Você está na página 1de 60

PSIKODIAGNOSTIK 4

BAB I
PENDAHULUAN

.1. LATAR BELAKANG


Bahasa merupakan sarana komunikasi utama yang digunakan oleh manusia.
Bahasa adalah simbolisasi dari sesuatu ide atau suatu pemikiran yang ingin
dikomunikasikan oleh pengirim pesan dan diterima oleh penerima pesan melalui
kode-kode tertentu baik secara verbal maupun nonverbal. Bahasa digunakan anak
dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan
untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa diekspresikan melalui
bicara yang mengacu pada simbol verbal. Perkembangan kemampuan lingusitik
terjadi di dalam konteks umum perkembangan konseptual dan intelektual anak-
anak. Memahami proses pemerolehan bahasa akan memberikan pandangan yang
jelas tentang perkembangan kognitif anak secara menyeluruh
Setiap anak normal pasti memperoleh suatu bahasa yaitu “bahasa pertama”
atau “bahasa asli” ataupun “bahasa ibu” dalam tahun pertama kehidupannya.
Anak dilahirkan dengan potensi mampu memperoleh bahasa apa saja termasuk
Bahasa Indonesia. Menurut Chomsky kemampuan itu membawa seorang anak
mampu menguasai kalimat-kalimat secara bertahap dari yang sederhana sampai
pada bentuk yang kompleks. Anak yang terlahir ke dunia telah memiliki kapasitas
berbahasa. Selain itu faktor lingkungan juga ikut membantu proses perkembangan
bahasa pada anak. Anak akan belajar makna kata dan bahasa sesuai dengan apa
yang mereka dengar, lihat dan hayati dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan
bahasa anak terbentuk oleh lingkungan yang berbeda-beda.
Perkembangan bahasa pada anak akan terus berkembang hingga dewasa.
Perkembangan bahasa pada anak usia 3-5 tahun merupakan fase yang cukup
penting dimana anak telah belajar mengucapkan dan menyusun kata dengan
struktur tertentu dan anak telah belajar tentang makna kata yang diucapkan. Pada
usia ini anak telah memperoleh pengembangan bahasa tidak hanya di rumah,
tetapi juga di sekolah.

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

Perkembangan bahasa anak juga ditentukan oleh konteks lingkungan


dimana dia tinggal atau berada. Anak yang berada di kota tentunya akan memiliki
perkembangan bahasa yang berbeda dengan anak yang tinggal di desa. Oleh
karena itu, pada penelitian ini peneliti akan membuat penelitian tentang
perkembangan bahasa pertama pada anak usia 3-5 tahun yang bersekolah di
sebuah TK yang terletak di sebuah daerah pinggiran.

1.1.2. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perkembangan bahasa pertama pada
anak yang berusia 3-5 tahun yang bersekolah di sebuah TK di daerah pinggiran,
melalui perilaku-perilaku yang menjadi target perilaku saat diobservasi. Target
perilaku observasi adalah bahasa yang diucapkan oleh anak saat observasi
dilakukan.

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. TEORI UMUM


2.1.1. Definisi Bahasa
Bahasa (language) mencakup setiap sarana komunikasi dengan
menyimbolkan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan makna kepada orang
lain, termasuk di dalamnya perbedaan bentuk komunikasi yang luas, seperti :
tulisan, bicara, bahasa simbol, ekspresi muka, isyarat, pantomime dan seni.
Kartono (1990) menambahkan bahwa bahasa dapat menjadi :
1. Alat untuk mengngkapkan pikiran dan maksud tertentu.
2. Untuk alat berkomunikasi dengan orang lain.
3. Dipakai untuk membuka lapangan rohaniah yang lebih tinggi tarafnya.
4. Bahasa juga dipakai untuk mengembangkan fungsi-fungsi tanggapan,
perasaan, fantasi, intelek, dan kemauan.
Menurut Hurlock (1978) komunikasi berarti suatu pertukaran pikiran dan
perasaan. Pertukaran tersebut dapat dilaksanakan dengan setiap bentuk bahasa
seperti : isyarat, ungkapan emosional, bicara, atau bahasa tulisan, tetapi
komunikasi yang paling umum dan paling efektif dilakukan dengan bicara.

2.1.2. Perbedaan Pemerolehan Bahasa dan Belajar Bahasa


Pemerolehan bahasa dan belajar bahasa merupakan dua hal yang berbeda.
Berikut ini adalah perbedaan diantara keduanya, yaitu:
1. Pemerolehan Bahasa.
a. Proses peraihan bahasa dibawah sadar
b. Prosesnya tanpa kompetensi tentang aturan” bahasa;
c. Berlangsung di masyararakat;
d. Sifatnya alami dan berlangsung informal;
e. Merujuk akan tuntutan komunikasi;
f. Konsekuensinya sosial (berkaitan dengan masyarakat/
lingkungan tempat tinggal)

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

2. Belajar Bahasa.
a. Dilakukan secara sadar;
b. Kompetensi merupakan modal untuk menggunakan bahasa yang
dipelajari;
c. Berlangsung di kelas;
d. Sifatnya formal;
e. Merujuk akan tuntutan edukatif (pembelajaran)
f. Konsekuensinya berupa pengetahuan.

2.1.3. Teori Pemerolehan Bahasa Pertama


Dalam pemerolehan bahasa terdapat 2 perbedaan yaitu nurture dan nature.
Pemerolehan bahasa yang bersifat nurture berarti bahwa pemerolehan bahasa
seseorang itu ditentukan oleh lingkungan sekitar dimana ia berada, sedangkan
yang bersifat nature berarti bahwa pemerolehan bahasa itu pada dasarnya
merupakan suatu bekal yang telah dimiliki seseorang ketika ia dilahirkan ke
dunia.
1.        Nurture
Bagian ini membahas proses pemerolehan bahasa yang bersifat
nurture dari sudut pandang beberapa ahli yaitu Ivan Pavlov, John B. Watson
dan B.F. Skinner. Pada intinya yang dimaksud dengan proses pemerolehan
bahasa yang bersifat nurture adalah bahwa proses pemerolehan bahasa
seseorang itu merupakan suatu kebiasaan yang dapat diperoleh melalui
proses pengkondisian (Brown, 2000:34). Hal ini sejalan dengan pandangan
para ahli behaviorisme yang sangat meyakini bahwa anak-anak hadir di
dunia disertai dengan sebuah tabula rasa, sebuah batu tulis yang bersih tanpa
ada pemahaman sebelumnya atas dunia maupun atas bahasa, dan bahwa
anak-anak tersebut kemudian dibentuk oleh lingkungan mereka dan
perlahan-lahan terkondisikan melalui beragam jadwal penguatan (Brown,
2000:22).
a. Ivan Pavlov
Ivan Pavlov adalah seorang ahli psikologi dari Rusia yang
melaksanakan serangkaian eksperimen yang kemudian terkenal

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

dengan sebutan classical conditioning. Dalam eksperimennya tersebut


Pavlov menggunakan anjing sebagai subyek. Pavlov kemudian
memeroleh kesimpulan bahwa stimuli netral awal yang berupa suara
dari garpu yang dibunyikan menghasilkan kekuatan yang
mendatangkan respon yang berupa pengeluaran air liur anjing yang
pada mulanya dihasilkan dari stimuli lain yaitu penglihatan atau bau
makanan anjing. Dengan demikian maka Pavlov telah membuktikan
bahwa proses belajar itu terdiri dari pembentukan beragam asosiasi
antara stimuli dan respon refleksif (Brown, 2000:80).

b.   John B. Watson


John B. Watson adalah seorang psikolog yang menemukan
istilah behaviorisme dan sekaligus menemukan suatu aliran ilmu
psikologi baru yang menyatakan bahwa para psikolog seharusnya
hanya terfokus pada perilaku yang dapat diamati secara langsung.
Lebih jauh, menurut Watson, pada dasarnya pernyataan-pernyataan
ilmiah dapat selalu diverifikasi (atau dibantah) oleh siapapun yang
mampu dan bersedia untuk melakukan observasi yang diperlukan.
Namun kemampuan ini tergantung pada kegiatan untuk memelajari
hal-hal yang dapat diamati secara obyektif. Menurutnya proses
kejiwaan bukan merupakan sebuah subyek yang tepat bagi studi
ilmiah karena proses kejiwaan merupakan peristiwa pribadi yang tidak
ada seorangpun yang dapat melihat atau menyentuhnya. Sedangkan
perilaku merupakan respon atau aktifitas yang jelas atau dapat diamati
oleh sebuah organisme. Maka Watson menegaskan bahwa para
psikolog dapat memelajari apapun yang dilakukan atau dikatakan
orang –berbelanja, bermain catur, makan, memuji seorang teman-
namun mereka tidak dapat memelajari secara ilmiah pikiran, harapan,
dan perasaan yang mungkin menyertai perilaku tersebut.
Berangkat dari pandangan barunya terhadap psikologi tersebut
dan dengan berpegangan pada temuan Pavlov yaitu dengan
menggunakan teori classical conditioning maka Watson menyatakan

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

bahwa penjelasan atas segala bentuk pembelajaran adalah dengan


melalui proses pengkondisian maka manusia membentuk sejumlah
hubungan stimuli-respon, dan perilaku manusia yang lebih kompleks
dipelajari melalui cara membangun serangkaian atau rantai-rantai
respon (Brown, 2000:80).
Dengan demikian Watson mengambil posisi yang ekstrim
terhadap salah satu pertanyaan psikologi yang tertua dan paling
mendasar yaitu masalah mengenai nature dan nurture. Watson
menyatakan bahwa setiap orang itu dibentuk menjadi apa adanya
mereka kemudian dan bukan dilahirkan. Ia mengabaikan pentingnya
keturunan, dengan menyatakan bahwa perilaku ditentukan sepenuhnya
oleh lingkungan. Namun pandangan Watson tersebut tidak pernah
mendapat kesempatan untuk diuji lebih lanjut. Meskipun demikian
tulisan-tulisannya memberikan sumbangan yang cukup besar bagi
elemen lingkungan yang seringkali dihubungkan dengan
behaviorisme.

c.   B.F. Skinner
Seorang ahli bahasa lain yang juga berkecimpung dalam teori
behaviorisme dan mengikuti jejak dan tradisi Watson adalah B.F.
Skinner, seorang psikolog Amerika yang hidup pada tahun 1904
sampai dengan 1990. Setelah memperoleh gelar doktor pada tahun
1931, Skinner menghabiskan sebagian besar karirnya di Universitas
Harvard tempat ia memeroleh kemasyuran atas penelitiannya terhadap
pembelajaran pada organisme rendah, sebagian besar pada tikus dan
burung dara.
Pada tahun 1950-an ia memperjuangkan kembalinya pendekatan
stimulus-respon milik Watson. Ia memiliki teori klasik yaitu Verbal
Behavior yang merupakan usaha lanjutan dari teori umum
pembelajaran Skinner sendiri yang disebut dengan pengkondisian
operan (operant conditioning). Skinner melakukan eksperimen
terhadap tikus dimana ia melatih tikus untuk mendapatkan makanan

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

dengan menekan pedal tertentu. Setelah tikus tersebut mendapatkan


pengetahuan bahwa jika ia ingin makan maka ia harus menekan pedal,
kemudian proses untuk memeroleh makanan dipersulit dengan
menyalakan lampu dimana sebelum mendapatkan makanan ia harus
menekan pedal ketika lampu berkedi-kedip. Proses berikutnya adalah
penekanan pedal sebanyak dua kali ketika lampu berkedip-kedip yang
juga dapat dipahami oleh tikus tadi (Dardjowidjojo, 2003:235).
Maka apa yang dimaksud dengan pengkondisian operan oleh
Skinner adalah pengkondisian dimana organisme (manusia)
menghasilkan suatu respon, atau operan (sebuah kalimat atau ujaran
atau aktifitas-aktifitas yang beroperasi atas dasar lingkungan), tanpa
adanya stimuli yang dapat diamati; operan tersebut dijaga (dipelajari)
melalui penguatan (reinforcement) (Brown, 2000:22-23). Teori
Skinner ini menerangkan bagaimana berbagai kecenderungan respon
dicapai melalui pembelajaran. Jika respon diikuti oleh konsekuensi
yang menguntungkan atau disebut juga penguatan, maka respon
tersebut menguat dan jika respon menghasilkan konsekuensi negatif 
atau hukuman), maka respon tersebut akan melemah. Melalui
eksperimennya tersebut, Skinner menemukan bahwa pemerolehan
pengetahuan, termasuk pengetahuan mengenai bahasa merupakan
kebiasaaan semata atau hal yang harus dibiasakan terhadap subyek
tertentu yang dilakukan secara terus-menerus dan bertubi-tubi
(Dardjowidjojo, 2003:235).
Dalam bukunya Diluar Kebebasan dan Martabat (Beyond
Freedom and Dignity) yang diterbitkan tahun 1971 Skinner
menyatakan bahwa semua perilaku sepenuhnya diatur oleh
rangsangan eksternal. Dengan kata lain, perilaku manusia ditentukan
oleh cara-cara yang dapat diprediksi oleh prinsip-prinsip hukum,
seperti halnya terbangnya anak panah yang diatur oleh hukum-hukum
fisika. Maka, jika seseorang meyakini bahwa tindakan-tindakannya
merupakan hasil-hasil dari keputusan-keputusan secara sadar, maka ia

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

keliru. Menurut Skinner, semua manusia dikendalikan oleh


lingkungannya, bukan oleh dirinya sendiri.
Selanjutnya, dengan mengikuti tradisi Watson, Skinner
menunjukkan minat yang kecil terhadap apa yang terjadi “di dalam”
diri manusia. Ia menyatakan bahwa adalah sia-sia untuk berspekulasi
terhadap proses-proses kognitif pribadi yang tidak dapat diobservasi.
Melainkan, ia memfokuskan pada bagaimana lingkungan eksternal
membentuk perilaku yang jelas. Ia menyatakan adanya determinisme,
yang menilai bahwa perilaku sepenuhnya ditentukan oleh stimuli
lingkungan. Menurut pandangannya, orang cenderung menunjukkan
beberapa pola perilaku karena mereka memiliki kecenderungan-
kecenderungan respon  (response tendencies) yang stabil yang mereka
capai melalui pengalaman. Kecenderungan-kecenderungan respon
tersebut dapat berubah di masa mendatang, sebagai hasil dari
pengalaman baru, namun mampu terus bertahan untuk menciptakan
tingkat konsistensi tertentu dalam perilaku seseorang.
 Lebih lanjut, Skinner memandang pribadi seorang individu
sebagai sebuah kumpulan kecenderungan-kecenderungan respon yang
terikat pada berbagai situasi stimuli. Sebuah situasi tertentu dapat
dihubungkan dengan sejumlah kecenderungan respon  yang bervariasi
dalam kekuatan tergantung pada pengkondisian di masa lalu. Karena
kecenderungan-kecenderungan respon secara konstan diperkuat atau
diperlemah oleh pengalaman-pengalaman baru, teori Skinner
memandang perkembangan kepribadian sebagai sebuah perjalanan
yang berkelanjutan seumur hidup. Skinner tidak melihat alasan untuk
membagi proses perkembangan ke dalam beberapa tahap. Ia juga tidak
memberikan importansi khusus pada pengalaman-pengalaman masa
kanak-kanak.
Dalam hubungannya dengan pemerolehan bahasa, Skinner
adalah seseorang yang mendukung nurture, karena baginya, setiap
ujaran yang diucapkan manusia sesungguhnya mengikuti satu bentuk
yang bersifat baik verbal maupun nonverbal dan perilaku bahasa

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

semacam ini hanya dapat dipelajari manusia dari lingkungan atau


faktor-faktor eksternal yang ada di sekitarnya (Pateda, 1991:99).
Dengan demikian ia mempertegas dan memperjelas pandangan bahwa
stimuli adalah hal yang terpenting dalam proses pemerolehan bahasa
karena pada dasarnya stimuli yang memengaruhi respon.
Dalam hubungannya dengan aliran behaviorisme sendiri,
menurut Lyons (1977:122) terdapat prinsip atau kecenderungan
khusus yang menyatakan bahwa aliran ini cenderung memperkecil
peran insting dan dorongan-dorongan yang dibawa sejak lahir dan
penekanan atas peran yang dimainkan oleh pembelajaran dimana
hewan dan manusia memperoleh pola-pola perilaku mereka;
menekankan pada pemupukan (nurture) dan bukan pada sifat alami
(nature), lebih menekankan pada lingkungan ketimbang pada faktor
keturunan.

Selanjutnya Bell (1981:24) mengungkapkan pandangan aliran behaviorisme


yang dianggap sebagai jawaban atas pertanyaan bagaimanakah sesungguhnya
manusia memelajari bahasa, yaitu:
1.   Dalam upaya menemukan penjelasan atas proses pembelajaran
manusia, hendaknya para ahli psikologi memiliki pandangan bahwa
hal-hal yang dapat diamati saja yang akan dijelaskan, sedangkan hal-
hal yang tidak dapat diamati hendaknya tidak diberikan penjelasan
maupun membentuk bagian dari penjelasan.
2.   Pembelajaran itu terdiri dari pemerolehan kebiasaan, yang diawali
dengan peniruan.
3. Respon yang dianggap baik menghasilkan imbalan yang baik pula.
4.   Kebiasaan diperkuat dengan cara mengulang-ulang stimuli dengan
begitu sering sehingga respon yang diberikan pun menjadi sesuatu
yang bersifat otomatis.

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

2.      Nature
Bagian ini membahas proses pemerolehan bahasa yang bersifat nature dari
sudut pandang beberapa ahli, yaitu Noam Chomsky, Derek Bickerton dan David
McNeill. Pada dasarnya yang dimaksud dengan proses pemerolehan bahasa yang
bersifat nature adalah bahwa proses pemerolehan bahasa ditentukan oleh
pengetahuan yang dibawa sejak lahir dan bahwa properti bawaan tersebut bersifat
universal karena dialami atau dimiliki oleh semua manusia (Brown, 2000:34).
a.   Noam Chomsky
Sebagai wujud dari reaksi keras atas behaviorisme pada akhir
era 1950-an, Chomsky yang merupakan seorang nativis menyerang
teori Skinner yang menyatakan bahwa pemerolehan bahasa itu bersifat
nurture atau dipengaruhi oleh lingkungan. Chomsky berpendapat
bahwa pemerolehan bahasa itu berdasarkan pada nature karena
menurutnya ketika anak dilahirkan ia telah dengan dibekali dengan
sebuah alat tertentu yang membuatnya mampu memelajari suatu
bahasa. Alat tersebut disebut dengan Piranti Pemerolehan Bahasa
(language acquisition device/LAD) yang bersifat universal (Universal
Grammer) yang dibuktikan oleh adanya kesamaan pada anak-anak
dalam proses pemerolehan bahasa mereka (Dardjowidjojo, 2003:235-
236). Jadi perkembangan pemerolehan bahasa anak akan seiring
dengan pertumbuhan faktor biologisnya (Ghazali: 2000 dan
Dardjowidjojo: 2005).
Dari teori Universal Grammar Chomsky tersebut diatas muncul
istilah competence dan performance. Chomsky (1960) mengatakan
bahwa: “Competence: What we know - Our deep structure - What we
are capable of doing while Performance: What we show - Our surface
structure - What we do” (Elliot, 1996:7-9). Dalam pengertian lain bisa
juga dikatakan bahwa yang disebut dengan kompetensi adalah proses
penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara tidak disadari,
sedangkan performasi merupakan kemampuan memahami dan
melahirkan atau menerbitkan kalimat-kalimat baru (Chaer, 2003:167).
Sehingga ketika seseorang memiliki kompetensi berbahasa yang baik

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

dan benar maka sudah bisa dipastikan orang tersebut akan sukses
dalam performasinya (spoken&written language), kecuali orang
tersebut mengalami language disorders seperti dyslexia dan aphasia.
Skinner dipandang terlalu menyederhanakan masalah ketika ia
menyama-ratakan proses pemerolehan pengetahuan manusia dengan
proses pemerolehan pengetahuan binatang, yaitu tikus dan burung
dara yang digunakan sebagai subyek dalam eksperimennya, karena
menurut pendekatan nativis, bahasa bagi manusia merupakan
fenomena sosial dan bukti keberadaan manusia (Pateda, 1991:102).
Selain itu ada pula alasan lain mengapa pendekatan nativis merasa
tidak setuju terhadap teori Skinner. Alasan tersebut berhubungan
dengan bahasa itu sendiri, yaitu menurut para nativis bahasa
merupakan sesuatu yang hanya dimiliki manusia sebab bahasa
merupakan sistem yang memiliki peraturan tertentu, kreatif dan
tergantung pada struktur (Dardjowidjojo, 2003:236). Masih dalam
kaitannya dengan bahasa, karena tingkat kerumitan bahasa pula, maka
kaum nativis berpendapat bahasa merupakan suatu aktivitas mental
dan sebaiknya tidak dianggap sebagai aktivitas fisik, inilah sebabnya
mengapa pendekatan nativis disebut juga dengan pendekatan
mentalistik (Pateda, 1991:101).

b.   Derek Bickerton
Pendukung lain dari proses pemerolehan bahasa yang bersifat
nature adalah Derek Bickerton (Brown, 2000:35). Ia melakukan
sejumlah penelitian mengenai bekal yang dibawa manusia sejak lahir
(innateness) dan mendapatkan beberapa bukti yang cukup signifikan.
Bukti-bukti tersebut mengungkapkan  bahwa manusia itu
sesungguhnya telah “terprogram secara biologis” untuk beralih dari
satu tahap kebahasaan ke tahap kebahasaan berikutnya dan bahwa
manusia terprogram sejak lahir untuk menghasilkan sifat-sifat
kebahasaan tertentu pada usia perkembangan yang tertentu pula
(Brown, 2000:35). Dengan demikian pemerolehan bahasa tidak

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

ditentukan oleh proses kondisi yang diberikan pada anak namun


ditentukan oleh proses yang berjalan dengan sendirinya sejak anak
lahir ke dunia seiring dengan kematangan pengetahuan bahasa dan
usia anak tersebut.

c.   David McNeill


Dalam Brown (2000:24) menyatakan bahwa LAD terdiri dari
empat properti kebahasaan bawaan, yaitu:
1.   Kemampuan untuk membedakan bunyi ujaran manusia (speech
sounds) dari bunyi lain dalam lingkungan
2.   Kemampuan untuk mengorganisir data kebahasaan menjadi
beragam kelas yang dapat diperhalus atau diperbaiki di
kemudian hari
3.   Pengetahuan bahwa hanya jenis sistem kebahasaan tertentu yang
mungkin untuk digunakan dan jenis sistem lainnya tidak
mungkin untuk digunakan
4.   Kemampuan untuk melakukan evaluasi secara konstan terhadap
sistem kebahasaan yang terus berkembang sehingga dapat
membangun sistem yang paling sederhana dari masukan
kebahasaan yang ada.

Sebagai jawaban atas pertanyaan bagaimana manusia memelajari bahasa,


Bell (1981:24) juga berusaha mengajukan beberapa pandangan Chomsky, yaitu:
1.   Aktivitas yang terjadi di dalam pikiranlah, misalnya cara memproses,
menyimpan dan mengambil pengetahuan dari simpanan tersebut, yang
merupakan pusat perhatian utama dan bukan perwujudan secara fisik
dari pengetahuan.
2.   Pembelajaran merupakan masalah “penerimaan secara masuk akal”
dari data yang diterima otak melalui panca indera.
3.   Kemampuan individu untuk merespon situasi baru dimana jika hanya
berbekal kebiasaan stimuli-respon semata tidak akan dapat membuat
individu tersebut siap.

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

4.   Pembelajaran merupakan suatu proses mental karena adalah lebih baik


untuk mengetahui dan tidak dapat mengungkapkannya dengan kata-
kata daripada berkata-kata tanpa pemahaman.

2.1.4. Tahap Perkembangan Bahasa Pertama


a) Tahap-tahap umum perkembangan bahasa anak
1. Reflexsive Vocalization
Pada usia 0-3 minggu bayi akan mengeuarkan suara tangisan
yang masih berupa refleks. Jadi, bayi menangis bukan karena ia
memang ingin menangis tetapi hal tersebut dilakukan tanpa ia
sadari.
2. Babling
Pada usia lebih dari 3 minggu, ketika bayi merasa lapar atau
tidak nyaman ia akan mengeluarkan suara tangisan. Berbeda
dengan sebelumnya, tangisan yang dikeluarkan telah dapat
dibedakan sesuai dengan keinginan atau perasaan si bayi.
3. Lalling
Di usia 3 minggu sampai 2 bulan mulai terdengar suara-suara
namun belum jelas. Bayi mulai dapat mendengar pada usia 2 s/d
6 bulan sehingga ia mulai dapat mengucapkan kata dengan suku
kata yang diulang-ulang, seperti: “ba….ba…, ma..ma….”
4. Echolalia
Di tahap ini, yaitu saat bayi menginjak usia 10 bulan ia mulai
meniru suara-suara yang di dengar dari lingkungannya, serta ia
juga akan menggunakan ekspresi wajah atau isyarat tangan
ketika ingin meminta sesuatu.
5. True Speech
Bayi mulai dapat berbicara dengan benar. Saat itu usianya sekitar
18 bulan atau biasa disebut batita. Namun, pengucapannya belum
sempurna seperti orang dewasa.

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

b) Milestone Normal Perkembangan Bicara dan Bahasa pada Anak

UMUR KEMAMPUAN RESEPTIF KEMAMPUAN EKSPRESIF

Lahir  Melirik ke sumber suara  Menangis


 Memperlihatkan ketertarikan
terhadap suara-suara
2-4 bulan  Tertawa dan mengoceh tanpa arti
6 bulan  Memberikan respon jika  Mengeluarkan suara yang
namanya dipanggil merupakan kombinasi huruf
hidup (vokal) dan huruf mati
(konsonan)
9 bulan  Mengerti dengan kata-kata  Mengucapkan ‘ma-ma’, ‘da-da’
yang rutin diucapkan, seperti
‘da-da’
12 bulan  Memahami dan menuruti  Bergumam
perintah sederhana  Mengucapkan suatu kata
15 bulan  Menunjuk anggota tubuh  Mempelajari kata-kata dengan
perlahan
18-24  Mengerti kalimat  Menggunaka / merangkai dua
bulan kalimat
24-36  Menjawab pertanyaan  Frase 50% dapat diikuti
bulan  Mengikuti 2 langkah perintah  Membentuk 3 (atau lebih)
kalimat
 Menanyakan ‘apa’
36-48  Mengerti banyak apa yang  Menanyakan ‘kenapa’
bulan diucapkan  Kalimat 75% dapat dimengerti
 Bahasa sudah mulai jelas
 Menggunakan lebih dari 4 kata
dalam satu kalimat
48-60  Mengerti banyak apa yang  Menyusun kalimat dengan baik
bulan dikatakan, sepadan dengan  Bercerita
fungsi kognitif  100% kalimat dapat dimengerti
6 tahun  Pengucapan bahasa lebih jelas

c) Perkembangan Bahasa menurut Stern

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

Suami istri Clara dan William Stern (dalam Kartono, 1990) membagi
perkembangan bahasa anak yang normal dalam empat periode
perkembangan , yaitu :
1.Prastadium. Pada tahun pertama : meraban, dan kemudian
menirukan bunyi-bunyi. Mula-mula menguasai huruf hidup,
kemudian huruf mati, terutama huruf-huruf bibir. Lalu
berlangsung proses reduplikasi atau pengulangan suku kata
seperti : ma – ma, pa – pa, mam – mam, uk – uk, dan lain
sebagainya.
2.Masa pertama (kurang lebih 12 -18 bulan) : stadium kalimat-satu-
kata. Satu perkataan dimaksudkan untuk mengungkapkan satu
perasaan atau satu keinginan. Umpama kata “mama”,
dimaksudkan untuk : “Mama, dudukkanlah saya di kursi itu!
Mama, saya minta makan.”
3.Masa kedua (kurang lebih 18-24 bulan) : anak mengalami stadium-
nama. Pada saat ini timbul kesadaran bahwa setiap benda
mempunyai nama. Jadi ada kesadaran tentang bahasa. Anak
mengalami peristiwa “lapar-kata” : yaitu mau menghafal secara
terus menerus kata-kata baru, dan ingin memahami artinya.
Perbendaharaan kata anak menjadi semakin bertambah dengan
cepatnya dan anak selalu merasa “haus-tanya” dengan jalan
mengajukan pertanyaan sebanyak-banyaknya. Pada saat anak
mulai meninggalkan kalimat-satu-kata, lalu menggunakan dua
atau tiga kata-kata sekaligus. Mula-mula ia mengucapkannya
dengan tergagap-gagap : lambat laun kalimatnya terungkapkan
lebih lancar. Mulailah muncul kata-kata benda dan kata-kata
kerja, yang disusul dengan kata sifat. Baru sesudah anak berusia
3 tahun, anak mulai menguasai kata-kata penghubung.
4.Masa ketiga (kurang lebih 24-30 bulan) : anak mengalami stadium-
flexi (flexi, flexico = menafsirkan, mengakrabkan kata-kata).
Lambat laun anak mulai menggunakan kata-kata kerja yang
ditafsirkan, yaitu kata-kata yang sudah diubah dengan

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

menambahkan awalan, akhiran, dan sisipan. Bentuk kalimat-


kalimat masih tunggal. Kemudian anak mulai menggunakan
kata-kata seru, kalimat bertanya, dan kalimat penjelasan. Lalu
bisa merangkaikan kalimat-kalimat pendek. Biasanya bentuk
pertanyaan ditujukan pada pengertian nama benda-benda, letak
benda (di mana), dan apakah benda itu.
5.Masa keempat (mulai usia 30 bulan ke atas) : stadium anak kalimat.
Anak mulai merangkaikan pokok pemikiran anak dengan
penjelasannya, berupa anak kalimat. Pertanyaan anak kini sudah
manyangkut perhubungan waktu (kapan, bila), dan kaitan sebab
– musabab (mengapa).

d) Tahap perkembangan bahasa menurut Aitchison


1. Tahap 1: Mendengkur
Tahap ini mulai berlangsung pada anak usia sekitar enam
minggu. Bunyi yang dihasilkan mirip dengan vokal tetapi tidak
sama dengan bunyi vokal orang dewasa.
2. Tahap 2: Meraban
Tahap ini berlangsung ketika usia anak mendekati enam bulan.
Tahap meraban merupakan pelatihan bagi alat-alat ucap. Vokal
dan konsonan dihasilkan secara serentak.
3. Tahap 3: Pola intonasi
Anak mulai menirukan pola-pola intonasi. Tuturan yang
dihasilkan mirip dengan yang diucapkan ibunya.

4. Tahap 4: Tuturan satu kata


Pada umur satu tahun sampai delapan belas bulan anak mulai
mengucapkan tuturan satu kata. Pada usia ini anak memperoleh
sekitar lima belas kata meliputi nama orang, binatang, dan lain-
lain.
5. Tahap 5: Tuturan dua kata

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

Umumnya pada usia dua setengah tahun anak sudah menguasai


beberapa ratus kata. Tuturan hanya terdiri atas dua kata.
6. Tahap 6: Infleksi kata
Kata-kata yang dianggap remeh dan infleksi mulai digunakan.
Dalam bahasa Indonesia yang tidak mengenal istilah infleksi,
mungkin berwujud pemerolehan bentuk-bentuk derivasi,
misalnya kata kerja yang mengandung awalan atau akhiran.
7. Tahap 7: Bentuk Tanya dan bentuk ingkar
Anak mulai memperoleh kalimat tanya dengan kata tanya
seperti apa, siapa, kapan, dan sebagainya. Di samping itu anak
juga sudah mengenal bentuk ingkar.
8. Tahap 8: Konstruksi yang jarang atau kompleks
Anak sudah mulai berusaha menafsirkan meskipun
penafsirannya dilakukan secara keliru. Anak juga memperoleh
kalimat dengan struktur yang rumit, seperti pemerolehan kalimat
majemuk.
9. Tahap 9: Tuturan yang matang
Pada tahap ini anak sudah dapat menghasilkan kalimat-kalimat
seperti orang dewasa.

2.1.5. Proses Pemerolehan Bahasa Pertama


Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di
dalam otak anak-anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa
ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa.
Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu
seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa
pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama,
sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer,
2003:167).
Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa ada
dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

pertamanya. Proses yang dimaksud adalah proses kompetensi dan proses


performansi.
Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik) secara tidak disadari. Kompetensi ini dibawa oleh setiap
anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak lahir, kompetensi  memerlukan
pembinaan sehingga anak-anak memiliki performansi dalam berbahasa.
Performansi adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk
berkomunikasi. Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan
proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan
mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses
penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri (Chaer
2003:167). 
Secara lebih jelas Chomsky menjelaskan sebagai berikut:
a. Proses Kompetensi:
1. Fonologi
Kata pertama mempengaruhi bagaimana bayi mengucapkan sesuatu.
Ketika belajar bicara, anak-anak bereksperimen dengan bunyi, pola
bunyi, ritme perkataan, dan mempraktekkan strategi fonologi yang
sistematik untuk menyederhanakan ucapan orang dewasa. Secara
gradual kata-kata yang minim disempurnakan menjadi kata-kata yang
utuh dengan cara memperbaiki pola penekanan pada kata tersebut.
Perbedaan individual yang terjadi dalam tempo perkembangan
fonologis, bergantung pada kompleksitas sistem bunyi bahasa tersebut
dan pentingnya bunyi pasti yang harus diungkapkan diartinya. Lafal
berkembang pesat bersamaan dengan matangnya pengucapan vocal
dan aktifnya anak-anak prasekolah (TK) dalam memecahkan masalah.
Pola aksen yang menandakan perbedaan halus dalam arti kata, baru
akan dikuasai pada pertengahan masa kanak-kanak (middle childhood)
dan masa remaja.
Pada fase ini anak menggunakan bunyi-bunyi yang telah dipelajarinya
dengan bunyi-bunyi yang belum dipelajari, misalnya menggantikan
bunyi /l/ yang sudah dipelajari dengan bunyi /r/ yang belum dipelajari.

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

Pada akhir periode berceloteh, anak sudah mampu mengendalikan


intonasi, modulasi nada, dan kontur bahasa yang dipelajarinya.
2. Sintaksis
Urutan dan organisasi kata-kata yang membentuk kalimat atau frasa
menurut rumus-rumus sangat penting dalam suatu bahasa atau
komponen bahasa (atau komponen tata bahasa) yang mengaturnya
disebut sintaksis. Tugas paling utama komponen sintaksis ini adalah
untuk menentukan hubungan di antara pola-pola bunyi bahasa itu
dengan arti-artinya dengan cara mengatur urutan kata-kata yang
membentuk fase-fase atau kalimat-kalimatnya agar selaras dengan
arti-arti yang diinginkan penuturnya. Dengan demikian aspek dalam
penggunaan bahasa telah dapat diterangkan berdasarkan komponen
sintaksis. Dengan kata lain, fakta bahwa anak memiliki kemampuan
(kompetensi) untuk menerbitkan dan memahami kalimat-kalimat baru
yang tidak terbatas jumlahnya dapat diterangkan olehsistem sintaksis
bahasa.
Alamsyah (2007:21) menyebutkan bahwa anak-anak mengembangkan
tingkat gramatikal kalimat yang dihasilkan melalui beberapa tahap,
yaitu melalui peniruan, melalui penggolongan morfem, dan melalui
penyusunan dengan cara menempatkan kata-kata secara bersama-sama
untuk membentuk kalimat.
3. Semantik
Komponen semantik suatu tata bahasa memainkan peranan untuk
menentukan arti setiap kalimat sesuatu bahasa. Dengan demikian
komponen semantik membentuk semacam perbatasan diantara bahasa
dengan pikiran. Oleh karena komponen semantik itu merupakan satu
sistem representasi dalam, maksudnya berada di dalam otak, maka
komponen ini sangat sukar dipahami dan dikaji karena tidak diamati
dan diteliti secara empirikal. Arti sesuatu kalimat atau frasa ditentukan
oleh beberapa faktor yang satu sama lain saling menjalin. Faktor-
faktor itu adalah:

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

a. Arti kata-kata dan morfem-morfem yang membentuk kalimat


atau frase.
b. Urutan kata-kata dan morfem-morfem ini dalam organisasi
kalimat atau frase yang disebut sintaksis.
c. Intonasi dan cara kalimat atau frase itu diucapkan atau dituliskan
d. Situasi pada waktu kalimat atau frase itu diucapkan
e. Kalimat-kalimat yang diucapkan atau dituliskan sebelum
kalimat-kalimat atau frase-frase itu.
Anak menggunakan kata-kata tertentu berdasarkan kesamaan gerak,
ukuran, dan bentuk. Misalnya, anak sudah mengetahui makna kata
jam. Awalnya anak hanya mengacu pada jam tangan orang tuanya,
namun kemudian dia memakai kata tersebut untuk semua jenis jam.

b. Proses Performansi
1. Pemahaman
Melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-
kalimat yang didengar.
2. Penerbitan
Melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri.

2.1.6. Dorongan Penggunaan Bahasa


Menurut Karl Buhler (dalam Kartono, 1990) terdapat tiga dorongan utama
dalam penggunaan bahasa, yaitu :
1. Kundgabe (pengumuman, maklumat, pemberitahuan) : ada dorongan
yang merangsang anak untuk memberitahukan isi kehidupan
batiniahnya, yaitu pikiran, perasaan, kemauan, harapan, fantasi diri,
dan lain-lain kepada orang lain.
2. Auslosung (pelepasan) : ada dorongan yang kuat pada anak untuk
melepaskan kata-kata dan kalimat-kalimat sebagai hasil dari peniruan.
3. Darstellung (pengungkapan, penyampaian, pemaparan) : anak ingin
mengungkapkan keluar segala sesuatu yang menarik hati dan memikat
perhatiannya.

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

2.1.7. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa


Ada tiga faktor paling signifikan yang mempengaruhi anak dalam
berbahasa, yaitu  biologis, kognitif,dan lingkungan
1. Evolusi Biologi
Evolusi biologis menjadi salah satu landasan  perkembangan bahasa.
Mereka menyakini bahwa evolusi biologi membentuk manusia menjadi manusia
linguistik. Noam Chomsky (1957) meyakini bahwa  manusia terikat secara
biologis untuk mempelajari bahasa pada suatu waktu tertentu dan dengan cara
tertentu. Ia menegaskan bahwa setiap anak mempunyai language acquisition
device (LAD), yaitu kemampuan alamiah anak untuk berbahasa. Tahun-tahun
awal masa anak-anak merupakan periode yang penting untuk belajar bahasa
(critical-period). Jika pengenalan bahasa tidak terjadi sebelum masa remaja, maka
ketidakmampuan dalam menggunakan tata bahasa yang baik akan dialami seumur
hidup. Selain itu, adanya periode penting dalam mempelajari bahasa  bisa
dibuktikan salah satunya dari aksen orang dalam berbicara. Menurut teori ini, jika
orang berimigrasi setelah berusia 12 tahun kemungkinan akan berbicara bahasa
negara yang baru dengan aksen asing pada sisa hidupnya, tetapi kalau orang
berimigrasi sebagai anak kecil, aksen akan hilang ketika bahasa baru akan
dipelajari (Asher & Gracia, 1969).

2. Faktor kognitif
Individu merupakan satu hal yang tidak bisa dipisahkan pada perkembangan
bahasa anak. Para ahli kognitif juga menegaskan bahwa kemampuan anak
berbahasa tergantung pada kematangan kognitifnya (Piaget,1954). Tahap awal
perkembangan intelektual anak terjadi dari lahir sampai berumur 2 tahun. Pada
masa itu anak mengenal dunianya melalui sensasi yang didapat dari inderanya dan
membentuk persepsi mereka akan segala hal yang berada di luar dirinya.
Misalnya, sapaan lembut dari ibu/ayah ia dengar dan belaian halus, ia rasakan,
kedua hal ini membentuk suatu simbol dalam proses mental  anak. Perekaman
sensasi  nonverbal (simbolik) akan berkaitan dengan memori asosiatif yang
nantinya akan memunculkan suatu logika. Bahasa simbolik itu merupakan bahasa

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

yang personal dan setiap bayi pertama kali berkomunikasi dengan orang lain
menggunakan bahasa simbolik. Sehingga sering terjadi hanya ibu yang mengerti
apa yang diinginkan oleh anaknya dengan melihat/mencermati bahasa simbol
yang dikeluarkan oleh anak. Simbol yang dikeluarkan anak dan dibahasakan oleh
ibu itulah yang nanti membuat suatu asosiasi, misalnya saat bayi lapar, ia
menangis dan memasukkan tangan ke mulut, dan ibu membahasakan, “lapar ya..
mau makan?”

3. Lingkungan Luar
Sementara itu, di sisi lain proses penguasaan bahasa tergantung dari
stimulus dari lingkungan. Pada umumnya, anak diperkenalkan bahasa sejak awal
perkembangan mereka, salah satunya disebut motherse, yaitu cara ibu atau orang
dewasa, anak belajar bahasa melalui proses imitasi dan perulangan dari orang-
orangdisekitarnya.
Pengenalan bahasa yang lebih dini dibutuhkan untuk memperoleh
ketrampilan bahasa yang baik. Tiga faktor diatas saling mendukung untuk
menghasilakan kemampuan berbahasa maksimal. Orang tua, khususnya, harus
memberikan stimulus yang positif pada pengembangan keterampilan bahasa pada
anak, seperti berkomunikasi pada anak dengan kata-kata yang baik dan mendidik,
berbicara secara halus, dan sebisa mungkin membuat anak merasa nyaman dalam
suasana kondusif rumah tangga yang harmonis, rukun, dan damai. Hal tersebut
dapat menstimulus anak untuk bisa belajar berkomunikasi dengan baik karena jika
anak distimulus secara positif maka akan mungkin untuk anak merespon secara
positif pula.
Telah disebutkan beberapa kali bahwa kemampuan anak dalam berbahasa
tidak sama antara satu anak dengan anak yang lain. Perbedaan-perbedaan tersebut
antara lain dipengaruhi oleh beberapa kondisi (Hurlock, 1978), yaitu :
1. Kesehatan
Anak yang sehat, lebih cepat belajar bahasa ketimbang anak yang tidak
sehat, karena motivasinya lebih kuat untuk menjadi anggota kelompok
social dan berkomunikasi dengan anggota kelompok tersebut.
2. Kecerdasan

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

Anak yang memiliki kecerdasan tinggi akan belajar bahasa lebih cepat dan 
memperlihatkan penguasaan bahasa yang lebih unggul ketimbang anak yang
tingkat kecerdasannya rendah.
3. Keadaan sosial ekonomi
Anak dari kelompok yang keadaan sosial ekonominya tinggi akan lebih
mudah belajar berbahasa, mengungkapkan dirnya lebih baik, dan lebih
banyak berbicara ketimbang anak dari kelompok yang keadaan social
ekonominya lebih rendah. Penyebab utamanya adalah bahwa anak dari
kelompok yang lebih tinggi, lebih banyak didorong untuk berbicara dan
mengenal bahasa dan lebih banyak dibimbing untuk melakukannya.
4. Jenis kelamin
Dibandingkan dengan anak perempuan, anak laki-laki lebih tertinggal dalam
belajar berbicara dan mempelajari kosakata. Pada setiap jenjang umur,
kalimat anak lelaki lebih pendek dan kurang betul tata bahasanya, kosa kata
yang diucapkan lebih sedikit, dan pengucapannya kurang tepat ketimbang
anak perempuan.
5. Keinginan berkomunikasi
Semakin kuat keinginan untuk berkomunikasi dengan orang lain, maka akan
semakin kuat motivasi anak untuk belajar bahasa, dan ia akan semakin 
bersedia menyisihkan waktu dan mengeluarkan usaha yang lebih besar
untuk belajar.
6. Dorongan
Semakin banyak anak didorong untuk berbicara mengenal kosakata dengan
mengajaknya bicara dan didorong menanggapinya, maka akan semakin awal
mereka belajar berbicara dan semakin baik kualitas bicaranya.

7. Ukuran keluarga
Anak tunggal atau anak dari keluarga kecil biasanya memiliki kemmapuan
berbahasa lebih awal dan lebih baik ketimbang anak dari keluarga besar,
karena orang tua dapat menyisihkan waktu yang lebih banyak untuk
mengajar anaknya berbicara.

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

8. Urutan kelahiran
Dalam keluarga yang sama, anak pertama lebih unggul ketimbang anak
yang lahir kemudian. Hal ini disebakan orang tua dapat menyisihkan
waktunya yang lebih banyak untuk mengajar dan mendorong anak yang
lahir pertama dalam belajar bahasa ketimbang untuk anak yang lahir
kemudian.
9. Metode pelatihan anak
Anak-anak yang dilatih secara otoriter yang menekankan bahwa “anak harus
dilihat dan bukan didengar” merupakan hambatan untuk belajar, sedangkan
pelatihan yang memberikan keleluasaan dan demokratis akan mendorong
anak untuk belajar.
10. Kelahiran kembar
Anak yang lahir kembar umumnya terlambat dalam perkembangan bahasa
terutama karena mereka lebih banyak bergaul dengan saudara kembarnya
dan hanya memahami logat khusus yang mereka miliki. Hal ini melemahkan
motivasi mereka untuk belajar berbicara agar orang lain dapat memahami
mereka.
11. Hubungan dengan teman sebaya
Semakin banyak hubungan anak dengan teman sebyanya dan semakin besar
keinginan mereka untuk diterima sebagai anggota kelompok sebaya, akan
semakin kuat motivasi mereka untuk belajar bahasa.
12. Kepribadian
Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik cenderung mempunyai
kemampuan berahasa lebih baik, baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif, ketimbang anak yang penyesuaian dirinya jelek. Kenyataannya,
bicara seringkali dipandang sebagai salah satu petunjuk anak yang sehat
mental.
2.2. INDIKATOR
Sesuai dengan teori Chomsky tentang perkembangan bahasa, maka indikator
dari perkembangan bahasa pertama adalah sebagai berikut:

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

NO DIMENSI INDIKATOR
1 Fonologi  Kejelasan pelafalan setiap kata
 Dapat membedakan bunyi-bunyi kata yang hampir
mirip jika diucapkan
 Jeda bicara yang tepat
2. Sintaksis  Dapat mengurutkan kata-kata sehingga tersusun
menjadi kalimat yang bermakna atau memiliki arti
3 Semantik  Dapat menjelaskan makna dari setiap kata yang
diucapkan

BAB III
INSTRUMEN

3.1. INSTRUMEN OBSERVASI


3.1.1. Definisi Operasional

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

Definisi operasional dari perkembangan bahasa pertama adalah bahasa yang


diucapkan oleh anak yang merupakan bahasa ibu yang diucapkan pada saat sesi
observasi dilakukan.

3.1.2. Indikator Perilaku


Sesuai dengan teori Chomsky tentang perkembangan bahasa, maka indikator
dari perkembangan bahasa pertama adalah sebagai berikut:
1. Fonologi
a) Kejelasan pelafalan setiap kata
b) Dapat membedakan bunyi-bunyi kata yang hampir mirip jika
diucapkan.
c) Jeda bicara yang tepat
2. Sintaksis
a) Dapat mengurutkan kata-kata sehingga tersusun menjadi kalimat
yang bermakna atau memiliki arti.
3. Semantik
a) Dapat menjelaskan makna dari setiap kata yang diucapkan

3.1.3. Target Observasi


Bahasa yang diucapkan oleh anak secara verbal selama proses observasi
berlangsung.

3.1.4. Desain Observasi


1. Metode Observasi
Metode observasi yang dilakukan dalam observasi ini adalah dengan
menggunakan 2 metode observasi, yaitu analog observasi. Analog observasi
merupakan observasi dengan memberikan perlakuan kepada subyek, yaitu
dengan memancing subyek untuk bercerita dengan tema tertentu yang telah
dipilihkan oleh observer dengan tujuan untuk mendapatkan data yang
sebanyak-banyaknya mengenai perkembangan bahasa subyek.

2. Cara Melakukan

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

Observasi ini dilakuakan dengan cara obsrervasi partisipan dimana dalam


observasi ini melibatkan observer secara langsung dalam observasi.
Observer berperan untuk memancing subyek agar mau bercerita sehingga
data dapat dikumpulkan.

3. Metode Pencatatan
Metode pencatatan yang digunakan adalah dengan menggunkan 2 metode
pencatatan, yaitu: narrative recording dan intervalrecording.
a) Narrative Reccording
Merupakan metode pencatatan dimana perilaku digambarkan secara
menyeluruh. Teknik pencatatan narrative merupakan teknik
pengumpulan (pencatatan) data oleh observer dengan kejadian dan
urutan kejadiannya sebagaimana yang terjadi pada situasi nyata.
Teknik ini membantu formulasi deskripsi yang komprehensif akan
perilaku individu. Tipe yang digunakan dalam pencatatan ini adalah
dengan menggunkan anecdotal record dimana pencatatan yang
dilakukan mencakup apapun yang tampak relevan bagi observer. Cara
ini tidak membutuhkan kerangka waktu, pengkodean atau
pengkategorian tertentu.
b) Interval Recording
Merupakan metode pencatatan dimana periode observasi dibagi per
interval. Perilaku kemudian dicatat kemunculannya pada interval apa
saja. Tipe yang digunakan dalam pencatatan ini adalah dengan
menggunakan point-time interval sampling dimana perilaku hanya
dicatat hanya jika muncul pada waktu yang telah ditentukan selama
interval. Pada observasi ini, observer hanya membagi interval dalam 1
waktu saja yaitu selama durasi sekitar 60 menit selama proses
observasi tersebut dilakukan.

4. Alat Mencatat Data


Alat yang digunakan unutk mencatat data dalam observasi ini adalah dengan
menggunakan alat perekam suara digital, checklist, dan paper pancil.

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

3.1.5. Format Pencatatan


1. Format Pencatatan dengan Narrative Recording

Tanggal : Nama Observer :


Nama Observee : Usia :
Usia : NIM :
Kelas : Waktu Observasi :
Jenis Kelamin : Tempat :

CERITA YANG DISAMPAIKAN


-----------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------

NO INDIKATOR HASIL OBSERVASI


1 Fonologi
a) Kejelasan pelafalan kata
b) Dapat mebedakan bunyi-
bunyi yang hampir mirip
jika diucapkan
c) Jeda bicara tepat
2 Sintaksis
Dapat mengurutkan kata-kata
sehingga tersusun menjadi
kalimat yang bermakna atau
memiliki arti
3 Semantik
Dapat menjelaskan makna dari
setiap kata yang diucapkan

Catatan Tambahan:

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

---------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------------

2. Format Pencatatan dengan Interval Recording

Tanggal : Nama Observer :


Nama Observee : Usia :
Usia : NIM :
Kelas : Waktu Observasi :
Jenis Kelamin : Tempat :

INTERVAL
TARGET BEHAVIOR TOTAL
(90 MENIT)
Kejelasan pelafalan kata
Fonologi

Dapat mebedakan bunyi-bunyi yang


hampir mirip jika diucapkan
Jeda bicara tepat
Dapat mengurutkan kata-kata sehingga
Sintaksis

tersusun menjadi kalimat yang


bermakna atau memiliki arti
Semantik

Dapat menjelaskan makna dari setiap


kata yang diucapkan

3.1.6. Cara Observasi


 Menyiapkan skenario eksperimen
 Menyiapkan alat penguku waktu (jam)
 Mneyiapkan tabel pengamatan
 Melakukan observasi dengan cara memberikan tanda pada tabel
pengamatan dan mencatat semua bahasa yang diucapkan oleh subyek.

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

 Merapikan data
 Memberikan interpretasi terhadap hasil observasi
 Melaporkan hasil observasi

Untuk skenario observasi dilakukan dengan cara meminta anak untuk


bercerita. Untuk tema cerita yang digunakan adalah tema “Sekolah” dimana
nantinya subyek akan dipancing untuk bercerita melalui sejumlah pertanyaan,
seperti:
a) Siapa nama adik?
b) Sekarang umur berapa?
c) Sekarang kelas berapa?
d) Senang apa tidak bisa sekolah? Kenapa?
e) Sekolah diantar siapa?
f) Di sekolah belajar apa saja?
g) Gurunya siapa?
h) Gurunya kalau mengajar bagaimana?
i) Di sekolah mainnya sama siapa aja?
j) Mainan apa saja?

Dalam pelaksanaannya, observer dibantu oleh guru subyek untuk meminta


bercerita. Guru subyek sangat membantu observer dalam mengungkap
kemampuan berbahasa subyek dengan cara memancing sejumlah pertanyaan. Dan
pada saat yang bersamaan, observer mencatat semua perkataan yang diucapkan
oleh subyek sekaligus mencatat hal-hal lain yang mendukung penelitian selama
observasi berlangsung

3.2. INSTRUMEN INTERVIEW


3.2.1. Bentuk Interview
Bentuk wawancara yang akan dilakukan oleh interviewer adalah
information gathering (mengumpulkan informasi). Hal ini dilakukan untuk

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

mendapatkan informasi oleh interviewee terkait dengan perkembangan bahasa


pertama subyek

3.2.2. Tipe Pertanyaan


1. Open-ended question
Biasanya diawali dengan pertanyaan ‘bagaimana’, ‘kenapa’, ‘seperti
apa’ atau ‘bisakah anda menceritakan tentang suatu hal...’. Dengan
menggunakan open-ended question maka jawaban pertanyaan akan
lebih luas, tak terbatas lingkup dan arah dan bersifat bebas.
Interviewee yang menentukan area mana yang bisa dieksplorasi
sehingga megurangi ketidaknyamanan interviewee selama proses
interview. Dengan menggunakan open-ended question, informasi yang
didapat lebih banyak dan probing lebih dalam.
2. Primary question
Mengenalkan atau mengawali suatu topik ataupun topik baru kepada
interviewee. Kadangkala terkesan keluar konteks, namun masih bisa
diterima.
3. Secondary question
Pertanyaan yang digunakan untuk mendapatkan informasi lebih lanjut
dari primary question. Diperlukan ketika jawaban dari pertanyaan awal
kurang lengkap, dangkal, tidak jelas, tidak tepat, tidak tepat atau
mungkin interviewee tidak memberikan jawaban atas pertanyaan yang
disampaikan oleh interviewer. Bisa menggunakan teknik “probing”
atau “follow-up” Question.
3.2.3. Urutan Pertanyaan
Urutan perntanyaan menggunakan Funnel Sequences, yaitu memulai
pertanyaan dari yang luas dengan open question menuju pertanyaan yang sempit.
Hal ini terutama pada pedoman wawancara tahap inti.

3.2.4. Pedoman Interview

TAHAPAN NO PERTANYAAN

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

1 Selamat pagi, siang, sore


Membangun 2 Perkenalkan nama saya Cici. Saya adalah
rapport mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas
Airlangga Surabaya.
PEMBUKAAN

3 Maaf nama Ibu / Bapak siapa?


4 Kedatangan saya kali ini adalah untuk melakukan
wawancara kepada Bapak / Ibu selaku orang tua /
guru mengenai perkembangan bahasa pada anak.
Memberi Apakah Bapak / ibu berkenan untuk saya
Orientasi wawancara?
5 Nantinya jika ada pertanyaan yang mungkin
kurang berkenan untuk dijawab, Anda
diperkenankan untuk tidak menjawabnya.
INTI / UTAAMA

6 Bisa Ibu / Bapak jelaskan mengenai


perkembangan bahasa subyek dari awal hingga
saat ini seperti apa?
History 7 Pada umur berapa subyek mulai berbicara?
8 Apakah subyek memiliki perbedaan yang
mencolok dengan teman-temannya saat
berbicara?
9 Apakah subyek mampu melafalkan kata-kata
dengan jelas?
10 Apakah subyek berbicara dengan intonasi yang
Fonologi
tepat?
11 Apakah subyek mampu membedakan bunyi-
bunyi yang hampir mirip jika diucapkan?
12 Apakah subyek dalam perkataan mampu
Sintaksis menyusun kalimat dengan benar sehingga kalimat
tersebut menjadi kalimat yang bermakna?
13 Bagaimana dengan kemampuan untuk memaknai
Semantik
setiap kalimat yang diucapkan?
Probing 14 Selama ini apa cara yang dilakukan agar subyek
dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya?
15 Bagaimana interaksi dengan orang lain, apakah
mengalami gangguan, terutama dalam hal

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

bahasa?
Menyatakan 16 Baik, saya rasa sudah cukup interview kita hari
bahwa tujuan ini.
17 Saya ucapkan terimakasih atas informasi yang
PENUTUPAN
dari interview
telah terpenuhi telah diberikan.
18 Mungkin dari Bapak / Ibu ada pertanyaan yang
Menawarkan
ingin disampaikan kepada saya?
personal
19 Semoga innformasi yang Bapak / Ibu berikan
inqury
dapat membantu saya untuk menggali data.
Salam penutup 20 Selamat pagi / siang / sore

3.3. VALIDITAS DAN RELIABILITAS


3.3.1. Observasi
A. Validitas
Validitas observasi ini menggunakan validitas isi atau content validity.
Data observasi yang akan didapat nanti, merefleksikan keadaan yang
sebenarnya atau dialami oleh subyek, karena observer menggunakan
analogue observation untuk mendapatkan respon perilaku subyek dalam
situasi yang mirip dengan situasi yang sebenarnya. Indikator dalam
observasi ini telah didiskusikan oleh observer dengan ahli untuk mencari
indikator yang sesuai dengan perkembangan bahasa pertama anak untuk
anak usia 3 hingga 5 tahun.

B. Reliabilitas
Perhitungan reliabilitas dalam observasi ini dengan menggunakan
perhitungan interval recording.
Rumus perhitungan reliabilitas dengan perhitungan interval recording
adalah sebagai berikut:

1. Agreement of total observation


A total
% A total= x 100
A total + D

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

2. Agreement on occurance observation


A occ
% A occ= x 100
A 0 cc+ D

3. Agreement on nonoccurance observation


A non
% A non= x 100
A non+ D
Keterangan
 Atotal : jumlah total skala dimana kedua observer setuju meratingnya
 Aocc : jumlah total skala yang muncul dimana kedua observer setuju
meratingnya
 Anon : jumlah total skala yang tidak muncul dimana kedua observer
setuju meratingnya
 D : jumlah skala dimana observer tidak setuju meratingnya

3.3.2. Interview
Validitas dan reliabilitas dari proses wawancara dapat dilihat melalui proses
koding. Proses koding dilakukan untuk melihat konsistensi jawaban subyek
dengan perilaku subyek ketika diobservasi. Selain itu proses ini dilakukan untuk
melihat kesesuaian antara jawaban subyek dengan pernyataan yang diberikan oleh
interviewer. Jawaban dalam wawancara ini sekaligus sebagai proses klarifikasi
subyek kepeda interviewer terhadap kemungkinan ketidaksesuaian antara
observasi dan wawancara.

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

BAB IV
PENGAMBILAN DATA

.1. IDENTITAS SUBYEK


1. Subyek Pertama
Nama : Dhiane Princess Ningtyas
Nama Panggilan : Anne
Usia : 5 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Kelas : TK-B
Keterangan : Subyek merupakan siswa TK-B Paud Permata Bunda
dengan ciri-ciri fisik berkulit putih dengan rambut
keriting. Subyek termasuk siswa yang berbadan tinggi

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

dan sedikit besar dibandingkan dengan siswa-siswa


lainnya sehingga subyek ini sering memerintah teman-
teman lainnya untuk menuruti kemauannya. Namun,
subyek ini termasuk anak yang cengeng dan sangat
perasa. Jika ditegur oleh guru, maka subyek akan
menangis. Dan bila subyek sudah menangis maka
subyek tidak akan mau untuk mengikuti pelajaran di
kelas walaupun sudah dibujuk oleh siapapun.

2. Subyek Kedua
Nama : Aprilia Dwi Cahyaningtyas
Nama Panggilan : April
Usia : 4 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Kelas : TK-A
Keterangan : Subyek merupakan sisiwa kelas TK-A Paud Permata
Bunda. Subyek termasuk anak yang supel dan memiliki
banyak teman. Subyek juga termasuk anak yang aktif di
kelas sehingga terlihat lebih menonjol dalam bidang
akademis dibandingkan dengan teman-teman lainnya.
Subyek memiliki hobi bernyanyi dan hingga saat ini
masih tercatat sebagai siswa di salah satu sekolah bina
vokal di Blitar.

4.1. IDENTITAS INTERVIEWEE


1. Interviewee Pertama
Nama : Ibu Nahnu
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 34 tahun
Profesi : Guru TK-B di Paud Permata Bunda
Hubungaan dengan subyek : Guru dari subyek pertama dan kedua

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

Keterangan : Interviewee saat ini merupakan guru kelas


TK-B dan merupakan wali kelas dari subyek
pertama. Interviewee juga menjadi wali kelas
subyek pertama pada saat subyek pertama
duduk di kelas TK-A sehingga interviewee
sangat memahami bagaimana perkembangan
bahasa subyek pertama dari awal masuk
sekolah hingga saat ini. Namun, interviewee
juga memiliki hubungan yang cukup dekat
dengan subyek kedua karena interviewee
merupakan tetangga dari subyek kedua.
Biasanya subyek kedua berangkat dan pulang
sekolah bersama dengan interviewee. Dalam
pelaksanaannya, proses interview dilakukan
dengan sangat singkat karena interview harus
menghadiri rapat di Kantor Dinas
Pendidikan.

2. Interviewee Kedua
Nama : Ibu Suheny Eko Wati
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 50 tahun
Profesi : Guru SD
Hubungaan dengan subyek : Orang tua dari subyek pertama
Keterangan : Interviewee merupakan orang tua dari subyek
pertama. Selama proses interview,
interviewee terlihat sangat komunikatif dan
bersemangat untuk menceritakan bagaimana
perkembangan bahasa subyek pertama. Saat
proses interview awalanya interviewee
menolak untuk direkam. Namun setelah
dijelaskan, interviewee kemudian memahami

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

dan menyetujui proses perekaman selama


interview berlangsung.

4.2. JADWAL PELAKSANAAN


4.2.1. Observasi
1. Tempat : Di ruangan kelas TK-B
2. Alamat : Cepoko Bendowulung Kec. Sanankulon Kab. Blitar
3. Tanggal : 16 Agustus 2010
4. Waktu : 09.00 – 10.30 WIB
5. Lama observasi : 90 menit (untuk kedua subyek)
6. Skenario obsetvasi :
 Obsrvasi dilakukan dengan meminta subyek bercerita dengan
tema “Sekolahku” setelah pelajaran sekolah berakhir. Hal
tersebut menjadi skenario observasi observer untuk melihat
perilaku yang dimunculkan subyek. Subyek dalam bercerita
akan dipancing dengan sejumlah pertanyaan untuk melihat
apakah target perilaku dapat dimunculkan atau tidak. Setelah
selesai bercerita subyek akan diberikan reward berupa buku
mewarnai.

4.2.2. Interview
 Interviewee Pertama
1. Tempat : Di kantor TK dan PAUD Permata Bunda
2. Tanggal : 16 Agustus 2010
3. Waktu : Pukul 10.00 – 10.08 WIB
4. Lama observasi : 7 menit 50 detik

 Interviewee Kedua
1. Tempat : Di Ruang tamu interviewee
2. Tanggal : 16 Agustus 2010
3. Waktu : 16.00 – 16.15 WB

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

4. Lama observasi : 14 menit11 detik

BAB V
HASIL KEGIATAN

5.1. SUBYEK 1
5.1.1. Observasi dengan Narrative Recording
1. Observer 1

CERITA YANG DISAMPAIKAN


Aku ane. Aku empat tahun. Sudah sekolah. Di TK Paud Permata Bunda.
Gak seneng sekolah ada buaya. Buaya ada tuju. Sekolah diantar, diantar
Mama. Mama jadi gulu. Sekolah diajali menulis bahasa Rab. Gak sulit kok.
Gulunya banyak ada tuju. Gulunya nakal suka marrah-marrah. Tidak kerja

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

PR. Di sekolah main tembak-tembakan. Senjata-senjataan. Bosan main


ayunan.

NO INDIKATOR HASIL OBSERVASI

1 Fonologi
Kejelasan pelafalan Dalam melafalkan kata subyek terlihat sangat tidak
kata konsisten. Menggantian huruf ‘r’ menjadi ‘l’ pada
subyek terucap pada beberapa kata, seperti kata
‘guru’ menjadi ‘gulu’. Namun untuk kata-kata yang
lain subyek dapat mengucapkan dengan jelas
seperti pada kata ‘diantar’. Terlebih untuk kata
‘marah’ subyek memberikan tekanan yang lebih
pada huruf ‘r’ sehingga pengucapan kata ‘marah’
menjadi ‘marrah’.
Dapat mebedakan Subyek dalam sesi cerita ini dapat mengucapkan
bunyi-bunyi yang kata-kata dengan lebih baik. Saat observer meminta
hampir mirip jika subyek untuk mengulang dua kata yang hampir
diucapkan mirip pengucapannya, yaitu ‘apel’ yang bermakna
buah dan ‘apel’ yang bermakna piket, maka yang
terucap adalah bunyi ‘apel’ yang bermakna buah.
Begitu pula untuk kata ‘beda’ dan ‘bedak’ subyek
mengucapkan dengan ucapan yang sama dengan
kata ‘bedak’ untuk kata ‘beda’
Jeda bicara tepat Saat bicara, subyek bicara dengan sangat cepat.
Sehingga jeda bicaranya sedikit. Hal ini
menyebabkan observer agak kesulitan untuk
memahami apa yang diucapkan.
2 Sintaksis
Dapat mengurutkan Sudah bagus karena saat berbicara subyek
kata-kata sehingga menggunakan susunan kata yang terstruktur dan
tersusun menjadi tidak ambigu.
kalimat yang
bermakna atau

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

memiliki arti
3 Semantik
Dapat menjelaskan Ada kalimat yang bisa diartikan dengan baik dan
makna dari setiap ada beberapa kata yang tidak bisa diartikan.
kata yang Misalnya kata ‘sekolah’ diartikan ‘tempat belajar’.
diucapkan

Catatan:
Cerita yang disampaikan kadang tidak konsisten. Namun setelah sesi observasi
berakhir, observer menemukan kata-kata yang sebenarnya sulit untuk diucapkan
namun subyek dapat mengucapkannya dengan baik, yaitu kata ‘afdruk foto’.
Subyek dapat mengucapkan dengan tepat dan mengartikan dengan cukup baik
yaitu ‘membuat foto’ dimana arti ini secara implisit menunjukkan bahwa yang
dimaksud subyek adalah mencetak foto.

2. Observer 2

CERITA YANG DISAMPAIKAN


Aku Ane. Empat tahun. Sudah sekolah di TK Paud Permata Bunda. Gak
seneng sekolah ada buaya tuju. Tadi sekolah diantar Mama. Mama jadi
gulu. Sekolah diajak menulis Bahasa Alab. Gak sulit kok. Gulunya banyak
ada tuju. Gulunya nakal suka marrah-marah. Tidak pernah kerja PR. Di
sekolah main tembak-tembakan. Perang-perangan. Bosan

NO INDIKATOR HASIL OBSERVASI


1 Fonologi
Kejelasan pelafalan Terkadang ada pelafalan yang kurang jelas.
kata Misalnya huruf ‘r’ diganti huruf ‘l’. Namun, ada
beberapa kata yang menggunakan huruf ‘r’ dapat
diucapkan dengan jelas.
Dapat mebedakan Kurang bisa. Kadang banyak kata yang sulit

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

bunyi-bunyi yang dipahami.


hampir mirip jika
diucapkan
Jeda bicara tepat Bicara dengan sangat cepat sehingga sulit
dipahami.
2 Sintaksis
Dapat mengurutkan Penyusunan kalimat bagus sesuai dengan struktur
kata-kata sehingga dan tidak membingungkan. Sesuai dengan struktur
tersusun menjadi kalimat yang diucapkan oleh teman-teman
kalimat yang sekolahnya.
bermakna atau
memiliki arti
3 Semantik
Dapat menjelaskan Kata ‘sekolah’ dapat diartikan dengan ‘tempat
makna dari setiap belajar’.
kata yang
diucapkan

Catatan :
Agak sulit diobservasi. Anaknya agak malas bercerita atau menjawab pertanyaan.
Jika ditanya, dia tidak langsung menjawab pertanyaan tersebut melainkan
bertanya hal-hal lain.

5.1.1.2. Observasi dengan Interval Recording

1. Observer 1

INTERVAL
TARGET BEHAVIOR TOTAL
(90 MENIT)
Kejelasan pelafalan kata 0 -
Fonologi

Dapat mebedakan bunyi-bunyi yang


0 -
hampir mirip jika diucapkan
Jeda bicara tepat 1 √

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

Dapat mengurutkan kata-kata sehingga

Sintaksis
tersusun menjadi kalimat yang 1 √
bermakna atau memiliki arti
Semantik

Dapat menjelaskan makna dari setiap


1 √
kata yang diucapkan

2. Observer 2

INTERVAL
TARGET BEHAVIOR TOTAL
(90 MENIT)
Kejelasan pelafalan kata 0 -
Fonologi

Dapat mebedakan bunyi-bunyi yang


0 -
hampir mirip jika diucapkan
Jeda bicara tepat 1 √
Dapat mengurutkan kata-kata sehingga
Sintaksis

tersusun menjadi kalimat yang 1 √


bermakna atau memiliki arti
Semantik

Dapat menjelaskan makna dari setiap


1 √
kata yang diucapkan

.3.1. Interview
A. Hasil Interview
Hasil interview tercantum dalam lampiran dalam bentuk verbatim.
Dalam verbatim hasil interview juga disertakan proses koding terhadap
interview tersebut.

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

B. Kesimpulan Interview
Berdasarkan hasil interview yang telah dilakuakan baik yang
dilakukan kepada wali kelas subyek maupun kepada orang tua subyek,
didapatkan hasil bahwa subyek mengalami hambatan dalam perkembangan
bahasa yang secara spesifik pada indikator fonologi. Subyek mengalami
hambatan dalam melafalkan kata-kata sehingga kata-kata yang
diucapkannya menajdi tidak jelas dan sulit untuk dipahami oleh lawan
bicaranya.
Di awal subyek bersekolah, subyek terlihat memiliki perbedaan
dengan teman-teman seusianya dalam hal kemampuan berbahasa. Namun
setelah diberikan stimulus yang intensif dari pihak sekolah seperti bernyayi,
kuis dan tanya jawab serta stimulus yang diberikan oleh pihak keluarga di
rumah seperti menggunakan media VCD yang berisi cerita, bernyanyi,
Bahasa Inggris, dll maka kemampuan berbahasa subyek pun mengalami
peningkatan hingga saat ini.
Permasalahan subyek dalam bidang fonologi yaitu tidak mampu
melafalkan kata dengan jelas membuat subyek awalnya sulit berinteraksi
dengan orang lain, seperti dengan teman-temannya yang ada di sekolah.
Untuk kemampuan menyusun kata hingga membentuk kalimat yang
bermakna atau yang biasa disebut dengan sintaksis, subyek sudah mampu
melakukan dengan baik dan tidak ada kendala yang berarti walaupun
susunannya masih berupa kalimat sederhana. Dan untuk kemampuan
pemaknaan terhadap kata, subyek sudah cukup bisa melakukan.
Berdasarkan riwayat kehamilan, menurut para interviewee salah satu
penyebab timbulnya masalah subyek dalam bidang fonologi disebabkan
karena history selama masa kehamilan yang buruk dimana ibu subyek mulai
mengandung subyek pada usia 45 tahun dengan kondisi kesehatan yang
tidak bagus. Selain itu subyek terlahir di usia kandungan 8 bulan malalui
operasi cessar dan sempat mengalami sakit kuning yang mengharuskan
subyek dioven selama 19 hari di rumah sakit.

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

.3.2. Kesimpulan Hasil Observasi dan Interview Subyek Pertama


Dari hasil observasi dan interview didapatkan hasil bahwa secara umum
perkembangan bahasa subyek masih dibawah rata-rata anak-anak lain seussianya,
terutama dalam hal fonologi. Subyek mengalami hambatan dalam melafalkan kata
sehingga seting kali kata-kata yang diucapkannya tidak mampu dipahami dengan
baik oleh orang lain. Untuk penyusunan kata sehingga menjadi kalimat yang
bermakna (sintaksis), subyek sudah mampu melakukannya dengan baik. Dan
untuk indikator semantik atau pemahaman kata, subyek sudah cukup mampu
mengartikan kata-kata sederhana yang biasa diucapkan dalam kehidupan sehari-
hari.

5.2. SUBYEK 2
5.2.1. Observasi dengan Narrative Recording
1. Observer 1

CERITA YANG DISAMPAIKAN


Halo.. Aku April. April. Sudah sekolah. Di TK-A Paud. Pauda Permata
Bunda. Seneng. Disekolah ada mainan. Di antar ibuk. Diajari nulis. Main-
main. Gurunya ada 2. Bu Nahnu sama Bu Ummu. Baik. Ayunan sama Bu
Guru. Belajarnya sama Ibuk. Suka main ayunan.

NO INDIKATOR HASIL OBSERVASI


1 Fonologi
Kejelasan pelafalan Subyek mampu melafalkan kata dengan baik.
kata Sudah mampu menyebutkan huruf ‘r’ dengan baik
dan tidak lagi diganti dengan huruf ‘l’ dalam
pengucapan.
Dapat mebedakan Sudah bisa. Misalnya bu Nahnu dan bu Ummu
bunyi-bunyi yang diucapkan dengan sangat jelas.
hampir mirip jika
diucapkan

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

Jeda bicara tepat Tepat namun suaranya sangat kecil


2 Sintaksis
Dapat mengurutkan Susunan kalimatnya berupa kalimat sederhana
kata-kata sehingga seperti ‘diantar ibuk’, ‘ayunan sama Bu Guru’.
tersusun menjadi Secara umum sudah mampu mengucapkan dengan
kalimat yang baik
bermakna atau
memiliki arti
3 Semantik
Dapat menjelaskan Beberapa kata seperti ‘buku’ dapat diartikan
makna dari setiap dengan ‘untuk menulis’ namun ketika observer
kata yang menanyakan beberapa kata lagi dan meminta
diucapkan subyek untuk mengartikan, subyek tidak mau
menjelaskan dan hanya tersenyum saja.

Catatan:
Subyek cukup komunikatif dalam menjawab hanya saja subyek masih terkesan
malu-malu saat diminta untuk bercerita. Suara subyek juga sangat kecil dan
menjawab pertanyaan dengan pelan. Sehingga terkadang observer harus meminta
subyek untuk mengulangi pengucapannya karena observer tidak mendengar kata
yang diucapkan.

2. Observer 2

CERITA YANG DISAMPAIKAN


Haloo.. Aku April. April. Sudah sekolah. Di TK-A. Di Paud. Paudnya
Permata Bunda. Seneng. Disekolah ada mainan. Di anter ibuk. Diajari nulis.
Main-main. Gurunya 2. Bu Nahnu sama Bu Ummu. Baik. Ehm..Ayunan
sama Bu Guru. Belajar sama iibuk. Suka main ayunan.

NO INDIKATOR HASIL OBSERVASI


1 Fonologi

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

Kejelasan pelafalan Semua pelafalan diucapkan dengan jelas


kata
Dapat mebedakan Mampu mengucapkan dengan baik.
bunyi-bunyi yang Misalnya: Nahnu dan Ummu dapat diucapkan
hampir mirip jika dengan jelas walaupun diucapkan dengan suara
diucapkan yang pelan
Jeda bicara tepat Jeda bicara sudah tepat
2 Sintaksis
Dapat mengurutkan Struktur kata-katanya sudah bagus.
kata-kata sehingga
tersusun menjadi
kalimat yang
bermakna atau
memiliki arti
3 Semantik
Dapat menjelaskan Beberapa kata dapat diartikan dengan jelas. Namun
makna dari setiap ada beberapa kata yang sulit dimengerti artinya.
kata yang
diucapkan

Catatan:
Secara umum sudah sangat bagus. Tidak ada masalah.

5.2.2. Observasi dengan Interval Recording


1. Observer 1
INTERVAL
TARGET BEHAVIOR TOTAL
(90 MENIT)
Kejelasan pelafalan kata 1 √
Fonologi

Dapat mebedakan bunyi-bunyi yang


1 √
hampir mirip jika diucapkan
Jeda bicara tepat 1 √

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

Dapat mengurutkan kata-kata sehingga

Sintaksis
tersusun menjadi kalimat yang 1 √
bermakna atau memiliki arti
Semantik

Dapat menjelaskan makna dari setiap


1 √
kata yang diucapkan

2. Observer 2
INTERVAL
TARGET BEHAVIOR TOTAL
(90 MENIT)
Kejelasan pelafalan kata 1 √
Fonologi

Dapat mebedakan bunyi-bunyi yang


1 √
hampir mirip jika diucapkan
Jeda bicara tepat 1 √
Dapat mengurutkan kata-kata sehingga
Sintaksis

tersusun menjadi kalimat yang 1 √


bermakna atau memiliki arti
Semantik

Dapat menjelaskan makna dari setiap


1 √
kata yang diucapkan

5.2.3. Interview
A. Hasil Interview
Hasil interview tercantum dalam lampiran dalam bentuk verbatim.
Dalam verbatim hasil interview juga disertakan proses koding terhadap
interview tersebut.

B. Kesimpulan Interview
Berdasarkan hasil interview dengan guru subyek, subyek tidak
memiliki hambatan atau masalah dengan perkembangan bahasanya. Hampir
semua indikator dapat dilampaui dengan baik. Untuk fonologi, subyek

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

sudah mampu melafalkan setiap kata dengan jelas dan pengucapannya dapat
dipahami dengan baik oleh orang lain. Susunan kata yang digunakan atau
sintaksis sudah cukup bagus walaupun masih menggunakan kalimat
sederhana. Dan untuk pemaknaan terhadap kata atau semantik juga sudah
cukup bagus.
Subyek termasuk anak yang menonjol di kelas karena memiliki
kemampuan di atas rata-rata jika dibandingkan dengan teman-teman
sekelasnya. Subyek memiliki hobi menyanyi dan mengucapan dalam
bernyanyi tersebut sudah jelas. Subyek juga termasuk siswa yang aktif di
kelas.

5.2.4. Kesimpulan Hasil Observasi dan Interview Subyek Kedua


Berdasarkan hasil observasi dan interview didapatkan hasil bahwa secara
umum subyek tidak memiliki hambatan dalam perkembangan bahasanya.
Kemampuan subyek dalam hal pelafalan (fonologi) sudah bagus. Untuk sintaksis
atau penyusunan kata menjadi kalimat yang bermakna, subyek sudah dapat
melakukan dengan baik walaupun berupa kalimat sederhana. Sedangkan untuk
pemaknaan kata atau semnatik, kemampuan subyek sudah cukup bagus. Subyek
sudah mampu mengartikan beberapa kata sederhana dengan cukup baik. Secara
umum kemampuan berbahasa subyek sudah memadai untuk anak seusianya.

5.3. KESIMPULAN HASIL OBSERVASI SUBYEK 1 DAN SUBYEK 2


Reliabilitas dari observasi yang telah dilakukan oleh observer 1 dan observer
2 dapat dihitung menggunakan perhitungan interval recording dengan rumus
sebagai berikut:

1. Agreement of total observation


A total
% A total= x 100
A total + D

2. Agreement on occurance observation

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

A occ
% A occ= x 100
A 0 cc+ D

3. Agreement on nonoccurance observation


A non
% A non= x 100
A non+ D

Keterangan
 Atotal : jumlah total skala dimana kedua observer setuju meratingnya
 Aocc : jumlah total skala yang muncul dimana kedua observer setuju
meratingnya
 Anon : jumlah total skala yang tidak muncul dimana kedua observer
setuju meratingnya
D: jumlah skala dimana observer tidak setuju meratingnya

.3.1. Subyek 1
1. Fonologi
 Kejelasan pelafalan kata
OBSERVER INTERVAL 1
Observer 1 Ο
Observer 2 Ο

a) Agreement of total observation


A total
% A total= x 100
A total + D
1
% A total= x 100
1+0
= 100 %
b) Agreement on occurance observation
A occ
% A occ= x 100
A 0 cc+ D
0
% A occ= x 100
0+0

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

=0%
c) Agreement on nonoccurance observation
A non
% A non= x 100
A non+ D
1
% A occ= x 100
1+0
= 100 %

 Dapat mebedakan bunyi-bunyi yang hampir mirip jika diucapkan


OBSERVER INTERVAL 1
Observer 1 Ο
Observer 2 Ο

a) Agreement of total observation


A total
% A total= x 100
A total + D
1
% A total= x 100
1+0
= 100 %
b) Agreement on occurance observation
A occ
% A occ= x 100
A 0 cc+ D
0
% A occ= x 100
0+0
=0%
c) Agreement on nonoccurance observation
A non
% A non= x 100
A non+ D
1
% A occ= x 100
1+0
= 100 %

 Jeda bicara tepat


OBSERVER INTERVAL 1
Observer 1 √

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

Observer 2 √

a) Agreement of total observation


A total
% A total= x 100
A total + D
1
% A total= x 100
1+0
= 100 %
b) Agreement on occurance observation
A occ
% A occ= x 100
A 0 cc+ D
1
% A occ= x 100
1+0
= 100 %
c) Agreement on nonoccurance observation
A non
% A non= x 100
A non+ D
0
% A occ= x 100
0+0
=0%

2. Sintaksis
 Dapat mengurutkan kata-kata sehingga tersusun menjadi kalimat yang
bermakna atau memiliki arti
OBSERVER INTERVAL 1
Observer 1 √
Observer 2 √

a) Agreement of total observation


A total
% A total= x 100
A total + D
1
% A total= x 100
1+0
= 100 %
b) Agreement on occurance observation

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

A occ
% A occ= x 100
A 0 cc+ D
1
% A occ= x 100
1+0
= 100 %

c) Agreement on nonoccurance observation


A non
% A non= x 100
A non+ D
0
% A occ= x 100
0+0
=0%

3. Semantik
 Dapat menjelaskan makna dari setiap kata yang diucapkan
OBSERVER INTERVAL 1
Observer 1 √
Observer 2 √

a) Agreement of total observation


A total
% A total= x 100
A total + D
1
% A total= x 100
1+0
= 100 %
b) Agreement on occurance observation
A occ
% A occ= x 100
A 0 cc+ D
1
% A occ= x 100
1+0
= 100 %
c) Agreement on nonoccurance observation
A non
% A non= x 100
A non+ D

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

0
% A occ= x 100
0+0
=0%

.3.2. Subyek 2
1. Fonologi
 Kejelasan pelafalan kata
OBSERVER INTERVAL 1
Observer 1 √
Observer 2 √

a) Agreement of total observation


A total
% A total= x 100
A total + D
1
% A total= x 100
1+0
= 100 %
b) Agreement on occurance observation
A occ
% A occ= x 100
A 0 cc+ D
1
% A occ= x 100
1+0
= 100 %
c) Agreement on nonoccurance observation
A non
% A non= x 100
A non+ D
0
% A occ= x 100
0+0
=0%
 Dapat mebedakan bunyi-bunyi yang hampir mirip jika diucapkan
OBSERVER INTERVAL 1
Observer 1 √
Observer 2 √

a)Agreement of total observation

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

A total
% A total= x 100
A total + D
1
% A total= x 100
1+0
= 100 %
b) Agreement on occurance observation
A occ
% A occ= x 100
A 0 cc+ D
1
% A occ= x 100
1+0
= 100 %
c) Agreement on nonoccurance observation
A non
% A non= x 100
A non+ D
0
% A occ= x 100
0+0
=0%

 Jeda bicara tepat


OBSERVER INTERVAL 1
Observer 1 √
Observer 2 √

a)Agreement of total observation


A total
% A total= x 100
A total + D
1
% A total= x 100
1+0
= 100 %
b) Agreement on occurance observation
A occ
% A occ= x 100
A 0 cc+ D

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

1
% A occ= x 100
1+0
= 100 %

c) Agreement on nonoccurance observation


A non
% A non= x 100
A non+ D
0
% A occ= x 100
0+0
=0%

2. Sintaksis
 Dapat mengurutkan kata-kata sehingga tersusun menjadi kalimat yang
bermakna atau memiliki arti
OBSERVER INTERVAL 1
Observer 1 √
Observer 2 √

a)Agreement of total observation


A total
% A total= x 100
A total + D
1
% A total= x 100
1+0
= 100 %
b) Agreement on occurance observation
A occ
% A occ= x 100
A 0 cc+ D
1
% A occ= x 100
1+0
= 100 %
c) Agreement on nonoccurance observation
A non
% A non= x 100
A non+ D

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

0
% A occ= x 100
0+0
=0%

3. Semantik
 Dapat menjelaskan makna dari setiap kata yang diucapkan
OBSERVER INTERVAL 1
Observer 1 √
Observer 2 √

a)Agreement of total observation


A total
% A total= x 100
A total + D
1
% A total= x 100
1+0
= 100 %
b) Agreement on occurance observation
A occ
% A occ= x 100
A 0 cc+ D
1
% A occ= x 100
1+0
= 100 %
c) Agreement on nonoccurance observation
A non
% A non= x 100
A non+ D
0
% A occ= x 100
0+0
=0%

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN
Dari hasil observasi dan interview didapatkan hasil bahwa subyek pertama
memiliki hambatan dalam berbahasa yang secara spesifik memiliki hambatan
dalam hal fonologi atau pelafalan. Subyek pertama kurang mampu mengucapkan
kata dengan jelas sehingga dalam berkomunikasi sering kali kurang bisa dipahami
oleh orang lain. Selain itu subyek juga kurang bisa mengucapkan kata yang
apabila diucapkan bunyinya hampir mirip. Namun kemampuan sintaksis subyek
sudah bagus, begitu pula untuk kemmpuan semantik subyek juga sudah cukup.
Beberapa kata sederhana dapat diartikan dengan cukup baik oleh subyek.
Untuk subyek kedua, berdasarkan hasil observasi dan interview didapatkan
hasil bahwa perkembangan bahasa pertama subyek sudah bagus. Kemmapuan
berbahasa subyek sudah memadai untuk umur seusianya. Dalam hal fonologi,
subyek sudah mampu mengucapkan kata dengan jelas. Subyek juga sudah mampu
mengucapkan kata yang bunyinya hampir mirip jika diucapkan. Dalam hal
sintaksis, subyek mampu menyusun kata menjadi kelimat yang bermakna
walaupun masih dalam taraf kalimat sederhana. Dan untuk sintaksis, subyek juga
sudah mampu mengartikan beberapa kata sederhana dengan baik. Secara umum
perkembaangan bahasa pertama pada subyek kedua adalah baik.

6.2. SARAN
Dukungan dan stimulus masih sangat dibutuhkan oleh subyek pertama agar
hambatan dalam berbahasa subyek khususnya dalam hal fonologi bisa teratasi.
Pemberian stimulus yang dilakukan secara kontinyu dan konsisten akan

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

membantu subyek untuk memudahkan dalam melafalkan beberapa kata. Selain itu
subyek pertama juga disarankan untuk lebih meningkatkan atensinya terhadap
orang lain karena subyek pertama sering kali hanya menjawab jika sedang mood
saja dan terkadang jawaban yang diberikan kurang sesuai dengan pertanyaan yang
telah ditanyakan sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ariffudin. Penerapan Metode Simulasi Untuk Meningkatkan Kemampuan


Berbicara Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 1 No.1 Banjar Tegal
Singaraja. Diunduh pada tanggal 12 Agustus 2010 di
http://lambitu.wordpress.com/2009/12/

Aziz, M. 2009. Sosiolinguistik. Universitas Islam Malang. Malang.


Nasution, P. 2009. Kemampuan Berbahasa Anak Usia 3 – 4 Tahun (Pra Sekolah)
di Play Group Tunas Mekar Medan: Tinjauan Psikolinguistik. Tesis.
Universitas Sumatera Utara. Medan.

Perkembangan Bahasa Kanak-kanak. Diunduh pada tanggal 12 Agustus 2010 di


http://www.scribd.com/doc/19633989/Perkembangan-Bahasa-Kanakkanak

Santoso, B. 2009. Pemerolehan Bahasa Anak Usia Tiga Tahun Dalam


Lingkungan Keluarga. Diunduh pada tanggal 12 Agustus 2010 di
http://www.infodiknas.com/pemerolehan-bahasa-anak-usia-tiga-
tahundalam-lingkungan-keluarga/

Syafna, S. Pemerolehan Bahasa Pertama Terhadap Pemerolehan Bahasa Kedua.


Diunduh pada tanggal 12 Agustus 2010 di
http://www.scribd.com/doc/22785154/Peranan-Pemerolehan-Bahasa-
Pertama-Terhadap-PeMerolehan-Bahasa-Kedua

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)


PSIKODIAGNOSTIK 4

LAMPIRAN

© HAETI ICI SUMARLIN (110710016)

Você também pode gostar