Você está na página 1de 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dunia secara keseluruhan dilaporkan angka kejadian atresia bilier berkisar


1:10.000-15.000 kelahiran hidup, lebih sering pada wanita dari pada laki-laki.
Rasio atresia bilier antara anak perempuan dan laki-laki 1,4:1, dan angka
kejadian lebih sering pada bangsa Asia. Kolestasis ekstrahepatik sekitar 25-30%
disebabkan oleh atresia billier.Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta
penyebab kolestasis obstruktif yang paling banyak dilaporkan (>90%) adalah
atresia bilier. Meskipun tidak menyebut jumlahnya secara pasti, makin tahun
jumlah pasien yang datang ke RS Cipto Mangunkusumo makin meningkat.

Atresia duktus hepatikus atau biasa di sebut atresia bilier merupakan penyakit
yang jarang terjadi pada bayi. Atresia bilier terjadi lebih sering terjadi pada bayi
prematur. Penyebab penyakit ini pun belum di ketahui secara pasti. Jika operasi
tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup selama 3 tahun hanya berkisar
10% dan rata -rata meninggal pada usia 12 bulan. Atresia bilier merupakan satu-
satunya penyebab kematian karena penyakit hati pada awal usia kanak-kanak
(akibat sirosis bilier yang bersifat progresif dengan cepat) dan 50-60% anak-anak
yang di rujuk untuk menjalani trasplantasi hati merupakn pasien atresia bilier.

Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting sebab efikasi
pembedahan hepatik-pontoeterostomi (operasi Kasai) akan menurun bila
dilakukan setelah umur 2 bulan. Bagi penderita atresia bilier prosedur yang baik
adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu ke usus. Selain
itu,terdapat beberapa intervensi keperawatan yang penting bagi anak yang
menderita atresia bilier. Penyuluhan yang meliputi semua aspek rencana
penanganan dan dasar pemikiran bagi tindakan yang akan dilakukan harus
disampaikan kepada anggota keluarga pasien. (Donna L. Wong, 2008)

1
1.2 Tujuan

1. Memberikan informasi tentang atresia duktus hepatikus


2. Memahami penyakit atresia duktus hepatikus
3. Memahami perjalanan penyakit dari atresi duktus hepatikus
4. Mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit atresia duktus hepatikus

1.3 Rumusan masalah


1. Apa definisi dari atresia duktus hepatikus ?
2. Apa saja penyebab dari atresia duktus hepatikus ?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari atresia duktus hepatikus
4. Apa saja klasifikasi dari atresia duktus hepatikus?
5. Apa komplikasi dari atresia duktus hepatikus?
6. Apa saja pemeriksaan pemeriksaan penunjang dari atresia duktus hepatikus
?
7. Bagaimana patoflow dari atresia duktus hepatikus ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Suatu defek congenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau obstruksi ,
satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau intrahepatik. ( Suriadi,
2010).

Atresia bilier merupakan proses inflamasi progresif yang menyebabkan fibrosis


saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada akhirnya
akan terjadi obstruksi saluran tersebut (Donna L. Wong, 2008).

Atresia bilier ekstrahepatik merupakan obstruksi total aliran getah empedu yang
disebabkan oleh destruksi atau tidak adanya sebagian saluran empedu
ekstrahepatik.

Atresia bilier adalah suatu penghambatan didalam pipa atau saluran-saluran


yang membawa cairan empedu dari hati (liver) menuju kekantung empedu
(gallbladder). Ini merupakan kondisi kongenital yang terjadi pada setiap
kelahiran.

Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari
duktus biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus
persisten dan kerusakan hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis
biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta. (Kamus
Kedokteran Dorland, 2006)

2.2 Etiologi
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli
menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya
kelainan kromosom trisomi17, 18 dan 21, serta terdapatnya anomali organ pada

3
30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa
atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa
karena infeksi atau iskemi. Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk
janin atresia bilier, seringkali memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau
usus.

Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan penyakit
keturunan. Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar identik,
dimana hanya 1 anak yang menderita penyakit tersebut. Atresia bilier
kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah peristiwa yang terjadi selama hidup
janin atau sekitar saat kelahiran. Kemungkinan yang "memicu" dapat mencakup
satu atau kombinasi dari faktor-faktor predisposisi berikut:
1. Infeksi virus atau bakteri
2. Masalah dengan sistem kekebalan tubuh
3. Komponen yang abnormal empedu
4. Kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
5. Hepatocelluler dysfunction

2.3 Manifestasi Klinis


Bayi mengalami ikterus segera setelah lahir, feses pucat dan gambaran serupa
dengan hepatitis neonates. Jika kondisi ini tidak diobati, maka hepar akan
membesar, jantung menjadi tidak terlibat dan ada tanda malabsorbsi lemak.
Gejala yang biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
1. Air kemih bayi berwarna gelap (karena tingkat bilirubin dalam darah dengan
konsentrasi tinggi masuk ke dalam urin)
2. tinja berwarna pucat / acholic (karena kurangnya bilirubin yang diserap)
3. penyakit kuning yang menyebabkan warna kuning pada kulit dan sklera mata
atau biasa disebut jaundice disebabkan oleh hati tidak mengeluarkan
bilirubin, pigmen kuning dari darah.
4. berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung
lambat,

4
5. abdomen menjadi sangat tegang, dan perbesaran dikarenakan peningkatan
ukuran hati

Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:

1. Gangguan pertumbuhan
2. gatal-gatal
3. rewel
4. tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut
darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).

2.4 Klasifikasi
Tipe- tipe atresia biliary, secara empiris dapat dikelompokkan dalam 2 tipe:
1. Tipe yang dapat dioperasi / Operable/ correctable.
Jika kelainan/sumbatan terdapat dibagian distalnya. Sebagian besar dari
saluran-saluran ekstrahepatik empedu paten.
2. Tipe yang tidak dapat dioperasi / Inoperable/ incorrectable
Jika kelainan / sumbatan terdapat dibagian atas porta hepatic, tetapi akhir-
akhir ini dapat dipertimbangakan untuk suatu operasi porto enterostoma hati
radikal. Tidak bersifat paten seperti pada tipe operatif.

Menurut anatomis atresia billier ada 3 tipe:

1. Tipe I Atresia sebagian atau totalis yang disebut duktus hepatikus komunis,
segmen proksimal paten
2. Tipe IIa Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus billiaris komunis, duktus
sistikus, dan kandung empedu semuanya)
3. Tipe IIb Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis, duktus
sistikus, kandung empedu normal
4. Tipe III Obliterasi pada semua system duktus billier ekstrahepatik sampai ke
hilus

5
Tipe I dan II merupakan jenis atresia yang dapat di operasi (correctable)
sedangkan tipe III adalah bentuk atresia yang tidak dapat di operasi (non
correctable), bila telah terjadi sirosis maka dilakukan transpalantasi hati.

2.5 Komplikasi
1. Cirrhosis; sekelompok penyakit hati kronik yang mengakibatkan kerusakan
sel hati dan sel tersebut di gantikan oleh jaringan parut sehingga terjadi
penurunan jumlah jaringan hati normal. Peningkatan jaringan parut tersebut
menimbulkan distorsi struktur hati yang normal, sehingga terjadi gangguan
aliran darah melalui hati dan terjadi gangguan fungsi hati.(Soewignjo
Soemoharjo,2008)
2. Gagal hati
3. Splenomegali; kondisi pembesaran pada organ limpa, yang bisa disebabkan
oleh sejumlah penyakit atau infeksi.
4. hipertensi portal; meningkatnya tekanan di dalam vena porta.
5. Varises esophagus; pembesaran abnormal pada vena yang terletak pada
esofagus atau kerongkongan.
6. Asites; distensi abdomen, pekak pada perkusi di daerah pinggang, dll
7. Encephalopathy hepatik; kondisi yang merujuk pada perubahan kepribadian,
keadaan mental, dan sistem saraf pada orang dengan kegagalan hati.

6
2.6 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan rutin
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier. Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin
serum total atau bilirubin direk, dan alkalifosfatase mempunyai
spesifisitas 92,9% dalam menentukan atresia bilier.
1) Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada
pasien yang mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif.
Hal ini menunjukkan adanya bendungan saluran empedu total.
2) Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna
pada tinja / stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya
sumbatan.
3) Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan :
protombin time, partial thromboplastin time.
b. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik
yang cukup sensitif, tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan
ini tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi tinja. Pawlawska
menyatakan bahwa karena kadar bilirubin dalam empedu hanya10%,
sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah 60%, maka
tidak adanya asam empedu di dalam cairan duodenum dapat
menentukan adanya atresia bilier.
2. Pemeriksaan ultrasonografi
Theori mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat
ditingkatkan bila pemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan
puasa, saat minum dan sesudah minum. Bila pada saat atau sesudah minum
kandung empedu berkontraksi, maka atresia bilier kemungkinan besar (90%)
dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal duktus bilier, tidak ditemukannya
kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung

7
diagnosis atresia bilier. Namun demikian, adanya kandung empedu tidak
menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I / distal.
3. Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m
mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum pemeriksaan
dilakukan, kepada pasien diberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral,
dibagi dalam 2 dosis selama 5 hari. Pada atresia bilier proses pengambilan
isotop normal tetapi ekskresinya keusus lambat atau tidak terjadi sama
sekali. Untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan
sintigrafi, dilakukan penghitungan indeks hepatik (penyebaran isotop dihati
dan jantung), pada menit ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier, sedangkan indeks hepatik < 4,3 merupakan
petunjuk kuat adanya atresia bilier. Teknik sintigrafi dapat digabung dengan
pemeriksaan DAT, dengan akurasi diagnosis sebesar 98,4%. Torrisi
mengemukakan bahwa dalam mendeteksi atresia bilier, yang terbaik adalah
menggabungkan hasil pemeriksaan USG dan sintigrafi.

4. Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary
Iminodeacetic Acid). Hida melakukan pemotretan pada jalur dari empedu
dalam tubuh, sehingga dapat menunjukan bilamana ada blokade pada aliran
empedu.

5. Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography).
Merupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara
atresia bilier dengan kolestasis intrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier
masih meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante
operasionam. Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai
baku emas untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.

8
6. Biopsi hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat
diandalkan. Ditangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi
diagnostiknya mencapai 95%, sehingga dapat membantu pengambilan
keputusan untuk melakukan laparatomi eksplorasi, danbahkan berperan
untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi
Kasai di 6 tukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus
hati. Bila diameter duktus100 200 u atau 150 400 u maka aliran empedu
dapat terjadi. Desmet dan Ohya menganjurkan agar dilakukan frozen
section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah
portoenterostomi dapat dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang
mengarah ke atresia bilier mengharuskan intervensi bedah secara dini. Yang
menjadi pertanyaan adalah waktu yang paling optimal untuk melakukan
biopsi hati. Harus disadari, terjadinya proliferasi duktuler (gambaran
histopatologik yang menyokong diagnosis atresia bilier tetapi tidak
patognomonik) memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk
melakukan biopsi pada usia < 6 minggu

7. Portoenterostomi(kasai prosedur) untuk drainage empedu dari hati. Prosedur


ini dimana empedu langsung dialirkan ke usus melalui anstomosis pada
jejenum dengan porta hepatis
2.7 Penatalaksanaan

Salah satu faktor yang menentukan angka harapan hidup 10 tahun adalah usia
saat penderita dioperasi. Dibagi 4 kelompok yaitu kelompok usia yang dioperasi
< 60 hari (68%), kelompok usia 61-69 hari (39%), kelompok usia 71-90 hari
(33%), dan kelompok usia > 91 hari (15%).

PRE-OPERATIF
Beberapa hari sebelum operasi, penderita di injeksi vitamin K intramuscular 1-2
mg/kgBB.

9
OPERATIF
Hepatic portoenterostomy (prosedur Kasai) merupakan terapi standar pada
atresia biliaris.

PERAWATAN PASCA-OPERATIF
Nasogastric Tube (NGT) tetap dipertahankan hingga fungsi gastrointestinal
kembali normal, biasanya 48 jam pasca operasi. Antibioik intravena diberikan
hingga penderita dapat
menerima makanan secara normal. Steroid (prednisone) diberikan 2mg/kgBB/
hari sehari 2 kali selama 1 minggu.
Komplikasi awal (3 bulan pasca operasi) yang ditemukan umumnya adalah
ascending cholangitis, yang dapat disebabkan karena infeksi vena porta,
rusaknya drainase limfe pada porta hepatis, ataupun karena infeksi langsung
fistulasi bilier. Cholangitis juga disebabkan oleh hal apapun yang membuat aliran
empedu tehambat , sehingga asam ursodeoksikolat sering digunakan untuk
mencegah terjadinya cholangitis. Sedangkan pemakaian antibiotika dan
kortikosteroid untuk pencegahan cholangitis masih belum terdapat keseragaman
2.8 Dampak
Tidak banyak bahkan hanya 1 dari ratusan bayi penderita atresia duktus hepatis
yang dapat hidup hingga dewasa. Jikapun ada pasti ada dampak akibat penyakit
tersebut, yaitu :
1. Menangis kencang
2. Ketakutan akan sakit
3. Kematian
4. Rasa kekhawatiran orang tua terhadap anak
5. Harus meminum obat terus menerus dengan jenis yang berbeda beda
6. Ketakutan terhadap rumah sakit akibat dari sakit yang pernah di alami
7. Jika sempat melakukan transplantasi liver, dampak dari transplantasi harus di
awasi

10
11
2.9 Patoflow diagram

Obstruksi atau tidak adanya saluran empedu ekstrahepatik

Empedu tersumbat dan kembali ke liver

Peradangan, odema, Malabsorbsi lemak,


degenerasi hepatik vitamin

Fibrosis Malnutrisi

Cirrhosis Hipertensi portal Kekurangan vitamin larut


lemak

Gagal hati
Gagal tumbuh

12
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
1. Pemeriksaan fisik
2. Sistem gastrointestinal; warna tinja, distensi, asites, hepatomegali,
anoreksia, tidak mau makan
3. Sistem pernafasan
4. Genitourinary; warna urine
5. Integumen; jaundice, kulit kering, pruritus, kerusakan kulit, edema perifer
6. Muskuluskeletal; latergi
2. Diagnosa Keperawatan
1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan gangguan absorbsi
2. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan kondisi kronik
3. Risiko perdarahan berhubungan dengan prosedur pembedahan
4. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorbsi dan tidak mau makan
6. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah
7. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritas
3. Tujuan
1. Anak akan menunjukan tanda tanda keseimbangan cairan dan elektrolit yang
di tandai dengan membran mukosa lembab, pengisian kembali kapiler 3-5
detik, turgor kulit baik, pengeluaran urin 1-2ml/kg/jam
2. Anak akan memperlihatkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal
3. Anak tidak menunjukan perdarahan dan infeksi
4. Anak tidak menunjukan perdarahan dan infeksi
5. Anak akan menunjukan status nutrisi adekuat yang akan ditandai dengan
nafsu makan baik dan berat badan sesuai
6. Orang tua/keluarga akan mengespresikan pemahamannya tentang
perawatan di rumah

13
7. Anak akan menunjukan keutuhan kulit
4. Intervensi
1. Tingkatkan status hidrasi
 Pertahankan terapi cairan intravena
 Kaji tanda tanda dehidrasi; ubun ubun, turgor kulit, membaran mukosa
 Kaji intake dan output
 Pasang NGT untuk nutrisi dan cairan ukur lilitan atau lingkar abdomen
 Monitor resistensi perifer, tekanan darah, total protein, albumin, urea
nitrogen dan kreatinisme
2. Pertahankan tumbuh kembang secara normal
 Lakukan stimulasi yang dapat dicapai sesuai dengan usia;
gerakan(motorik halus dan kasar, ROM, posisi duduk, memberikan benda
benda yang dapat di capai
 Jelaskan pada orang tua pentingnya melakukan stimulasi tumbuh
kembang dengan menyesuaikan kondisi anak; seperti perlu istirahat.
3. Cegah perdarahan dan infeksi
 Pantau tanda tanda vital
 Pantau perdarahan dan tanda tanda infeksi
 Hindari pergerakan berlebihan yang dapat menambah ketegangan
 Pantau distensi abdomen
 Monitor bising usus
4. Cegah perdarahan dan infeksi
 Pantau tanda tanda vital
 Pantau perdarahan dan tanda tanda infeksi
 Hindari pergerakan berlebihan yang dapat menambah ketegangan
 Pantau distensi abdomen
 Monitor bising usus
5. Tingkatkan status nutrisi yang adekuat
 Pertahankan nutrisi parenteral, dan jaga kepatenan IV
 Pertahankan nutrisi melalui NGT

14
 Berikan nutrisi yang adekuat; vitamin dan mineral suplemen
 Timbang berat badan setiap hari
 Monitor intake dan output
 Monitor laboratorium; albumin, protein sesuai program
6. Tingkatkan pemahaman orang tua tentang perawatan pada anak yang sakit
 Jelaskan tentang pengobatan yang diberikan; dosis, raksi oabt dan
tujuannya
 Jelaskan pentingya stimulasi pada anak; pendengaran, visual, sentuhan
 Jelaskan pentingnya monitor adanya muntah, mual, keram otor, diare,
nadi yang tidak teratur, segera lapor ke perawat dan dokter
7. Pertahankan keutuhan kulit
 Kaji tanda tanda kerusakan kulit
 Rubah posisi anak tiap 2 jam atau sesuai kondisi
 Gunakan matras yang lembut
5. Perencanaan pemulangan
1. Jelaskan tentang kondisi anak
2. Jelaskan untuk kontrol ulang
3. Lihat implementasi no.6

15
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Atresia bilier adalah suatu penghambatan didalam pipa atau saluran-saluran
yang membawa cairan empedu dari hati (liver) menuju kekantung empedu
(gallbladder). Ini merupakan kondisi kongenital yang terjadi pada setiap
kelahiran.

Dengan penyebab yang belum pasti tetapi mungkin di sebabkan oleh infeksi
virus atau bakteri, masalah dengan sistem kekebalan tubuh, komponen yang
abnormal empedu, kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu,
hepatocelluler dysfunction. Tanda dan gejala yang akan muncul berbeda beda,
sesuai dengan umur bayi masing masing dan klasifikasi dibagi menjadi 2 yaitu
secara empiris dan anatomis. Pemeriksaan penunjang atau diagnostik yang di
lakukan guna untuk menetukan diagnosa yang tepat.

Setelah membahas semua teori daripada atresia duktus hepatikus atau atresia
bilier, dapat melakukan asuhan keperawatan yang tepat. Mulai dari melakukan
pengkajian, menetapkan diagnosa, memilih intervensi yang tepat,
mengimplementasikannya dengan baik, dan akan mendapatkan evaluasi yang
terbaik bagi pasien.

4.2 Saran

16
DAFTAR PUSTAKA

McEvoy dan Suchy. 1996. Biliary Tract Disease In Children. Pediatr clin north am
1996

Donna L. Wong, et all. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta. EGC

Suriadi, Yulianti Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: CV


Sagung Seto

Suriadi, Yulianti Rita . 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak edisi 2. Jakarta:
CV Sagung Seto

Soemoharjo, Soewignjo. 2008. Hepatitis Virus B edisi 2. Jakarta. EGC

Dorland, W. 2006. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta. EGC

Rubenstein, David. 2007. Lecture Notes Kedokteran Klinis Edisi 6. Jakarta.


Erlangga

17

Você também pode gostar