Você está na página 1de 1

“Apakah Siasat Diplomasi Budaya Korea Selatan Bisa Diadopsi di Indonesia?


Seperti yang kita tahu, dalam beberapa tahun belakangan ini industri hiburan di kancah
Internasional, termasuk Indonesia diinvasi oleh sebuah gerakan yaitu Hallyu Wave atau Korean
Wave yang berarti Gelombang Korea, yang membawa arus budaya dengan produknya dalam hal
musik, tarian, film, serial drama, fashion dan lain-lain. Lewat tangan Kim Dae Jung, mantan presiden
Korea Selatan periode 1998-2003 yang dijuluki President of Culture ini, lahir banyak kebijakan yang
mendukung sepenuhnya pengembangan industri budaya di Korea, diantaranya adalah kebijakan The
Basic Law of Cultural Industry Promotion dan penggelontoran dana sebesar 148,5 juta US DOLLAR
untuk mendukung ekspor budaya Korea Selatan. Tak khayal dalam beberapa tahun Korea akhirnya
berhasil berubah menjadi pusat baru produksi budaya di Asia.

Gerakan Hallyu Wave atau Korean Wave ini dimulai pada sekitar tahun 1990 ketika Korea
Selatan gencar mempromosikan produk-produknya berupa film dan serial tv yang akhirnya meledak
di pasar Jepang, Cina dan sekitar Asia Tenggara. Pada sekitar tahun 1999 Korean Wave sudah
meningkat pesat dan dapat dianggap sebagai kekuatan budaya yang memainkan peranan penting
bagi negara, salah satunya sebagai soft power diplomacy, sarana memperkuat reputasi Korea
dengan cara mengenalkan budaya mereka kepada dunia Internasional.

Pertumbuhan budaya korea yang pesat tidak lepas dari dukungan penuh pemerintah dengan
dibantu industri dan media yang berkomitmen menjadi penggerak sekaligus pelaku budaya pop
korea. Hal yang bisa diteladani dari Korea Selatan adalah rasa nasionalisme rakyatnya yang konsisten
menonjolkan “wajah” budaya Korea Selatan dalam tiap produk-produk budayanya.

Indonesia patut iri, ah bukan, tapi Indonesia memang wajib iri terhadap keberhasilan Korea
Selatan memajukan budaya dan turismenya. Jika dilihat dari potensinya, Indonesia yang punya lebih
banyak sumber daya alam, manusia, dan tentunya budaya, sudah sepantasnya bisa mengukir
prestasi lebih baik dibandingkan Korea selatan dengan Hallyu wave-nya. Dalam hal kekayaan dan
keunikan cita rasa budayanya pun, Indonesia jauh lebih baik dibandingkan Korea Selatan, Indonesia
memiliki berbagai wajah budaya yang berasal dari bermacam suku dan ras di seluruh nusantara.

Saat ini, perkembangan budaya indonesia tak ubahnya kini seperti mendadak mogok. Ironis
ketika membandingkan budaya Indonesia yang terdata berjumlah lebih dari 200 macam, tapi yang
keberadaannya sudah diakui oleh dunia masih sekitar 12 jenis ragam budaya. Ini menggambarkan
rendahnya hasil kerja departemen kebudayaan negara ini. Melihat data ini, jangan heran bila budaya
kita tiba-tiba “dikloning” lagi oleh negara asing.

Jika ingin sukses dalam hal promosi budaya, pemerintah harus mengevaluasi program
kerjanya. Pemerintah harus mendirikan kementrian kebudayaan sendiri yang terpisah dari
kementrian pendidikan saat ini agar pelaksanaannya bisa terfokuskan dan optimal. Pemerintah juga
harus mengajak pihak swasta untuk bekerja sama dalam hal pengembangan talenta calon pelaku
dan penggerak budaya. Lagi-lagi kita bisa mencontoh Korea Selatan yang memiliki Badan Produk
Kreatif Korea (KOCCA/Korean Creative Content Agency) yang menangani seputar kualitas konten
produk budaya Korea. Jika Indonesia memiliki lembaga seperti ini, tidak akan ada lagi cerita-cerita
picisan dan murahan yang dipampangkan dalam sinetron pertelevisian Indonesia.

Mungkin hal-hal itulah yang menurut saya wajib menjadi perhatian pemerintah. Sayang
sekali bila kekayaan budaya Indonesia tidak dimanfaatkan dengan baik. Kita harus bersedia
merawat, memelihara, dan mengembangkan budaya-budaya khas Indonesia agar dapat menjadi
produk yang lebih bernilai dan berdaya jual di kancah Internasional yang akhirnya bertujuan untuk
menjadikan Indonesia dikenal sebagai Negeri Seribu Budaya. Semoga 20 tahun mendatang disaat
kita sudah waktunya memegang tonggak estafet pergerakan bangsa ini, Indonesia sudah bisa mulai
menapaki jalan menuju Indonesia yang jauh lebih maju dan berbudaya dibandingkan sekarang.
Amin.

Você também pode gostar