Você está na página 1de 18

STUDY KASUS 1

Tn HH 58 tahun, mengkonsusmsi metrotexat setiap minggu selama 2 tahun

untuk pengobatan rheumatoid artritis. Beliau telah merasakan gejala yang dirasakan

semakin memburuk pada bulan yang lalu, sehingga beliau menambahkan NSAIDs

dan analgetik lain unuk mengatasi nyeri. Beliau mencoba menggunakan sulfasalazine

dan leflunomide, tetapi tidak dilanjutkan karena merasakan perutnya tidak enak.

Uraian kasus :

1. PROBLEM MEDIK

Reumatoid artritis (RA) merupakan penyakit autoimun dengan sistem

kekebalan tubuh yang menyerang sinovium dan dapat menyebabkan

peradangan kronis.
2. ETIOLOGI

Etiologi RA belum diketahui dengan pasti. Namun, kejadiannya dikorelasikan

dengan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan

(Suarjana, 2009).

1) Faktor Genetik

Kajian atas keluarga mengisyaratkan adanya predisposisi genetik. Sekitar

10% pasien artritis reumatoid memiliki seorang anggota keluarga tingkat

pertama yang sakit serupa. Peran pengaruh genetik dipastikan oleh

pembuktian adanya asosiasi dengan produk gen MHC kelas II HLA-DR4.

Asosiasi dengan HLA-DR4 telah terbukti pada banyak populasi, termasuk

ras kulit putih Amerika Utara dan Eropa. Namun diperkirakan gen lain

diluar kompleks HLA juga berperan (Harrison, 1995).

2) Infeksi

Adanya kemungkinan artritis reumatoid merupakan manifestasi respon

terhadap suatu agen infeksi. Sejumlah agen penyebab telah diperkirakan,

yaitu Mycoplasma, virus Epstein-Barr, sitomegalovirus, parvovirus, dan

virus rubela, tetapi bukti yang meyakinkan apakah agen tersebut atau

infeksi lain yang menyebabkan artritis reumatoid belum ada. Proses

bagaimana suatu agen infeksi menimbulkan peradangan kronik artritis juga

masih dipertentangkan (Harrison, 1995).


3) Jenis Kelamin

Artritis reumatoid merupakan penyakit autoimun yang predominan pada

wanita. Rasio penderita wanita dan laki-laki yaitu 2-3:1. Adanya peran

estrogen telah dieksplorasi dengan berbagai metode. Estrogen memicu

adanya autoantibodi yang berperan pada sistem imun (Freinstein, 2005).

4). Lingkungan

Faktor lingkungan juga berperan dalam etiologi penyakit ini. Hal ini

ditekankan pada kajian epidemiologi di Afrika yang mengisyaratkan bahwa

cuaca dan urbanisasi berdampak besar terhadap insidensi dan keparahan

artritis reumatoid dalam kelompok yang memiliki latar belakang genetik

serupa (Harisson, 1995). Merokok dan penyakit paru dapat meningkatkan

faktor risiko artritis reumatoid (Dipiro et al., 2014).


3. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi penyakit rematik di Indonesia menurut hasil penelitian

Zeng QY et al. mencapai 23,6% sampai 31,3%. prevalensi penelitian yang

dilakukan di Malang pada penduduk berusai diatas 40 tahun mendapatkan

prevalensi RA sebesar 0,5% didaerah kotamadya dan 0,6% didaerah

kabupaten.

Dari profil kesehatan di dinas kesehatan sejak tahun 2007-2011

didapatkan penyakit RA muncul menjadi salah satu dari 10 penyakit terbesar

di kota Bandar Lampung pada tahun 2009 di urutan keempat dengan

presentase sebesar 5,99%, tahun 2010 menjadi urutan ketiga sebesar 7,2% dan

tahun 2011 pada urutan keempat dengan presentasi sebesar 7,11% (Dinkes,

2011).
4. PATOFISIOLOGI

Rheumatoid arthritis akibat reaksi autoimun dalam jaringan sinovial yang

melibatkan proses fagositosis. Dalam prosesnya, dihasilkan enzim-enzim

dalam sendi. Enzim-enzim tersebut selanjutnya akan memecah kolagen

sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya terjadi

pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan

menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi

yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan merasakan nyeri akibat serabut

otot mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya kemampuan

elastisitas pada otot dan kekuatan kontraksi otot.


5. FAKTOR RESIKO

Faktor resiko rheumatoid arthritis menurut (suarjana, 2009). dalam

peningkatan terjadinya RA antara lain:

1. jenis kelamin perempuan

2. ada riwayat keluarga yang menderita RA

3. umur lebih tua

4. merokok.

5. Resiko juga mungkin terjadi akibat konsumsi kopi lebih dari tiga cangkir

sehari, khusunya kopi decaffeinated

6. Obesitas juga merupakan faktor resiko


6. SOAP

a) Subjektif : gejala rheumatoid arthritis dirasakan Tn HH semakin parah 1

bulan yang lalu. Gejala rheumatoid arthritis yaitu sebagai

berikut:

1. Kaku pagi hari

2. Artritis pada 3 daerah persendian atau lebih

3. Artritis persendian tangan

4. Nodul rheumatoid

b) Objektif :-

c) Assesment :

Pasien menderita rheumatoid arthritis dan sudah mengkonsusmsi

metrotexat setiap minggu selama 2 tahun, namun gejala yang dirasakan

pasien semakin parah satu bulan terakhir sehingga pasien menambahkan

obat NSAIDs dan analgetik untuk mengobati rheumatoid arthritis yang

diderita namun obat-obat tersebut dihentikan karena pasien merasakan

tidak enak pada perutnya dan kemungkinan hal tersebut terjadi akibat dari
efek samping dari penggunaan metotrexat dalam jangka panjang yang

tidak diiringi dengan penggunaan asam folat sehingga terjadi gangguan

gastrointestinal. Oleh karena itu harus dilakukan rekomendasi pengobatan

dan pemantauan yang tepat untuk mempercepat penyembuhan

rheumatoid arthritis yang diderita pasien.

d) Plan

Pasien diberikan obat pengganti atau obat kombinasi. Obat kombinasi

dengan metrotexat yang bisa digunakan pasien diantaranya obat biologik

dan obat non biologik lain seperti sulfasalazine serta obat DMARD

biologik untuk pengganti metotrexat sebagai monoterapi adalah

Tocilizumab. Selain itu, pasien kemungkinan mengalami efek samping

setelah penggunaan metotrexat dalam jangka panjang yaitu terjadinya

gangguan pada gastrointestinal karena metotrexat dapat menyebabkan

defisiensi folat parah yang dapat mengganggu regenerasi sel pada

beberapa organ tubuh sehingga pasien juga diberikan asam folat untuk

mengatasinya. Selain itu untuk mengurangi rasa nyeri pasien diberi

Natrium diklofenak.

Metrotexat merupakan agen antiinflamasi dan imunosupresan yang

menjadi lini pertama terapi reumatoid artritis (RA). Metotrexat termasuk

obat golongan disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD) yang

digunakan untuk mengendalikan penyakit rheumatoid atritis yang diderita

pasien.
Pasien yang mendapat terapi metrotexat harus mendapatkan asam folat

selama penggunaan MTX (Metrotexat) dengan dosis minimal 5 miligram

per minggu. Penggunaan MTX yang tidak disertai asam folat dapat

menyebabkan pasien mengalami defisiensi asam folat yang parah.

Defisiensi asam folat dapat menyebabkan gangguan regenerasi sel

sehingga terjadi gangguan di berbagai organ serta dapat menyebabkan

anemia yang semakin menurunkan kualitas hidup pasien. Berdasarkan

data penelitian, terdapat 7 pasien (17,5%) yang mengalami gangguan

gastrointestinal dan diketahui tidak mendapatkan asam folat selama

penggunaan MTX.

Pemberian asam folat pada pasien merupakan hal yang penting untuk

mengatasi defisiensi asam folat akibat penggunaan MTX yang dapat

menyebabkan gangguan regenerasi sel hingga menyebabkan gangguan

organ. Pemberian asam folat terbukti dapat memperbaiki kondisi hepar

karena dapat menurunkan kadar enzim yang mengalami peningkatan akibat

penggunaan MTX.
Dari penjelasan tersebut kemungkinan pasien merasakan

penyakitnya semakin parah kemungkinan diakibatkan oleh efek samping

dari penggunaan metotrexat dalam jangka panjang yaitu gangguan pada

beberapa organ di gastrointestinal yang tidak diiringi dengan penggunaan

asam folat.

Pasien merasakan tidak enak pada perut kemungkinan diakibatkan

oleh penggunaan sulfasalazine yang memiliki efek samping mual, diare,

ulkus mulut dan lain-lain.

7. PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGI

a) Terapi Farmakologi

DMARD disease-modifying antirheumatic drugs dapat digunakan sebagai

monoterapi atau sebagai terapi kombinasi. Setelah kegagalan pertama

DMARD pasien sebaiknya diberi DMARD lain dulu, jika prognosisnya lebih

buruk sebaiknya di switch ke agen biologis.


Untuk mengobati rheumatoid arthritis pada pasien, penggunaan metrotexat

monoterapi tidak memberikan efek pada pasien maka pasien diberikan obat

kombinasi antara metrotexat dan sulfasalazine. Sedangkan untuk mengatasi

efek samping dari metotrexat pasien diberikan asam folat untuk mengatasi

defisiensi folat pada pasien akibat penggunaan metotreksat. Selain itu pasien

diberi obat prednisolon serta Na diklofenak untuk mengurangi rasa sakit.

• Dosis metrotexat 7,5 mg per oral 1 minggu sekali


• Dosis sulfasalazine 2x500 mg/hari
• Dosis umum pemakaian prednisolone adalah 5-60 mg per hari.
• Penggunaan asam folat pada pasien diberikan dosis minimal 5
miligram per minggu.
• Na diklofenak yang digunakan untuk pasien rheumatoid arthritis 50
mg secara oral 3 sampai 4 kali sehari atau 75 mg secara oral dua kali
sehari untuk mengurangi rasa sakit.
b). Terapi non farmakologi

Terapi non-farmakologi melingkupi terapi modalitas dan terapi

komplementer. Terapi modalitas berupa diet makanan (salah satunya dengan

suplementasi minyak ikan cod), kompres panas dan dingin serta massase

untuk mengurangi rasa nyeri, olahraga dan istirahat, dan penyinaran

menggunakan sinar inframerah. Terapi komplementer berupa obat-obatan

herbal, accupressure, dan relaxasi progressive (Afriyanti, 2009).

Terapi bedah dilakukan pada keadaan kronis, bila ada nyeri berat dengan

kerusakan sendi yang ekstensif, keterbatasan gerak yang bermakna, dan

terjadi ruptur tendo. Metode bedah yang digunakan berupa sinevektomi bila

destruksi sendi tidak luas, bila luas dilakukan artrodesis atu artroplasti.

Pemakaian alat bantu ortopedis digunakan untuk menunjang kehidupan

sehari-hari (Sjamsuhidajat, 2010).


STUDY KASUS 2

Tn SB 45 tahun, baru-baru ini mengalami serangan Asam Urat setelah 8

bulan. Gejalanya terlihat dan dokter yang menanganinya merekomendasikan

pengobatan propilaksis. Keluarga tidak mempunyai riwayat penyakit ginjal, tetapi

ayahnya meninggal karena IMA pada usia 52 tahun, tidak ada riwayat meminum obat

rutin dan penyakit yang parah sebelumnya.

URAIAN KASUS

1. Problem medik

Tn SB 45 tahun, baru-baru ini mengalami serangan Asam Urat setelah 8 bulan

Kadar asam urat normal pada laki-laki berkisar 3,5 - 7 mg/dl dan

pada perempuan 2,6 - 6 mg/dl. Kadar asam urat yang berada di atas normal

disebut hiperurisemia (Syahrazad, 2010). Hiperurisemia sangat berpotensi

menjadi penyakit gout. Biasanya, 25 persen orang yang kadar asam uratnya

tinggi akan menjadi penyakit gout (Syahrazad, 2010).


2. Etiologi

1. Faktor genetik dan faktor hormonal yang menyebabkan gangguan

metabolisme

yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat.

2. Jenis kelamin dan umur

3. Prosentase Pria : Wanita yaitu 2 : 1 pria lebih beresiko terjadinya asam urat

yaitu umur (30 tahun keatas), sedangkan wanita terjadi pada usia

menopouse (50-60 tahun).

4. Berat badan

5. Obesitas

6. Konsumsi alkohol

7. Diet

8. Makan makanan yang tinggi purin dapat menyebabkan atau memperburuk

gout. Misalnya makanan yang tinggi purin : kacang-kacangan, rempelo dll.

9. Obat-Obatan Tertentu

3. Epidemiologi
4. Patofisiologi

5. Faktor resiko
6. SOAP

a. Subjektif : serangan Asam Urat

b. Objektif : -

c. Assesment :

Tn SB 45 tahun, baru-baru ini mengalami serangan Asam Urat setelah 8

bulan sehingga harus diberikan obat yang tepat sesuai keadaan pasien.

d. Plan

Mengatasi serangan akut

1. NSAID merupakan terapi lini pertama yang efektif untuk pasien yang

mengalami serangan gout akut.

Yaitu : yang disarankan dengan obat indometasin

2. DAN pasien dianjurkan untuk pemeriksaan identifikasi Kadar Asam

Urat dilaboratorium
7. Penatalaksanaan Farmakoterapi

1. Terapi Farmakologi

1. Mengatasi serangan akut

NSAID merupakan terapi lini pertama yang efektif untuk pasien yang

mengalami serangan gout akut.

Yaitu : yang disarankan dengan obat indometasin

Berikan colchicine jika NSAID tidak dapat diberikan. Gunakan dalam

24‐48 jam serangan akut Jika penyakit parah atau NSAID/ colchicine

tidak ditoleransi baik, berikan steroid sistemik (prednisolon awal 20-

40mg/hari)
2. Terapi Non Farmakologi

1. Membatasi asupan purin (120-150 mg/hari) Protein 50-70 gram


bahan mentah/hari
2. Kalori sesuai kebutuhan (didasarkan tinggi dan berat badan)
3. Mengkonsumsi lebih banyak karbohidrat kompleks (>100
gram/hari)
4. Mengurangi konsumsi lemak (15% dari total kalori)
5. Mengkonsumsi Banyak cairan (2,5 atau 10 gelas/hari)
6. Tidak mengkonsumsi minuman beralkohol
7. Mengkonsumsi cukup vit & mineral
8. Mengkonsumsi makanan yg menghasilkan sisa basa tinggi

Você também pode gostar