16
TOTAL 32 35 192

Puskesmas Ungaran merupakan puskesmas yang pertama dari dua puskesmas


yang ada di wilayah Kecamaan Ungaran Barat. Dengan batas sebagai berikut:
a. Sebelah utara, berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Kalongan.
b. Sebelah selatan, berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Bergas.
c. Sebelah timur, berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Leyangan.
d. Sebelah barat, berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Lerep.
2. Kondisi Demografis
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Semarang
tahun 2014, jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Ungaran adalah 36.200
jiwa, dengan perbandingan jumlah penduduk laki-laki 17.854 jiwa dan perempuan
18.346 jiwa.

13
B. Kelas Ibu dan Balita
1. Definisi
Kelas Ibu Balita merupakan suatu aktivitas belajar kelompok dalam kelas
dengan anggota beberapa ibu yang memiliki anak balita (usia 0-5 tahun) dibawah
bimbingan satu atau beberapa fasilitator (pengajar) dengan memakai lembar balik
sebagai alat bantu pembelajaran.
2. Tujuan Umum dan Khusus Kelas Ibu Balita
a. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dengan menggunakan Buku
KIA dalam mewujudkan tumbuh kembang Balita (anak usia 0-59 bulan) yang
optimal.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus diselenggarakannya Kelas Ibu Balita secara lebih spesifik lagi
dijabarkan sebagai berikut:
1) Meningkatkan kesadaran pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif
2) Meningkatkan pengetahuan ibu akan pentingnya imunisasi pada bayi
3) Meningkatkan keterampilan ibu dalam pemberian Makanan Pendamping –
Air Susu Ibu (MP-ASI) dan gizi seimbang kepada balita
4) Meningkatkan pengetahuan ibu memantau pertumbuhan dan melaksanakan
stimulasi perkembangan Balita
5) Meningkatkan pengetahuan ibu tentang cara perawatan kesehatan umum
maupun gigi Balita dan mencuci tangan yang benar
6) Meningkatkan pengetahuan ibu tentang penyakit terbanyak, cara pencegahan
dan perawatan Balita
c. Manfaat Program Kelas Ibu Balita
Bagi Ibu dan Balita, Kelas Ibu Balita merupakan sarana untuk
bersosialisasi dan bertukar pikiran untuk saling mengetahui tentang kesehatan
seputar ibu balita, serta dapat menjalin hubungan dengan sesama ibu, media
untuk bertanya, dan memperoleh informasi penting yang dapat untuk langsung
dipraktikkan.

14
Bagi petugas kesehatan, penyelenggaraan Kelas Ibu Balita merupakan
media untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu
terkait dengan kesehatan balita, serta dapat menjalin hubungan yang lebih erat
dengan ibu balita, keluarga dan masyarakat.
d. Sasaran Kelas Ibu Balita
Peserta Kelas Ibu Balita merupakan Ibu yang memiliki anak usia antara
0-59 bulan. Setiap kelas dibagi berdasarkan kelompoku usia yaitu: usia 0-12
bulan, 12-24 bulan, dan 24-60 bulan. Jumlah peserta tiap kelas idealnya
maksimal 15 orang.
e. Materi Pengetahuan yang akan Diberikan
Materi pengetahuan yang akan diberikan selama Kelas Ibu Balita sesuai
dengan Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu Balita adalah
1) Kelompok Balita Usia 0-12 bulan (0-1 tahun) – Kelas A
a) Pemberian ASI (Air Susu Ibu) Eksklusif
b) Pemberian Imunisasi
c) Pemberian MP-ASI (Makanan Pendamping – Air Susu Ibu)
d) Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 0-12 bulan dan Stimulasi
e) Penyakit tersering pada Anak Usia 0-12 bulan dan penanganannya
2) Kelompok Balita Usia 12-24 bulan (1-2 tahun) – Kelas B
a) Perawatan Kesehatan Gigi
b) Pemberian MP-ASI
c) Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 1-2 tahun dan Stimulasi
d) Penyakit tersering pada Anak Usia 1-2 tahun dan penanganannya
e) Pola Asah, Asih, Asuh dan Permainan Anak
3) Kelompok Balita Usia 24-59 bulan (2-5 tahun) – Kelas C
a) Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 2-5 tahun dan Stimulasi
b) Pencegahan Kecelakaan di Rumah (Domestik) pada Anak
c) Pedoman Gizi Seimbang
d) Penyakit tersering pada Anak Usia 2-5 tahun
e) Obat Pertolongan Pertama dan Penanganan Sakit pada Anak 2-5 tahun
f) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

15
C. Materi Kelas Ibu Balita Kelompok A

Imunisasi Dasar

1. Pengertian

Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan

memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh bayi membuat zat anti untuk

mencegah terhadap penyakit tertentu.11

Imunisasi adalah memberi vaksin ke dalam tubuh berupa bibit penyakit yang

dilemahkan yang menyebabkan tubuh memproduksi antibodi tetapi tidak

menimbulkan penyakit bahkan anak menjadi kebal.

imunisasi adalah suatu prosedur rutin yang akan menjaga kesehatan anak.

Kebanyakan dari imunisasi ini adalah untuk memberi perlindungan menyeluruh

terhadap penyakit- penyakit yang berbahaya dan sering terjadi pada tahun-tahun

awal kehidupan seorang anak.12

2. Tujuan

Tujuan Umum

Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian bayi akibat PD3I. Penyakit

yang dimaksud anatara lain Difteri, Tetanus, Pertusis, Campak, Polio dan TBC. 12

Tujuan Khusus

a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu cakupan imunisasi

lengkap minumal 80% secara merata di 100% desa kelurahan pada tahun 2010

b. Polio liar di Indonesia yang dibuktikan tidak ditemukannya virus polio liar pada

tahun 2008

16
c. Tercapainya Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) artinya menurunkan kasus

tetanus neonatorum sampai yingkat 1 per 1000 kelahiran hidup dalam satu tahun

pada tahun 2008

d. Tercapainya Reduksi Campak (RECAM) artinya angka kesakitan campak pada

tahun 2010.

3. Manfaat

a. Bagi Anak

Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan

cacat atau kematian.

b. Bagi Keluarga

Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.

Mendorong pembentukkan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya

akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.

c. Bagi Negara

Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal

untuk melanjutkan pembangunan negara.

4. Jenis Kekebalan

a. Kekebalan Aktif

Adalah pemberian kuman atau racun yang sudah dilemahkan atau

dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi

sendiri.13 Contohnya adalah imunisasi polio dan campak. Imunisasi aktif

biasanya dapat bertahan untuk beberapa tahun dan sering sampai seumur hidup.

17
1) Kekebalan aktif alami (naturally acquired immunity), dimana tubuh anak

membuat kekebalan sendiri setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya

anak yang telah menderita campak setelah sembuh tidak akan terserang lagi

karena tubuhnya telah membuat zat penolak terhadap penyakit tersebut.

2) Kekebalan aktif buatan (artificially induced active immunity) yaitu kekebalan

yang diperoleh setelah orang mendapatkan vaksinasi .13 Misalnya anak diberi

vaksin BCG, DPT, Campak dan lainnya.

b. Kekebalan Pasif

Adalah suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara pemberian

zat imunoglobin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang

dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang di dapat bayi dari ibu melalui

plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba

yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.12 Imunisasi pasif dibagi menjadi

dua :

1) Kekebalan pasif alami atau kekebalan pasif bawaan yaitu kekebalan yang

diperoleh bayi sejak lahir dari ibunya. Kekebalan ini tidak berlangsung

lama (± hanya sekitar 5 bulan setelah bayi lahir).

2) Kekebalan pasif buatan yaitu kekebalan yang diperolah setelah mendapat

suntikan zat penolak misalnya pemberian suntikan ATS.

18
5. Syarat Pemberian Imunisasi

Paling utama adalah anak yang akan mendapat imunisasi harus dalam kondisi

sehat. Sebab pada prinsipnya imunisasi itu merupakan pemberian virus dengan

memasukkan virus, bakteri, atau bagian dari bakteri ke dalam tubuh dan kemudian

menimbulkan antibodi.13

Imunisasi tidak boleh diberikan hanya pada kondisi tertentu misalnya anak

mengalami kelainan atau penurunan daya tahan tubuh misalkan gizi buruk atau

penyakit HIV/AIDS.

6. Macam-macam Imunisasi Dasar Wajib

Ada 5 jenis imunisasi dasar yang diwajibkan oleh pemerintah. Imunisasi dasar

atau PPI (Program Pengembangan Imunisasi) antara lain :

a. Imunisasi BCG (Bacille Calmette Guerin)

1) Tujuan

Imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap

penyakit tuberculosis (TBC) pada anak.12

2) Kriteria Penyakit

Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh myobacterium

tuberculosis. Penyebarannya melalui pernafasan lewat bersin atau batuk.

Gejala awal penyakit ini adalah lemah badan, penurunan berat badan,

demam dan keluar keringat pada malam hari. Gejala selanjutnya adalah

batuk terus menerus, nyeri pada dada dan mungkin batuk darah. Gejala lain

tergantung organ yang diserang. Tuberculosis dapat menyebabkan

kelemahan dan kematian. Seseorang yang terinfeksi myobacterium

19
tuberculosis tidak selalu menjadi sakit tubercolusis aktif. Beberapa minggu

(2-12 minggu) setelah terinfeksi terjadi respon imunitas selular yang dapat

ditunjukkan dengan uji tuberkulin.13

3) Vaksin

Vaksin TBC mengandung kuman bacillus calmette guerin yang dibuat

dari bibit penyakit atau virus hidup yang sudah dilemahkan.

4) Waktu pemberian

BCG diberikan pada umur < 3 bulan.

5) Cara Dan Dosis Pemberian

Pemberian imunisasi ini dilakukan secara Intra Cutan(IC) di lengan

kanan atau paha kanan atas dengan dosi 0,1 ml untuk anak diatas 1 tahun,

pada bayi baru lahir 0,05 ml.

6) Kontraindikasi

a) Reaksi uji tuberkulin > 5mm

b) Menderita infeksi HIV

c) Menderita gizi buruk

d) Menderita demam tinggi

e) Menderita infeksi kulit yang luas

f) Pernah sakit tubercolusis

g) Leukimia

20
7) Efek Samping

a) Reaksi local

1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikkan timbul

kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini

berubah menjadi pustule (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan

menbentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara

spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan meningkatkan jaringan parut.

b) Reaksi regional

Pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher tanpa disertai

nyeri tekan maupun demam yang akan menghilang dalam waktu 3-6

bulan.

c) Komplikasi yang mungkin timbul adalah:

Pembentukkan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan

karena penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang

secara spontan untuk mempercepat penyembuahan, bila abses telah

matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan jarum)

dan bukan disayat.

b. Imunisasi Hepatitis B

1) Tujuan

Imunisasi Hepatitis B bertujuan untuk mendapatkan kekebalan aktif

terhadap penyakit Hepatitis B.12

2) Kriteria penyakit

21
Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis B yang

merusak hati. Penyebaran penyakit ini terutama melalui suntikan yang tidak

aman, dari ibu ke bayi selam proses persalinan, melalui hubungan seksual.

Infeksi pada anak biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada adalah

merasa lemah, gangguan perut dan gejala lain seperti flu. Urine menjadi

kuning, kotoran menjadi pucat, warna kuning bisa terkihat pada mata ataupun

kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan Cirrosis hepatic

yakni kanker hati dan menimbulkan kematian.

3) Vaksin
Vaksin ini terbuat dari bagian virus Hepatitis B yang dinamakan HbsAg,

yang dapat menimbulkan kekebalan tetapi tidak menimbulkan penyakit.

4) Waktu Pemberian
Imunisasi Hepatitis B diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam)

setelah bayi lahir. Khusus bagi bayi yang lahir dari seorang ibu pengidap virus

hepatitis B, harus dilakukan imunisasi pasif memakai imunoglobulin khusus

antu hepatitis B dalam waktu 24 jam kelahiran. Imunisasi dasar diberikan

sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan Hb 1 dengan Hb

2, serta selang waktu 5 bulan antara suntikan Hb 2 dengan Hb 3.

5) Cara dan Dosis Pemberian

Hepatitis B disuntikkan secara Intra Muscular (IM) di daerah paha luar

dengan dosis 0,5 ml.

6) Kontraindikasi

22
Imunisasi ini tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita penyakit

berat. Dapat diberikan kepada ibu hamil dengan aman dan tidak akan

membahayakan janin. Bahkan akan memberikan perlindungan kepada janin

selama dalam kandungan ibu maupun kepada bayi selama beberapa bulan

setelah lahir.

7) Efek Samping
Reaksi imunisasi yang terjadi biasanya berupa nyeri pada tempat

penyuntikkan dan sistematis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada

saluran pernafasan). Reaksi ini akan hilang dalam waktu 2 hari.

c. Imunisasi DPT

1) Tujuan

Imunisasi DPT bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif dalam

waktu yang bersamaan terhadap serangan penyakit difteri, pertusis,

tetanus.12

2) Kriteria Penyakit

a) Difteri

Adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium

diptheriae. Penyebarannya adalah melalui kontak fisik dan pernapasan.

Gejala awal penyakit ini adalah radang tenggorokan, hilang nafsu

makan, dan demam ringan. Dalam dua sampai tiga hari timbul selaput

putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan tonsil. Difteri dapat

menimbulkan komplikasi berupa gangguan pernapasan yang berakibat

kematian.

23
b) Pertusis

Adalah penyakit pada saluran pernafasan yang dapat disebabkan oleh

bakteri Bordettela pertusis. Penyebarannya melalui tetesan kecil yang

keluar dari batuk dan bersin. Gejalanya adalah pilek, mata merah,

bersin, demam dan batuk ringan yang lama kelamaan batukmenjadi

parah dan menimbulkan batuk menggigil yang cepat dan keras.

Komplikasi pertusis adalah Pneumonia bacterialis yang dapat

menyebabkan kematian.

c) Tetanus

Adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani yang

menghasilkan neurotoksin. Penyebarannya melalui kotoran yang

masuk kedalam luka yang dalam. Gejala awal penyakit ini adalah kaku

otot pada rahang, disetai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot

perut, berkeringat dan demam. Gejala berikutnya adalah kejang yang

hebat dan tubuh menjadi kaku. Komplikasi tetanus adalah patah tulang

akibat kejang, pneumonia dan infeksi yang dapat menimbulkan

kematian.

d) Vaksin

Vaksin ini mengandung kuman difteri dan tetanus yang dilemahkan

serta kuman Bordetella pertusi yang dimatikan.

3) Waktu Pemberian

Imunisasi DPT diberikan 3 kali usia kurang dari 7 bulan, DPT 1

diberikan pada usia 2 bulan, DPT 2 diberikan pada usia 3 bulan, DPT 3

diberikan pada usia 4 bulan selang waktu tidak kurang dari 4 minggu.

Ulangan booster diberikan 1 tahun setelah DPT 3.

24
4) Cara dan Dosis Pemberian

Cara pemberian imunisasi ini DPT adalah melalui injeksi IM.

Suntikan diberikan di paha tengah luar atau subcutan dalam dengan dosis

0,5 cc.

5) Kontraindikasi

Imunisasi ini tidak boleh diberikan pada anak riwayat kejang

komplek. Juga tidak boleh diberikan pada anak dengan batuk rejan dalam

tahap awal pada penyakit gangguan kekebalan.

6) Efek Samping

a) Demam ringan

b) Timbul bercak merah atau pembengkakkan

c) Rasa nyeri di tempat penyuntikan selama 1-2 hari.

d. Imunisasi Polio

1) Tujuan

Imunisasi polio bertujuan untuk mencegah penyakit poliomyelitis.12

2) Kriteria penyakit

Adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu

dari tiga virus yang berhubungan yaitu virus polio 1, 2, 3. Secara klinis

penyakit polio adalah dibawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu

akut. Penyebarannya melalui kotoran manusia yang terkontaminasi.

Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan

terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa tejadi jika otot-otot

pernafasan terinfeksi dan tidak segera ditangani.

25
3) Vaksin

Vaksin polio ada dua jenis yaitu :

a) Inactivated polio vaccine (IPV= vaksin salk) mengandung virus polio

yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan.

b) Oral polio vaccine (OPV= vaksin sabin) mengandung vaksin hidup

yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.

4) Waktu pemberian
Imunisasi Polio dasar diberiakan 4 kali dengan interval tidak kurang

dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi

polio 4.

5) Cara dan Dosis pemberian

Di Indonesia umumnya diberikan vaksin sabin. Vaksin ini diberikan

sebanyak 2 tetes (0,1 ml) langsung ke dalam mulut anak atau dengan

menggunakan sendok yang berisi air gula.

6) Kontraindikasi

Pemberian vaksin imunisasi polio tidak boleh dilakukan pada orang

yang menderita defisiensi imunitas. Tidak ada efek yang berbahaya yang

timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun, jika ada

keraguan misalnya sedang menderita diare maka dosis ulangan dapat

diberikan setelah sembuh.

7) Efek Samping

Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa

paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang tejadi.

26
e. Imunisasi Campak

1) Tujuan

Imunisasi campak bertujuan untuk memberikan kekebalan aktif

terhadap penyakit campak.12

2) Kriteria penyakit

Adalah penyakit yang disebakan oleh virus measles. Penyebarannya

melalui droplet bersin dan batuk dari penderita. Gejala awal penyakit ini

adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek dan mata merah. Selanjutnya

timbul ruam pada muka dan leher kemudian menyebar ke tubuh dan tangan

serta kaki. Komplikasi campak adalah diare hebat, peradangan pada telinga

dan infeksi saluran nafas (pneumonia).

3) Vaksin
Vaksin dari virus hidup (CAM 70-chick chorioallantonik membrane)

yang dilemahkan ditambah kanamisin sulfat dan eritromisin berbentuk

kering.

4) Waktu pemberian

Imunisasi campak diberikan pada usia 9 bulan oleh karena masih ada

antibodi yang diperoleh dari ibu. Jika ada wabah, imunisasi bisa diberikan

pada usia 6 bulan, diulang 6 bulan kemudian.

5) Cara dan Dosis pemberian

Cara pemberian imunisasi campak adalah melalui injeksi di lengan kiri

atas secara subcutan (SC) dengan dosis 0,5 ml. Sebelum disuntikkan, vaksin

campak terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia

berisi 5 ml pelarut aquades.

27
6) Kontraindikasi

Pemberian imunisasi campak tidak boleh diberikan pada orang yang

mengalami immunodefisiensi atau individu yang diduga menderita gangguan

respon imun karena leukimia dan limfoma.

7) Efek samping

a) Demam ringan

b) Diare

c) Ruam atau kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah

vaksinasi.

Ketepatan Jadwal Pemberian Imunisasi


1. Pengertian
Yang dimaksud ketepatan adalah tepat atau betul sesuai jadwal. Ketepatan
dalam pemberian imunisasi pada bayi sesuai jadwal dan umur bayi sama dengan
ketaatan kunjungan imunisasi.
2. Jadwal Imunisasi
a. Program Pengembangan Imunisasi (PPI diwajibkan)

0 1 2 3
Jenis Vaksin 4 bln 5 bln 6 bln 9 bln
hr bln bln bln
BCG 1
Hepatitis B 1 2 3
DPT 1 2 3
Polio 0 1 2 3
Campak 1

Keterangan :
1) BCG diberikan pada usia 1 bulan dengan interval waktu kurang 3 bulan
2) Hepatitis B diberikan pada saat bayi baru lahir sampai kurun waktu 7 hari
setelah lahir
3) DPT diberikan pada usia 2, 3 dan 4 bulan dengan interval waktu 4 minggu

28
4) Polio diberikan pada saat bayi baru lahir, usia 1, 2, 3 dan 4 bulan dengan
interval tidak kurang dari 4 minggu
5) Campak diberikan pada saat usia 9 bulan.
b. Jadwal Imunisasi Dasar Menurut Puskesmas

Umur Pemberian Jenis Vaksin


0 bulan Hep B 0
1 bulan BCG, Polio I
2 bulan DPT/HB I, Polio II
3 bulan DPT/HB II, Polio III
4 bulan DPT/HB III, Polio IV
9 bulan Campak

3. Akibat Pemberian Imunisasi Yang Tidak Tepat Waktu


Pada keadaan tertentu imunisasi dapat dilaksanakan tidak sesuai jadwal yang

ditetapkan. Keadaan ini tidak merupakan hambatan untuk melanjutkan imunisasi,

akan tetapi kadar antibodi yang dihasilkan masih di bawah kadar ambang

perlindungan atau belum mencapai kadar antibodi yang bisa memberikan

perlindungan untuk kurun waktu yang lama.13 Ketaatan kunjungan imunisasi dinilai

dengan ketepatan jadwal imunisasi, interval kunjungan ulang minimal 4 minggu

sampai 6 minggu.

ASI Eksklusif

1. Pengertian

ASI merupakan makanan alamiah atau susu terbaik bernutrisi dan berenergi tinggi

yang mudah dicerna dan mengandung komposisi nutrisi yang seimbang dan sempurna

untuk tumbuh kembang bayi.14 ASI diproduksi di alveoli yang berbentuk seperti buah

anggur yang terdiri dari sel-sel yang memproduksi ASI bila dirangsang oleh Hormon

Prolaktin. Saluran ASI (ductus lactiferous) berguna menyalurkan ASI dari alveoli ke

29
sinus lactiferous. Sinus lactiferous adalah tempat penyimpanan ASI yang terletak di

areola.15

ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan,

diberikan tanpa jadwal sampai bayi berumur 6 bulan dan tanpa tambahan cairan lain

seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan

padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi, tim. Namun setelah 6

bulan, bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap dapat diberikan ASI

sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun, dianjurkan menyusui dini

(30-60 menit) tanpa dijadwal sesuai kemauan bayi.16

Dalam al-quran juga telah diterangkan pada surat Luqman ayat 14 yang artinya

bahwa sebagai berikut :

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada
dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”
Ayat tersebut sangat jelas bahwa dalam islam pemberian ASI eksklusif kepada

bayi dilakukan selama 2 tahun. Namun bila kurang dari 2 tahun juga dibolehkan.

ASI merupakan makanan bagi bayi yang paling sempurna, berisi semua nutrient

dalam perbandingan yang ideal yang sangat dibutuhkan oleh bayi dan bermanfaat untuk

tumbuh dan berkembang seorang bayi. Pemberian ASI eksklusif akan terus merangsang

produksi ASI sehingga pengeluaran ASI dapat mencukupi kebutuhan bayi hingga bayi

akan terhindar dari diare. Di samping itu, ASI adalah jenis makanan yang mencukupi

seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologis, sosial maupun spiritual. Oleh karena

itu ASI merupakan makanan yang paling cocok bagi bayi dan memiliki nilai yang paling

tinggi dibandingkan dengan susu formula.16

30
2. Fisiologi menyusui

Menyusui mempunyai dua pengertian, yaitu produksi dan pengeluran ASI.

Payudara mulai dibentuk sejak embrio berumur 18-19 minggu, dan baru selesai ketika

mulai menstruasi, dengan terbentuknya hormon estrogen dan progresteron yang

berfungsi untuk maturasi alveoli. Sedangkan hormon prolaktin adalah hormon

berfungsi untuk produksi ASI disamping hormon lain seperti: insulin, tiroksin dan

sebagainya.

Hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum keluar

karena masih terhambat oleh kadar estrogen yang tinggi. Pada hari kedua atau ketiga

pasca persalinan, kadar estrogen dan progresteron turun drastis, sehingga pengaruh

prolaktin sangat dominan dan pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI. Dengan

menyusui lebih dini, terjadi perangsangan puting susu terbentuklah prolaktin oleh

hipofisis, sehingga sekresi ASI makin lancar. Dua reflek yang penting dalam proses

laktasi yaitu:

a. Reflek Prolaktin

Dalam puting susu terdapat banyak ujung saraf sensoris. Bila dirangsang

timbul impuls yang menuju hipotalamus selanjutnya ke kelenjar hipofisis bagian

depan yang mengeluarkan hormon prolaktin. Hormon inilah yang berperan dalam

produksi ASI di tingkat alveoli. Jadi, makin sering rangsangan penyusuan makin

banyak produksi ASI yang dihasilkan.

b. Reflek Aliran (let down reflex)

31
Kelenjar hipofisis bagian belakang mengeluarkan oksitosin yang berfungsi

memacu kontraksi otot polos pada dinding alveolus sehingga ASI dipompa

keluar. Semakin sering menyusui, pengosongan alveolus dan saluran saluran

makin baik sehingga kemungkinan terjadinya bendungan susu makin kecil, dan

menyusui akan makin lancar. Saluran untuk ASI yang mengalami bendungan

tidak hanya mengganggu penyusuan, tetapi juga berakibat mudah terkena infeksi.

Oksitosin juga memacu kontraksi otot rahim sehingga involusi rahim makin

cepat dan baik. Tidak jarang perut ibu terasa mulas yang sangat pada hari-hari

pertama menyusui dan ini adalah mekanisme alamiah untuk kembalinya rahim ke

bentuk semula.

3. Komposisi ASI

Menurut Suradi (2008), komponen ASI terdiri dari beberapa unsur yaitu

sebagai barikut:

a. Lemak

Sumber kalori utama dalam ASI adalah lemak. Kadar lemak dalam ASI

antara 3,5 – 4,5%. Walaupun kadar lemak dalam ASI tinggi, tetapi mudah diserap

oleh bayi karena trigliserida dalam ASI lebih dulu dipecah menjadi asam lemak

dan gliserol oleh enzim lipase yang terdapat dalam ASI. Kadar kolesterol ASI

lebih tinggi daripada susu formula, sehingga bayi yang mendapat ASI seharusnya

mempunyai kadar kolesterol darah lebih tinggi, tetapi ternyata penelitian Osborn

membuktikan bahwa bayi yang tidak mendapatkan ASI lebih banyak menderita

penyakit jantung koroner pada usia muda.

b. Karbohidrat

32
Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa, yang kadarnya paling tinggi

dibandingkan susu formula lain (7g%). Laktosa mudah dipecah menjadi glukosa

dan galaktosa dengan bantuan enzim laktase yang sudah ada dalam mukose

saluran pencernaan sejak lahir.

c. Protein

Protein dalam susu adalah kasein dan whey. Kadar protein ASI sebesar 0,9

%, dan 60% diantaranya adalah whey, yang lebih mudah dicerna, dalam ASI

terdapat dua macam asam amino yang tidak terdapat dalam susu formula yaitu

sistin dan taurin. Sistin diperlukan untuk pertumbuhan somatik, sedangkan taurin

untuk pertumbuhan otak.

d. Garam dan mineral

ASI mengandung garam dan mineral lebih dibanding susu formula. Bayi

yang mendapat susu formula yang tidak dimodifikasi dapat menderita tetani

karena hipokalsemia. Kadar kalsium dalam susu formula lebih tinggi dibanding

ASI, tetapi kadar fosfornya jauh lebih tinggi.

e. Vitamin.

ASI cukup mengandung vitamin yang diperlukan bayi. Vitamin K yang

berfungsi sebagai katalisator pada proses pembekuan darah terdapat dalam ASI

dengan jumlah yang cukup dan mudah diserap.

33
f. Mengandung zat protektif

Bayi yang mendapat ASI lebih jarang menderita sakit, karena adanya zat

protektif dalam ASI. Kandungan zat protektif dalam ASI adalah:

1) Lactobacillus bifidus.

Berfungsi mengubah laktosa menjadi asam laktat dan asam asetat. Kedua

asam ini menjadikan saluran pencernaan bersifat asam sehingga menghambat

pertumbuhan mikroorganisme. ASI mengandung zat faktor pertumbuhan

lactobacillus bifidus. Susu formula tidak mengandung faktor ini.

2) Laktoferin

Laktoferin adalah protein yang berikatan dengan zat besi. Dengan

mengikat zat besi maka laktoferin bermanfaat menghambat pertumbuhan

kuman tertentu, yaitu staphylococcus, E.coli, dan entamoeba hystolytica yang

juga memerlukan zat besi untuk pertumbuhannya. Selain menghambat

pertumbuhan bakteri tersebut, laktoferin dapat pula menghambat pertumbuhan

jamur candida.

3) Lisozim

Lisozim adalah enzim yang dapat memecah dinding bakteri (bakterisidal)

dan antiinflamasi, bekerja bersama peroksida dan askorbat untuk menyerang

bakteri E.coli dan sebagian keluarga salmonella. Keaktifan lisozim ASI

beberapa ribu kali lebih tinggi dibanding susu formula. Keunikan lisozim

lainnya adalah bila faktor protektif lain menurun kadarnya sesuai tahap lanjut

ASI, maka lisozim justru meningkat pada 6 bulan pertama setelah kelahiran. Hal

ini akan menguntungkan bayi karena lisozim dapat melindungi bayi dari bakteri

patogen dan penyakit diare pada periode ini.

4) Komplemen C3 dan C4

34
Walaupun kadar dalam ASI rendah mempunyai daya opsonik,

anafilaktitoksik, dan kemotaktik yang bekerja bila diaktifkan oleh IgA dan IgE

yang juga terdapat dalam ASI.

5) Faktor antistreptokokus
Dalam ASI terdapat faktor antistreptokokus yang melindungi bayi
terhadap infeksi kuman streptokokus.
6) Antibodi
Dalam kolostrum ASI mengandung immunoglobulin yaitu IgA sekretorik,
IgE, IgM, dan IgG dan yang terbanyak adalah IgA sekretorik. Antibodi dalam
ASI dapat bertahan dalam saluran pencernaan bayi karena tahan terhadap asam
dan enzim proteolitik saluran pencernaan dan membuat lapisan pada mukosanya
sehingga mencegah bakteri pathogen dan enterovirus masuk ke dalam mukosa
usus.
7) Imunitas seluler
ASI mengandung sel-sel. Sebagian besar (90%) sel tersebut berupa
makrofag yang berfungsi membunuh dan memfagositosis mikroorganisme,
membentuk C3 dan C4, lisozim, dan laktoferin.

4. Jenis ASI menurut waktu produksi

Menurut Roesli (2008) waktu produksi ASI dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

a. Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar mammae

yang mengandung tissue debris dan redual material yang terdapat dalam alveoli dan

ductus dari kelenjar mammae sebelum dan segera setelah melahirkan.

b. Air susu masa peralihan ( masa transisi ) merupakan ASI peralihan dari kolostrum

menjadi ASI mature, disekresi dari ke 4 sampai ke 10 dari masa laktasi, kadar protein

35
semakin rendah, sedangkan kadar lemak dan karbohidrat semakin tinggi, volume

semakin meningkat.

c. Air susu matur merupakan ASI yang disekresi pada hari ke 10 dan seterusnya, yang

komposisinya relatif konstan, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa minggu ke 3

sampai ke-5 ASI komposisinya baru konstan merupakan makanan yang dianggap

aman bagi bayi bahkan ada yang mengatakan pada ibu yang sehat ASI merupakan

makanan satu-satunya yang diberikan selama 6 bulan pertama bagi bayi.

5. Manajemen laktasi

Manajemen laktasi adalah suatu tata laksana menyeluruh yang menyangkut

laktasi dan penggunaan ASI yang menuju suatu keberhasilan menyusui untuk

pemeliharaan kesehatan ibu dan bayinya yaitu meliputi :

a. Periode pranatal

1) Memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada pasien dan keluarga.

2) Dukungan keluarga.

3) Dukungan dan kemampuan petugas kesehatan.

4) Pemeriksaan payudara.

5) Persiapan payudara dan puting susu dengan melakukan perawatan payudara.

6) Pemeliharaan gizi yang bermutu.

b. Periode nifas

1) Ibu harus siap menyusui bayinya.

2) Segera menyusui bayinya segera setelah lahir.

3) Menerapkan teknik menyusui yang benar.

4) Menyusui harus sering berdasarkan kebutuhan dan tidak dijadwal (on demand).

5) Tidak memberikan susu formula.

36
6) Tidak memakai puting buatan atau pelindung.

7) Pergunakan kedua payudara, mulai menyusui dengan payudara secara bergantian.

8) Melakukan perawatan payudara.

9) Memelihara fisik dan psikis.

10) Makan-makanan yang bermutu (tinggi kalori, tinggi protein, tidak ada pembatasan

makanan, banyak minum, ekstra susu, vitamin, penurunan berat badan tidak lebih dari 500

gram per minggu, kalsium 1200 mg/hari).

11) Istirahat cukup.

6. Manfaat pemberian ASI

a. Bagi bayi

1. ASI memenuhi kebutuhan bayi untuk proses tumbuh kembang. Bayi yang

mendapat ASI mempunyai kenaikan berat badan yang baik setelah lahir,

pertumbuhan setelah periode perinatal yang baik dan mengurangi kemungkinan

obesitas. Frekuensi menyusui yang sering bermanfaat karena volume ASI yang

dihasilkan lebih banyak sehingga penurunan berat badan bayi hanya sedikit.

2. ASI akan lebih mudah dicerna. Komposisi sesuai dengan kebutuhan bayi

sehingga ASI akan lebih mudah dicerna dibandingkan dengan susu formula.

3. Bayi yang mendapat ASI secara eksklusif mempunyai angka insidensi penyakit

kronis dan penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, penyakit chorn,

ulseratif colitis, dan sklerosis, multiple, limfoma dan alergi lebih kecil.

4. ASI terbukti mempunyai efek perlindungan yang membantu mengurangi resiko

sindrom kematian mendadak (SIDS).

5. Bayi yang mendapat ASI lebih jarang menderita sakit karena adanya zat

protektif dalam ASI.

37
6. Mempunyai efek psikologis yang menguntungkan. Interaksi yang timbul waktu

menyusui antara ibu dan bayi akan menimbulkan rasa aman bagi bayi, perasaan

aman ini penting untuk membangun dasar kepercayaan bayi yaitu dengan mulai

mempercayai orang lain (ibu) maka selanjutnya akan timbul rasa percaya pada

diri sendiri.

7. Mengurangi kejadian karies dentis dan maloklusi. Insiden karies dentis pada

bayi yang mendapat susu formula jauh lebih tinggi dibanding yang mendapat

ASI, karena kebiasaan menyusui dengan botol dan dot pada waktu akan tidur

menyebabkan gigi lebih lama kontak dengan sisa susu formula. Sisa tersebut

akan berubah menjadi asam yang merusak gigi. Selain itu kadar Selenium yang

tinggi dalam ASI akan mencegah karies dentis. Selain itu menurut Khomsan

(2006), anak-anak yang mendapat ASI dari ibunya secara cukup ketika bayi

ternyata memiliki tekanan darah sistolik < 0,8 mmHg ketika berusia 7 tahun.

Hal ini berarti resiko kematian akibat penyakit jantung koroner juga lebih

rendah, sebagaimana diketahui hipertensi merupakan salah satu faktor resiko

utama munculnya penyakit jantung koroner. Untuk setiap 3 bulam penyusuan

dengan menggunakan ASI setara dengan penurunan tekanan darah sistolik 0,2

mmHg, namun demikian dampak terbaik adalah apabila bayi disusui ASI

selama 6 bulan.

b. Bagi Ibu

1) Menyusui lebih ekonomis dan praktis.

2) Dapat meningkatkan keterikatan hubungan yang erat serta penuh kasih sayang

antara ibu dan bayi.

3) Menyusui mengurangi perdarahan pasca nifas dan membantu proses involusi

(kembalinya rahim ke bentuk semula).

38
4) Mempercepat kembali ke berat badan semula.

c. Bagi negara

1) Menurunkan angka kesakitan dan kematian anak.

Adanya faktor proteksi dan nutrien yang sesuai dalam ASI menjamin status

bayi baik serta kesakitan dan kematian anak menurun. Kejadian diare paling

tinggi terdapat pada anak usia di bawah 2 tahun, dengan penyebab rotavirus.

Anak yang tidak mendapat ASI mempunyai risiko 2-3 kali lebih besar menderita

diare karena helicobacter jejuni dibanding anak yang mendapat ASI.

2) Mengurangi subsidi untuk rumah sakit.

Subsidi untuk rumah sakit berkurang, karena rawat gabung akan

memperpendek lama rawat ibu dan bayi, mengurangi komplikasi persalinan dan

infeksi nosokomial serta mengurangi biaya yang diperlukan untuk perawatan

anak sakit. Anak yang mendapat ASI lebih jarang dirawat di rumah sakit

dibandingkan dengan anak yang mendapat susu formula.

3) Meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa.

Anak yang mendapat ASI dapat tumbuh kembang secara optimal, sehingga

kualitas generasi penerus bangsa akan terjamin.

4) Menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk.

Hal ini disebabkan karena ASI bisa menjadi salah satu metode KB alamiah

walaupun hanya selama enam bulan.

5) Mengurangi polusi.

39
Untuk pembuatan dan distribusi susu formula diperlukan bahan bakar

minyak, selain itu kaleng serta karton kemasan susu juga menyebabkan

pencemaran lingkungan.

7. Dampak kegagalan pemberian ASI eksklusif

Bayi yang diberi susu formula sangat rentan terserang penyakit. Berikut ini

penyakit yang bisa disebabkan karena kegagalan pemberian ASI eksklusif.14

a. Meningkatkan risiko kematian

Para ahli meneliti 1.204 bayi yang meninggal pada usia 28 hari sampai satu

tahun akibat selain kelainan bawaan atau tumor berbahaya dan 7.740 bayi yang

masih hidup pada usia satu tahun. Mereka menelusuri angka kematian,keterkaitan

bayi tersebut dengan ASI dan durasi dampak reaksinya. Bayi yang tidak pernah

mendapat ASI berisiko meninggal 21% lebih tinggi dalam periode sesudah kelahiran

daripada bayi yang mendapat ASI. Pemberian ASI lebih lama dihubungkan dengan

risiko yang lebih rendah. Mempromosikan pemberian ASI berpotensi

menyelamatkan 720 kematian sesudah kelahiran di AS setiap tahunnya. Di Kanada,

angkanya menjadi 72 kematian. Dibandingkan dengan pemberian ASI secara parsial

memiliki risiko meninggal akibat diare 4,2 kali lebih tinggi. Tidak adanya pemberian

ASI dihubungkan dengan peningkatan risiko kematian akibat diare sampai 14,2 kali

pada anak-anak di Brazil.

b. Infeksi saluran pencernaan

Bayi menjadi mudah muntah dan diare menahun. Di Amerika, 400 bayi

meninggal per tahun akibat muntah diare. Tiga ratus di antaranya adalah bayi yang

tidak diberikan ASI. Kematian meningkat 23,5 kali pada bayi susu formula,

kemungkinan diare 17 kali lebih banyak pada bayi susu formula.

40
c. Infeksi saluran pernapasan

Sejumlah sumber digunakan untuk meneliti hubungan pemberian ASI dengan

risiko anak dirawat inap karena penyakit saluran pernapasan bawah. Penelitian

tersebut dilakukan pada bayi sehat yang lahir cukup umur dan punya akses pada

fasilitas kesehatan yang memadai. Kesimpulannya di negara maju, bayi yang diberi

susu formula mengalami penyakit saluran pernapasan tiga kali lebih parah dan

memerlukan rawat inap di rumah sakit dibandingkan bayi yang diberi ASI secara

eksklusif selama 6 bulan.

d. Meningkatkan gizi buruk

Pemberian susu formula yang encer untuk menghemat pengeluaran dapat

mengakibatkan kekurangan gizi dan berakibat pada gizi buruk karena asupan yang

kurang pada bayi. Secara tidak langsung, kurang gizi juga akan terjadi jika anak

sering sakit, terutama mencret dan radang saluran pernapasan.

8. Langkah keberhasilan ASI eksklusif

Untuk keberhasilan menyusui tidak diperlukan alat-alat khusus dan biaya mahal.

Kesabaran, waktu, sedikit pengetahuan tentang menyusui dan dukungan dari lingkungan

terutama suami diperlukan untuk keberhasilan menyusui. Ada beberapa langkah yang

perlu dilaksanakan untuk membantu ibu agar berhasil menyusui yaitu sebagai berikut:

a. Memberikan informasi yang benar tentang ASI

Informasi tentang ASI perlu diberikan kepada siapa saja dan sedini mungkin

agar terjadi lingkungan yang mendukung pemberian ASI.

b. Tatalaksana di tempat bersalin yang mendukung ASI (Rumah Sakit Sayang Bayi)

Setiap fasilitas yang memberikan pelayanan kesehatan ibu dan perawatan bayi

baru lahir seharusnya mempunyai pedoman tertulis tentang menyusui yang

41
mencakup perawatan calon ibu, ibu yang baru melahirkan serta ibu yang menyusui.

Tatalaksana yang menunjang keberhasilan menyusui harus dilaksanakan:

c. Bayi segera diberikan kepada ibu

Reflek hisap bayi paling kuat adalah pada jam-jam pertama setelah lahir,

setelah itu bayi mengantuk. Bila bayi lahir tidak bermasalah maka sesegera

mungkin setelah lahir bayi diberikan kepada ibunya untuk merangsang payudara.

d. Merawat bayi bersama ibunya (ada fasilitas rawat gabung )

e. Mengajarkan teknik menyusui yang benar

f. Mengusahakan keberhasilan menyusui bagi ibu yang bekerja Salah satu kendala

mensukseskan program ASI eksklusif adalah meningkatnya tenaga kerja wanita,

sedang cuti melahirkan hanya 12 minggu itupun 4 minggu harus diambil sebelum

melahirkan. Hal ini bisa diantisipasi dengan cara:

1) Cuti melahirkan diperpanjang sampai paling kurang 4 bulan untuk ibu yang

menyusui dengan jaminan gaji penuh selama cuti dan pekerjaan masih tetap

terbuka bila cuti selesai Selama cuti, ibu hanya memberikan ASI jangan

memperkenalkan susu formula dengan alasan agar terbiasa bila ditinggal bekerja.

2) Tempat bekerja disiapkan menjadi” mother-friendly working place” di mana

fasilitas untuk memerah dan menyimpan ASI.

3) Bila fasilitas mengizinkan disediakan tempat penitipan bayi.

4) Menyediakan fasilitas menyusui di tempat umum.

5) Menyediakan fasilitas menyusui di tempat umum agar bayi tidak terganggu

menyusu misalnya stasiun, kereta api, bandara, mal dan sebagainya.

g. Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI eksklusif.

h. Mencari tenaga ahli menyusui seperti Klinik Laktasi dan atau konsultasi laktasi

untuk persiapan apabila kita menemui kesukaran.

42
i. Menciptakan suatu sikap yang positif tentang ASI dan menyusui.

9. Faktor – faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif

a. Pekerjaan ibu

Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pemberian

ASI. Termasuk di dalamnya adalah karakteristik pekerjaan ibu yaitu meliputi jenis

pekerjaan, jarak tempat, lama waktu bekerja, penghasilan per bulan. Hal ini dapat

dilihat bahwa alasan yang sering dikemukan apabila ibu tidak menyusui adalah

karena bekerja. Ibu yang bekerja juga mempengaruhi produksi ASI walaupunn ibu

telah diajarkan bagaimana cara memproduksi ASI yaitu dengan cara memeras ASI

untuk persediaan pada saat ibu bekerja dan malam hari sering menetek pada bayinya.

b. Pengetahuan

Pengetahuan ibu tentang pengetahuan ASI dan cara pemberian ASI yang benar

dapat menunjang keberhasilan ibu dalam menyusui. Ketidaktahuan ibu tentang

keunggulan ASI dan resiko pemberian makanan tambahan lebih awal dapat memberi

pengaruh buruk pada bayi yaitu rentan terhadap penyakit infeksi dan diare.

c. Pendidikan

Pendidikan berpengaruh terhadap pemberian ASI walaupun tidak dapat

dipisahkan dari segi ekonomi. Terlihat bahwa ibu yang tidak mendapat pendidikan

formal dan yang berpendidikan perguruan tinggi dapat lebih lama menyusui bayinya

daripada yang berpendidikan rendah. Hal ini karena ibu yang berpendidikan tinggi

sadar akan keunggulan ASI dan ibu yang berpendidikan menengah karena

terpengaruh iklan susu formula.

d. Status kesehatan ibu

43
Kondisi fisik dan psikis ibu ikut berperan dalam perawatan bayi karena dengan

kondisi badan yang sehat ibu bisa mengerjakan apa saja guna memenuhi kebutuhan

si bayi, mulai dari memandikan, menyiapkan peralatan yang langsung dipakai,

menggedong, menyusui dan lain-lain. Para ibu dibenarkan untuk menghentikan

penyusuan bila penyakitnya berat misalnya jantung, ginjal, dan kanker. Jika ibu

mendapatkan obat anti kanker, pemberian ASI boleh dihentikan. Di samping itu ibu

yang mendapat obat psikiatrik atau anti konvulsan, kadang membuat bayi (berusia

kurang dari satu bulan) yang menyusui menjadi tampak lemah.

e. Faktor Sosial Budaya

Faktor sosial budaya berkaitan erat dengan dua hal yaitu adat kepercayaan dan

adat kebiasaan seseorang dalam berperilaku. Adat kepercayaan muncul karena

adanya budaya masyarakat yaitu adanya kekerabatan social yang telah membudaya,

sedangkan adat kebiasaan merupakan faktor kebiasaan yang diturunkan oleh nenek

moyangnya dan selalu berkembang sampai sekarang akibat kurangnya pembekalan

pengetahuan masyarakat. Contoh kasus dari faktor sosial budaya yang berpengaruh

terhadap pemberian makanan pada bayi yaitu di daerah pedesaan di Jawa sebagian

besar masyarakat memberikan nasi atau pisang sebagai makanan dini sebelum bayi

berusia 6 bulan bahkan pemberiannya dilakukan segera setelah bayi lahir.

f. Faktor ekonomi

Status sosial ekonomi keluarga merupakan hal yang turut berpengaruh pada

perilaku pemberian ASI secara eksklusif. Pada ibu dengan sosial ekonomi yang

rendah memiliki peluang 4,6 kali untuk memberikan ASI eksklusif dibandingkan

dengan ibu yang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi.

g. Dukungan dari suami, keluarga dan masyarakat

44
Dukungan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif adalah keikutsertaan

seluruh anggota keluarga untuk memberikan motivasi kepada ibu menyusui agar

memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Peran keluarga dalam program menyusui

adalah menciptakan suasana nyaman bagi ibu sehingga kondisi psikis ibu lebih

sehat. Peningkatan peran serta keluarga berupa perhatian kepada ibu sangat

dibutuhkan untuk membantu proses produksi ASI. Faktor keluarga dan kekerabatan

berpengaruh pada perilaku pemberian ASI eksklusif, meskipun tidak semua suami

dan orang tua mendukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Misalnya suami

merasa tidak nyaman jika istrinya menyusui, orang tua yang beranggapan bahwa

pemberian air putih, air tajin dan madu dapat menjadikan bayi berperilaku sopan,

berkata-kata baik dan membersihkan hati bayi hingga dewasa.

G.Teori Perubahan Perilaku

Didalam perspektif ilmu kesehatan masyarakat (Public Health), kesehatan individu

dan masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor diluar

perilaku (non-perilaku). Pembahasan dalam bab ini difokuskan pada faktor perilaku. Secara

definisi, perilaku merupakan suatu respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang

berasal dari luar (eksternal) maupun dari dalam dirinya (internal).17 Perilaku menandai

fungsi karakteristik individu dan lingkungannya. Karakteristik individu mencakup berbagai

variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat, kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu

sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor eksternal dalam hal ini

faktor lingkungan dalam menentukan perilaku.

Tinjauan perilaku kesehatan menjelaskan beberapa hal penting dalam pembentukan

dan perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari pemberian

45
intervensi berupa informasi kesehatan, maka ada banyak teori yang mendeskripsikan

tentang perubahan perilaku.18 salah satunya yang banyak digunakan adalah Theory of

Planned Behavior.

1. Pengertian Theory of Planned Behavior

Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan pengembangan lebih lanjut dari

Theory of Reasoned Action (TRA). Ajzen 19 menambahkan konstruk atau diktum yang

belum ada dalam TRA, yaitu kontrol perilaku yang dipersepsi (perceived behavioral

control). Konstruk atau diktum ini ditambahkan dalam upaya memahami keterbatasan

yang dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu. Dengan kata lain,

dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap dan

norma subjektif semata, tetapi juga persepsi individu terhadap kontrol yang dapat

dilakukannya yang bersumber pada keyakinannya terhadap kontrol tersebut (control

beliefs). Secara lebih lengkap Ajzen20 menambahkan faktor latar belakang individu ke

dalam perceived behavioral control, sehingga secara skematik perceived behavioral

control dilukiskan sebagaimana pada gambar 6.

Gambar 13. Skema Teori Perubahan Perilaku dari Theory of Planned Behavior (Sumber: Ajzen 20)

46
2. Variabel dalam Theory of Planned Behavior

Model teoritis dari Theory of Planned Behavior (TPB) yang dikemukakan oleh

Ajzen20 mengandung berbagai variabel yaitu:

a. Latar Belakang

Seperti usia, jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi, suasana hati, sifat

kepribadian, dan pengetahuan mempengaruhi sikap dan perilaku individu terhadap

sesuatu hal. Faktor latar belakang pada dasarnya adalah sifat yang hadir di dalam

diri seseorang, yang dalam model Kurt Lewin dikategorikan ke dalam aspek O

(organism). Dalam kategori ini Ajzen20, memasukkan tiga faktor latar belakang,

yakni personal, sosial, dan informasi. Faktor personal adalah sikap umum seseorang

terhadap sesuatu, sifat kepribadian (personality traits), nilai hidup (values), emosi,

dan kecerdasan yang dimilikinya. Faktor sosial antara lain adalah usia, jenis

kelamin (gender), etnis,pendidikan, penghasilan, dan agama. Faktor informasi

adalah pengalaman, pengetahuan, dan ekspose pada media.

b. Sikap

Menurut Alport21, sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk

merespon terhadap suatu objek dalam bentuk rasa suka atau tidak suka. Sikap

merupakan kecenderungan untuk mengevaluassi dengan beberapa derajat suka

( favor ) atau tidak suka ( unfavor ), yang ditunjukan dalam respon kognitif, afektif,

dan tingkah laku terhadap suatu objek, situasi, institusi, konsep atau orang /

sekelompok orang.

47
c. Norma Subjektif

Norma subjektif merupakan persepsi seseorang terhadap adanya tekanan

sosial untuk menampilkan atau tidak menampilkan tingkah laku. Selain itu, Ajzen
20
juga mendefinisikan norma subjektif sebagai belief seseorang individu atau

kelompok tertentu menyetujui dirinya untuk menampilkan tingkah laku tertentu.

Peran Norma Subjektif untuk melakukan seseuatu yang penting, biasanya

seseorang mempertimbangkan apa harapan orang lain (orang – orang terdekat,

masyarakat) terhadap dirinya. Namun, harapan orang – orang lain tersebut tidak

sama pengaruhnya. Ada yang berpengaruh sangat kuat dan ada yang cenderung

diabaikan.

Harapan dari orang lain yang berpengaruh lebih kuat, lebih memotivasi

orang yang bersangkutan untuk memenuhi harapan tersebut, akan lebih menyokong

kemungkinan seseorang bertingkah laku sesuai dengan harapan.

d. Kontrol Perilaku yang Dirasakan

Kontrol perilaku yang dirasakan merupakan persepsi seseorang tentang

kemudahan atau kesulitan untuk menampilkan tingkah laku. Persepsi ini merupakan

refleksi dari pengalaman masa lampau individu dan juga halangan atau rintangan

untuk menampilkan tingkah laku.

Sebagaimana sikap dan norma subjektif, control perilaku yang dirasakan

juga merupakan sebuah fungsi belief, yang biasa disebut control belief yang

mengacu pada persepsi pada persepsi seseorang apakah ia mempunyai atau tidak

mempunyai kapasitas untuk menunjukkan perilaku. Control belief merupakan

kepercayaan tentang ada atau tidaknya faktor – faktor yang mempermudah atau

menghambat dalam menampilkan tingkah laku tersebut tidak hanya didasarkan

48
pada pengalaman masa lalu individu dengan perilaku, tetapi juga dipengaruhi oleh

informasi tidak langsung dari pihak kedua mengenai perilaku, hasil observasi

terhadap pengalaman bertingkah laku teman, serta faktor lain yang dapat

meningkatkan atau mengurangi persepsi individu terhadap kesulitan untuk

menampilkan tingkah laku.

e. Niatan

Niat berperilaku menurut Fishbein22 dan banyak peneliti merupakan suatu

prediktor yang kuat tentang bagaimana seseorang bertingkah laku dalam situasi

tertentu.Dapat disimpulkan bahwa niat merupakan predictor yang kuat dari

perilaku yang menunjukkan seberapa keras seseorang mempunyai keinginana untuk

mencoba, seberapa besar usaha mereka untuk merencanakan, sehingga

menampilkan suatu tingkah laku.

Fishbein22 mengatakan bahwa seberapa kuat niat seseorang menampilkan

suatu perilaku ditunjukkan dengan penilaian subjektif seseorang ( subjective

probability ), apakah ia akan melakukan atau tidak melakukan perilaku tersebut.

Beberapa ahli juga berpendapat bahwa cara yang paling sederhana untuk

memprediksi apakah seseorang akan melakukan sesuatu adalah dengan

menanyakan apakah mereka berniat atau mempunyai niat untuk melakukannya.

Oleh karena itu, niat diukur denagn meminta seseorrang untuk menempatkan

dirinya dalam sebuah dimensi yang bersifat subjektif yang meliputi hubungan

antara individu dengan perilaku.

f. Perilaku

Secara etimologis kata perilaku berarti tanggapan atau reaksi seseorang

(individu) terhadap rangsangan/lingkungan. Selain itu, perilaku juga merupakan

49
aktivitas yang dilakukan individu dalam usaha memenuhi kebutuhan. Dari aspek

biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organism atau makhluk hidup

yang bersangkutan.

Skiner dalam Notoatmodjo17, seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa

perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan

dari luar). Teori Skiner ini dikenal sebagai teori S-O-R (Stimulus-Organisme-

Respon).

Theory planned behaviour merupakan pengembangan lebih lanjut

dari theory of reasoned action (TRA). Konstruk yang belum ada adalah kontrol

perilaku yang dipersepsi. Konstruk ini ditambahkan dalam upaya memahami

keterbatasan yang dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu.

Dengan kata lain, dilakukannya atau tidak dilakukannya perilaku tidak hanya

ditentukan oleh sikap dan norma subjektif semata tapi juga persepsi individu

terhadap kontrol yang dapat dilakukannya yang bersumber pada keyakinannya

terhadap control tersebut (control beliefs).

Sebagai aturan umum, semakin baik sikap dan norma subjektif dan semakin

besar control yang dirasakan, semakin besar niat seseorang untuk melakukan

perilaku tertentu.

3. Proses Belajar Metode Partisipatif Kelas Ibu Balita

a. Proses Belajar

Dalam proses belajar orang dewasa (adult learning) terdapat empat tahapan

berbentuk siklus yang biasa disebut Daur Belajar, yaitu 1) mengalami dan merasakan,

2) mengungkapkan / menceritakan pengalaman, 3) membicarakan / mendiskusikan

pengalaman, dan 4) menyimpulkan hasil diskusi sebagai pengetahuan baru.

50
Seorang peserta pendidikan kelas ibu balita merupakan kategori umur orang

dewasa secara persis dapat merasakan sesuatu yang benar-benar dialaminya, seperti

sakit, disakiti, dan sebagainya. Salah satu tahapan yang ada dalam kelas ibu balita

adalah pemberian materi pengetahuan dan dilanjutkan dengan diskusi atau tanya jawab.

Materi pengetahuan diberikan sesuai dengan referensi yang valid dan logis sesuai

dengan beberapa referensi seperti Buku KIA, Buku Pedoman Kelas Ibu dan Balita, serta

berbagai literatur lain yang dianggap perlu dan sesuai.

Kemudian dilanjutkan dengan tahap diskusi atau tanya jawab, dimana peserta

dibantu memahami pengalaman, pengetahuan yang telah diberikan secara logis dan

sistematis dipadu padankan dengan kondisi masing-masing balita. Peserta juga dibantu

untuk berbagi pengalaman apabila dimungkinkan. Dalam proses diskusi, peserta

mungkin sedikit bosan dan terganggu oleh pengetahuan dasar yang bersifat teoritis.

Oleh sebab itu, menjadi kewajiban fasilitator untuk melakukan dinamisasi kelompok

atau peserta diskusi.

b. Peran Fasilitator

Kewajiban fasilitator dalam Kelas Ibu Balita adalah membantu peserta menjalani

proses belajar, sehingga seorang fasilitator yang baik tidak akan ‘menggurui’. Dalam

keadaan tertentu, seorang fasilitator juga memainkan peran sebagai peserta yang

bersama-sama dengan peserta mencari tahu tentang sesuatu.

Seorang fasilitator adalah penggerak/motivator bagi warga belajar dalam proses

mencari tahu. Hal tersebut mengharuskan fasilitator menguasai teknik-teknik

memfasilitasi. Sikap dan teknik memfasilitasi merupakan sumber keberhasilan

sekaligus kegagalan fasilitator menjalankan fungsinya sebagai fasilitator kelas ibu

balita.

51
Syarat utama seorang fasilitator adalah sikap ramah, sabar, bersahabat, tidak

diskriminatif, luwes, dan penuh ceria wajib dimiliki oleh fasilitator kelas ibu balita.

Fasilitator juga dituntut untuk dapat berempati (menempatkan diri dalam situasi

psikologis peserta kelas ibu balita). Sikap kaku, dan tampil tanpa senyum biasanya

membuat suasana menjadi tegang dan akan merusak proses belajar yang telah dibangun

sebelumnya, sehingga hubungan (trust) antara peserta dan fasilitator yang telah terjalin

dengan baik akan hilang.

c. Hubungannya dengan Theory of Planned Behavior

Hubungan antara Theory of Planned Behavior yang telah dijelaskan sebelumnya

terhadap proses belajar dalam Kelas Ibu Balita dijelaskan dalam gambar 7.

- Lembaran
kasus
Mengalami
- Rekaman
Video

Menyimpulkan Mengungkapkan

Mendiskusikan - Bahan Bacaan


- Keterangan/
Ceramah

Theory of Planned

Gambar 14. Daur Belajar dan Hubungannya dengan Theory of Planned Behavior
(Sumber: Depkes RI 23 dengan modifikasi)

52
Dalam Kelas Ibu Balita, daur belajar dimulai dengan pemberian pengetahuan

dasar materi-materi sesuai Pedoman Kelas Ibu Balita dan Buku KIA kemudian

pemicuan proses diskusi/tanya jawab antara peserta diskusi dengan fasilitator. Pada

tahap berikutnya setelah proses diskusi adalah menyimpulkan, secara bersama-sama

dengan fasilitator, peserta belajar diharapkan dapat menyimpulkan dari tiap sesi materi

yang telah diberikan dan diskusikan sehingga lebih mudah untuk dapat masuk ke siklus

berikutnya yaitu mengalami. Siklus ketiga adalah mengalami dimana peserta

diharapkan dapat mempraktekkan apa yang telah diberikan dalam sesi Kelas Ibu Balita.

Peserta belajar difasilitasi untuk mempraktekkan sebuah rencana, misalnya rencana

memberikan ASI Perah dalam kaitannya pemberian ASI Eksklusif pada ibu-ibu yang

sibuk bekerja saat siang hari.

53
BAB III

METODE PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

Pelaksanaan Kelas Ibu Balita hendaknya perlu mempersiapkan berbagai faktor.

Persiapan ini mencakup ruang lingkup yang lebih kecil yaitu kecamatan/desa/kelurahan dengan

melibatkan sejumlah unsur local setempat seperti Poskesdes/Polindes/Puskesmas, bidan, kader

Posyandu, dan tokoh masyarakat, PKK, Guru TK. Poin paling penting dari pertemuan awal

adalah mendapatkan dukungan penuh dari segenap pihak, terutama sekali kepala pemerintahan

(baik camat, lurah, ketua RW, atau ketua RT), fasilitas maupun finansial.

i. Identifikasi Sasaran

Penyelenggara Kelas Ibu Balita perlu memiliki data sasaran jumlah ibu yang

mempunyai balita usia antara 0 sampai 5 tahun dan kemudian mengelompokannya menjadi

kelompok 0-1 tahun, 1-2 tahun, dan 2-5 tahun. Data dapat diperoleh dari Sistem Informasi

Posyandu, Puskesmas, atau data hasil pengumpulan kerjasama dengan Dasawisma atau

Bina Keluarga Balita (BKB).

ii. Metode Kegiatan

Metode yang ditentukan adalah metode belajar yang digunakan oleh orang dewasa

(adult learning atau andagogy) yang menekankan adanya partisipasi aktif dari peserta kelas

ibu balita dan penggunaan diskusi atau tanya jawab sebagai motor utama kelas ibu balita.

Metode ceramah diperbolehkan dalam batas waktu tertentu 50-75% dari total waktu.

54
Rekam proses atau pencatatan dokumentasi proses pelaksanaan kelas secara rinci

sangat penting dilaksanakan. Hasil dokumentasi atau pencatatan dapat digunakan sebagai

alat untuk evaluasi proses kedepannya.

iii. Kerangka Konsep

Latar Belakang: Keyakinan Ibu Sikap Ibu dalam


Personal : bahwa mewujudkan Balita
Sikap masyarakat kesehatan yang sehat
mengenai Kesehatan Balita itu
Balita penting

Sosial: Perilaku
Umur, Jenis Kelamin, Niat
Norma-norma Pemahaman mewujudkan untuk
sarana, prasarana, menjaga
Pendidikan, penting dalam mengenai Balita yang
mewujudkan kesehatan Baita Sehat kesehatan
Pekerjaan, dan
Balita yang Sehat Balita
penghasilan

Informasi:
Pengetahuan tentang Pertimbangan Norma subjektif yang
Kesehatan Balita, dalam memotivasi ibu
Pengalaman mewujudkan memenuhi kebutuhan
mengasuh Balita, Balita yang Sehat balita guna
Media Massa mewujudkan Balita
mengenai Kesehatan yang Sehat
Balita

Gambar 85. Kerangka Konsep Intervensi Kelas Ibu Balita ditinjau dari Theory of Planned Behavior

iv. Kerangka Kegiatan dan Penelitian

Penentuan target Penentuan dan Penentuan pelaksanaan


pelatihan dan penelitian penyusunan materi pelatihan dan monev
pelatihan

Pelaksanaan monev Penyusunan Kuisioner Pelaksanaan pelatihan (pre


dengan kunjungan rumah Penelitain test - materi - diskusi -
evaluasi - post test)

Penyusunan hasil Presentasi hasil pelatihan


Penulisan laporan
penelitian dan penelitian

Gambar 16. Kerangka Kegiatan dan Penelitian

55
v. Persiapan Materi

Persiapan materi mencakup pembuatan jadwal belajar yang terdiri dari jam (durasi

lamanya belajar), topik/materi, nama fasilitator, dan daftar alat bantu (lembar balik), kertas

HVS, alat tulis (bolpoint/pensil), untuk setiap materi.

Proses pembuatan lembar balik didasarkan pada referensi-referensi yang

terpercaya, sahih, dan terbaru. Namun, yang paling penting sesuai dengan batasan-batasan

pedoman dari Buku KIA dan bahasa yang digunakan diusahakan dengan bahasa yang

sangat mudah dipahami oleh peserta.

Adapun materi-materi yang akan disampaikan dalam Kelas Ibu Balita akan dibagi

sesuai Kelompok Usia atau Kelas masing-masing dengan mengacu pada pedoman utama

Buku Pedoman Kelas Ibu Balita yaitu:

1. Kelas A (Usia 0-1 tahun)

 Pemberian ASI Eksklusif (sampai usia 6 bulan)

 Pemberian Imunisasi sesuai Jadwal

 Pemberian MP-ASI

 Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 0-12 bulan

 Penyakit Tersering pada Anak Usia 0-12 bulan dan Penanganan Pertamanya

2. Kelas B (Usia 1-2 tahun)

 Pemberian MP-ASI untuk anak Usia 1-2 tahun

 Obesitas pada Anak

 Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 1-2 tahun

 Perawatan Gigi Anak

 Penyakit Tersering pada Anak Usia 1-2 tahun

3. Kelas C (Usia 2-5 tahun)

 Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 2-5 tahun

56
 Pencegahan Kecelakaan pada Anak

 Pedoman Gizi Seimbang untuk Anak Usia 2-5 tahun

 Penyakit Tersering pada Anak Usia 2-5 tahun

 Obat dan Alat (Medis) yang Harus Disediakan Dirumah

 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat untuk Anak Usia 2-5 tahun

vi. Persiapan Tim Fasilitator dan Narasumber

Menyusun daftar tim fasilitator dan narasumber serta pembagian kerja (job

description) dari tiap-tiap fasilitator dan narasumber. Pembagian ini dengan mudah dapat

ditemukan menyesuaikan jadwal belajar atau materi yang akan diberikan.

vii. Justifikasi Rencana Anggaran

Jenis Anggaran Biaya dalam Rupiah

a. Pembuatan Media Belajar Lembar Balik 700.000,00

b. Snack 100 x Rp. 4000,00 1.200.000,00

c. Alat Tulis (Kertas, Ballpoint) 150.000,00

d. Bingkisan 250.000,00

Total Rencana Anggaran 2.300.000,00

viii. Rundown Acara Kegiatan

Pelaksanaan Kelas Ibu dan Balita dilakukan dalam tiga kali pertemuan, yang

diadakan pada:

1. Pertemuan I : Senin, 23 April 2018

2. Pertemuan II : Rabu, 25 April 2018

3. Pertemuan III : Senin, 30 April 2018

57
Dengan rangkaian acara pada setiap pertemuan sebagai berikut:

Pertemuan I: Senin, 23 April 2018


Penanggung Jawab
Waktu Kegiatan
Kelas A Kelas B Kelas C
16.00 – 16.05 Pembukaan dr. Doni
16.05 – 16.10 Perkenalan dr. Ridha dr. Atalya dr. Nadia
Penyampaian Pokok
16.10 – 16.15 Bahasan dan Review dr. Ridha dr. Atalya dr. Nadia
Materi Sebelumnya
16.15 – 16.25 Pre test dr. Aldino dr. Nugroho dr. Bintang
"Tumbuh
"Pemberian MP-
"Pemberian Kembang Balita
16.25 – 16.45 Penyampaian Materi 1 ASI usia 1-2 tahun"
ASI" usia 2-5 tahun"
dr. Atalya dr. Bintang
"Pencegahan
"Obesitas" Kecelakaan pada
16.45 - 17.05 Penyampaian Materi 2 dr. Aldino
Anak
dr. Nugroho dr. Bintang
17.05 – 17.15 Post test dr. Aldino dr. Nugroho dr. Bintang
Sesi Tanya Jawab dan
17.15 – 17.25 dr. Ridha dr. Atalya dr. Nadia
Feedback
17.25 – 17.30 Penutup dr. Doni

Pertemuan II: Rabu, 25 April 2018


Penanggung Jawab
Waktu Kegiatan
Kelas A Kelas B Kelas C
16.00 – 16.05 Pembukaan dr. Doni
16.05 – 16.10 Perkenalan dr. Ridha dr. Atalya dr. Nadia
Penyampaian Pokok
16.10 – 16.15 Bahasan dan Review dr. Ridha dr. Atalya dr. Nadia
Materi Sebelumnya
16.15 – 16.25 Pre test dr. Aldino dr. Nugroho dr. Bintang
"Tumbuh
"Pemberian
Kembang Balita "Gizi Seimbang"
16.25 – 16.45 Penyampaian Materi 1 Imunisasi"
usia 1-2 tahun"
dr. Aldino dr. Atalya dr. Doni
"Penyakit
"Pemberian
"Perawatan Gigi Tersering pada
MP-ASI usia
16.45 - 17.05 Penyampaian Materi 2 Anak" Anak usia 2-5
6-12 bulan"
tahun"
dr. Ridha dr. Nugroho dr. Nadia
17.05 – 17.15 Post test dr. Aldino dr. Nugroho dr. Bintang
Sesi Tanya Jawab dan
17.15 – 17.25 dr. Ridha dr. Atalya dr. Nadia
Feedback
17.25 – 17.30 Penutup dr. Doni

58
Pertemuan III: Senin, 30 April 2018

Penanggung Jawab
Waktu Kegiatan
Kelas A Kelas B Kelas C
16.00 – 16.05 Pembukaan dr. Doni
16.05 – 16.10 Perkenalan dr. Ridha dr. Atalya dr. Nadia
Penyampaian Pokok
16.10 – 16.15 Bahasan dan Review dr. Ridha dr. Atalya dr. Nadia
Materi Sebelumnya
16.15 – 16.25 Pre test dr. Aldino dr. Nugroho dr. Bintang
"Tumbuh "Penyakit "Obat dan Alat
Kembang Tersering pada yang harus
16.25 – 16.45 Penyampaian Materi 1 Balita usia 0- Anak usia 1-2 disediakan di
1 tahun" tahun" rumah"
dr. Ridha dr. Nadia
"Penyakit
Tersering "PHBS untuk
pada Anak dr. Nugroho Anak usia 2-5
16.45 - 17.05 Penyampaian Materi 2
usia 0-1 tahun"
tahun"
dr. Ridha dr. Doni
17.05 – 17.15 Post test dr. Aldino dr. Nugroho dr. Bintang
Sesi Tanya Jawab dan
17.15 – 17.25 dr. Ridha dr. Atalya dr. Nadia
Feedback
17.25 – 17.30 Penutup dr. Doni

ix. Rencana Tindak Lanjut

Berdasarkan acuan dari Pedoman Kelas Ibu Balita rencana tindak lanjut yang dapat
dilakukan mengacu pada beberapa indikator keberhasilan yaitu:
1. Pre-Test dan Post-Test Saat Kelas Ibu Balita

Setelah dilakukannya Penyampaian Pokok Bahasan dan Review mengenai

materi pertemuan sebelumnya, Narasumber memberikan alat tulis pada masing-masing

peserta berupa selembar kertas dan pulpen. Kemudian Narasumber akan membacakan

pertanyaan secara lisan yang berjumlah 10 buah pertanyaan dengan jawaban ‘benar’

atau ‘salah’ mengenai materi yang akan disampaikan pada pertemuan hari itu. Peserta

menuliskan jawaban di kertas secara mandiri.

Tujuan diadakan Pre test adalah untuk menilai sejauh mana pengetahuan dari

Peserta Kelas Ibu dan Balita sebelum diadakannya Kelas Ibu dan Balita. Setelah Sesi

Tanya Jawab dan Feedback Selesai, dilakukan post-test kepada peserta untuk menilai

pemahaman terhadap materi yang telah disampaikan.

59
Post Test berisi 10 pertanyaan yang sama dengan soal Pre Test. Setelah

dilakukannya Post Test, pertanyaan dalam Post Test dibahas agar Narasumber dan

peserta dapat mengetahui apakah materi yang disampaikan dapat diterima dan

dimengerti oleh Ibu. Hasil Pre Test dan Post Test masing-masing peserta kemudian

dianalisis untuk melihat apakah ada peningkatan pengetahuan setelah materi

disampaikan. Instrumen penilaian Pre-Test dan Post-Test terlampir di Bab Lampiran

(Lampiran 1).

2. Indepth Interview dengan Kuesioner Evaluasi

Satu bulan setelah pelaksanaan Kelas Ibu dan Balita, dilakukan evaluasi

terhadap para peserta Kelas Ibu dan Balita melalui pengisian kuisioner. Dari masing-

masing kelas diambil 4 orang sebagai sampel atau responden. Pengisian kuisioner

dilakukan di rumah responden masing-masing. Kuisioner berisi pertanyaan-pertanyaan

dasar mengenai identitas, pendidikan, pekerjaan, dan tingkat penghasilan responden,

serta bertujuan menilai tingkat pengetahuan responden terkait materi yang sudah

didapat dalam Kelas Ibu dan Balita.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan adalah mengenai Pengetahuan Umum

meliputi pengertian, manfaat, dan cara menggunakan Buku KIA, serta pengertian dan

pelaksanaan Kelas Ibu dan Balita. Selain itu, terdapat pertanyaan-pertanyaan khusus

yang disesuaikan dengan materi masing-masing kelas usia, meliputi pengetahuan,

sikap, dan perilaku responden setelah mengikuti Kelas Ibu dan Balita. Adapun

Kuesioner terlampir di Bab Lampiran (Lampiran 2).

60
BAB IV

PELAKSANAAN

Kegiatan pelatihan Kelas Ibu Balita dilaksanakan selama tiga kali pertemuan atau sesi

yaitu pada :

 Pertemuan I : Senin, 23 April 2018 pukul 16.00 – 17.30 WIB

 Pertemuan II : Rabu, 25 April 2018 pukul 16.00 – 17.30 WIB

 Pertemuan III : Senin, 30 April 2018 pukul 16.00 – 17.30 WIB

Kegiatan dimulai dengan melakukan persiapan dan pengkondisian sarana dan prasarana

terkait Kelas Ibu dan Balita. Pada pembahasan ini, penulis akan memfokuskan diskusi pada

Kelompok Umur 0-12 bulan (Kelas A) karena penulis bertanggung jawab untuk penyampaian

materi di Kelas A. Persiapan dan pengkondisian terkait Kelas Ibu Balita meliputi:

A. Penyiapan Materi

a) Penyusunan Materi Lembar Balik (dilakukan dalam kurun waktu 1 April – 12 April

2018)

b) Finalisasi Materi Lembar Balik Pra-Cetak (13 April – 18 April 2018)

c) Proses Percetakan Lembar Balik (19 – 22 April 2018)

B. Proses Pelaksanaan Acara

Acara dijadwalkan dimulai pada pukul 16.00 WIB dan pada pertemuan pertama

tepat waktu, namun untuk pertemuan berikutnya berjalan tidak sesuai jadwal karena

mundur dari jadwal kurang lebih 30 menit sehingga acara baru dimulai pukul 16.30 WIB.

Pada hari pertama acara dibuka oleh sambutan dari Ketua Bina Keluarga Balita (BKB)

Nusa Indah, Ibu Suyud dan dilanjutkan dengan sambutan dari Pemegang Program Kelas

61
Ibu Balita Puskesmas Ungaran dilanjutkan dengan Pendamping Dokter Internship. Setelah

sambutan selesai dilanjutkan dengan menyanyikan bersama Mars BKB Nusa Indah.

Sebelum dilakukan pemberian kuliah/ceramah di tiap pertemuan/sesinya, peserta

diminta untuk mengikuti pre test terlebih dahulu. Pre test dilakukan untuk menilai blab la

bla.

Kemudian sesi pemberian materi dimulai dan dilakukan secara bergiliran oleh

dokter internship.

Pertemuan/Sesi Pertama (Senin, 23 April 2018)

Materi yang diberikan di pertemuan ini membahas mengenai Pemberian ASI


Eksklusif dan Imunisasi yang dibawakan oleh dr. Aldino Siwa Putra, materi tersebut
mencakup tentang:
1. Apa itu ASI?
2. Keuntungan ibu memberikan ASI
3. Keuntungan Bayi yang mendapat ASI
4. Cara merawat Payudara yang benar
5. Apa itu Imunisasi
6. Apa saja macam2 imunisasi (dasar)
7.
Antusias peserta di materi ini cukup baik, karena >50% peserta dari kelompok ini
masih memiliki bayi usia <6 bulan. Hal ini yang menyebabkan ibu lebih banyak
berinteraksi. Beberapa pertanyaan dilontarkan dari peserta sebelum sesi pertanyaan dibuka.
Beberapa pernyataan dan pertanyaan tentang materi ASI Eksklusif dan Imunisasi:
1. Kalau 2-3 hari ASI yang keluar Cuma sedikit apakah boleh diberi susu formula?
2. Bagaimana cara memperbanyak ASI di awal-awal kelahiran?
3. Apakah boleh diberikan madu selagi diberikan ASI?
4. Apakah benar jika dengan pemberian ASI eksklusif bisa digunakan untuk
melakukan KB atau menunda kehamilan?
5. Apabila lupa satu imunisasi, apakah boleh dilakukan imunisasi lain yang
jadwalnya sesuai umurnya?

62
Jumlah peserta di kelas hari pertama ini berjumlah 5 orang. Dengan 5 orang peserta,
kelas ini kami rasa lebih optimal, dikarenakan pemateri dapat memberikan materi secara
lebih dekat dengan peserta, dan peserta lebih nyaman menyampaikan pertanyaan serta
pengetahuan-pengetahuan yang mereka punya selama ini.

Pertemuan/Sesi Kedua (Rabu, 25 April 2018)

Materi yang diberikan di pertemuan ini membahas mengenai Makanan Pendamping


ASI dan Pertumbuhan
Antusias peserta di materi ini baik. Hal ini disebabkan oleh karena beberapa ibu
ingin tahu tentang pemberian Makanan Pendamping ASI yang benar. Peserta berbagi
pengalaman tentang cara pemberian Makanan Pendamping ASI pada anak sebelum-
sebelumnya. Dan karena ada hal yang masih kurang benar untuk pemberiannya, maka
pihak fasilitator memberikan pengarahan bagaimana cara pemberian makanan pendamping
dan tahapan-tahapan pemberiannya. Beberapa pertanyaan sudah disampaikan peserta saat
pemberian meteri.
Beberapa pernyataan dan pertanyaan tentang materi Makanan Pendamping ASI dan
Tumbuh Kembang
1. Anak suka ngelepeh apa yang dikasih, terus saya gak kasih lagi makanannya
2. Biasanya dari anak sebelumnya, masih nangis kalau Cuma munim ASI aja, ya
saya tambah biscuit biar kenyang
3. Boleh gak makanan tambahannya dikasih bumbu-bumbuan?
4. Kalau anak ternyata sudah bisa berdiri, kan berarti ngelewatin ngerangkaknya,
apa gapapa dok?

Jumlah peserta di kelas hari pertama ini berjumlah 2 orang. Dengan 2 orang peserta, kelas
ini kami rasa lebih optimal, dikarenakan pemateri dapat memberikan materi secara lebih
dekat dengan peserta, dan peserta lebih nyaman menyampaikan pertanyaan serta
pengalaman yang mereka punya selama ini. Namun dengan peserta yang dating hanya 2
orang, kami merasa belum maksimal untuk cakupan ibu yang mengikuti kelas ini
dibandingkan dengan ibu yang memiliki anak usia 0-12 bulan.

63
Pertemuan/Sesi Ketiga (Senin, 30 April 2018)
Materi yang diberikan di pertemuan ini membahas mengenai Perkembangan dan
Penyakit tersering pada Anak
Antusias peserta di materi ini baik. Ibu sangat tertarik dengan materi Penyakit
Tersering pada anak terutama mengenai penanganan awal apa yang harus dilakukan bila
anak sakit. Pada pertemuan ketiga ini, beberapa kader mengikuti kelas kami. Beberapa
pertanyaan dari peserta dan kader sebelum sesi pertanyaan dibuka.
Beberapa pertanyaan tentang materi Perkembangan dan Penyakit tersering pada
Anak:
1. Katanya kalau panas harus di kasih baju tebel, diselimutin biar keluar
keringetnya terus panasnya bisa turun?
2. Terus kapan kita anggap ini panas yang sudah harus dibawa ke rumah sakit dan
belum?
Jumlah peserta di kelas hari pertama ini berjumlah 3 orang. Dengan 3 orang peserta, kelas
ini kami rasa lebih optimal, dikarenakan pemateri dapat memberikan materi secara lebih
dekat dengan peserta, dan peserta lebih nyaman menyampaikan pertanyaan serta
pengetahuan-pengetahuan yang mereka punya selama ini. Tidak menjadi kendala kami
apabila peserta kelas ini sedikit, dikarenakan pemberian materi diharapkan lebih dapat
tersampaikan dengan baik.

64
C. Evaluasi Penilaian Pre-test dan Post-test

Setelah pemberian materi, diadakan post tes tentang materi yang diberikan pada hari
itu. Post test yang diberikan adalah pertanyaan yang sama dengan pertanyaan pre test
(sebelum pemberian materi). Hal ini dikarenakan untuk mengevaluasi pengetahuan ibu
apakah sudah menguasai materi yang telah diberikan. Pada pertemuan hari pertama, rata-
rata nilai post test lebih baik dibandingkan nilai pre test (pre test 7,67 dan post test 9,00).
Pada pertemuan kedua, rata-rata post test juga mengalami perbaikan (pre test 8,00 post test
8,50). Sedangkan di pertemuan ketiga, rerata hasil post test dibawah rerata hasil pre test
(pre test 9,00 post test 7,50). Dari evaluasi, penurunan nilai post test ini karena ada peserta
yang mengikuti pre test namun tidak mengikuti post tes, begitu pula sebaliknya, ada peserta
yang dating terlambat sehingga tidak mengikuti materi secara keseluruhan dan tetap
diberikan post tes di akhir pemberian materinya.

65
Gambar 17. Evaluasi Rerata Nilai Pre-Test dan Post-Test tiap
Pertemuan Kelas Ibu Balita

Dari 3 pertemuan kelas yang telah dilakukan, tidak banyak mengalami kendala. Secara
keseluruhan pertemuan sudah berjalan cukup baik. Antusias dari peserta juga sangat baik.
Bahkan ada beberapa peserta dan kader yang menginginkan pertemuan seperti ini dilakukan
secara berkala.

Dari evaluasi penilaian rerata pretest dan post-test yang ada pada gambar diatas,
menunjukkan tren bahwa rerata nilai Post-Test menunjukkan nilai yang memuaskan
dengan rerata nilai selalu diatas 8 (delapan). Rerata nilai Post-test dari setiap sesi selalu
menunjukkan nilai yang lebih baik apabila dibandingkan dengan rerata nilai Pre-Test.

D. Evaluasi Kehadiran Peserta Kelas Ibu Balita


Pada sub-analisis ini, penulis mencoba untuk menganalisis rerata jumlah kehadiran
peserta dari setiap pertemuannya. Dari hasil rekapitulasi dan analisis didapatkan jumlah
kehadiran seperti tampak pada gambar 18 dibawah ini.

Dari hasil evaluasi kehadiran seperti tampak pada gambar diatas menunjukkan
bahwa jumlah kehadiran pada pertemuan kedua dan ketiga mengalami penurunan apabila
dibandingkan dengan pertemuan pertama. Penurunan jumlah peserta pada pertemuan kedua
cukup signifikan yaitu sebesar 50% (3 orang tidak hadir) dari jumlah peserta pada
pertemuan pertama. Pada pertemuan ketiga, penurunan yang didapatkan hanya sebesar
60% (4 orang tidak hadir).

66
E.Evaluasi Keseluruhan Acara Kelas Ibu Balita

Secara keseluruhan acara kelas ibu balita sudah cukup baik, antusiasme dari peserta
kelas ibu balita juga cukup tinggi. Namun, ada beberapa evaluasi secara keseluruhan dari
kelas ibu balita yaitu:
1. Keterlambatan kehadiran peserta Kelas Ibu Balita hingga 30 menit sampai
dengan 1 jam dari penjadwalan di tiap pertemuan atau sesi membuat alokasi
pemberian materi pelatihan harus dipersingkat.
2. Kondisi peserta pelatihan yang kurang kondusif dikarenakan anak yang
dibawanya membuat sebagian besar peserta tidak dapat mengikuti materi kelas
ibu balita dengan maksimal karena harus mengurus anaknya.
3. Pada Kelas A (Anak usia 0-12bulan), jumlah peserta kurang dari batas peserta
maksimal (15 peserta) sehingga penyampaian materi dapat berjalan dengan
optimal karena ibu dapat berkonsentrasi dengan materi, bahkan kami merasa
terlalu banyak materi yang disampaikan keluar dari apa yang sudah
dijadwalkan, dikarenakan ibu-ibu antusias bertanya pertanyaan sehari-hari.
4. Banyak Ibu di Kelas A yang meskipun telah dihimbau untuk membawa Buku
KIA, tetap tidak membawa bukunya pada saat sesi berlangsung.
5. Hasil Pre dan Post test masih perlu diperhitungkan ulang, dikarenakan adanya
kemungkinan terjadi positif palsu karena ibu yang mengikuti post tes ada juga
yang tidak mengikuti pre test. Sehingga kami kurang bisa menilai pemahaman
awal peserta.

67
BAB V

MONITORING DAN EVALUASI

A. Data Demografi Dasar

Guna melaksanaan monitoring dan evaluasi dari program Kelas Ibu Balita yang

telah dilaksanakan, tim peneliti melakukan kunjungan ke rumah-rumah dari ibu-ibu yang

menjadi peserta kelas ibu balita. Kunjungan rumah ini dilakukan oleh tim peneliti dengan

didampingi oleh beberapa ibu kader Bina Keluarga Balita terkait. Berikut adalah daftar

responden yang bersedia untuk dilakukan kunjungan rumah:

Tabel xx. Rekapitulasi data demografi dasar responden penelitian.


Penilaian dari kegiatan monitoring dan evaluasi ini adalah dengan melakukan

memory recall dan pengamatan dari perilaku ibu melalui kuesioner terstruktur. Penyusunan

kuesioner juga didasarkan pada materi yang telah disampaikan pada pelaksanaan pelatihan

sebelumnya. Disamping itu, secara kualitatif juga dilakukan wawancara mendalam

(indepth interview) pada masing-masing responden. Dalam hal ini, peneliti tidak

melakukan kunjungan rumah pada seluruh responden yang hadir dalam Kelas Ibu Balita,

melainkan menggunakan sampel secara convenience sampling. Kunjungan kepada

responden kemudian dibagi berdasarkan jumlah dokter internship Puskesmas Ungaran

sebagai tim peneliti dan lokasi tempat tinggal responden.

68
Dari Tabel xx diatas tampak dari masing-masing kelas terdapat sejumlah 4-6

responden yang mewakili total peserta hadir dari masing-masing kelas dengan sebaran usia,

tingkat pendidikan, dan pekerjaan diatas.

B. Evaluasi Kelas Ibu Balita Secara Umum

Dari hasil kunjungan rumah yang telah dilakukan terhadap 16 responden diatas,

terdapat 25 pertanyaan kuesioner evaluasi kelas ibu balita secara umum yang diberikan

dan telah dijawab secara keseluruhan oleh setiap responden. Secara sistematis kuesioner

yang diajukan meliputi lima poin utama evaluasi yaitu :

1. Pengertian Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) (Soal no. 1-5)

2. Manfaat Buku KIA (Soal no. 6-10)

3. Cara Penggunaan Buku KIA (Soal no. 11-15)

4. Definisi, Tujuan, Manfaat Kelas Ibu Balita (Soal no. 16-20)

5. Pelaksanaan Kelas Ibu Balita (Soal no. 21-25)

Masing-masing dari kelima poin utama evaluasi diatas kemudian dijabarkan ke

dalam lima buah pertanyaan. Sehingga secara total terdapat 25 butir soal yang diajukan.

Soal dibuat dengan metode Yes/No Question (Pertanyaan Benar/Salah) sehingga secara

kuantitatif mudah untuk dianalisis. Secara lebih lengkap soal kuesioner evaluasi terlampir

di Lampiran 2.

Hasil rekapitulasi jawaban kuesioner evaluasi dapat dilihat pada tabel xx dibawah

ini. Dari tabel tersebut tampak setidaknya empat butir pertanyaan dengan frekuensi

jawaban tepat yang rendah (<50% jawaban tepat) yaitu pertanyaan nomor 3 (25%

menjawab tepat), 14 (43,7%), 19 (37,5%), dan 21 (43,7%).

Sebagian besar responden (75%) menjawab tidak tepat pertanyaan nomor 3.

Pertanyaan yang diajukan adalah “Buku KIA berisikan informasi kesehatan ibu dan anak

69
hanya untuk dibaca ibu hamil.” Dari pertanyaan tersebut, mayoritas responden menjawab

“Benar”. Jawaban yang tepat adalah “Salah”. Hal tersebut menunjukkan adanya suatu

pengetahuan/anggapan umum yang masih salah di kalangan peserta Kelas Ibu Balita,

karena sebenarnya Buku KIA tidak hanya diperuntukkan untuk dibaca oleh ibu yang

sedang hamil saja, melainkan oleh siapapun terutama suami, atau anggota keluarga

terdekat.

Pertanyaan berikutnya yaitu nomor 14, “Petugas atau kader hanya menunggu dan

mengharapkan agar ibu aktif bertanya tentang isi Buku KIA”. Terhadap pertanyaan

tersebut mayoritas responden 56,3% (9 orang) menjawab “Benar”. Jawaban yang tepat

adalah “Salah”. Karena semestinya, petugas atau kader tidak hanya menunggu dan

mengharapkan agar ibu aktif bertanya mengenai isi buku KIA, tetapi juga perlu sering

untuk menjelaskan apa saja isi buku KIA. Sehingga, peserta atau ibu-ibu pada umumnya

terpicu untuk mau ikut membaca isi buku KIA.

Mayoritas responden juga masih menjawab tidak tepat terhadap pertanyaan nomor

19. Dalam pertanyaan nomor 19, diajukan pertanyaan yaitu “Kelas Ibu Balita

diselenggarakan secara non-partisipatif.” Sebagian besar 62,5% atau sebanyak 10

responden masih menjawab tidak tepat pertanyaan tersebut. Jawaban atas pertanyaan

tersebut adalah “Salah” dimana Kelas Ibu Balita diselenggarakan justru secara partisipatif

dimana peserta kelas ibu balita dianjurkan untuk bertanya dan aktif berpartisipasi dalam

diskusi atau tanya jawab selama kelas ibu balita berlangsung. Peserta kelas ibu balita tidak

hanya mendengarkan pemberian materi, namun peserta juga diharapkan mampu dan mau

berbagi pengalaman selama ini dalam mengasuh putra atau putrinya.

Pertanyaan selanjutnya adalah nomor 21 yaitu “Para ibu peserta kelas ibu balita

tidak perlu membawa Buku KIA milik masing-masing”. Terhadap pertanyaan tersebut

mayoritas responden 56,3% (9 orang) menjawab “Benar”. Hal ini tentu perlu diluruskan

70
kembali bahwa untuk para ibu peserta kelas ibu balita dapat dihimbau untuk membawa

Buku KIA milik masing-masing karena Buku KIA merupakan buku pedoman sekaligus

“Buku Ajar” sederhana yang dapat digunakan sebagai panduan belajar selama kelas ibu

balita berlangsung.

Tabel xx. Tabel rekapitulasi hasil kuesioner evaluasi kelas ibu balita secara umum

Keterangan:
0 : Apabila jawaban tidak tepat (tidak sesuai dengan kunci jawaban)
1 : Apabila jawaban tepat (sesuai dengan kunci jawaban

71
A. Evaluasi Pengetahuan (Knowledge)

Apakah ibu mengetahui yang dimaksud dengan ASI eksklusif? Dan kapan
seharusnya bayi segera diberikan ASI untuk pertama kalinya? Ya, ASI
eksklusif itu diberikan pada bayi usia 0-6 bulan dan diberikan pertama
kalinya sejak bayi baru lahir,” (Ny.W, 37 tahun)

Dari pelaksanaan wawancara tentang pengetahuan kepada responden setelah


mengikuti Kelas Ibu dan Balita didapatkan hasil bahwa responden sudah paham
bahwa ASI eksklusif merupakan hal yang sangat penting bagi seorang ibu dan bayi.
Responden paham bahwa ASI eksklusif adalah pemberian ASI yang diberikan sejak
umur 0-6 bulan dan segera diberikan ketika seorang bayi lahir untuk pertama
kalinya.

”Menurut Ibu, apa keunggulan bayi yang diberikan ASI eksklusif


dibandingkan dengan bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif? Ya, ASI
eksklusif bisa membuat anak jadi cerdas dan mandiri .(Ny. R, 29 tahun)

Terkait perlunya dilakukan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan,
responden menjawab bahwa ASI eksklusif sangat penting diberikan karena
kandungannya sangat kompleks. Selain itu ASI eksklusif juga bermanfaat dalam
memberi nutrisi bagi bayi, meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bayi
serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit.
Responden telah paham keunggulan bayi yang diberikan ASI eksklusif
dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif. Keunggulannya
adalah ASI eksklusif akan membuat anak cerdas dan mandiri serta dapat menekan
angka kematian bayi dan angka kesakitan bayi.

72
”Menurut Ibu, apa saja manfaat ASI eksklusif yang bisa didapatkan oleh ibu?
Oh banyak, bisa mencegah kanker payudara dan dapat mengurangi
perdarahan.” (Ny. S, 26 tahun)

Responden mengetahui manfaat ASI eksklusif yang didapatkan oleh ibu,


antara lain mencegah kanker payudara,mengurangi perdarahan dan dapat menjadi
kontrasepsi alami bagi ibu.

B. Evaluasi Sikap (Attitude)

”Setujukah Ibu bila susu formula yang ada sekarang sudah cukup baik
menggantikan ASI? Tidak setuju, karena kandungan yang ada pada susu
formula tidak sekomplit ASI.” (Ny. S, 26 tahun)

Semua responden menyatakan setuju bahwa susu formula yang ada sekarang
belum cukup baik untuk menggantikan ASI, karena kandungan yang ada pada susu
formula tidak sebaik pada ASI.

”Setujukah Ibu, dengan anjuran pemerintah untuk menyusui bayi sampai usia
2 tahun? Tidak setuju, karena tidak semua ibu bisa memberikan ASI setiap
waktu karena ada beberapa ibu yang sibuk bekerja atau produksi ASI nya
sedikit dan tidak lancar.” (Ny. R, 35 tahun)”

Sebagian reponden tidak setuju dengan anjuran pemerintah untuk menyusui


bayi sampai usia 2 tahun, karena ada beberpa faktor ,antara lain ibu yang sibuk
bekerja jadi tidak sempat untuk memberikan ASI, produksi ASI yang sedikit dan
tidak lancar.

73
C. Evaluasi Perilaku (Practice)

“Setelah dilakukannya penyampaian materi tentang ASI dan imunisasi, apakah


Ibu mempunyai niat untuk selalu memperhatikan pemberian ASI dan imunisasi
pada bayi ibu? Ya, saya setuju, mulai sekarang saya berjanji akan lebih
memperhatikan pemberian ASI dan imunisasi pada bayi saya.”
“Apa yang membuat ibu berniat untuk lebih memp[erhatikan pemberian ASI dan
imunisasi? Supaya anak saya menjadi sehat dan cerdas dikemudian hari.”
(Ny.S 26 tahun)

Semua responden Kelas Ibu dan Balita yang telah mendapatkan materi
mengenai ASI dan imunisasi telah menyatakan sanggup untuk memberikan ASI
pada anak usia 0-12 bulan. Semua Responden telah memahami bahwa ASI dan
imunisasi merupakan hal yang penting bagi kesehatan bayi sehingga sangat penting
untuk diberikan.

“Setelah dilakukannya penyampaian materi tentang ASI dan imunisasi, apakah


Ibu ingin berkonsultasi pada dokter/bidan terdekat untuk mencari info tentang
pemberian ASI dan imunisasi? Ya, saya setuju, saya ingin berkonsultasi pada
dokter/bidan,supaya saya tahu bagaimana pemberian ASI dan imunisasi dengan
benar dan tepat.
“Apa yang mendorong ibu berkomitmen demikian? Agar anak saya bisa tumbuh
cerdas dan terhindar dari penyakit. “ (Ny.R 35 tahun)

Semua responden Kelas Ibu dan Balita yang telah mendapatkan materi
mengenai ASI dan imunisasi telah setuju untuk segera konsultasi dengan bidan atau
dokter terdekat dalam pemberian ASI dan imunisasi. Semua Responden telah
memahami bahwa pemberian ASI sangat bermanfaat bagi bayi dan ibu, sehingga
anak dapat tumbuh cerdas,mandiri dan terhindar dari penyakit.
“Setelah dilakukannya penyampaian materi tentang ASI, apakah ibu mempunyai
niat untuk melakukan perawaqtan klhusus pada payudara untuk memperlancar
ASI? Ya, saya berkomitmen untuk melakukan perawatan pada payudara dengan
cara melakukan pemijatan pada payudara.
“Apa yang mendorong ibu berkomitmen demikian? Agar dapat memperlancar
air ASI saya.” (Ny.S 26 tahun)

74
Semua responden Kelas Ibu Balita yang telah mendapatkan materi mengenai
ASI, ibu akan melakukan perawatan khusus pada payudara untuk memperlancar
ASI, salah satunya dengan cara melakukan pemijatan pada payudara.

75
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Mengamati hasil proses pemberian materi, monitoring, dan evaluasi Kelas
Ibu Balita, pada beberapa responden, didapatkan kesimpulan bahwa:
 Peneliti menyimpulkan bahwa peserta belum memahami dengan baik Buku
KIA sebagai pedoman untuk memandu tumbuh kembang, asupan gizi, dan pola
asah asih asuh anak. Peserta lebih memahami Buku KIA sebatas sebagai
catatan status gizi (kartu KMS) dan catatan imunisasi anak saja.
 Peneliti menyimpulkan bahwa peserta belum begitu banyak mendapatkan
informasi mengenai Pedoman Gizi Seimbang dan lebih memahami mengenai
konsep 4 Sehat 5 Sempurna.
 Peneliti menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan, pemahaman,
dan kesadaran peserta Kelas Ibu Balita terhadap urgensi pemberian asupan gizi
seimbang dan perilaku hidup bersih dan sehat.
 Peneliti menyimpulkan bahwa hingga dilakukannya kunjungan rumah dalam
rangka monitoring dan evaluasi, responden masih memiliki komitmen untuk
selalu mengajarkan PHBS dan menyediakan asupan gizi seimbang sesuai PGS
bagi anaknya.

B. Hambatan
Dalam melakukan pemberian materi, monitoring, dan evaluasi Kelas Ibu
Balita peneliti menjumpai beberapa hambatan yaitu berupa:
 Keterbatasan waktu dalam melakukan penelitian. Sehingga peneliti tidak dapat
melakukan pengamatan secara utuh sampai responden menyelesaikan
pemantauan status gizi hingga anak berusia 5 tahun setelah diberikannya
materi.

76
 Keterbatasan cakupan responden, karena ada beberapa peserta yang pada saat
dilakukan pengambilan data kuesioner sedang tidak ada di rumah karena
bekerja.

C. Saran
Dari pengamatan pada saat melakukan monitoring pemberian materi,
monitoring, dan evaluasi Kelas Ibu Balita peneliti menyarankan agar:
 Sosialisasi kembali secara menyeluruh baik oleh tenaga kesehatan dan kader
mengenai pentingnya Buku KIA sebagai pedoman dalam tumbuh kembang
anak, dan agar selalu dibawa apabila berkunjung ke fasilitas kesehatan sampai
dengan anak usia 5 tahun.
 Peneliti menyarankan agar pengelola program Kelas Ibu Balita dan kader untuk
mengingatkan para peserta Kelas Ibu Balita untuk selalu membawa Buku KIA.
Buku KIA itu nantinya digunakan sebagai buku ajar sederhana selama Kelas
Ibu Balita berlangsung.
 Peneliti menyarankan untuk dilakukan update atau perbaruan informasi hingga
tingkat kader kesehatan utamanya mengenai Pedoman Gizi Seimbang secara
periodik.
 Peneliti menyarankan untuk dilakukan FGD (Focused Group Discussion)
antara pemegang program di Puskesmas dan pemangku kepentingan untuk
dapat mengidentifikasi permasalahan terkait kesulitan menerapkan Pedoman
Gizi Seimbang maupun Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.

77
DAFTAR PUSTAKA

1. Ernoviana MH. Pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu dan Anak di Dinas


Kesehatan Ibu dan Anak di Dinas Kesehatan Kota Sawahlunto. 2005. Diakses
dari http://www.lrckmpk.ugm.ac.id/id/UPPDF/working/No.29 Ernoviana 07
06.pdf. pada tanggal 10 Juni 2018.
2. Departemen Kesehatan RI. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
284/MENKES/SK/III/2004 tentang Buku Kesehatan Ibu dan Anak. 2004.
Diakses dari
http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/KEPMEN%20284%20buku%20k
ia%202014.pdf pada tanggal 10 Juni 2018
3. Japan International Cooperation Agency (JICA). Ensuring MCH Services
with the MCH Handbook Project Phase 2. 2007. Diakses dari
https://www.jica.go.jp/project/english/indonesia/0600435/index.html pada
tanggal 10 Juni 2018.
4. Evrianasari N. Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil tentang Buku Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA) di BPS Sulasmi SST Rajabasa Bandar Lampung. Jurnal
Kesehatan 2016; 7(1): 97-100.
5. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Kelas Ibu Balita. 2014. Jakarta: Ditjen
Bina Kesehatan Masyarakat.
6. Osaki K, Hattori T, Toda A, Mulati E, Hermawan L, Pritasari K, Bardosono
S, Kosen S. Maternal and Child Health Handbook use for maternal and child
care: a cluster randomized controlled study in rural Java, Indonesia. Journal
of Public Health 2018; 1-13. https://doi.org/10.1093/pubmed/fdx175
7. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Umum Manajemen Kelas Ibu: Kelas
Ibu Hamil dan Kelas Ibu Balita. Jakarta: Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat.
2009. Diakses dari
https://libportal.jica.go.jp/library/Archive/Indonesia/237i.pdf pada tanggal 10
Juni 2018.
8. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI. 2017. ISBN 978-602-416-253-5. Diakses dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-2016.pdf pada tanggal 10 Juni 2018.
9. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2015. Semarang: Dinkes Provinsi Jawa Tengah. 2015.
Diakses dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVIN
SI_2015/13_Jateng_2015.pdf pada tanggal 10 Juni 2018.

78
10. Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang. Profil Kesehatan Kabupaten
Semarang Tahun 2014. Kabupaten Semarang: Dinkes Kabupaten Semarang.
2014. Diakses dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KAB_KOTA_2
014/3322_Jateng_Kab_Semarang_2014.pdf pada tanggal 10 Juni 2018.
11. Hidayat, A, Aziz. 2008. Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan.
Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar.
12. Atika. (2010). Imunisasi dan Vaksinasi. Bantul, Yogyakarta Nuha Medika
13. Ranuh. 2005. Buku Panduan Masalah Bayi Baru Lahir. Jakarta : Trans Info
Medika
14. Wiji, R.N. (2013). ASI dan Pedoman Ibu Menyusui. Yogyakarta: Nuha
Medika.
15. Suradi, R dan Hegar. (2010). Indonesia Menyusui. Jakarta: IDAI.
16. Roesli, U. (2008). Manfaat ASI dan Menyusui. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

17. Notoatmojo S. Ilmu Perilaku Kesehatan. 2010. Jakarta: PT. Rineka Cipta
18. Notoatmojo S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. 2007. Jakarta: PT.
Rineka Cipta
19. Ajzen I. The Theory of Planned Behavior. 1991. Academic press. Inc.
20. Ajzen I. Attitudes, personality, and behavior. 2005. New York: Open
University Press.
21. Allport, G. Personality. 1961. New York: Holt, Rinehart, and Winston.
22. Fishbein, M. and Ajzen, I. Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An
Introduction to Theory and Research. Reading. 1975. MA: Addison-Wesley.
23. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Umum Manajemen Kelas Ibu: Kelas
Ibu Hamil dan Kelas Ibu Balita. Jakarta: Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat.
2009. Diakses dari
https://libportal.jica.go.jp/library/Archive/Indonesia/237i.pdf pada tanggal 10
Juni 2018.

79

Você também pode gostar