Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.2. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perkembangan bahasa pertama pada
anak yang berusia 3-5 tahun yang bersekolah di sebuah TK di daerah pinggiran,
melalui perilaku-perilaku yang menjadi target perilaku saat diobservasi. Target
perilaku observasi adalah bahasa yang diucapkan oleh anak saat observasi
dilakukan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2. Belajar Bahasa.
a. Dilakukan secara sadar;
b. Kompetensi merupakan modal untuk menggunakan bahasa yang
dipelajari;
c. Berlangsung di kelas;
d. Sifatnya formal;
e. Merujuk akan tuntutan edukatif (pembelajaran)
f. Konsekuensinya berupa pengetahuan.
c. B.F. Skinner
Seorang ahli bahasa lain yang juga berkecimpung dalam teori
behaviorisme dan mengikuti jejak dan tradisi Watson adalah B.F.
Skinner, seorang psikolog Amerika yang hidup pada tahun 1904
sampai dengan 1990. Setelah memperoleh gelar doktor pada tahun
1931, Skinner menghabiskan sebagian besar karirnya di Universitas
Harvard tempat ia memeroleh kemasyuran atas penelitiannya terhadap
pembelajaran pada organisme rendah, sebagian besar pada tikus dan
burung dara.
Pada tahun 1950-an ia memperjuangkan kembalinya pendekatan
stimulus-respon milik Watson. Ia memiliki teori klasik yaitu Verbal
Behavior yang merupakan usaha lanjutan dari teori umum
pembelajaran Skinner sendiri yang disebut dengan pengkondisian
operan (operant conditioning). Skinner melakukan eksperimen
terhadap tikus dimana ia melatih tikus untuk mendapatkan makanan
2. Nature
Bagian ini membahas proses pemerolehan bahasa yang bersifat nature dari
sudut pandang beberapa ahli, yaitu Noam Chomsky, Derek Bickerton dan David
McNeill. Pada dasarnya yang dimaksud dengan proses pemerolehan bahasa yang
bersifat nature adalah bahwa proses pemerolehan bahasa ditentukan oleh
pengetahuan yang dibawa sejak lahir dan bahwa properti bawaan tersebut bersifat
universal karena dialami atau dimiliki oleh semua manusia (Brown, 2000:34).
a. Noam Chomsky
Sebagai wujud dari reaksi keras atas behaviorisme pada akhir
era 1950-an, Chomsky yang merupakan seorang nativis menyerang
teori Skinner yang menyatakan bahwa pemerolehan bahasa itu bersifat
nurture atau dipengaruhi oleh lingkungan. Chomsky berpendapat
bahwa pemerolehan bahasa itu berdasarkan pada nature karena
menurutnya ketika anak dilahirkan ia telah dengan dibekali dengan
sebuah alat tertentu yang membuatnya mampu memelajari suatu
bahasa. Alat tersebut disebut dengan Piranti Pemerolehan Bahasa
(language acquisition device/LAD) yang bersifat universal (Universal
Grammer) yang dibuktikan oleh adanya kesamaan pada anak-anak
dalam proses pemerolehan bahasa mereka (Dardjowidjojo, 2003:235-
236). Jadi perkembangan pemerolehan bahasa anak akan seiring
dengan pertumbuhan faktor biologisnya (Ghazali: 2000 dan
Dardjowidjojo: 2005).
Dari teori Universal Grammar Chomsky tersebut diatas muncul
istilah competence dan performance. Chomsky (1960) mengatakan
bahwa: “Competence: What we know - Our deep structure - What we
are capable of doing while Performance: What we show - Our surface
structure - What we do” (Elliot, 1996:7-9). Dalam pengertian lain bisa
juga dikatakan bahwa yang disebut dengan kompetensi adalah proses
penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara tidak disadari,
sedangkan performasi merupakan kemampuan memahami dan
melahirkan atau menerbitkan kalimat-kalimat baru (Chaer, 2003:167).
Sehingga ketika seseorang memiliki kompetensi berbahasa yang baik
dan benar maka sudah bisa dipastikan orang tersebut akan sukses
dalam performasinya (spoken&written language), kecuali orang
tersebut mengalami language disorders seperti dyslexia dan aphasia.
Skinner dipandang terlalu menyederhanakan masalah ketika ia
menyama-ratakan proses pemerolehan pengetahuan manusia dengan
proses pemerolehan pengetahuan binatang, yaitu tikus dan burung
dara yang digunakan sebagai subyek dalam eksperimennya, karena
menurut pendekatan nativis, bahasa bagi manusia merupakan
fenomena sosial dan bukti keberadaan manusia (Pateda, 1991:102).
Selain itu ada pula alasan lain mengapa pendekatan nativis merasa
tidak setuju terhadap teori Skinner. Alasan tersebut berhubungan
dengan bahasa itu sendiri, yaitu menurut para nativis bahasa
merupakan sesuatu yang hanya dimiliki manusia sebab bahasa
merupakan sistem yang memiliki peraturan tertentu, kreatif dan
tergantung pada struktur (Dardjowidjojo, 2003:236). Masih dalam
kaitannya dengan bahasa, karena tingkat kerumitan bahasa pula, maka
kaum nativis berpendapat bahasa merupakan suatu aktivitas mental
dan sebaiknya tidak dianggap sebagai aktivitas fisik, inilah sebabnya
mengapa pendekatan nativis disebut juga dengan pendekatan
mentalistik (Pateda, 1991:101).
b. Derek Bickerton
Pendukung lain dari proses pemerolehan bahasa yang bersifat
nature adalah Derek Bickerton (Brown, 2000:35). Ia melakukan
sejumlah penelitian mengenai bekal yang dibawa manusia sejak lahir
(innateness) dan mendapatkan beberapa bukti yang cukup signifikan.
Bukti-bukti tersebut mengungkapkan bahwa manusia itu
sesungguhnya telah “terprogram secara biologis” untuk beralih dari
satu tahap kebahasaan ke tahap kebahasaan berikutnya dan bahwa
manusia terprogram sejak lahir untuk menghasilkan sifat-sifat
kebahasaan tertentu pada usia perkembangan yang tertentu pula
(Brown, 2000:35). Dengan demikian pemerolehan bahasa tidak
Suami istri Clara dan William Stern (dalam Kartono, 1990) membagi
perkembangan bahasa anak yang normal dalam empat periode
perkembangan , yaitu :
1.Prastadium. Pada tahun pertama : meraban, dan kemudian
menirukan bunyi-bunyi. Mula-mula menguasai huruf hidup,
kemudian huruf mati, terutama huruf-huruf bibir. Lalu
berlangsung proses reduplikasi atau pengulangan suku kata
seperti : ma – ma, pa – pa, mam – mam, uk – uk, dan lain
sebagainya.
2.Masa pertama (kurang lebih 12 -18 bulan) : stadium kalimat-satu-
kata. Satu perkataan dimaksudkan untuk mengungkapkan satu
perasaan atau satu keinginan. Umpama kata “mama”,
dimaksudkan untuk : “Mama, dudukkanlah saya di kursi itu!
Mama, saya minta makan.”
3.Masa kedua (kurang lebih 18-24 bulan) : anak mengalami stadium-
nama. Pada saat ini timbul kesadaran bahwa setiap benda
mempunyai nama. Jadi ada kesadaran tentang bahasa. Anak
mengalami peristiwa “lapar-kata” : yaitu mau menghafal secara
terus menerus kata-kata baru, dan ingin memahami artinya.
Perbendaharaan kata anak menjadi semakin bertambah dengan
cepatnya dan anak selalu merasa “haus-tanya” dengan jalan
mengajukan pertanyaan sebanyak-banyaknya. Pada saat anak
mulai meninggalkan kalimat-satu-kata, lalu menggunakan dua
atau tiga kata-kata sekaligus. Mula-mula ia mengucapkannya
dengan tergagap-gagap : lambat laun kalimatnya terungkapkan
lebih lancar. Mulailah muncul kata-kata benda dan kata-kata
kerja, yang disusul dengan kata sifat. Baru sesudah anak berusia
3 tahun, anak mulai menguasai kata-kata penghubung.
4.Masa ketiga (kurang lebih 24-30 bulan) : anak mengalami stadium-
flexi (flexi, flexico = menafsirkan, mengakrabkan kata-kata).
Lambat laun anak mulai menggunakan kata-kata kerja yang
ditafsirkan, yaitu kata-kata yang sudah diubah dengan
b. Proses Performansi
1. Pemahaman
Melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-
kalimat yang didengar.
2. Penerbitan
Melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri.
2. Faktor kognitif
Individu merupakan satu hal yang tidak bisa dipisahkan pada perkembangan
bahasa anak. Para ahli kognitif juga menegaskan bahwa kemampuan anak
berbahasa tergantung pada kematangan kognitifnya (Piaget,1954). Tahap awal
perkembangan intelektual anak terjadi dari lahir sampai berumur 2 tahun. Pada
masa itu anak mengenal dunianya melalui sensasi yang didapat dari inderanya dan
membentuk persepsi mereka akan segala hal yang berada di luar dirinya.
Misalnya, sapaan lembut dari ibu/ayah ia dengar dan belaian halus, ia rasakan,
kedua hal ini membentuk suatu simbol dalam proses mental anak. Perekaman
sensasi nonverbal (simbolik) akan berkaitan dengan memori asosiatif yang
nantinya akan memunculkan suatu logika. Bahasa simbolik itu merupakan bahasa
yang personal dan setiap bayi pertama kali berkomunikasi dengan orang lain
menggunakan bahasa simbolik. Sehingga sering terjadi hanya ibu yang mengerti
apa yang diinginkan oleh anaknya dengan melihat/mencermati bahasa simbol
yang dikeluarkan oleh anak. Simbol yang dikeluarkan anak dan dibahasakan oleh
ibu itulah yang nanti membuat suatu asosiasi, misalnya saat bayi lapar, ia
menangis dan memasukkan tangan ke mulut, dan ibu membahasakan, “lapar ya..
mau makan?”
3. Lingkungan Luar
Sementara itu, di sisi lain proses penguasaan bahasa tergantung dari
stimulus dari lingkungan. Pada umumnya, anak diperkenalkan bahasa sejak awal
perkembangan mereka, salah satunya disebut motherse, yaitu cara ibu atau orang
dewasa, anak belajar bahasa melalui proses imitasi dan perulangan dari orang-
orangdisekitarnya.
Pengenalan bahasa yang lebih dini dibutuhkan untuk memperoleh
ketrampilan bahasa yang baik. Tiga faktor diatas saling mendukung untuk
menghasilakan kemampuan berbahasa maksimal. Orang tua, khususnya, harus
memberikan stimulus yang positif pada pengembangan keterampilan bahasa pada
anak, seperti berkomunikasi pada anak dengan kata-kata yang baik dan mendidik,
berbicara secara halus, dan sebisa mungkin membuat anak merasa nyaman dalam
suasana kondusif rumah tangga yang harmonis, rukun, dan damai. Hal tersebut
dapat menstimulus anak untuk bisa belajar berkomunikasi dengan baik karena jika
anak distimulus secara positif maka akan mungkin untuk anak merespon secara
positif pula.
Telah disebutkan beberapa kali bahwa kemampuan anak dalam berbahasa
tidak sama antara satu anak dengan anak yang lain. Perbedaan-perbedaan tersebut
antara lain dipengaruhi oleh beberapa kondisi (Hurlock, 1978), yaitu :
1. Kesehatan
Anak yang sehat, lebih cepat belajar bahasa ketimbang anak yang tidak
sehat, karena motivasinya lebih kuat untuk menjadi anggota kelompok
social dan berkomunikasi dengan anggota kelompok tersebut.
2. Kecerdasan
Anak yang memiliki kecerdasan tinggi akan belajar bahasa lebih cepat dan
memperlihatkan penguasaan bahasa yang lebih unggul ketimbang anak yang
tingkat kecerdasannya rendah.
3. Keadaan sosial ekonomi
Anak dari kelompok yang keadaan sosial ekonominya tinggi akan lebih
mudah belajar berbahasa, mengungkapkan dirnya lebih baik, dan lebih
banyak berbicara ketimbang anak dari kelompok yang keadaan social
ekonominya lebih rendah. Penyebab utamanya adalah bahwa anak dari
kelompok yang lebih tinggi, lebih banyak didorong untuk berbicara dan
mengenal bahasa dan lebih banyak dibimbing untuk melakukannya.
4. Jenis kelamin
Dibandingkan dengan anak perempuan, anak laki-laki lebih tertinggal dalam
belajar berbicara dan mempelajari kosakata. Pada setiap jenjang umur,
kalimat anak lelaki lebih pendek dan kurang betul tata bahasanya, kosa kata
yang diucapkan lebih sedikit, dan pengucapannya kurang tepat ketimbang
anak perempuan.
5. Keinginan berkomunikasi
Semakin kuat keinginan untuk berkomunikasi dengan orang lain, maka akan
semakin kuat motivasi anak untuk belajar bahasa, dan ia akan semakin
bersedia menyisihkan waktu dan mengeluarkan usaha yang lebih besar
untuk belajar.
6. Dorongan
Semakin banyak anak didorong untuk berbicara mengenal kosakata dengan
mengajaknya bicara dan didorong menanggapinya, maka akan semakin awal
mereka belajar berbicara dan semakin baik kualitas bicaranya.
7. Ukuran keluarga
Anak tunggal atau anak dari keluarga kecil biasanya memiliki kemmapuan
berbahasa lebih awal dan lebih baik ketimbang anak dari keluarga besar,
karena orang tua dapat menyisihkan waktu yang lebih banyak untuk
mengajar anaknya berbicara.
8. Urutan kelahiran
Dalam keluarga yang sama, anak pertama lebih unggul ketimbang anak
yang lahir kemudian. Hal ini disebakan orang tua dapat menyisihkan
waktunya yang lebih banyak untuk mengajar dan mendorong anak yang
lahir pertama dalam belajar bahasa ketimbang untuk anak yang lahir
kemudian.
9. Metode pelatihan anak
Anak-anak yang dilatih secara otoriter yang menekankan bahwa “anak harus
dilihat dan bukan didengar” merupakan hambatan untuk belajar, sedangkan
pelatihan yang memberikan keleluasaan dan demokratis akan mendorong
anak untuk belajar.
10. Kelahiran kembar
Anak yang lahir kembar umumnya terlambat dalam perkembangan bahasa
terutama karena mereka lebih banyak bergaul dengan saudara kembarnya
dan hanya memahami logat khusus yang mereka miliki. Hal ini melemahkan
motivasi mereka untuk belajar berbicara agar orang lain dapat memahami
mereka.
11. Hubungan dengan teman sebaya
Semakin banyak hubungan anak dengan teman sebyanya dan semakin besar
keinginan mereka untuk diterima sebagai anggota kelompok sebaya, akan
semakin kuat motivasi mereka untuk belajar bahasa.
12. Kepribadian
Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik cenderung mempunyai
kemampuan berahasa lebih baik, baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif, ketimbang anak yang penyesuaian dirinya jelek. Kenyataannya,
bicara seringkali dipandang sebagai salah satu petunjuk anak yang sehat
mental.
2.2. INDIKATOR
Sesuai dengan teori Chomsky tentang perkembangan bahasa, maka indikator
dari perkembangan bahasa pertama adalah sebagai berikut:
NO DIMENSI INDIKATOR
1 Fonologi Kejelasan pelafalan setiap kata
Dapat membedakan bunyi-bunyi kata yang hampir
mirip jika diucapkan
Jeda bicara yang tepat
2. Sintaksis Dapat mengurutkan kata-kata sehingga tersusun
menjadi kalimat yang bermakna atau memiliki arti
3 Semantik Dapat menjelaskan makna dari setiap kata yang
diucapkan
BAB III
INSTRUMEN
2. Cara Melakukan
3. Metode Pencatatan
Metode pencatatan yang digunakan adalah dengan menggunkan 2 metode
pencatatan, yaitu: narrative recording dan intervalrecording.
a) Narrative Reccording
Merupakan metode pencatatan dimana perilaku digambarkan secara
menyeluruh. Teknik pencatatan narrative merupakan teknik
pengumpulan (pencatatan) data oleh observer dengan kejadian dan
urutan kejadiannya sebagaimana yang terjadi pada situasi nyata.
Teknik ini membantu formulasi deskripsi yang komprehensif akan
perilaku individu. Tipe yang digunakan dalam pencatatan ini adalah
dengan menggunkan anecdotal record dimana pencatatan yang
dilakukan mencakup apapun yang tampak relevan bagi observer. Cara
ini tidak membutuhkan kerangka waktu, pengkodean atau
pengkategorian tertentu.
b) Interval Recording
Merupakan metode pencatatan dimana periode observasi dibagi per
interval. Perilaku kemudian dicatat kemunculannya pada interval apa
saja. Tipe yang digunakan dalam pencatatan ini adalah dengan
menggunakan point-time interval sampling dimana perilaku hanya
dicatat hanya jika muncul pada waktu yang telah ditentukan selama
interval. Pada observasi ini, observer hanya membagi interval dalam 1
waktu saja yaitu selama durasi sekitar 60 menit selama proses
observasi tersebut dilakukan.
Catatan Tambahan:
---------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------------
INTERVAL
TARGET BEHAVIOR TOTAL
(90 MENIT)
Kejelasan pelafalan kata
Fonologi
Merapikan data
Memberikan interpretasi terhadap hasil observasi
Melaporkan hasil observasi
TAHAPAN NO PERTANYAAN
bahasa?
Menyatakan 16 Baik, saya rasa sudah cukup interview kita hari
bahwa tujuan ini.
17 Saya ucapkan terimakasih atas informasi yang
PENUTUPAN
dari interview
telah terpenuhi telah diberikan.
18 Mungkin dari Bapak / Ibu ada pertanyaan yang
Menawarkan
ingin disampaikan kepada saya?
personal
19 Semoga innformasi yang Bapak / Ibu berikan
inqury
dapat membantu saya untuk menggali data.
Salam penutup 20 Selamat pagi / siang / sore
B. Reliabilitas
Perhitungan reliabilitas dalam observasi ini dengan menggunakan
perhitungan interval recording.
Rumus perhitungan reliabilitas dengan perhitungan interval recording
adalah sebagai berikut:
3.3.2. Interview
Validitas dan reliabilitas dari proses wawancara dapat dilihat melalui proses
koding. Proses koding dilakukan untuk melihat konsistensi jawaban subyek
dengan perilaku subyek ketika diobservasi. Selain itu proses ini dilakukan untuk
melihat kesesuaian antara jawaban subyek dengan pernyataan yang diberikan oleh
interviewer. Jawaban dalam wawancara ini sekaligus sebagai proses klarifikasi
subyek kepeda interviewer terhadap kemungkinan ketidaksesuaian antara
observasi dan wawancara.
BAB IV
PENGAMBILAN DATA
2. Subyek Kedua
Nama : Aprilia Dwi Cahyaningtyas
Nama Panggilan : April
Usia : 4 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Kelas : TK-A
Keterangan : Subyek merupakan sisiwa kelas TK-A Paud Permata
Bunda. Subyek termasuk anak yang supel dan memiliki
banyak teman. Subyek juga termasuk anak yang aktif di
kelas sehingga terlihat lebih menonjol dalam bidang
akademis dibandingkan dengan teman-teman lainnya.
Subyek memiliki hobi bernyanyi dan hingga saat ini
masih tercatat sebagai siswa di salah satu sekolah bina
vokal di Blitar.
2. Interviewee Kedua
Nama : Ibu Suheny Eko Wati
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 50 tahun
Profesi : Guru SD
Hubungaan dengan subyek : Orang tua dari subyek pertama
Keterangan : Interviewee merupakan orang tua dari subyek
pertama. Selama proses interview,
interviewee terlihat sangat komunikatif dan
bersemangat untuk menceritakan bagaimana
perkembangan bahasa subyek pertama. Saat
proses interview awalanya interviewee
menolak untuk direkam. Namun setelah
dijelaskan, interviewee kemudian memahami
4.2.2. Interview
Interviewee Pertama
1. Tempat : Di kantor TK dan PAUD Permata Bunda
2. Tanggal : 16 Agustus 2010
3. Waktu : Pukul 10.00 – 10.08 WIB
4. Lama observasi : 7 menit 50 detik
Interviewee Kedua
1. Tempat : Di Ruang tamu interviewee
2. Tanggal : 16 Agustus 2010
3. Waktu : 16.00 – 16.15 WB
BAB V
HASIL KEGIATAN
5.1. SUBYEK 1
5.1.1. Observasi dengan Narrative Recording
1. Observer 1
1 Fonologi
Kejelasan pelafalan Dalam melafalkan kata subyek terlihat sangat tidak
kata konsisten. Menggantian huruf ‘r’ menjadi ‘l’ pada
subyek terucap pada beberapa kata, seperti kata
‘guru’ menjadi ‘gulu’. Namun untuk kata-kata yang
lain subyek dapat mengucapkan dengan jelas
seperti pada kata ‘diantar’. Terlebih untuk kata
‘marah’ subyek memberikan tekanan yang lebih
pada huruf ‘r’ sehingga pengucapan kata ‘marah’
menjadi ‘marrah’.
Dapat mebedakan Subyek dalam sesi cerita ini dapat mengucapkan
bunyi-bunyi yang kata-kata dengan lebih baik. Saat observer meminta
hampir mirip jika subyek untuk mengulang dua kata yang hampir
diucapkan mirip pengucapannya, yaitu ‘apel’ yang bermakna
buah dan ‘apel’ yang bermakna piket, maka yang
terucap adalah bunyi ‘apel’ yang bermakna buah.
Begitu pula untuk kata ‘beda’ dan ‘bedak’ subyek
mengucapkan dengan ucapan yang sama dengan
kata ‘bedak’ untuk kata ‘beda’
Jeda bicara tepat Saat bicara, subyek bicara dengan sangat cepat.
Sehingga jeda bicaranya sedikit. Hal ini
menyebabkan observer agak kesulitan untuk
memahami apa yang diucapkan.
2 Sintaksis
Dapat mengurutkan Sudah bagus karena saat berbicara subyek
kata-kata sehingga menggunakan susunan kata yang terstruktur dan
tersusun menjadi tidak ambigu.
kalimat yang
bermakna atau
memiliki arti
3 Semantik
Dapat menjelaskan Ada kalimat yang bisa diartikan dengan baik dan
makna dari setiap ada beberapa kata yang tidak bisa diartikan.
kata yang Misalnya kata ‘sekolah’ diartikan ‘tempat belajar’.
diucapkan
Catatan:
Cerita yang disampaikan kadang tidak konsisten. Namun setelah sesi observasi
berakhir, observer menemukan kata-kata yang sebenarnya sulit untuk diucapkan
namun subyek dapat mengucapkannya dengan baik, yaitu kata ‘afdruk foto’.
Subyek dapat mengucapkan dengan tepat dan mengartikan dengan cukup baik
yaitu ‘membuat foto’ dimana arti ini secara implisit menunjukkan bahwa yang
dimaksud subyek adalah mencetak foto.
2. Observer 2
Catatan :
Agak sulit diobservasi. Anaknya agak malas bercerita atau menjawab pertanyaan.
Jika ditanya, dia tidak langsung menjawab pertanyaan tersebut melainkan
bertanya hal-hal lain.
1. Observer 1
INTERVAL
TARGET BEHAVIOR TOTAL
(90 MENIT)
Kejelasan pelafalan kata 0 -
Fonologi
Sintaksis
tersusun menjadi kalimat yang 1 √
bermakna atau memiliki arti
Semantik
2. Observer 2
INTERVAL
TARGET BEHAVIOR TOTAL
(90 MENIT)
Kejelasan pelafalan kata 0 -
Fonologi
.3.1. Interview
A. Hasil Interview
Hasil interview tercantum dalam lampiran dalam bentuk verbatim.
Dalam verbatim hasil interview juga disertakan proses koding terhadap
interview tersebut.
B. Kesimpulan Interview
Berdasarkan hasil interview yang telah dilakuakan baik yang
dilakukan kepada wali kelas subyek maupun kepada orang tua subyek,
didapatkan hasil bahwa subyek mengalami hambatan dalam perkembangan
bahasa yang secara spesifik pada indikator fonologi. Subyek mengalami
hambatan dalam melafalkan kata-kata sehingga kata-kata yang
diucapkannya menajdi tidak jelas dan sulit untuk dipahami oleh lawan
bicaranya.
Di awal subyek bersekolah, subyek terlihat memiliki perbedaan
dengan teman-teman seusianya dalam hal kemampuan berbahasa. Namun
setelah diberikan stimulus yang intensif dari pihak sekolah seperti bernyayi,
kuis dan tanya jawab serta stimulus yang diberikan oleh pihak keluarga di
rumah seperti menggunakan media VCD yang berisi cerita, bernyanyi,
Bahasa Inggris, dll maka kemampuan berbahasa subyek pun mengalami
peningkatan hingga saat ini.
Permasalahan subyek dalam bidang fonologi yaitu tidak mampu
melafalkan kata dengan jelas membuat subyek awalnya sulit berinteraksi
dengan orang lain, seperti dengan teman-temannya yang ada di sekolah.
Untuk kemampuan menyusun kata hingga membentuk kalimat yang
bermakna atau yang biasa disebut dengan sintaksis, subyek sudah mampu
melakukan dengan baik dan tidak ada kendala yang berarti walaupun
susunannya masih berupa kalimat sederhana. Dan untuk kemampuan
pemaknaan terhadap kata, subyek sudah cukup bisa melakukan.
Berdasarkan riwayat kehamilan, menurut para interviewee salah satu
penyebab timbulnya masalah subyek dalam bidang fonologi disebabkan
karena history selama masa kehamilan yang buruk dimana ibu subyek mulai
mengandung subyek pada usia 45 tahun dengan kondisi kesehatan yang
tidak bagus. Selain itu subyek terlahir di usia kandungan 8 bulan malalui
operasi cessar dan sempat mengalami sakit kuning yang mengharuskan
subyek dioven selama 19 hari di rumah sakit.
5.2. SUBYEK 2
5.2.1. Observasi dengan Narrative Recording
1. Observer 1
Catatan:
Subyek cukup komunikatif dalam menjawab hanya saja subyek masih terkesan
malu-malu saat diminta untuk bercerita. Suara subyek juga sangat kecil dan
menjawab pertanyaan dengan pelan. Sehingga terkadang observer harus meminta
subyek untuk mengulangi pengucapannya karena observer tidak mendengar kata
yang diucapkan.
2. Observer 2
Catatan:
Secara umum sudah sangat bagus. Tidak ada masalah.
Sintaksis
tersusun menjadi kalimat yang 1 √
bermakna atau memiliki arti
Semantik
2. Observer 2
INTERVAL
TARGET BEHAVIOR TOTAL
(90 MENIT)
Kejelasan pelafalan kata 1 √
Fonologi
5.2.3. Interview
A. Hasil Interview
Hasil interview tercantum dalam lampiran dalam bentuk verbatim.
Dalam verbatim hasil interview juga disertakan proses koding terhadap
interview tersebut.
B. Kesimpulan Interview
Berdasarkan hasil interview dengan guru subyek, subyek tidak
memiliki hambatan atau masalah dengan perkembangan bahasanya. Hampir
semua indikator dapat dilampaui dengan baik. Untuk fonologi, subyek
sudah mampu melafalkan setiap kata dengan jelas dan pengucapannya dapat
dipahami dengan baik oleh orang lain. Susunan kata yang digunakan atau
sintaksis sudah cukup bagus walaupun masih menggunakan kalimat
sederhana. Dan untuk pemaknaan terhadap kata atau semantik juga sudah
cukup bagus.
Subyek termasuk anak yang menonjol di kelas karena memiliki
kemampuan di atas rata-rata jika dibandingkan dengan teman-teman
sekelasnya. Subyek memiliki hobi menyanyi dan mengucapan dalam
bernyanyi tersebut sudah jelas. Subyek juga termasuk siswa yang aktif di
kelas.
A occ
% A occ= x 100
A 0 cc+ D
Keterangan
Atotal : jumlah total skala dimana kedua observer setuju meratingnya
Aocc : jumlah total skala yang muncul dimana kedua observer setuju
meratingnya
Anon : jumlah total skala yang tidak muncul dimana kedua observer
setuju meratingnya
D: jumlah skala dimana observer tidak setuju meratingnya
.3.1. Subyek 1
1. Fonologi
Kejelasan pelafalan kata
OBSERVER INTERVAL 1
Observer 1 Ο
Observer 2 Ο
=0%
c) Agreement on nonoccurance observation
A non
% A non= x 100
A non+ D
1
% A occ= x 100
1+0
= 100 %
Observer 2 √
2. Sintaksis
Dapat mengurutkan kata-kata sehingga tersusun menjadi kalimat yang
bermakna atau memiliki arti
OBSERVER INTERVAL 1
Observer 1 √
Observer 2 √
A occ
% A occ= x 100
A 0 cc+ D
1
% A occ= x 100
1+0
= 100 %
3. Semantik
Dapat menjelaskan makna dari setiap kata yang diucapkan
OBSERVER INTERVAL 1
Observer 1 √
Observer 2 √
0
% A occ= x 100
0+0
=0%
.3.2. Subyek 2
1. Fonologi
Kejelasan pelafalan kata
OBSERVER INTERVAL 1
Observer 1 √
Observer 2 √
A total
% A total= x 100
A total + D
1
% A total= x 100
1+0
= 100 %
b) Agreement on occurance observation
A occ
% A occ= x 100
A 0 cc+ D
1
% A occ= x 100
1+0
= 100 %
c) Agreement on nonoccurance observation
A non
% A non= x 100
A non+ D
0
% A occ= x 100
0+0
=0%
1
% A occ= x 100
1+0
= 100 %
2. Sintaksis
Dapat mengurutkan kata-kata sehingga tersusun menjadi kalimat yang
bermakna atau memiliki arti
OBSERVER INTERVAL 1
Observer 1 √
Observer 2 √
0
% A occ= x 100
0+0
=0%
3. Semantik
Dapat menjelaskan makna dari setiap kata yang diucapkan
OBSERVER INTERVAL 1
Observer 1 √
Observer 2 √
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN
Dari hasil observasi dan interview didapatkan hasil bahwa subyek pertama
memiliki hambatan dalam berbahasa yang secara spesifik memiliki hambatan
dalam hal fonologi atau pelafalan. Subyek pertama kurang mampu mengucapkan
kata dengan jelas sehingga dalam berkomunikasi sering kali kurang bisa dipahami
oleh orang lain. Selain itu subyek juga kurang bisa mengucapkan kata yang
apabila diucapkan bunyinya hampir mirip. Namun kemampuan sintaksis subyek
sudah bagus, begitu pula untuk kemmpuan semantik subyek juga sudah cukup.
Beberapa kata sederhana dapat diartikan dengan cukup baik oleh subyek.
Untuk subyek kedua, berdasarkan hasil observasi dan interview didapatkan
hasil bahwa perkembangan bahasa pertama subyek sudah bagus. Kemmapuan
berbahasa subyek sudah memadai untuk umur seusianya. Dalam hal fonologi,
subyek sudah mampu mengucapkan kata dengan jelas. Subyek juga sudah mampu
mengucapkan kata yang bunyinya hampir mirip jika diucapkan. Dalam hal
sintaksis, subyek mampu menyusun kata menjadi kelimat yang bermakna
walaupun masih dalam taraf kalimat sederhana. Dan untuk sintaksis, subyek juga
sudah mampu mengartikan beberapa kata sederhana dengan baik. Secara umum
perkembaangan bahasa pertama pada subyek kedua adalah baik.
6.2. SARAN
Dukungan dan stimulus masih sangat dibutuhkan oleh subyek pertama agar
hambatan dalam berbahasa subyek khususnya dalam hal fonologi bisa teratasi.
Pemberian stimulus yang dilakukan secara kontinyu dan konsisten akan
membantu subyek untuk memudahkan dalam melafalkan beberapa kata. Selain itu
subyek pertama juga disarankan untuk lebih meningkatkan atensinya terhadap
orang lain karena subyek pertama sering kali hanya menjawab jika sedang mood
saja dan terkadang jawaban yang diberikan kurang sesuai dengan pertanyaan yang
telah ditanyakan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN